peran lembaga keuangan mikro syari’ah bmt dalam meningkatkan bumdes dan akses keuangan di banten 191 Citation : Muljadi. 2017. “Peran Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah BMT dalam Meningkatkan BUMDES dan Akses Keuangan di Banten”. Journal of Government and Civil Society, Vol. 1, No. 2, 191-201. Journal of Government and Civil Society Vol. 1, No. 2, September 2017, pp. 191-201 P-ISSN 2579-4396, E-ISSN 2579-440X Peran Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah BMT dalam Meningkatkan BUMDES dan Akses Keuangan di Banten Muljadi1 1Program Studi Manajemen Universitas Muhammadiyah Tangerang, Indonesia Email: moeljadi72@gmail.com ABSTRAK Potensi desa di Banten yang berjumlah 1273 perlu diberdayakan,Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah BMT merupakan merupakan lembaga keuangan mikro syari’ah yang sasarannya pada ekonomi rakyat berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dengan sistem bagi hasil. Tujuan utamanya meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil, sebagai bagian dari upaya mengentaskan kemiskinan.BUMDes adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.Potensi BUMDes akan semakin prospektif apabila disinergikan dengan lembaga keuangan mikro syari’ah Baitul Maal Wat Tamwil (LKMS BMT). Lembaga keuangan syari’ah ini terbukti mampu beradaptasi dengan masyarakat desa. konsep SDSB, satu desa satu BMT. Untuk mewujudkan tersebut maka perlu 5 pilar yaitu. Bina akhlak, bisa saudara, bina sinergi, bina dana dan bina pasar dan produk unggulan. Kata Kunci: Desa, Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah, BUMDes ABSTRACT Potential villages in Banten amounting to 1,273 and need to be empowered, Shari’ah Micro Financial Institution Baitul Maal Wat Tamwil (LKMS BMT) is a microfinance institution syari’ah targeted at people’s economy trying to develop productive businesses and investments with profit-sharing system. The main objective is to improve the economic quality of micro and small entrepreneurs, as part of efforts to alleviate poverty. Village Owned Enterprises (BUMDes) is a business entity which is completely or partially owned by the Village through direct participation derived from the wealth of the Village separated to manage assets, services and other businesses for the greatest benefit of the small town community. Potential BUMDes will be more prospective when synergized with Shari’ah microfinance institutions Baitul Maal Wat Tamwil (LKMS BMT). This syari’ah financial institution proved able to adapt with the village community. The concept of SDSB, one village one BMT. To achieve this it is necessary to have 5 pillars in support of the process, fostering behavior, fostering brotherhood, building synergy, building funds and market development, and excellent products. Keyword: Village, Shari’ah Micro Financial Institution, Village Owned Enterprises (BUMDes), PENDAHULUAN Provinsi Banten pada awalnya adalah bagian dari Provinsi Jawa Barat, sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2000, maka lahirnya Provinsi Baru yang bernama Banten, pada tanggal 4 Oktober 2000. Ekspetasi rakyat Banten begitu besar terhadap lahirnya “bayi” mungil yang bernama Banten ini. Sejarah sudah membuktikan kejayaan Kerajaan Banten dulu, hingga pernah membuka hubungan diplomatik dengan kerjaan Inggris. Sebuah Journal of Government and Civil Society, Vol. 1, No. 2, September 2017 192 Muljadi pengakuan Internasional terhadap kerajaan Banten waktu itu. Kejayaan Banten di inginkan oleh rakyat Banten dengan lahirnya Provinsi ini di Negara Republik Indonesia. Tahun 2017, usia Provinsi Banten sudah menginjak ke 17 tahun, usia yang yang bukan dikatakan balita lagi, beranjak dewasa, usia yang sudah mengalami 4 kali