*Corresponding author, e_mail address: ilhammaulanasaud@gmail.com 

Jurnal Akuntansi dan Investasi, Vol. 17 No. 2, Hlm: 209-219, Juli 2016 

Artikel ini tersedia di website: http://journal.umy.ac.id/index.php/ai  

DOI: 10.18196/jai.2016.0056.209-219 
 

Pengaruh Sikap dan Persepsi Kontrol Perilaku Terhadap Niat 

Whistleblowing Internal-Eksternal dengan Persepsi Dukungan 

Organisasi Sebagai Variabel Pemoderasi 
 

Ilham Maulana Saud* 
Prodi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jln. Lingkar Selatan, Kasihan, Bantul, D. I. Yogyakarta 
 

 

A R T I C L E  I N F O 

  

A B S T R A C T 

 

Article history: 

received 19 Mar 2016 

revised  23 Jun 2016 

accepted 30 Jun 2016 

 

 This study aims to examine the influence of attitude and perceived behavior control 

empirically toward the whistleblowing intention of the internal-external with the perceived 

organizational support as the moderating variables. This study using survey method with 

127 respondents of the permanent staffs of Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 

(UMY) and employs hierarchical regression analysis. The results reveal the attitude has 

significant influence toward internal whistleblowing intention and the perceived of 

organizational supporting has significant influence as moderating variable which strengthen 

the influence of the perceived behavior control toward the internal-external whistleblowing 

intention.  

© 2016 JAI. All rights reserved 

Keywords:  

Perceived Behavior 

Control; Perceived 

Organizational Support; 

Whistleblowing 

Intention 

 

 

 

PENDAHULUAN 

 

Kebijakan whistleblowing kembali menjadi tran-
ding topic setelah terungkapnya kasus perusahaan 
Enron, WorldCom, Anderson, dan Tyco yang 

mendorong regulator pasar modal Amerika Serikat 

mengeluarkan regulasi, yaitu Sarbanes Oxley Act of 
2002 (SOX). Salah satu seruan SOX adalah peru-
sahaan publik diwajibkan untuk mengembangkan 

sistem whistleblowing yang merupakan bagian dari 
sistem pengendalian internal (Brennan dan Kelly, 

2007).  

Sama halnya di Indonesia, regulasi mengenai 

whistleblowing telah diatur dalam Undang-Undang 
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi 

dan Korban serta Surat Edaran Mahkamah Agung 

Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan terhadap 

Pelapor Tindak Pidana (whistleblower) dan Saksi 
Pelaku yang Bekerja Sama. Dengan adanya aturan 

tersebut, maka sistem whistleblowing sangat penting 
bagi organisasi, sehingga diperlukan sistem whistle-
blowing yang efektif yang diharapkan dapat mening-
katkan partisipasi karyawan dalam melaporkan 

kecurangan. 

Hal terpenting dalam penerapan sistem whistle-
blowing adalah apakah karyawan yang mengetahui 
terjadinya kecurangan mau melaporkan (whistle-
blower) atau tidak. Rothschild dan Miethe (1999) 
menyatakan bahwa sebagian besar whistleblower 
dinilai tidak loyal terhadap organisasi, dan mereka 

mungkin akan mendapat penolakan dari karyawan 

lainnya dalam organisasi (Elliston, 1982). Kondisi 

tersebut menjadi dilema etis bagi whistleblower 
ketika berasal dari internal organisasi, sehingga 

penting bagi whistleblower memperoleh dukungan 
dan perlindungan dari organisasi. 

Alleyne et al. (2013) menjelaskan pentingnya 
persepsi dukungan organisasi bagi individu untuk 

melaporkan tindakan tidak etis. Hal ini didasarkan 

pada teori pertukaran sosial, organisasi yang mem-

perlakukan karyawan dengan baik menimbulkan 

rasa kewajiban dalam diri karyawan, sehingga untuk 

memenuhi perasaan kewajibannya, karyawan meres-

pon dengan cara yang mengungtungkan organisasi. 

Persepsi dukungan organisasi mengacu pada 

keyakinan luas yang dimiliki karyawan mengenai 

sejauh mana organisasi menghargai kontribusi dan 

peduli terhadap kesejahteraan karyawannya 

(Eisenberger et al., 1986). Dengan demikian, persep-
si dukungan organisasi yang tinggi menghasilkan 

dampak positif terhadap sikap dan perilaku karya-

wan untuk suatu kebaikan yang bermanfaat bagi 

organisasi, misalnya melaporkan kecurangan yang 

terjadi dalam organisasi. Meningkatnya partisipasi 

karyawan untuk melaporkan tindakan-tindakan 

kecurangan dapat meningkatkan keefektifan sistem 

pengendalian internal organisasi (Patel, 2003). Hasil 

penelitian Adebayo (2005) mengenai sikap etis dan 

perilaku prososial di kepolisian Nigeria menemukan 

bahwa persepsi dukungan organisasi yang dirasakan 



Saud, I. M. – Whistleblowing Internal-Eksternal 

210 
 

memoderasi hubungan antara sikap dan perilaku 

prososial. Hooks et al. (1994), Kaplan dan 
Whitecotton (2001) menunjukkan adanya hubungan 

antara tingkat persepsi dukungan organisasi dengan 

akses untuk mengungkapkan kecurangan. 
Penelitian sebelumnya yang dilakukan Park dan 

Blenkinsopp (2009) dan Winardi (2013) telah mene-

mukan beberapa faktor individu yang mempe-

ngaruhi niat whistleblowing dengan menggunakan 
teori perilaku terencana yang dikembangkan oleh 

Ajzen (1991). Hasil penelitian Winardi (2013) 

menemukan bahwa sikap dan persepsi kontrol peri-

laku berpengaruh positif terhadap niat whistle-
blowing internal. Park dan Blenkinsopp (2009) juga 
menemukan bahwa sikap dan kontrol perilaku 

berpengaruh positif terhadap niat whistleblowing 
internal, tetapi tidak berpengaruhi positif terhadap 

niat whistleblowing eksternal. 
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji 

apakah sikap dan persepsi kontrol perilaku berpe-

ngaruh positif terhadap niat whistleblowing internal-
eksternal dan apakah persepsi dukungan organisasi 

memoderasi hubungan pengaruh sikap dan kontrol 

perilaku terhadap niat whistle-blowing internal-
ekstenal. Penelitian ini penting karena, pertama, 

beberapa penelitian sebelumnya belum menggu-

nakan variabel persepsi dukungan organisasi. Kedua, 

pada penelitian sebelumnya oleh Winardi (2013) 

hanya menggunakan jalur whistleblowing internal 
untuk menggungkap kecurangan, sedangkan pene-

litian ini menggunakan konteks niat whistleblowing 
internal-eksternal. Ketiga, dengan menggunakan res-

ponden yang berbeda, penelitian ini ingin mengkon-

firmasi dan menindaklanjuti hasil penelitian yang 

dilakukan oleh Park dan Blenkinsopp (2009) yang 

juga menggunakan jalur pelaporan internal-eksternal.  

