Microsoft Word - Vol03_No1 Mechatronics, Electrical Power, and Vehicular Technology 03 (2012) 49-56 Mechatronics, Electrical Power, and Vehicular Technology e-ISSN: 2088-6985 p-ISSN: 2087-3379 Accreditation Number: 432/Akred-LIPI/P2MI-LIPI/04/2012   www.mevjournal.com © 2012 RCEPM - LIPI All rights reserved THE EFFECT OF ETHANOL-DIESEL BLENDS ON THE PERFORMANCE OF A DIRECT INJECTION DIESEL ENGINE PENGARUH PENAMBAHAN ETANOL PADA SOLAR TERHADAP MOTOR DIESEL INJEKSI LANGSUNG Arifin Nur a,*, Yanuandri Putrasari a, Iman Kartolaksono Reksowardojo b a Bidang Sarana Peralatan Transportasi, Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik-LIPI Kompleks LIPI Jl Sangkuriang, Gd 10, Bandung, Jawa Barat 40135, Indonesia b Laboratorium Motor Bakar dan Sistem Propulsi, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesa 10, Bandung, Jawa Barat 40132, Indonesia Received 29 May 2012; received in revised form 12 July 2012; accepted 13 July 2012 Published online 31 July 2012 Abstract The experiment was conducted on a conventional direct injection diesel engine. Performance test was carried out to evaluate the performance and emission characteristics of a conventional diesel engine that operates on ethanol-diesel blends. The test procedure was performed by coupling the diesel engine on the eddy current dynamometer. Fuel consumption was measured using the AVL Fuel Balance, and a hotwire anemometer was used to measure the air consumption. Some of the emission test devices were mounted on the exhaust pipe. The test of fuel variations started from 100% diesel fuel (D100) to 2.5% (DE2.5), 5% (DE5), 7.5% (DE7.5), and 10% (DE10) ethanol additions. Performance test was conducted at 1500 rpm with load variations from 0 to 60 Nm by increasing the load on each level by 10 Nm. The addition of 5% ethanol to diesel (DE5) increased the average pressure of combustion chamber indication to 48% as well as reduced the specific fuel consumption to 9.5%. There were better exhaust emission characteristics at this mixture ratio than diesel engine which used pure diesel fuel (D100), the reduction of CO to 37%, HC to 44% and opacity to 15.9%. Key words: performance test, fuel supplement, bioethanol, emission, diesel engine. Abstrak Eksperimen dilakukan pada motor diesel dengan sistem injeksi langsung (direct injection). Uji prestasi ini dilakukan guna melihat karakteristik prestasi dan emisi motor diesel konvensional terhadap penambahan etanol sebagai bahan bakar suplemen pada solar. Uji prestasi dilakukan dengan menempatkan motor uji pada perangkat Eddy current dynamometer. Konsumsi bahan bakar diukur dengan menggunakan perangkat AVL Fuel Balance sementara untuk pengukuran konsumsi udara digunakan hotwire anemometer. Beberapa perangkat uji emisi dipasangkan pada saluran gas buang motor diesel untuk mengukur emisi. Beberapa variasi campuran solar dengan etanol diujikan pada penelitian ini. Campuran bahan bakar yang diujikan mulai dari solar 100% (D100), penambahan etanol 2,5% (DE2,5), 5% (DE5), 7,5% (DE7,5), dan pada campuran 10% etanol (DE10). Uji prestasi dilakukan pada 1500 rpm dengan variasi pembebanan mulai dari 0 Nm (no load) sampai 60 Nm (full load) dengan penambahan beban setiap 10 Nm. Penambahan 5% etanol dalam solar dapat meningkatkan tekanan rata-rata indikasi ruang bakar sebesar 48% disertai penurunan konsumsi bahan bakar spesifik mencapai 9,5%. Pada rasio campuran ini terjadi perbaikan karakteristik emisi gas buang di mana emisi karbon monoksida (CO) tereduksi hingga 37 %, emisi hidrokarbon (HC) tereduksi hingga 44%, dan kadar kepekatan emisi gas buang tereduksi hingga 15,9% jika dibandingkan dengan motor diesel yang menggunakan bahan bakar solar murni (D100). Kata kunci: uji prestasi, pencampur solar, etanol, emisi, motor diesel. I. PENDAHULUAN Kebutuhan energi dunia dari tahun ke tahun kian