pemilihan Gubernur, yang seharusnya rakyat sudah merasakan manisnya pembagunan seperti harapan rakyat Banten. Harapan-tinggal harapan, masyarakat Banten secara riil belum merasakan hasil pembangunan secara menyeluruh, apalagi yang berhubungan dengan pengusaha kecil dan mikro. Dengan motto Iman dan Taqwa, Banten selayaknya memperjelas mau di bawa kemana visi Banten. Iman di artikan secara harfiyah adalah pecaya pada Tuhan, Taqwa berarti melaksanakan segala perintah dan larangan Tuhan. Cukup “Fantastis” motto Banten, Rasanya seperti di negeri yang akan adil dan makmur. Visi yang berat tapi kenyataannya itulah punya Banten, disadari ataupun tidak visi ini akan mengangkat Provinsi Banten sebagai provinsi yang mengangkat agama sebagai landasan dalam menjalankan segala program-programnya. Banten dengan jumlah desa yang menurut dara statistik tahun 2015 berjumlah 1.273. angka yang sangat besar bagi sebuah provinsi, kabupaten pandeglang dan lebak yang paling banyak desanya. Padeglang 322 desa, kabupaten lebak 340 desa. Kabupaten Serang 314 desa, kabupaten tangerang 346 desa. Potensi Banten tidak hanya industry tetapi bidang agraris merupakan potensi yang luar biasa. Jumlah penduduk Provinsi banten tahun 2015 yaitu 11.955.243 orang, angka yang mendekati 12.000.000 (12 juta) penduduk yang sangat tinggi. Data statistic ini mempunyai potensi yang strategis, apabila jumlah desa dikaitakan dengan jumlah pendudukan 12 jutaanm perlu pengelolaan yang baik. Kemudian yang menarik adalah ketika BUMDES yang pada dasarnya tidak berbadan hukum dapat mengelola dana, dan ini yang menarik dalam sebuah badan usaha. Maka untuk menghilangkan salah “prasangka buruk”Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi memastikan bahwa badan usaha milik desa atau BUMDES akan berbadan hukum koperasi, dan regulasi terbaru akan disahkan akhir tahun 2016. Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Ahmad Erani Yustika mengatakan pihaknya telah melakukan beberapa kali pertemuan untuk membahas mengenai dasar hukum BUMDES dengan berbagai pihak.”Pertemuan itu untuk membahas substansi Peraturan Menteri Desa No 4/2015 tentang BUMDES, dalam kaitannya dengna UU No. 6/2014 tentang desa dan UUD 1945,’ Dari berbagai diskusi itu, menurut Drrjen PPMD, Permendes No.4/2015 tidak menyalahi UU Desa meski ketentuan itu memperbolehkan BUMDES berbentuk perseroan terbatas (PT).Akan tetapi, jika bercermin pada semangat Pasal 33 UUD 1945, maka badan hukum yang paling tepat untuk BUMDES adalah koperasi karena mengandung asas kolektifitas di dalamnya.”Permendes itu disahkan sebelum ahmad erani yustikamasuk sebagai dirjen. P-ISSN 2579-4396, E-ISSN 2579-440X 193Peran Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah BMT dalam Meningkatkan BUMDES dan Akses Keuangan di Banten Kalau beliau (ahmad erani) sudah masuk dan permendes itu dibuat, tidak akan di ajukan. Sebuah BUMDES berbentuk PT yang berarti padat modal, maka terbuka kesempatan dikuasai oleh orang-perorang yang memiliki banyak modal sehingga menghilangkan misi sosial dari BUMDES sebagaimana yang terjadi pada BUMN saat ini. Oleh karena itu sudah ada titik temu pandangan bahwa koperasi bisa menjadi pilihan atau satu-satunya model badan hukum BUMDES. Karena itu, dalam revisi regulasi tersebut, Kementerian Desa akan memastikan bahwa BUMDES mengusung spirit koperasi. Jika sebuah BUMDES berbentuk PT, maka menurutnya, harus ada ketentuan yang menyatakan bahwa saham dari PT tersebut hanya dimiliki oleh koperasi, sehingga asas kolektifitas dalam badan usaha tersebut tetap terjaga (Bisnis.com,08-11-2016). Kaitannya dengan Undang-undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa, maka desa mempunyai potensi yang sangat prospektif seperti terdapat 4 pasal yang