Kontribusi teoritis penelitian  ini adalah mem-

berikan penjelasan bahwa sikap individu berpe-

ngaruh positif terhadap niat whistleblowing internal. 
Selain itu, persepsi dukungan organisasi menjadi 

aspek yang dapat memperkuat pengaruh persepsi 

kontrol perilaku terhadap niat whistleblowing 
internal-eksternal. Secara praktik, penelitian ini 

memberikan informasi bagi organisasi bahwa 

pentingnya dukungan organisasi bagi karyawan untuk 

mengungkapkan kecurangan. 
 

 

TINJAUAN LITERATUR DAN  

PERUMUSAN HIPOTESIS 
 

Teori Perilaku Direncanakan 
 

Ajzen (1991) mendefinisikan bahwa intensi 

merupakan pencerminan dari tiga faktor utama yaitu 

sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan 

persepsi kontrol perilaku. Sikap merupakan suatu 

disposisi untuk merespon secara positif atau negatif 

perilaku tertentu. Sikap terhadap perilaku diten-

tukan oleh kombinasi antara keyakinan perilaku dan 

evaluasi hasil. Keyakinan perilaku adalah keyakinan 

individu mengenai konsekuensi positif atau negatif 

dari perilaku tertentu, sedangkan evaluasi hasil 

merupakan evaluasi individu terhadap konsekuensi 

yang didapatkan dari suatu perilaku (Ajzen, 1991). 

Sikap merupakan suatu disposisi untuk meres-

pon secara positif atau negatif perilaku tertentu. 

Sikap terhadap perilaku ditentukan oleh kombinasi 

antara keyakinan perilaku dan evaluasi hasil. Keya-

kinan perilaku adalah keyakinan individu mengenai 

konsekuensi positif atau negatif dari perilaku terte-

ntu, sedangkan evaluasi hasil merupakan evaluasi 

individu terhadap konsekuensi yang didapatkan dari 

suatu perilaku (Ajzen, 1991). Hal ini menunjukkan 

bahwa individu yang percaya bahwa suatu perilaku 

dapat memberikan hasil yang positif maka individu 

tersebut memiliki sikap positif terhadap perilaku 

tersebut dan sebaliknya, jika individu meyakini 

bahwa suatu perilaku dapat memberikan hasil yang 

negatif maka individu tersebut memiliki sikap negatif 

terhadap perilaku tersebut. 

Persepsi kontrol perilaku sebagai fungsi yang 

didasarkan oleh keyakinan yang disebut sebagai 

keyakinan kontrol, yaitu keyakinan individu meng-

enai ada atau tidak adanya faktor yang mendukung 

atau menghambat individu untuk melakukan suatu 

perilaku. Keyakinan ini didasarkan pada pengalaman 

masa lalu serta informasi dari pengalaman orang lain 

(Ajzen, 1991). Ajzen (1991) menjelaskan bahwa 

semakin individu merasakan banyak faktor pendu-

kung dan sedikit faktor penghambat untuk dapat 

melakukan suatu perilaku, maka lebih besar kontrol 

yang mereka rasakan atas perilaku tersebut dan 

sebaliknya, jika semakin sedikit individu merasakan 

faktor pendukung dan banyak faktor penghambat 

untuk dapat melakukan suatu perilaku, maka 

individu cenderung mempersepsikan diri sulit untuk 

melakukan perilaku tersebut. 

 
Teori Pertukaran Sosial 

 
Cropanzano dan Mictchell (2005) menjelaskan 

bahwa dasar teori pertukaran sosial adalah hubungan 

yang meningkat dari waktu ke waktu menjadi 

hubungan yang saling mempercayai, loyal, dan saling 

berkomitmen selama kedua belah pihak menaati 

aturan-aturan pertukaran. Peraturan mengenai 

pertukaran umumnya melibatkan hubungan timbal 

balik atau aturan membayar kembali dalam bentuk 

tindakan dari suatu pihak sebagai respon dari 

tindakan pihak lain (Cropanzano dan Mictchell, 



Jurnal Akuntansi dan Investasi, 17 (2), 209-219, Juli 2016 
 

211 
 

2005). Pedekatan pertukaran sosial meng-

integrasikan keyakinan karyawan tentang bagaimana 

mereka diperlakukan oleh organisasinya dan 

bagaimana organisasi berkomitmen kepada mereka 

(Eisenberger et al., 1986). Dengan demikian, jika 
karyawan percaya bahwa organisasi berkomitmen 

kepadanya maka karyawan juga akan berkomitmen 

kepada organisasi. 

 
Whistleblowing 

 

Miceli dan Near (1985) mendefinisikan whistle-
blowing adalah suatu pengungkapan oleh anggota 
organisasi tentang praktik ilegal, tidak bermoral atau 

tidak sah di bawah kendali atasan mereka kepada 

orang-orang atau organisasi yang dapat mempe-

ngaruhi tindakan. Whistleblowing juga dapat 
didefinisikan sebagai upaya anggota saat ini atau 

masa lalu dari suatu organisasi untuk memberikan 

peringatan kepada top management organisasi atau 
kepada publik mengenai sebuah kesalahan serius 

yang dibuat atau disembunyikan oleh organisasi 

(Ahern dan McDonald, 2002; Putri, 2016). 

Individu yang melakukan whistleblowing dise-
but whistleblower, Miceli dan Near (1985) menje-
laskan bahwa yang dapat disebut sebagai whistle-
blower memiliki empat karakteristik, yaitu (1) karya-
wan atau mantan karyawan organisasi yang organisa-

sinya mengalami kecurangan; (2) tidak memiliki 

otorisasi untuk mengubah atau menghentikan 

kecurangan yang berada di bawah kendalinya; (3) 

diizinkan atau tidak diizinkan membuat laporan; (4) 

tidak menduduki posisi yang tugasnya mensyaratkan 

untuk melakukan pelaporan kecurangan korporat. 
Whistleblowing dapat terjadi melalui jalur 

internal maupun eksternal. Whistleblowing internal 
terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecura-

ngan yang dilakukan karyawan lainnya kemudian 

melaporkan kecurangan tersebut kepada atasannya. 