meningkat, khususnya bahan bakar berbasis minyak bumi. Tingkat ketergantungan yang tinggi akan sumber energi berbasis minyak bumi telah membuat harga pasarannya semakin mahal, semakin fluktuatif, dan sangat dipengaruhi oleh pasar serta suhu perpolitikan dunia [1]. Di sisi lain, kurang terkontrolnya konsumsi bahan bakar * Corresponding Author. Tel: +62-22-2503055 E-mail: arifin.nur@lipi.go.id A. Nur et al. / Mechatronics, Electrical Power, and Vehicular Technology 03 (2012) 49-56 50 minyak berbasis minyak bumi juga telah meningkatkan suhu permukaan bumi (global warming) dan mengakibatkan perubahan iklim global. Meningkatnya suhu permukaan bumi terjadi akibat gas CO2 yang terlepas ke udara akibat aktifitas manusia dan proses pembakaran bahan bakar fosil. Salah satu cara untuk menekan atau memperlambat efek pemanasan global adalah dengan menggunakan bahan bakar ramah lingkungan dan penggunaan teknologi hemat energi. Perubahan iklim, sumber cadangan, dan karakteristik bahan bakar menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan sumber energi alternatif untuk motor diesel. Pentingnya kesesuaian karakteristik bahan bakar alternatif sebagai suplemen pada solar dikarenakan pada akhirnya proses pembakaranlah yang akan memegang peranan terhadap unjuk kerja maupun pembentukan emisi pada motor diesel. Proses pembakaran pada motor diesel merupakan sebuah proses yang kompleks, dimulai sejak bahan bakar itu diinjeksikan ke dalam ruang bakar sampai pada proses pembuangan gas buang sisa pembakaran [2]. Parameter yang sangat mempengaruhi proses pembakaran pada motor diesel di antaranya adalah kehomogenan campuran bahan bakar dengan udara, waktu injeksi bahan bakar, dan karakteristik bahan bakar seperti volalitas, bilangan setana, auto ignition temperature, flash point, tingkat penguapan dan lain sebagainya [3-5]. Bioetanol fuel grade memiliki sejumlah keunggulan dibanding bahan bakar alternatif lain di antaranya adalah: 1. Dapat langsung dicampur dengan solar dalam tangki bahan bakar untuk kemudian diinjeksikan ke ruang bakar [6], 2. Bahan baku pembuatan bioetanol berasal dari sumber daya terbarukan berupa tanaman atau biomassa yang mengandung gula, pati atau selulosa [6], 3. Dapat menurunkan kadar kepekatan emisi gas buang motor diesel (particulate matter) [7-18] dan menekan emisi gas rumah kaca (CO2) [6], 4. Memperkuat ekonomi pertanian dan menciptakan lapangan kerja baru [13,14]. 5. Secara umum dapat mengurangi tingkat ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dengan pendekatan energy balance [16] dan melestarikan sumber energi komersial utama [13]. Etanol termasuk dalam oxygenate fuel dengan kandungan oksigen mencapai 35%. Kandungan oksigen yang tinggi pada bahan bakar akan memperbaiki proses pembakaran sehingga emisi gas buang yang dihasilkan akan lebih rendah jika dibandingkan dengan penggunaan solar sebagai bahan bakar [13-18]. Selain banyaknya keunggulan bioetanol sebagai bahan bakar pengganti maupun pencampur pada solar, campuran solar-etanol juga memiliki kekurangan dibandingkan solar murni sebagai bahan bakar motor diesel. Kekurangannya adalah: 1. Diperlukannya aditif untuk memastikan tercampurnya kedua bahan bakar secara homogen [6,14,19,20], 2. Campuran tersebut memiliki kemampuan pelumasan yang rendah sehingga meningkatkan resiko keausan pada komponen pompa bahan bakar dan umumnya akan menurunkan nilai setana solar [14,17,18]. Meskipun telah banyak literatur maupun penelitian mengenai pemanfaatan etanol yang dicampur dengan solar pada motor diesel, namun kelengkapan informasi mengenai pencampuran- nya serta variasi persentasenya mendorong untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Kajian ini bertujuan memaparkan hasil uji prestasi motor diesel terhadap penambahan etanol dalam solar pada rasio campuran 0%, 2,5%, 5%, 7,5% dan 10%. Motor diesel yang