menjelaskan mengenai Badan Usaha Milik Desa, yaitu Pasal 87, Pasal 88, Pasal 89, dan Pasal 90. Badan Usaha Milik Desa sering di singkat BUMDES. Dijelaskan dalam BUMDES adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. BUMDES dibentuk oleh Pemerintah Desa untuk mendayagunakan segala potensi ekonomi, kelembagaan perekonomian, serta potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa. Potensi BUMDES akan semakin prospektif apabila disinergikan dengan lembaga keuangan mikro syari’ah Baitul Maal Wat Tamwil (LKMS BMT). Lembaga keuangan syari’ah ini terbukti mampu beradaptasi dengan masyarakat desa. Menurut Aziz (2008) bahwa Baitul Maal Wat Tamwil merupakan lembaga keuangan mikro syari’ah yang sasarannya pada ekonomi rakyat berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dengan sistem bagi hasil. Tujuan utamanya meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil, sebagai bagian dari upaya mengentaskan kemiskinan. BMT Berdiri dengan gagasan fleksibilitas dalam menjangkau masyarakat kalangan bawah, yaitu lembaga ekonomi rakyat kecil . BMT di percaya oleh rakyat karena BMT terus melayani kebutuhan rakyat kecil bawah. LKMS DAN BUMDES 2.1 LKMS BMT Berbicara tentang Lembaga keuangan Mikro Syari’ah atau di Indonesia lebih dikenal dengan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) tidak akan berhenti walaupn Undang-undang LKM telah di syahkan. Miris memang, LKM berkembang sampai ribuan, tetapi belum menjadi prioritas utama dalam program pemerintah, itulah Indonesia. Masih risih untuk mengatakan bahwa pemerintah memihak kepada rakyat, belum terlihat dalam aksi yang Journal of Government and Civil Society, Vol. 1, No. 2, September 2017 194 Muljadi sebenarnya, ketika pengusaha mikro berusaha mandiri tanpa ada sentuhan pemerintah yang “serius”. Mungkin bisa dikatakan memprihatinkan,trilyunan rupiah di gelontorkan hanya bagi pengusaha besar yang dibayarkan melalui kredit di bank-bank besar. Gambaran yang memprihantikan hasil survey Bank Dunia pada tahun 2010 bahwa hampir separuh dari 234,2 juta penduduk di Indonesia tidak memiliki akses atas layanan lembaga keuangan formal, dari jumlah itu, sekitar 35 juta orang hanya terlayani lembaga keuangan non-formal seperti koperasi simpan-pinjam. Tapi, ada sekitar 40 juta orang yang sama sekali tidak tersentuh layanan jasa keuangan dalam bentuk apapun. Setidaknya itulah gambaran memprihatinkan. Masih kata Bank Dunia, setidaknya ada empat layanan jasa keuangan yang dianggap vital bagi kehidupan masyarakat, yakni penyimpanan dana, layanan kredit, layanan sistem pembayaran dan asuransi termasuk dana pensiun. Keempat aspek dalam lingkup pengelolaan sistem keuangan ini menjadi prasyarat mendasar untuk menggapai kehidupan masyarakat yang lebih baik (Amin Aziz, 2012). Ada pertanyaaan, bagaimana mungkin begitu banyak orang di Indonesia tak terjangkau layanan jasa keuangan? Menurut Amin Aziz (Ketua Umum PINBUK Pusat) dalam artikelnya, Setidaknya, ada dua penyebab ditengok dari sisi penawaran dan permintaan. Sisi penawaran berbicara soal kendala seperti adanya ketidakseimbangan informasi (asymmetric information) dimana bank tidak memiliki info terkait profil risiko konsumen. Bank enggan mengurusi konsumen kecil karena tidak sesuai antara biaya dengan keuntungan yang diperoleh. Sedangkan dari sisi permintaan, persoalan yang muncul bisa karena faktor pemahaman konsumen terhadap kecanggihan produk perbankan dan keuangan. Atau, bisa juga karena hambatan legal seperti syarat agunan yang tak memadai untuk mendapatkan kredit.Kenyataan bahwa masih banyaknya anggota masyarakat yang belum terjangkau layanan jasa keuangan memperlihatkan bahwa sistem keuangan belum berfungsi dengan optimal. Padahal, suatu sistem keuangan yang ideal seharusnya mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Bila sebagian besar masyarakat sudah dapat memanfaatkan fasilitas jasa keuangan, dampak terhadap perekonomian pun akan sangat besar. Banyak fakta membuktikan bahwa ada hubungan sebab-akibat yang kuat antara penguatan sistem keuangan dengan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran suatu negara. Mengapa ini bisa terjadi? secara umum kebijakan yang paling efisien untuk mengatasi kemiskinan adalah melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Percepatan pertumbuhan ekonomi berperan sebagai syarat dasar yang paling strategis bagi peningkatan kualitas kehidupan rakyat. Elemen penting dalam mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi adalah mengoptimalkan kontribusi sektor keuangan dengan membuka akses layanan jasa keuangan seluas mungkin kepada masyarakat dan pelaku usaha seperti UMKM. Artinya, harus ada upaya untuk mendorong pemanfaatan P-ISSN 2579-4396, E-ISSN 2579-440X 195Peran Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah BMT dalam Meningkatkan BUMDES dan Akses Keuangan di Banten sektor keuangan dalam perekonomian masyarakat. Inilah esensi utama yang namanya inklusi keuangan (financial inclusion). 2.2 Inklusi Keuangan Inklusi keuangan adalah kegiatan menyeluruh yang bertujuan meniadakan segala bentuk hambatan baik yang bersifat harga maupun nonharga terhadap akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan. Yang dimaksud hambatan harga adalah prasyarat seperti mesti menyetor dana dengan besaran tertentu ketika membuka rekening di bank, misalnya. Padahal tidak semua lapisan masyarakat bisa memenuhi syarat minimal itu. Sedangkan hambatan nonharga biasanya berupa persyaratan administratif seabrek yang terkadang dianggap memberatkan konsumen.Sekarang tinggal bagaimana agar program inklusi keuangan yang penting itu menjadi agenda dan komitmen nasional. Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) adalah figur yang berkepentingan agar inklusi keuangan ini berjalan sukses. Persoalannya, tinggal bagaimana keduanya membangun koordinasi. Dari sinilah meluncur pemikiran untuk membuat sebuah “Strategi Nasional Inklusi Keuangan” (SNIK).Nah, di bawah payung SNIK inilah diharapkan akan berlangsung kolaborasi cantik antara Pemerintah dan BI yang bermuara pada perekonomian yang semakin bertumbuh dan terkikisnya angka kemiskinan serta kehidupan rakyat yang kian sejahtera (Amin Azis, 2012) Berkaitan dengan inklusi keuangan dalam pelayanan jasa keuangan Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah (LKMS) Baitul Maal wat Tamwil (BMT) merupakan salah satu alternatif dalam menjawab permasalahan tersebut. BMT atau Baitul Maal Wat Tamwil adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil (syari’ah), dengan menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro dan kecil, dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Dalam menjalankan aktivitasnya sistem pengelolaan BMT dilakukan dengan pola yang digunakan dengan memberikan modal, perhitungan untung rugi (bisnis) dan bantuan modal tanpa keuntungan (sosial), dengan landasan hukum Islam (syari’ah). BMT sebenarnya mempunyai keunggulan dengan konsep yang bersumber dari agama Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia, namun hal ini perlu dikritisi bahwa apakah pengaruh agamamampu menjamin dan memberikan solusi yang meyakinkan terhadap perkembangan BMT (Antonio, 2010). 