Sedangkan, whistleblowing eksternal terjadi ketika 
seorang karyawan mengetahui kecurangan yang 

dilakukan organisasi atau anggota dalam organisasi, 

kemudian memberitahukannya kepada pihak di luar 

organisasi atau penegak hukum karena kecurangan 

tersebut merugikan masyarakat (Elias, 2008). 
Park dan Blenkinsopp (2009) menjelaskan 

bahwa jalur pelaporan whistleblowing tidak hanya 
sebatas internal dan eksternal, tetapi terdiri dari tiga 

dimensi, yaitu formal dan informal, anonim dan 

teridentifikasi, internal dan eksternal, setiap dimensi 

tersebut merupakan pilihan bagi karyawan. Kaplan 

(2012) menemukan bahwa whistleblower berpe-
rilaku berbeda dalam membuat pilihan jalur 

pelaporan yang sesuai untuk mereka. Secara khusus, 

hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pelaporan 

niat peserta dalam hal jalur anonim atau teriden-

tifikasi berpengaruh ketika adanya pertimbangan 

tindakan pembalasan. 

 
Sikap dan Niat  Whistleblowing 
 

Sikap terhadap whistleblowing menurut Park 
dan Blenkinsopp (2009) mengenai sejauh mana indi-

vidu memiliki evaluasi menguntungkan atau tidak 

menguntungan dari whistleblowing adalah jumlah 
keyakinan yang dimiliki karyawan tentang konse-

kuensi dari whistleblowing dan evaluasi subjektif 
terhadap konsekuensi tersebut. Dengan demikian, 

seseorang untuk dapat menjadi whistleblower harus 
memiliki kompenen keyakinan bahwa whistle-
blowing adalah tindakan yang memiliki konsekuensi 
positif misalnya pencegahan yang dapat merugikan 

organisasi, kontrol terhadap tindakan korupsi, 

peningkatan kepentingan umum, kepuasan moral 

dan tugas karyawan (Callahan dan Dworkin, 2000). 

Selanjutnya keyakinan terhadap konsekuensi positif 

tersebut dievaluasi oleh sistem nilai individu 

seseorang dan menghasilkan sikap, sikap positif yang 

mampu mendorong kecenderungan seseorang untuk 

melakukan whistleblowing. Sehingga, semakin besar 
kecenderungan sikap positif seseorang untuk mela-

kukan whistleblowing semakin besar kemungkinan 
niat seseorang untuk melakukan whistleblowing. 

Sejalan dengan konsep yang dikemukakan di 

atas, secara empiris beberapa penelitian telah mem-

buktikan konsep sikap memiliki hubungan positif 

terhadap niat whistleblowing. Park dan Blenkinsopp 
(2009) menemukan bahwa sikap petugas kepolisian 

terhadap whistleblowing memiliki efek positif sig-
nifikan terhadap niat whistleblowing. Trongmateerut 
dan Sweeney (2013) yang membanding budaya 

Amerika Serikat dan Thailand juga menjelaskan 

bahwa niat whistleblowing dipengaruhi oleh sikap. 
Winardi (2013) juga menemukan bahwa sikap 

berpengaruh positif terhadap niat whistleblowing 
internal. Hal ini menunjukkan bahwa sikap positif 

seseorang terhadap tindakan kecurangan semakin 

besar kemungkinan seseorang untuk melakukan 

whistleblowing. Berdasarkan penjelasan di atas, 
maka hipotesis pertama penelitian ini adalah: 

H1: Sikap terhadap whistleblowing berpengaruh 
positif terhadap niat whistleblowing internal-
eksternal. 

 

Persepsi Kontrol Perilaku dan Niat Whistleblowing 
 

Persepsi Kontrol perilaku yang dirasakan dalam 

whistleblowing dapat diperkirakan dengan cara 
faktor kontrol dan evaluasi hasil (Park dan 

Blenkinsopp, 2009). Salah satu faktor kontrol dari 



Saud, I. M. – Whistleblowing Internal-Eksternal 

212 
 

whistleblowing berasal dari keyakinan tentang ham-
batan organisasi, yaitu menggagalkan atau dengan 

sengaja mengabaikan laporan tersebut. Terkait 

dengan keyakinan negatif individu, seperti kekha-

watiran individu tentang pembalasan karena pela-

poran yang dilakukan, faktor ini merupakan salah 

satu faktor paling penting yang dapat mencengah 

karyawan untuk melaporkan perbuatan tidak sah 

atau etis (Miceli dan Near, 1992; Mesmer-Magnus 

dan Viswesvaran, 2005). Sehingga sangat penting 

bagi karyawan yang berniat untuk melakukan 

whistleblowing dilindungi dari pembalasan (Gorta 
dan Fornell, 1995). 

Penelitian sebelumnya oleh Winardi (2013) 

menemukan bahwa persepsi kontrol perilaku 

berpengaruh positif terhdap niat whistleblowing 
internal. Park dan Blenkinsop (2009) menemukan 

bahwa persepsi kontrol perilaku yang dirasakan 
memiliki pengaruh positif signifikan pada niat 

whistleblowing internal. Teori ini memprediksi 
bahwa semakin besar kontrol perilaku yang 

dirasakan, maka semakin kuat niat seseorang untuk 

melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 1991). Dengan 

demikian, seseorang yang meyakini bahwa ia 

memiliki kesempatan besar dan tidak menghadapi 

hambatan besar untuk melaporkan tindakan 

kecurangan, maka semakin kuat persepsi individu 

terhadap kontrol untuk melaporkan tindakan 

kecurangan tersebut. Berdasarkan dari penjelasan di 
atas, maka hipotesis kedua  penelitian ini adalah: 
H2: Persepsi kontrol perilaku yang dirasakan 

berpengaruh positif terhadap niat whistle-
blowing internal-eksternal. 

 

Persepsi Dukungan Organisasi dan Niat 

Whistleblowing 

 

Mengadopsi kerangka teori pertukaran sosial, 

Eisenberger et al. (1986) berpendapat bahwa keya-
kinan tersebut mendasari kesimpulan karyawan 

mengenai komitmen organisasi mereka terhadap 

persepsi dukungan organisasi yang dirasakan, 

sehingga berkontribusi terhadap komitmen karyawan 

untuk organisasi. Karyawan merasa nyaman atas 

pengambilan keputusannya yang terkait dengan 

pelaporan tindakan tidak etis ketika organisasi 

mendukung tindakan karyawan (Alleyne et al., 
2013). 

Wayne et al. (1997) menjelaskan bahwa besar-
nya persepsi dukungan organisasi yang dirasakan 

oleh karyawan menciptakan perasaan kewajiban, 

karyawan tidak hanya merasa bahwa mereka harus 

berkomitmen untuk atasan mereka, tetapi juga 

merasakan suatu kewajiban dengan terlibat dalam 

perilaku yang mendukung tujuan organisasi. Alleyne 

et al. (2013) menyatakan bahwa persepsi dukungan 
organisasi yang dirasakan merupakan salah satu 

faktor yang mendukung seorang individu untuk 

melaporkan tindakan tidak etis dalam organisasinya. 

Individu harus menilai tingkat dukungan yang 

diharapkan ketika akan memutuskan untuk mela-

porkan kesalahan apapun, mengingat berbagai dam-

pak negatif yang timbul jika kurangnya dukungan 

dari organisasi. 