digunakan adalah motor diesel jenis injeksi tidak langsung yang kemudian dimodifikasi sehingga dapat beroperasi secara injeksi langsung. Di samping prestasi, pengaruh emisi yang dihasilkan dari motor diesel juga dibahas untuk kelengkapan informasi bagi peneliti maupun akademisi yang tertarik mendalami penelitian motor diesel solar-etanol. II. METODOLOGI PENELITIAN Pengujian dilakukan pada motor diesel 2 (dua) silinder 1630 cm3, sistem pengisian alamiah dan berpendingin air, dengan spesifikasi seperti pada Tabel 1. Motor diesel konvensional jenis injeksi tidak langsung telah dimodifikasi sehingga dapat beroperasi sebagai motor diesel injeksi langsung. Piston telah diganti dengan jenis bowl, sedangkan cylinder head telah dimodifikasi sehingga tidak memiliki kamar pusar (swirl chamber). Gambar hasil modifikasi diperlihatkan seperti pada Gambar 1. Sebuah sensor tekanan ruang bakar buatan Kistler 6061B jenis pendingin air ditempatkan pada ruang bakar silinder pertama (Gambar 2). Sensor tekanan udara masuk dan tekanan gas buang ditempatkan pada saluran masuk dan keluar silinder pertama. Motor uji kemudian dipasangkan pada eddy current dynamometer untuk dilakukan uji unjuk kerja. Sebuah hotwire anemometer buatan TGS digunakan untuk penguku konsums balance gas bua saluran g dan smo buatan motor di dasar pe instalasi Uji u dengan p Nm (tan dengan buah da peningka tekanan digunaka sebesar sebagai grade 99,87%. (SPAN meningk solar den G G uran konsum si bahan b buatan AV ang dilakuka gas buang d oke meter. S COM dipas iesel sebagai erhitungan te pengujian d unjuk kerja pembebanan npa beban) sa peningkatan ata tekanan atan pembeb untuk mot an adalah 48,6, sedang suplemen p dengan tin Pada peneli 80) digunak katkan kesta ngan etanol. Gambar 2. Insta Gambar 1. Has A. Nur et msi udara m bakar diuku VL. Untuk p an dengan dengan probe Sebuah sens sangkan pad i acuan posi ekanan ruan diperlihatkan dilakukan n yang bervar ampai 60 Nm n beban seti ruang baka banan yang tor 4 langk solar deng gkan etanol pada solar ad gkat kemu itian ini Sorb kan sebagai abilan ikata alasi pressure t il modifikasi ru t al. / Mechatroni masuk, sedan ur dengan engukuran e menghubun e 4 gas ana sor sudut en da poros en isi piston seb ng bakar. Sk pada Gamba pada 1500 riasi mulai d m (beban pe iap 10 Nm. ar diambil s berisi 720 kah. Solar gan nilai se yang digun dalah etanol urnian menc bitan Metil E surfaktan u an kimia an tranduscer. uang bakar. ics, Electrical Pow ngkan fuel emisi ngkan alyzer ngkol ngkol bagai kema ar 3 rpm dari 0 enuh) 100 setiap data yang etana nakan l fuel capai Ester untuk ntara I A te r m D d 1 T m r g b m d e e c tu b d p b 7 m K wer, and Vehicul III. HASI A. Perband effective p Indicated ekanan efek rata-rata yan motor pemba Dalam eksp disajikan me 100 siklus Tekanan ini mesin secara rugi-rugi dari grafik perban breake mean motor diese dibandingkan etanol pada etanol 7,5% d Nilai IM campuran te urun kembal berbahan ba didapatkan p persentase et bahan bakar 7,5 % (DE7, memiliki kec Keterangan: 1 2 Motor die Dynamom 3 COM enc 4 Radiator 5 Hot wire Anemom 6 Plenum u 7 Pengukur bahan bak 8 Pengkond transduce Gam lar Technology 03 L DAN PEM dingan IM pressure) mean eff ktif rata-rata ng terukur p akaran dalam perimen ini rupakan rata pembakaran i dapat m ideal tanpa i faktor lain. ndingan nila n effective p el berbahan n dengan b persentase e dan etanol 10 EP cenderu ertentu (etan li mendekati akar solar. pada campur tanol 5% (D r dengan ca ,5), sedangka enderungan esel meter coder meter udara masuk r konsumsi kar disi sensor er mbar 3. Skema i 3 (2012) 49-56 MBAHASA MEP (indica ffective pre indikasi ada pada piston m untuk setia tekanan I a-rata pengu n pada mo menggambark terpengaruh Gambar 4 m ai IMEP ter pressure (BM n bakar bahan bakar etanol 2,5%, 0%. ung naik sa nol 5%) dan nilai IMEP