2.3 Visi dan Misi BMT Visi BMT mengarah pada upaya untuk mewujudkan BMT menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibadah anggota (ibadah dalam arti yang luas), sehingga mampu berperan sebagai wakil pengabdi Allah SWT, memakmurkan kehidupan anggota Journal of Government and Civil Society, Vol. 1, No. 2, September 2017 196 Muljadi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.. Titik tekan perumusan Visi BMT adalah mewujudkan lembaga yang professional dan dapat meningkatkan kulitas ibadah. Misi BMT adalah membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil berkemakmuran-berkemajuan, serta berkeadilan berlandaskan Syari’ah dan di ridhoi Allah SWT. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa misi BMT bukan semata-mata mencari keuntungan dan penumpukan laba modal pada golongan orang kaya saja, tetapi lebih berorientasi pada pendistribusian laba yang merata dan adil, sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Tujuan BMT Tujuan didirikannya BMT adalah meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Pengertian tersebut di atas dapat dipahami bahwa BMT berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat (M Ridwan, 2005). Masyarakat dan pengusaha mikro dan kecil merupakan fokus utama BMT untuk meningkatkan taraf hidupnya agar lebih sejahtera dan mandiri. Kemudian peran yang lain yaitu memberikan pinjaman atau modal kepada pengusaha mikro dan kecil serta mendampinginya sehingga mereka setahap demi setahap para pengusaha mikro dan kecil dapat berkembang menjadi pegusaha mikro menjadi pengusaha kecil, kemudian menjadi pengusaha menengah. Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) selama sepuluh tahun ini tercatat paling menonjol dalam dinamika keuangan syariah di Indonesia. Berbagai LKMS tersebut lebih dikenal oleh masyarakat luas dengan sebutan Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Masing-masing BMT biasa memiliki nama, yang diperlihatkan pada papan nama dan identitas lainnya. Ada LKMS yang menyebut diri sebagai Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS), dan yang secara lengkap menyatakan diri sebagai KSPPS BMT dengan nama tertentu. 2.4 Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Desa sebagai sebuah tingkatan dalam struktur pemerintahan menjadi pada dasarnya memiliki potensi yang besar untuk menjadi pusat perekonomian yang dapat diandalkan. Karena setiap desa memiliki berbagai sumber daya yang unik sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. Secara keseluruhan jumlah desa yang ada di Indonesia mencapai 74.954 di tahun 2017. Jumlah tersebut juga merupakan penambahan 200 desa baru di tahun 2017. Sebelumnya di tahun 2014 jumlah desa (diluar kelurahan) jumlahnya sebanyak 73.707 (BPS Pusat, 2014). Besarnya jumlah desa yang ada tersebut memerlukan pengelolaan dan instrumen tersendiri yang dapat dimanfaatkan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi desa. Salah satu instrumen yang dapat digunakan saat ini adalah Badan Usaha Milik Desa (BUMDES). P-ISSN 2579-4396, E-ISSN 2579-440X 197Peran Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah BMT dalam Meningkatkan BUMDES dan Akses Keuangan di Banten Hasil dari peneltian Nugroho (2017) mengungkapkan bahwa Keberadaan BUMDES, berdasarkan regulasi yang ada telah diatur dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya Pasal 213. Regulasi lain yang mengatur soal BUMDES ini adalah UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa dan PP No.43 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa. Regulasi tersebut kemudian dilengkapi dengan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI No.4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.Berangkat dari berbagai regulasi yang telah ada tersebut, maka hal penting yang harus dilakukan adalah optimalisasi atas keberadaan BUMDES tersebut sebagai instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Dalam kerangka inilah, maka pemetaan potensi desa menjadi dasar dalam pengembangan BUMDES. Selama ini BPS dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi telah mengadakan