Sejalan dengan teori pertukaran sosial dan 

norma timbal balik, persepsi dukungan organisasi 

menciptakan perasaan balas budi karyawan terhadap 

organisasi dan dapat dikurangi dengan usaha yang 

timbal balik (Gouldner, 1960). Hal ini menunjukkan 

bahwa persepsi dukungan organisasi yang tinggi 

menghasilkan dampak positif terhadap sikap dan 

perilaku karyawan untuk suatu kebaikan yang 

bermanfaat bagi organisasi, misalnya melaporkan 

kecurangan yang terjadi dalam organisasi. Dengan 

demikian, dukungan organisasi yang dirasakan 

diharapkan dapat memperkuat hubungan faktor 

sikap dan persepsi kontrol perilaku terhadap niat 

seseorang untuk melaporkan tindakan kecurangan. 

Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis 

ketiga penelitian ini adalah: 

H3: Persepsi dukungan organisasi yang dirasakan 

memoderasi hubungan sikap dan persepsi 

kontrol perilaku terhadap niat whistleblowing 

internal-eksternal. 

 

 

METODE PENELITIAN 

 

Desain Penelitian dan Pemilihan Sampel 

 

Penelitian ini menggunakan metode survei 

dalam bentuk kuesioner. Sampel yang digunakan 

adalah karyawan tetap (tenaga kependidikan) 

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan 

masa kerja lebih dari dua tahun dengan teknik 

pemilihan sampel menggunakan non probability 
sampling yaitu convenience sampling. Penentuan 
ukuran jumlah sampel penelitian ini mengacu 

ketentuan Isaac dan Michael yang berdasarkan 

tingkat kesalahan (Sugiyono, 2013). Tingkat 

kesalahan yang digunakan adalah 5%.  

 

Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya 

Sikap  

 

Sikap adalah derajat individu untuk menge-

valuasi dan menilai sesuatu yang menguntungkan 

atau tidak menguntungkan (Ajzen, 1991). Untuk 

mengukur sikap  dalam  penelitian ini  menggunakan  



Jurnal Akuntansi dan Investasi, 17 (2), 209-219, Juli 2016 
 

213 
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 
Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian 

 

model Park dan Blenkinsopp (2009) yang diadopsi 

oleh Winardi (2013). Responden diminta menjawab 

dua pertanyaan, yaitu pertanyaan untuk menilai 

kepercayaan terhadap perilaku (behavioral belief) 
dengan menggunakan 5 skala Likert dari sangat tidak 

setuju hingga sangat setuju dan pertanyaan untuk 

mengevaluasi seberapa penting jika melakukan 

perilaku tersebut (evaluation of important) dengan 
menggunakan 5 skala Likert dari sangat tidak penting 

hingga sangat penting. 

 

Persepsi Kontrol Perilaku 

 

Persepsi kontrol perilaku adalah persepsi 

individu tentang tingkat kesulitan dalam melakukan 

perilaku tertentu (Ajzen, 1991). Untuk mengukur 

kontrol perilaku dalam penelitian ini menggunakan 

model Park dan Blenkinsopp (2009) yang diadopsi 

Winardi (2013). Responden diminta menjawab dua 

pertanyaan, yaitu pertanyaan untuk menilai keya-

kinan mengenai kemampuan dalam mengendalikan 

(control belief) dengan menggunakan 5 skala Likert 
dari sangat tidak setuju hingga sangat setuju dan 

pertanyaan untuk menilai persepsi tentang kekuatan 

jika melakukan perilaku (perceived power) dengan 
menggunakan 5 skala Likert dari tidak berpengaruh 

hingga sangat berpengaruh. 

 

Persepsi Dukungan Organisasi 

 

Persepsi dukungan organisasi adalah keyakinan 

karyawan mengenai penghargaan, dukungan, dan 

perhatian yang diberikan organisasi atas kontribusi 

yang telah diberikan karyawan serta kepedulian orga-

nisasi terhadap kesejahteraan karyawan (Eisenberger 

et al., 1986). Persepsi dukungan organisasi dalam 
penelitian ini merupakan variabel moderasi yang 

diukur dengan menggunakan model Eisenberger et 
al. (1986). Responden diminta untuk menilai 
persepsi dukungan organisasi yang diterima oleh 

karyawan dengan 5 skala Likert dari sangat setuju 

hingga sangat setuju. 

 

Niat Whistleblowing 
 

Niat whistleblowing adalah suatu tindakan yang 
mungkin dilakukan individu untuk melaporkan 

suatu kesalahan atau perbuatan yang tidak etis 

(Miceli dan Near, 1985). Niat whistleblowing dalam 
penelitian ini merupakan variabel dependen yang 

diukur dengan menggunakan model Park dan 

Blenkinsopp (2009) yang diadopsi Winardi (2013). 

Responden diminta untuk menilai dua bentuk kasus 

korupsi yang diberikan yaitu serius dan kurang 

serius, dengan menggunakan jalur pelaporan anonim 

dan terindentifikasi, apakah responden melaporkan 

kasus tersebut ke pihak internal organisasi dan ke 

pihak eksternal di luar organisasi dengan meng-

gunakan 5 skala Likert dari sangat rendah hingga 

sangat tinggi. 

 

Analisis Bias Metoda Umum 

 

Analisis bias metoda umum dilakukan karena 

penelitian ini menggunakan sumber yang sama 

untuk menjawab variabel independen maupun 

dependen sehingga dapat menimbulkan self report 
bias dan menyebabkan kesalahan pengukuran. Self 
report bias dalam penelitian ini dikontrol dengan 
menjamin anonimitas responden dan dijelaskan 

bahwa tidak ada jawaban yang benar ataupun salah 

(Hartono dan Abdillah, 2008). 

Untuk mengontrol bias keinginan sosial, 

penelitian ini menggunakan pertanyaan-pertanyaan 

dengan third-person wording dalam keusioner agar 
bias keinginan sosial dapat diminimalkan, serta 

menggunakan beberapa item pertanyaan dikodekan 

terbalik (reverse-coded items) dengan tujuan untuk 
mengontrol bias motif konsistensi terhadap item 

pertanyaan (Hartono dan Abdillah, 2008). 

Sikap 
 

Whistleblowing 

Internal-Eksternal 

 

Dukungan Organisasi 
 

Kontrol Perilaku 
 

H1 
 
 

 H3 
 
 

 

H2 
 
 

 

H3 
 

 
 



Saud, I. M. – Whistleblowing Internal-Eksternal 

214 
 

HASIL DAN PEMBAHASAN 

 

Responden Penelitian 

 

Kuesioner yang terkumpul sebanyak 133 dari 

149 kuesioner yang dibagikan, sehingga tingkat 

respon sebesar 89%. Dari 133 yang kembali hanya 

127 kuesioner yang dapat digunakan untuk 

keperluan penelitian dengan karakteristik demografis 

responden ditunjukkan pada Tabel 1. 