Nilai IME ran bahan ba DE5) kemu ampuran eta an ketiga gr nilai yang sa 9 COM sig condition 10 Kontrol p 11 Data aku 12 Fuel bala 13 Emission analyzer 14 Pressure sensor 15 Sensor E buang instalasi penguj 51 AN ated mean essure atau alah tekanan dari sebuah ap siklusnya. IMEP yang ukuran untuk otor diesel. kan prestasi oleh adanya menunjukkan rhadap nilai MEP) antara solar yang r campuran , etanol 5%, ampai batas n kemudian motor diesel EP tertinggi akar dengan udian diikuti anol sebesar rafik lainnya ama. gnal ning pembebanan uisisi ance n Gas e transducer Emisi gas ian. n u n h . g k . i a n i a g n , s n l i n i r a A. Nur et al. / Mechatronics, Electrical Power, and Vehicular Technology 03 (2012) 49-56 52 Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Reksowardojo dkk [20], di mana persentase campuran yang sama juga telah diujikan pada motor diesel jenis injeksi tidak langsung menunjukkan bahwa pada campuran etanol 5% didapatkan kestabilan tekanan ruang bakar yang baik jika dibandingkan dengan rasio campuran lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pada campuran ini pembakaran yang terjadi di dalam ruang bakar cenderung lebih sempurna dan pada waktu yang relatif tepat. Penambahan etanol pada solar akan memperlambat waktu penyalaan namun juga akan memperpendek durasi pembakaran. B. Perbandingan konsumsi bahan bakar – brake specific fuel consumption (BSFC) Brake specific fuel consumption atau konsumsi bahan bakar spesifik merupakan salah satu indikator untuk mengetahui prestasi motor bakar. BSFC adalah laju pemakaian bahan bakar dibagi daya setiap jamnya atau jumlah bahan bakar yang diperlukan untuk menghasilkan satu satuan daya dalam setiap satu-satuan waktu. Perbandingan BSFC hasil uji terhadap unjuk kerja motor diesel berbahan bakar diesel murni, campuran etanol DE2,5, DE5, DE7,5 dan DE10 ditampilkan dengan grafik pada Gambar 5. Hasil pengujian menunjukkan bahwa BSFC tertinggi didapatkan pada motor diesel berbahan bakar solar murni dan BSFC terendah didapatkan dari motor diesel berbahan bakar campuran solar dengan etanol pada rasio perbandingan etanol 5% (DE5) dan etanol 7,5% (DE7,5). Pada persentase campuran etanol yang lebih tinggi (DE10) konsumsi bahan bakar persatuan waktu akan meningkat kembali. Hal ini menunjukkan bahwa campuran optimal berada pada kisaran 5% etanol sampai etanol 7,5%. Rendahnya konsumsi bahan bakar spesifik pada campuran etanol 5% dan 7,5% disebabkan oleh beberapa hal di antaranya adalah: 1. Tingginya nilai panas spesifik etanol, dibandingkan dengan solar [21], 2. Etanol pada perbandingan tertentu dapat memperpendek durasi pembakaran yang secara signifikan akan meningkatkan tekanan dalam ruang bakar, 3. Waktu penyalaan yang tepat, sehingga pada fase pembakaran difusi (diffusion burning period) hampir semua campuran bahan bakar terbakar dengan sempurna dan sebagai akibatnya pada fase akhir pembakaran (after burning period) hanya tersisa sedikit sekali bahan bakar yang tidak terbakar [22]. C. Perbandingan Nilai Lambda (λ) Pada eksperimen ini, penambahan rasio persentase etanol dalam solar akan meningkatkan Tabel 2 Spesifikasi bahan bakar. Karakteristik Solar HSD Etanol Formula kimia [24] C3 - C25 C2H5OH Berat molekul [24] ≈200 46,7 Komposisi [24] Karbon (C) 84-87 52,5 Hidrogen (H) 16-33 13,1 Oksigen (O2) 0 34,7 Nilai setana 45 [25] 0-9 [8,11] Nilai oktana N/A [24] 100 [24] Lower Heating Value [MJ/kg] 42,5 [19] 28,4 [19] Densitas [kg/m3] @ 20 oC 815 [25] 786 [19] Viskositas [mm2/sec] @40oC 2,0 [25] 1,412 [26] Titik nyala [oC] 60 [25] 12,778 [27] AFR [24] 14,7 9 Gambar 5. Karakteristik BSFC terhadap BMEP. 300 400 500 600 700 800 900 1000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 B SF C  [ gr /k W .h ] BMEP [Bar] DI D 100 DI DE 2,5 DI DE 5  DI DE 7,5  DI DE 10 Gambar 4. Karakteristik IMEP terhadap BMEP. 