survei potensi desa. Data inilah yang menjadi dasar pemerintah untuk dapat memberikan berbagai bentuk bantuan program yang juga terkait dengan keberadaan BUMDES di daerah tersebut.Berdasarkan hasil survei potensi desa 2014, menunjukkan bahwa desa-desa/ kelurahan di seluruh Indonesia memiliki berbagai jenis bentuk industri kecil yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai produk unggulan. Melalui keberadaan produk unggulan tersebut, maka diharapkan desa-desa tersebut dapat menjadi pusat-pusat produksi atas berbagai komoditas tersebut. Keberadaan berbagai jenis industri kecil dan mikro tersebut, pada dasarnya merupakan salah satu bentuk nyata atas sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing desa. Keberadaan industri kecil dan mikro tersebut diharapkan mampu menghasilkan berbagai macam bentuk produk dengan memanfaatkan sebanyak-banyaknya bahan baku dari desa tersebut, serta melibatkan sebanyak mungkin tenaga kerja dari desa itu pula. Dengan demikian, produk yang dihasilkan dan dipasarkan dapat dinikmati oleh seluruh warga desa. Peran BUMN Dalam kerangka kegiatan BUMN, maka program yang termasuk CSR seringkali dikenal dengan nama Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Program ini pada dasarnya merupakan salah satu bentuk penerapan dari CSR. Namun PKBL lebih banyak berfokus pada pemberian pinjaman ataupun mikro-kredit pada pengusaha kecil yang potensial. Misalnya, pemberian dana pinjaman pada komunitas pengrajin kulit dan lain sebagainya (Riyanto, 2012). Melalui kemitraan dengan BUMN, diharapkan BUMDES akan mendapatkan bantuan tidak hanya terbatas pada aspek permodalan serta pengelolaan organisasi yang profesional. Namun lebih dari itu yang terpenting adalah akses terhadap pasar terutama untuk produk-produk yang dihasilkan oleh BUMDES tersebut. Journal of Government and Civil Society, Vol. 1, No. 2, September 2017 198 Muljadi Kemitraan ini semakin penting mengingat adanya dana desa yang digulirkan oleh pemerintah juga dapat dikelola melalui BUMDES. Sebagai unit usaha dan bisnis tingkat desa, besarnya dana desa dapat menjadi modal pengembangan bisnis. Bahkan pada BUMDES yang baru akan didirikan, dana desa menjadi dana stimulus pembentukan BUMDES. Sejak dicairkan 2015 hingga pertengahan 2017, dana desa sudah menstimulasi pembentukan 18.446 BUMDES di berbagai daerah di Indonesia (Agregasi Sindonews.com, 2017). Nugroho (2017) mengungkapkan pengelolaan dana desa melalui BUMDES yang menjadi mitra BUMN, diharapkan menjadi salah satu cara yang efektif untuk mengurangi berbagai penyelewengan pemanfaatan dana desa. Penyelewengan dana desa pada dasarnya muncul sebagai akibat lemahnya partisipasi masyarakat. Melalui BUMDES, dimana mekanisme pembentukan dan operasionalnya telah diatur dalam berbagai regulasi sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, maka pemanfaatan dana desa menjadi lebih terkendali, dimana pada akhirnya memberikan manfaat maksimal bagi warga desa. PERAN LKMS BMT DALAM KERANGKA BUMDES Pakar ekonomi syariah dan BMT, Aries Muftie (2016) mengatakan, Baitul Maal wa Tamwil atau BMT adalah lembaga keuangan yang menjadi jalur utama arus masuknya uang ke pedesaan agar perekonomian tetap hidup. “Sebuah negara maju, pastilah lembaga keuangannya juga besar dan bagus. Maka BMT sebagai lembaga keuangan desa juga berfungsi sama agar desa menjadi maju. Meskipun sebuah desa punya sumber daya alam dan manusia yang bagus tapi kalau lembaga keuangan desa lemah maka mereka tak akan bisa menciptakan bisnis. “Uang itu kan darah dalam kehidupan masyarakat, darah dipompa dari jantung ke vena, jantung itu BI Vena itu perbankan. Tapi kalau dari jantung darah itu tidak sampai ke desa atau ujung-ujung tubuh,maka jari jemari akan putus karena