 

Tabel 1. Karakteristik Demografis Responden 

  Jumlah 

(Orang) 

Persentase 

(%) 

Jenis Kelamin Laki-laki 97 76 

 Perempuan 30 24 

  127 100 

Umur 29 – 30 4 3 

 31 – 40 35 28 

 41 – 50 63 50 

 > 50 25 20 

  127 100 

Lama Kerja 4 – 10 23 18 

 11 – 20 63 50 

 21 – 30 38 30 

 > 30 3 2 

Jumlah   127 100 

 

Uji Non-Response Bias 

 
Uji non-response bias bertujuan untuk melihat 

perbedaan jawaban responden berdasarkan waktu 

pengembalian kuesioner. Non-response bias perlu 
diuji untuk melihat apakah respon yang terlambat 

dari responden memberikan hasil yang bias 

dibandingkan respon yang tepat waktu, atau dapat 

juga respon yang terlambat bias karena responden 

mengisi kuesioner sekenanya karena sudah 

terlambat (Hartono dan Abdillah, 2008; Sofyani dan 

Akbar, 2013; 2015). Terdapat 107 kuesioner yang 

diterima pada awal waktu pengembalian dan 20 

kuesioner yang diterima pada akhir waktu pengem-

balian. Nilai sig pada levene’s test > 0,05 yang artinya 
tidak ada perbedaan signifikan jawaban antara kedua 

kelompok tersebut. Secara keseluruhan, hasil 

menunjukkan bahwa tidak terjadi non-response bias 
dalam penelitian ini (lihat Tabel 2). 

 

Pengujian Validitas 

 

Berdasarkan hasil uji validitas yang ditampilkan 

pada Tabel 3, 4 dan 5, nilai factor loading untuk 
setiap item memiliki nilai > 0,5. Hal ini 

menunjukkan bahwa item pertanyaan belief factors 
dan evaluation factors  untuk variabel sikap dan 
persepsi kontrol perilaku, serta item pertanyaan 

variabel persepsi dukungan organisasi adalah valid, 

sehingga dapat digunakan untuk analisis selanjutnya 

(Hair et al., 2010; Evanauli dan Nazaruddin, 2013). 
 

Pengujian Reliabilitas 

 

Berdasarkan hasil uji reliabilitas yang 

ditampilkan pada Tabel 6, nilai cronbach alpha 
variabel sikap, persepsi kontrol perilaku, dan 

persepsi dukungan organisasi > 0,60. Hal ini 

menunjukkan bahwa item-item pertanyaan semua 

variabel tersebut reliabel, sehingga dapat digunakan 

untuk analisis selanjutnya (Hair et al., 2010). 
 

 

Hasil Pengujian Hipotesis 

 

Pengujian hipotesis pada penelitian ini 

menggunakan Hierarchical Regression Analysis  
Berdasarkan hasil uji hipotesis pada tabel 7 

menunjukkan bahwa sikap berpengaruh positif 

signifikan terhadap niat whistleblowing internal. 
Hasil ini mengkonfirmasi teori perilaku terencana, 

jika seseorang memiliki keyakinan bahwa 

memutuskan menjadi whistleblower memberikan 
konsekuensi positif dan meyakini pentingnya 

konsekuensi tersebut, maka seseorang akan memiliki 

kecenderungan sikap yang positif untuk mendukung 

tindakan whistleblowing, dengan demikian kondisi 
tersebut dapat meningkatkan niat seseorang untuk 

melakukan whistleblowing. Temuan ini sesuai 
dengan hasil beberapa penelitian sebelumnya, yaitu 

Park dan Blenkinsopp (2009) menemukan bahwa 

 

Tabel 2. Hasil Uji Non-response Bias 
Konstruk Tepat 

Waktu 

(N = 107) 

Terlambat (N = 

20) 

Levene's Test for Equality of 
Variances 

F Sig. 

Sikap 41,98 43,75 ,499 ,481 

Kontrol Perilaku 29,28 27,70 1,464 ,229 

Persepsi Dukungan Organisasi 17,56 17,85 ,181 ,672 

Whistleblowing Internal 13,76 14,35 ,350 ,555 

Whistleblowing Eksternal 12,06 11,40 ,003 ,956 

 



Jurnal Akuntansi dan Investasi, 17 (2), 209-219, Juli 2016 
 

215 
 

   Tabel 3. Hasil Uji Validitas Belief Factors 
Item Rotasi Factor Loading 

Sikap Persepsi Kontrol Perilaku 

1. Sikap 1 -,077 ,697 
2. Sikap 2 -,074 ,639 
3. Sikap 3 -,054 ,786 
4. Sikap 4 -,150 ,599 
5. Sikap 5 -,141 ,693 
6. Persepsi Kontrol Perilaku 1 ,600 -,273 
7. Persepsi Kontrol Perilaku 2 ,721 -,147 
8. Persepsi Kontrol Perilaku 3 ,722 -,235 
9. Persepsi Kontrol Perilaku 4 ,701 ,087 
10. Persepsi Kontrol Perilaku 5 ,845 -,057 

     Persentase Varian  26,632 51,765 

     KMO ,765  

     Sig. ,000  

 

   Tabel 4. Hasil Uji Validitas Evaluation Factors 
Item Rotasi Factor Loading 

Sikap Persepsi Kontrol Perilaku 

1. Sikap 6 ,695 -,097 
2. Sikap 7 ,815 ,015 
3. Sikap 8 ,752 -,061 
4. Sikap 9 ,772 ,072 
5. Sikap 10 ,803 -,043 
6. Persepsi Kontrol Perilaku 6 ,150 ,769 
7. Persepsi Kontrol Perilaku 7 -,015 ,797 
8. Persepsi Kontrol Perilaku 8 ,065 ,641 
9. Persepsi Kontrol Perilaku 9 -,220 ,691 
10. Persepsi Kontrol Perilaku 10 -,137 ,755 

     Persentase Varian 30,475 57,523 

     KMO ,731  

     Sig. ,000  

 

   Tabel 5. Hasil Uji Validitas Persepsi Dukungan Organisasi 

Item Rotasi Factor Loading 

1. Persepsi Dukugan Organisasi 1 ,705 
2. Persepsi Dukugan Organisasi 2 ,806 
3. Persepsi Dukugan Organisasi 3 ,601 
4. Persepsi Dukugan Organisasi 4 ,559 
5. Persepsi Dukugan Organisasi 5 ,780 

     Persentase Varian 48,558 

     KMO ,706 

     Sig. ,000 

 

Tabel 6. Hasil Uji Reliabilitas 

Item Cronbach Alpha 

Sikap: 

     Behavioral Beliefs ,704 

     Evaluation of Importance ,820 

Persepsi Kontrol Perilaku: 

     Control Beliefs ,779 

     Perceived Power ,782 

Persepsi Dukungan Organisasi ,724 

 

sikap petugas kepolisian memiliki efek positif 

signifikan terhadap niat whistleblowing internal. 
Trongmateerut dan Sweeney (2013) yang memban-

ding budaya Amerika Serikat dan Thailand juga 

menjelaskan bahwa niat whistleblowing dipengaruhi 
oleh sikap. 

Tidak terdukungnya pengaruh sikap terhadap 

niat whistleblowing eksternal menunjukkan bahwa 
responden yang memiliki sikap positif terhadap 

tindakan kecurangan lebih cenderung memilih jalur 

internal untuk melaporkan tindakan kecurangan. 

Hasil ini konsisten dengan penelitian Park dan 

Blenkinsopp (2009) yang menemukan bahwa sikap 

tidak berpengaruh terhadap niat whistleblowing 
eksternal.  

 



Saud, I. M. – Whistleblowing Internal-Eksternal 

216 
 

Tabel 7. Hasil Uji Hipotesis 

  WB-Internal WB-Eksternal 

 Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 

Konstanta ,075 ,658 ,141 ,560 

Sikap ,002* ,001 ,324 ,236 

Persepsi Kontrol Perilaku ,455 ,813 ,657 ,768 

Persepsi Dukunagan Organisasi ,898 ,265 ,819 ,635 

SKP_PDO (Moderasi)  ,293  ,626 

KP_PDO (Moderasi)  ,015*  ,033* 

R
2

 ,159 ,249 ,047 ,109 

R ,399 ,499 ,218 ,330 

F-value 3,226 2,890 ,846 1,061 

*p < 0,05     

 

Hasil pengujian persepsi kontrol perilaku 

menunjukkan tidak adanya berpengaruh positif  

terhadap niat whistleblowing internal dan whistle-
blowing eksternal. Namun, untuk pengujian mode-
rasi variabel persepsi dukungan organisasi dengan 

variabel persepsi kontrol perilaku terhadap niat 

whistleblowing internal dan eksternal menghasilkan 
bahwa persepsi dukungan organisasi merupakan 

variabel pemoderasi yang memperkuat pengaruh 

persepsi kontrol perilaku terhadap niat whistle-
bowing internal-eksternal. Temuan ini menunjukkan 
bahwa ketika seseorang meyakini bahwa tidak ada 

hambatan dan memiliki kesempatan besar untuk 

melaporkan tindakan kecurangan, maka semakin 

besar pula niat seseorang tersebut untuk melakukan 

tindakan whistleblowing, terlebih jika seseorang 
tersebut merasa bahwa organisasi mendukung dan 

memberikan perlindungan.  

Hasil tersebut sesuai dengan teori pertukaran 

sosial dan norma timbal balik, ketika karyawan ingin 

melaporkan kecurangan dan karyawan meyakini 

bahwa mereka tidak akan mendapatkan ancaman 

atau  sanksi baik secara ekonomi maupun sosial dari 

organisasi, maka akan menimbulkan dampak positif 

terhadap sikap dan perilaku karyawan dan mening-

katkan niat karyawan untuk melakukan whistle-
blowing yang merupakan suatu tindakan yang ber-
manfaat bagi organisasi. Dengan demikian, penting 

bagi whistleblower untuk memastikan dukungan 
organisasi mengingat berbagai jenis ancaman yang 

mungkin diterima. Hasil ini sejalan dengan 

penelitian Adebayo (2005), Hooks et al. (1994), 
Kaplan dan Whitecotton (2001) yang menunjukkan 

adanya hubungan antara tingkat persepsi dukungan 

organisasi dengan akses untuk mengungkapkan 

kecurangan. 
 

 

SIMPULAN 
 

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilaku-

kan dapat disumpulkan bahwa faktor individual, 

yaitu sikap dapat digunakan untuk menprediksi niat 

seseorang melakukan whistleblowing internal dan 
persepsi dukungan organisasi yang dirasakan terbukti 

sebagai sebagai variabel pemoderasi yang mem-

perkuat pengaruh persepsi kontrol perilaku terhadap 

niat whistleblowing internal-eksternal.  
Implikasi penelitian ini adalah sistem whistle-

blowing akan efektif jika seluruh elemen dalam 
organisasi dari tingkat terendah hingga top manage-
ment organisasi mendukung dan melindungi karya-
wan yang ingin melaporkan tindakan kecurangan, 

mengingat berbagai ancaman atau pembalasan yang 

dapat diterima. Secara khusus, untuk menin-

daklanjuti salah satu rekomendasi hasil Mukatamar 

Muhammadiyah ke 47 poin kesembilan yaitu 

gerakan berjamaah melawan korupsi, penting bagi 

UMY atau lembaga-lembaga perserikatan Muham-

madiyah untuk membuat dan menerapkan suatu 

kebijakan mengenai sistem whistleblowing dan seca-
ra umum bagi lembaga-lembaga pemerintah maupun 

swasta sebagai salah satu cara untuk meningkatkan 

sistem pengendalian internal, mengingat masih 

banyaknya kasus korupsi yang terungkap sampai saat 

ini. 

Penelitian ini masih memiliki keterbatasan yang 

dapat diperbaiki pada penelitian selanjutnya. Per-

tama, responden dalam penelitian ini hanya terbatas 

pada tenaga kependidikan UMY yang memiliki 

budaya organisasi berbeda dengan perguruan tinggi 

atau instansi lainnya, sehingga generalisasi hasil 

penelitian ini harus dilakukan secara hati-hati. Oleh 

karena itu pada penelitian mendatang sebaiknya 

menambahkan responden dari perguruan tinggi lain, 

misalnya dari perguruan tinggi dari instansi peme-

rintahan atau swasta. Kedua, sampel organisasi atau 

perusahaan sebaiknya yang sudah menerapkan 

sistem whistleblowing secara penuh. Ketiga, ren-
dahnya nilai koefisien determinasi (R

2
) menunjukkan 

masih banyak variabel-variabel lain diluar model 

penelitian ini dapat mempengaruhi niat untuk 

melakukan whistleblowing.  
 



Jurnal Akuntansi dan Investasi, 17 (2), 209-219, Juli 2016 
 

217 
 

LAMPIRAN 

 

Kasus 1 

 

Wawan terlibat dalam sebuah proyek untuk 

membuat anggaran pengadaan komputer yang akan 

digunakan untuk kantornya, yaitu Perguruan Tinggi 

ABC. Anto sebagai atasan Wawan meminta kepa-

danya untuk menaikkan nilai anggaran proyek 

pengadaan komputer (mark-up) dari Rp 5 milyar 
menjadi Rp 9 milyar. Wawan mengetahui bahwa 

mark-up lebih besar dari harga total komputer. 
Selain itu, Anto mengatakan bahwa lelang akan 

diatur supaya pemenangnya adalah perusahaan milik 

kerabat dekatnya. Wawan mengetahui yang dilaku-

kan Anto melanggar hukum dan tidak etis. Namun 

saat mengingatkan Anto, Wawan mendapat anca-

man penundaan kenaikan pangkatnya jika melapor-

kan mark-up dan peraturan pengadaan komputer 
tersebut. Seandainya Anda adalah Wawan. 