tidak ada suplai oksigen masuk,”. Karena itu, agar uang itu sampai ke desa dibutuhkan saluran arteri yaitu BMT agar uang mengalir sampai ke desa. Karena menurut Aries, tanpa ada uang ke desa, maka ekonomi desa akan mati dan akan memunculkan dampak yang lebih buruk lagi.”Yang jelas dampaknya pertama akan muncul urbanisasi, SDM desa akan pindah ke kota mencari uang,”. Desa harusnya jadi ketahanan pangan, energi dan air. Namun, karena terjadi urbanisasi maka semua itu hilang dan melemahkan negara, sehingga yang terjadi adalah dibukanya kran impor lebih besar lagi.”Selain itu, desa itu unsur religi dan budayanya kuat. Kalau warganya banyak pindah ke kota, maka akan lemah dan berubah jadi gaya hidup hedonisme,”. Hilangnya ke-3 (ketiga) hal itu menurut Aries, bakal membahayakan kehidupan negara. “Jelas sekali, karena desa adalah sumbernya petani, dan petani bukan hidup di metropolitan. Karena itu, kongres umat islam atau KUI P-ISSN 2579-4396, E-ISSN 2579-440X 199Peran Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah BMT dalam Meningkatkan BUMDES dan Akses Keuangan di Banten mencanangkan gerakan SDSB atau satu desa satu BMT yang tujuannya setiap desa dapat menjadi desa emas, sebuah desa yang masyarakatnya mendapatkan award Desa Emas,”. Konsep Desa Emas adalah konsep yang digunakan untuk menggambarkan peradaban desa yang tangguh, mandiri, bermartabat, sejahtera dan membawa dampak kepada pembangunan bangsa, yaitu Desa membangun Indonesia. Kemudian untuk mewujudkan itu semua perlu 5 pilar. Antara lain; pertama, adalah bina akhlak, yang diajarkan dan diterapkan sasarannya terkait pengelolaan SDA yang tidak menyebabkan kerusakan lingkungan bahkan seharusnya melestarikan.”Kedua, adalah Bina Saudara, sehingga semua warga desa setelah akhlak atau karakternya diperbaiki, maka mereka harus bersaudara dan dibuat kelompok usaha bersama,”.Dengan demikian, dalam hal kelompok kehutanan atau kelompok kebun, mereka diajarkan cara mengelola kebun dan hutan yang baik secara gotong royong dan ta’awun atau tanggung renteng. Termasuk jimpitan dan membuat dana trust fund. “Yang ketiga, adalah Bina Sinergi. Setelah mereka merasa bersaudara dan berkelompok sesuai fokus usahanya, selanjutnya disinergikan dengan membentuk Koperasi yang beranggotakan seluruh warga desa atau minimal seluruh KK di desa tersebut,” jelas.Menurut Aries, dari kelompok-kelompok tadi akan menjadi SBU Koperasi Desa. KopDes ini menjadi Koperasi Plasma yang bermitra dan sinergi dengan BUMS atau BUMN sebagai inti, dimana di industri hilir plasma memiliki share sebesar maksimal 40% sementara di hulu khususnya pengelolaan tanah, hutan, dan kebun 80% dikelola oleh plasma atau rakyat. “Jadi inti atau konglomerasi hanya boleh 20% mengelola kebun atau hutan sebagai contoh atau demplot. Jadi bila korporasi kebun atau hutan meningkat maka otomatis plasma atsu kopdes juga meningkat, oleh karenanya rakyatpun terangkat,” Keempat, adalah Bina Dana, kata Aries. Setelah antara KopDes dengan BUMN dan BUMS bisa sinergi maka perlu dana dan investasi, lanjutnya. “Karena itu harus ada BUMDES, Lembaga Keuangan Desa seperti BMT yang mengumpulkan dana untuk investasi. Dan perlu dibentuk Gabungan BUMDES BMT Ini sebagai Apex BUMDes yang menampung dana-dana ke desa dalam bentuk PT khususnya MV sehingga bisa melakukan crowdfunding, menerbitkan sukuk dan IPO. Jadi konglomerasi di tahun 2020 adalah berbasis Desa,”.Adapun yang kelima, menurut Aries, adalah Bina Pasar dan Produk Unggulan. Setelah pengumpulan dan berhasil maka perlu disiapkan pasar baik fisik maupun virtual (ePasarDesa) yang menjual produk-produk unggulan desa, khususnya hasil hutan, kebun dan DAI SABUSA (Daging Ikan Sayur Buah Susu) yg dijual sudah dalam bentuk ready to eat, atau konsep from seed