(1) Bagaimana tingkat kemungkinan Anda akan 
melaporkan kasus tersebut kepada PIHAK 

INTERNAL di Perguruan Tinggi ABC (missal-

nya atasan Anda atau pihak manajemen yang 

lebih tinggi) TANPA memberitahukan identitas 

Anda? 

(2) Bagaimana tingkat kemungkinan Anda akan 
melaporkan kasus tersebut kepada PIHAK 

EKSTERNAL di luar Perguruan Tinggi ABC 

(misalnya penegak hukum) TANPA memberi-

tahukan identitas Anda? 

(3) Bagaimanakah tingkat kemungkinan Anda akan 
melaporkan kasus tersebut kepada PIHAK 

INTERNAL di Perguruan Tinggi ABC (missal-

nya atasan Anda atau pihak manajemen yang 

lebih tinggi) DENGAN memberitahukan iden-

titas Anda? 

(4) Bagaimanakah tingkat kemungkinan Anda akan 
melaporkan kasus tersebut kepada PIHAK 

EKSTERNAL di luar Perguruan Tinggi ABC 

(missalnya penegak hukum) DENGAN mem-

beritahukan identitas Anda? 

 

Kasus 2 

 

Andi adalah rekan kerja Dedi yang lebih senior 

di Divisi Keuangan Perguruan Tinggi ABC. Kedua-

nya sedang menyiapkan dokumen pertanggung-

jawaban keuangan (SPJ) untuk sebuah proyek 

pelatihan. Dedi mengetahui bahwa kebutuhan 

dokumen laporan keuangan seperti faktur dan 

kuitansi pembelian harus lengkap dengan stempel 

asli dan tanda tangan pada bukti transaksi. Sayangnya 

dokumen untuk pembelian konsumsi senilai Rp 500 

ribu tidak lengkap. Andi mengatakan bahwa ia sudah 

menyiapkan faktur dan kuitansi kosong. Andi 

menuliskan nominal Rp 1 juta pada faktur dan 

kuitansi kosong tesebut lengkap dengan stempel dan 

tanda tangan palsu. Dengan demikian, Andi 

memperoleh kelebihan senilai Rp 500 ribu yang 

diambil untuk dirinya. Karena hanya Dedi yang 

mengetahui tindakan tersebut, maka jika Dedi mela-

porkan, Andi mengetahui siapa yang melaporkan. 

Hal ini akan memperburuk hubungan kerja Dedi 

dengan Andi. Seandainya Anda adalah Dedi. 

(1) Bagaimana tingkat kemungkinan Anda akan 
melaporkan kasus tersebut kepada PIHAK 

INTERNAL di Perguruan Tinggi ABC (missal-

nya atasan Anda atau pihak manajemen yang 

lebih tinggi) TANPA memberitahukan identitas 

Anda? 

(2) Bagaimana tingkat kemungkinan Anda akan 
melaporkan kasus tersebut kepada PIHAK 

EKSTERNAL di luar Perguruan Tinggi ABC 

(misalnya penegak hukum) TANPA memberi-

tahukan identitas Anda? 

(3) Bagaimanakah tingkat kemungkinan Anda akan 
melaporkan kasus tersebut kepada PIHAK 

INTERNAL di Perguruan Tinggi ABC (missal-

nya atasan Anda atau pihak manajemen yang 

lebih tinggi) DENGAN memberitahukan iden-

titas Anda? 

(4) Bagaimanakah tingkat kemungkinan Anda akan 
melaporkan kasus tersebut kepada PIHAK 

EKSTERNAL di luar Perguruan Tinggi ABC 

(misalnya penegak hukum) DENGAN membe-

ritahukan identitas Anda? 

 

Item Pertanyaan Variabel Sikap 

 

(1) Setujukah Anda terhadap manfaat pelaporan 
korupsi yang Anda lakukan di bawah ini? 

a) Melindungi organisasi dari dampak negatif 
yang lebih besar akibat perilaku korupsi 

b) Membantu memberantas korupsi 
c) Melindungi kepentingan umum 
d) Menjalankan kewajiban sebagai karyawan 
e) Menegakkan kewajiban etis dan keyakinan 

moral 

(2) Seberapa pentingkah hasil berikut jika Anda 
melaporkan korupsi? 

a) Melindungi organisasi dari dampak negatif 
yang lebih besar akibat perilaku korupsi 

b) Membantu memberantas korupsi 
c) Melindungi kepentingan umum 
d) Menjalankan kewajiban sebagai karyawan 
e) Menegakkan kewajiban etis dan keyakinan 

moral 

 

 



Saud, I. M. – Whistleblowing Internal-Eksternal 

218 
 

Item Pertanyaan Variabel Persepsi Kontrol Perilaku 

 

(1) Jika Anda melaporkan korupsi di, setujukah 
Anda dengan pernyataan berikut ini? 

a) Organisasi akan mengabaikan laporan saya 
b) Saya akan menghadapi banyak kesulitan 

dalam proses pelaporan 

c) Laporan adanya korupsi tidak akan mem-
buat perbedaan apapun di organisasi ini 

d) Pelaku korupsi akan melakukan balas 
dendam kepada saya 

e) Saya akan memperoleh pandangan negatif 
dari rekan kerja 

(2) Seberapa besar pengaruh isu-isu di bawah ini 
terhadap niat Anda untuk melaporkan korupsi? 

a) Pengabaian laporan korupsi oleh organi-
sasi 

b) Kesulitan dalam proses pelaporan 
c) Laporan korupsi tidak berpengaruh bagi 

organisasi 

d) Balas dendam oleh pelaku korupsi 
e) Pandangan negatif dari rekan kerja 

 

Item Pertanyaan Variabel Persepsi Dukungan 

Organisasi 

 

(1) Organisasi ini peduli terhadap kepuasan kerja 
Saya ditempat kerja 

(2) Organisasi ini tidak peduli terhadap pendapat 
yang Saya utarakan* 

(3) Organisasi ini akan memberikan bantuan jika 
Saya memerlukan bantuan dalam kasus tertentu 

yang penting 

(4) Pertolongan tidak selalu tersedia dari organisasi 
ini ketika saya menghadapi masalah dalam 

pekerjaan* 

(5) Organisasi ini secara maksimal mempertim-
bangkan tujuan karyawan dan nilai karyawan 

 

 

DAFTAR PUSTAKA 

 

Adebayo, D. O. 2005. Ethical attitudes and prosocial 

behaviour in the Nigeria police: moderator 

effects of perceived organizational support 

and public recognition. Policing: An 

International. Journal of Police Strategies and 
Management, 28 (4), 684–705. 