to plate. Kemudian dalam penelitian Dzikrulloh dan Arif Rachman (2016) bahwa Sinergitas antara BMT dengan BUMDES dapat diterapkan dengan berbagai model atau pola yang sangat menguntungkan bagi pihak terkait. Sinergi yang dapat terbentuk antara lain: Sebagai bait al-mal, BMT memosisikan diri sebagai lembaga yang menghimpun dan Journal of Government and Civil Society, Vol. 1, No. 2, September 2017 200 Muljadi menyalurkan dana umat yang berasal dari zakat, infak, sedekah, dan wakaf tunai (ziswaf). Penyalurannya diaplikasikan kepada yang berhak (mustahiq) zakat, sesuai aturan agama dan manajemen keuangan modern. Dalam mengelola dana ziswaf, BMT tidak mendapatkan keuntungan finansal, tapi dibolehkan memperoleh ganti biaya operasional sewajarnya, baik dalam konteks sebagai ‘amil (ZIS) atau nadzir (wakaf). BMT sebagai bait at-tamwil merupakan institusi keuangan yang menjadi intermedi aryantara shahibul mal (pemilik dana) dan mudharib (pelaku usaha) sehingga usaha pokoknya menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan/tabungan dan menyalurkan lewat pembiayaan usaha rakyat yang produktif dan menguntungkan dalam skala mikro sesuai sistem syariah. BMT sebagai Mudharib (pelaku usaha), BUMDES sebagai Mudharib sekaligus Shahibul Mal (pemilik dana)BUMDES sebagai mediator BUMDES sebagai pasar barang bagi produk Jual beli BMT, BMT sebagai investor Utama pembangunan asset desa. Proses sinergitas diharapkan dapat memiliki dampak yang cukup besar sebagai stimulator pembangunan desa berkelanjutan, asumsi lain menjelaskan bahwa sinergitas ini sangat menguntungkan bagi seluruh komponen dalam perekonomian. KESIMPULAN Perhatian Pemerintah Banten sangat di perlukan untuk membangun Banten ke depan, pengusaha kecil dan mikro Banten perlu di bantu, tidak hanya dalam program-program seremonial, tanpa ada pendampingan yang serius maka LKMS BMT akan berkembang sangat lambat, untuk meningkatkan perkembangan LKMS BMT maka perlu kerjasama antara BUMDES yang berada di Banten, kemitraan antara BUMN dan BUMDES perlu dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatdengan konsep SDSB, satu desa satu BMT. Untuk mewujudkan tersebut maka perlu 5 pilar yaitu. Bina akhlak, bisa saudara, bina sinergi, bina dana dan bina pasar dan produk unggulan. Kemudian yang terpending adalah harus ada sinergi antara BMT dan BUMDES BMT sebagai Mudharib (pelaku usaha), BUMDES sebagai Mudharib sekaligus Shahibul Mal (pemilik dana) BUMDES sebagai mediator BUMDES sebagai pasar barang bagi produk Jual beli BMT, BMT sebagai investor Utama pembangunan asset desa. REFERENSI Agregasi Sindonews.com. (2017, Juli 18). Aries, Mufti, 2016. BMT Itu Arteri Agar Uang Sampai Ke Desa, Media ICMI, Jakarta Aziz, M. Amin. 2007. Kegigihan sang Perintis, Pinbuk Press, Jakarta. Aziz, M.Amin. 2006, Tata cara pendirian BMT, Pusat komunikasi Ekonomi Syari’ah, Jakarta Aziz, M.Amin. 2008.The Power Al-Fatehah, Pinbuk Press , Jakarta. P-ISSN 2579-4396, E-ISSN 2579-440X 201Peran Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah BMT dalam Meningkatkan BUMDES dan Akses Keuangan di Banten BPS Pusat. (2014). Statistik Potensi Desa Indonesia 2014. Jakarta, DKI, Indonesia: Badan Pusat Statistik. Dzikrullah, Arif Rachman Eka Permana, 2016. Sinergitas Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) Dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Sebagai Alternatif Penguatan UMKM Masyarakat Pedesaan, Jurnal DINAR Ekonomi Syariah Vol. 1 No. 1 Agustus Nugroho, 2017. Direktur Riset VISI TELITI SAKSAMA, Jurnal kementrerian Desa dan Transmigrasi Ridwan, Muhammad. 2005.Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, UII Pess, Yogyakarta. Riyanto, S. (2012, Januari 9). http://www.republika.co.id/page/about. Retrieved September 20, 2017.