Ahern, K. M. dan S. McDonald. 2002. The Beliefs 

of Nurses Who Were Involved in A 

Whistleblowing Event, Journal of Advanced 
Nursing, 38 (3), 303–309. 

Ajzen, I. 1991. The theory of planned behaviour. 

Organizational Behaviour and Human 
Decision Processes, 50 (2), 179–211. 

Alleyne, P., M. Hudaib, dan R. Pike. 2013. Towards 

a Conceptual Model of Whislte-blowing 

Intention Among External Auditors. The 
British Accounting Review, 45: 10-23. 

Brennan, N. Dan J. Kelly. 2007. A study of whistle-

blowing among trainee auditors. British 
Accounting Review, 39 (1), 61–87. 

Callahan, E.S. dan T. M. Dworkin. 2000. The state 

of state whistleblower protection, American 
Business Law Journal, 38 (1), 99-175. 

Cropanzano, R. dan M. S. Mitchell. 2005. Social 

Exchange Theory: An Interdisciplinary 

Review. Journal of Management, 31, 874-900. 
Eisenberger, R., R. Huntington, S. Hutchinson, dan 

D. Sowa. 1986. Perceived organizational 

support. Journal of Applied Psychology, 
71(3), 500–507. 

Elias, R. Z. 2008. Auditing Students’ Professinal 

Commitment and Anticipatory Socialization 
and Their Relationship to Whistleblowing. 

The Managerial Auditing Journal, 23 (3), 283-
294. 

Elliston, F. A. 1982. Anonymity and 

Whistleblowing. Journal of Business Ethics. 1 
(3), 167-177. 

Evanauli, R. P., dan I. Nazaruddin. 2013. 

Penerimaan Auditor atas Dysfunctional Audit 

Behavior: Sebuah Pendekatan Karakteristik 

Personal Auditor. Jurnal Akuntansi dan 
Investasi, 14(2), 158-167. 

Gorta, A. dan S. Forell. 1995. Layers of Decision: 

Linking Social Definitions of Corruption and 

Willingness to Take Action, Crime, Law & 
Social Change, 23, 315–343. 

Gouldner, A. W. 1960. The norm of reciprocity: a 

preliminary statement. American Sociological 
Review, 25 (2). 

Hair, J. R., F. Joseph, W. C. Black, B. J. Babin, dan 

R. E. Anderson. 2010. Multivariate Data 
Analysis, Seventh Edition. Pearson Prentice 
Hall. 

Hartono, J. dan W. Abdillah. 2008. Pedoman Survei 
Kuesioner: Mengembangkan Kuesioner, 
Mengatasi Bias dan Meningkatkan Respon. 
Yogyakarta: BPFE UGM. 

Hooks, K. L., S. E. Kaplan dan J. J. Schultz Jnr. 

1994. Enhancing communication to assist in 

fraud prevention and detection. Auditing: A 
Journal of Practice & Theory, 13 (2), 86–117. 

Kaplan, S. E. 2012. An Examination of Anonymous 

and Non-Anonymous Fraud Reporting 

Channels. Advances in accounting, 28 (1), 88-
95. 

Kaplan, S. E. dan S. M. Whitecotton. 2001. An 

examination of the auditors’ reporting 



Jurnal Akuntansi dan Investasi, 17 (2), 209-219, Juli 2016 
 

219 
 

intentions when another auditor is offered 

client employment. Auditing: A Journal of 
Practice and Theory, 20 (1), 45–63. 

Mesmer-Magnus, J. R. dan C. Viswesvaran. 2005. 

Whistleblowing in Organizations: An 

Examination of Correlates of Whistleblowing 

Intentions, Actions, and Retaliation, Journal 
of Business Ethics, 62 (3), 277-297. 

Miceli, M. P. dan J. P. Near. 1985. Characteristics of 

Organizational Climate and Perceived 

Wrongdoing Associated with Whisde-Blowing 

Decisions, Personnel Psychology, 38, 525-
544. 

Miceli, M. P. dan J. P. Near. 1992. Situation 

variables affecting the whistle-blowing 

decision: a review of the literature. Advances 
In Management Accounting, 1, 109–139. 

Park, H. dan J. Blenkinsopp. 2009. Whistle-blowing 

as planned behavior – a survey of South 

Korean police officers. Journal of Business 
Ethics, 85(4), 545–556. 

Patel, C. 2003. Some Cross-cultural Ovidence on 

Whistle-blowing as an Internal Control 

Mechanism. Journal of International 
Accounting Research, 2, 69-96. 

Putri, C. M. 2016. Pengaruh Jalur Pelaporan dan 

Tingkat Religiusitas terhadap Niat Seseorang 

Melakukan Whistleblowing. Jurnal Akuntansi 
dan Investasi, 17 (1), 42-52. 

Rothschild, J. dan D. Miethe. 1999. Whistle-Blower 

Disclosures and Management Retaliation. 

Work and Occupations. 26, 107–128. 
Sofyani, H., dan R. Akbar. 2013. Hubungan Faktor 

Internal Institusi dan Implementasi Sistem 

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 

(SAKIP) di Pemerintah Daerah. Jurnal 
Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 10 (2), 
184-205. 

Sofyani, H. dan R. Akbar. 2015. Hubungan 

Karakteristik Pegawai Pemerintah Daerah dan 

Implementasi Sistem Pengukuran Kinerja: 

Perspektif Ismorfisma Institusional. Jurnal 
Akuntansi & Auditing Indonesia, 19 (2), 153-
173. 

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Bisnis 
(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). 
Bandung: Alfabeta. 

Trongmateerut, P. dan J. T. Sweeney. 2013. The 

Influence of Subjective Norms on Whistle-

Blowing: A Cross-Cultural Investigation. 

Journal of Business Ethics, 112 (3), 437-451. 
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 

tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan 

Korban. 

Wayne, S. J., L. M. Shore dan R. C. Liden. 1997. 

Perceived organizational support and leader-

member exchange: a social exchange 

perspective. Academy of Management 
Journal, 40 (1), 82–111. 

Winardi, R. D. 2013. The Influence of Individual 

and Situational Factors on Lower-Level Civil 

Servants’ Whistle-Blowing Intention in 

Indonesia. Journal of Indonesian Economy 
and Business. 28 (3); 361-376. 

 

http://link.springer.com/search?facet-author=%22Pailin+Trongmateerut%22
http://link.springer.com/search?facet-author=%22John+T.+Sweeney%22
http://link.springer.com/journal/10551