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 IM EP  [ B ar ] BMEP [Bar] DI D 100 DI DE 2,5 DI DE 5  DI DE 7,5  DI DE 10 A. Nur et al. / Mechatronics, Electrical Power, and Vehicular Technology 03 (2012) 49-56 53 nilai lambda sampai batas rasio tertentu sehingga campuran menjadi semakin miskin. Peningkatan nilai lambda rata-rata terhadap tiap tingkat pembebanan pada rasio campuran etanol 2,5% (DE2,5), 5% (DE5), 7,5% (DE7,5) dan 10% (DE10) berturut-turut mencapai 0,40%, 15,34%, 19,72%, dan 5,44% jika dibandingkan dengan nilai lambda yang dihasilkan dari pembakaran solar murni. Peningkatan maksimum nilai lambda rata-rata terjadi pada nilai BMEP 4,625 yaitu sebesar 17,5% untuk semua rasio campuran dibandingkan dengan solar murni (D100). Pada rasio campuran etanol 2,5% (DE2,5) nilai lambda berkisar antara 1,108 sampai 4,064. Pada rasio campuran etanol 5% (DE5) nilai lambda berkisar antara 0,844 sampai 4,254, DE7,5 berkisar antara 1,166 sampai 4,527, dan pada rasio campuran etanol 10% (DE10) berkisar antara 0,886 sampai 4,414. Meningkatnya nilai lambda menunjukkan bahwa campuran bahan bakar-udara menjadi semakin miskin. Analisis nilai lambda dengan nilai IMEP menunjukkan bahwa rasio campuran etanol 5% merupakan titik optimal di mana nilai IMEP dan nilai lambda mencapai titik maksimum. Proses pembakaran sempurna ditandai dengan tingginya nilai IMEP, sedangkan nilai optimal penggunaan bahan bakar ditandai dengan nilai lambda yang tinggi, sehingga untuk menghasilkan satu satuan daya tertentu dibutuhkan jumlah bahan bakar yang sedikit yang artinya konversi energi menjadi kerja maksimum. Meningkatnya kesempurnaan proses pemcampuran bahan bakar-udara dan proses pembakaran akan meningkatkan unjuk kerja motor uji. Kecenderungan meningkatnya nilai lambda yang dihasilkan oleh motor diesel direct injection menunjukkan bahwa proses pembakaran akan mencapai titik optimal pada rasio campuran etanol 7,5% (DE7,5). D. Perbandingan Emisi Karbon Monoksida (CO) Gambar 7 menunjukkan perbandingan grafik emisi CO terhadap beban antara motor diesel berbahan bakar solar murni (D100), rasio campuran DE2,5, DE5, DE7,5, dan DE10. Semakin besar persentase emisi CO yang dihasilkan menunjukkan bahwa pembakaran yang terjadi tidak sempurna sehingga bahan bakar yang tidak terbakar akan membentuk emisi CO. Meskipun motor diesel beroperasi dengan sistem tanpa pencekikan (throttleless), dan diyakini jumlah udara yang masuk ke dalam ruang bakar tercukupi, namun ketidak- sempurnaan pembakaran ini dapat terjadi karena pencampuran bahan bakar dengan udara dilakukan pada waktu yang sangat singkat, sehingga menyebabkan sebagian dari bahan bakar tidak dapat berikatan dengan udara secara sempurna untuk kemudian terbakar di dalam ruang bakar. Pada bahan bakar jenis oxygenated fuel di mana tiap ikatan kimianya telah mengandung oksigen seperti biodiesel ataupun etanol, proses pencampuran antara bahan bakar dengan udara cenderung lebih mudah. Sifat inilah yang menjadi salah satu keuntungan pemanfaatan bahan bakar nabati pada motor bakar. Pada penelitian ini emisi karbon monoksida terendah didapatkan pada campuran DE5 dan DE7,5. Sementara pada campuran yang lebih tinggi (DE10), meskipun secara logika dapat dipastikan bahwa bahan bakar akan dapat berikatan secara sempurna dengan udara, namun karena penambahan bahan bakar jenis oxygenated fuel dengan nilai setana rendah secara Gambar 6. Karakteristik lambda [λ] terhadap BMEP. 0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 La m b d a  [λ ] BMEP [Bar] DI D 100 DI DE 2,5 DI DE 5 DI DE 7,5  DI DE 10 Gambar 7. Karakteristik emisi karbon Monoksida (CO) terhadap BMEP. 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 K ar b o n  M o n o ks id a  [% ] BMEP [Bar] DI D 100 DI DE 2,5 DI DE 5 DI DE 7,5  DI DE 10 A. Nur et al. / Mechatronics, Electrical Power, and Vehicular Technology 03 (2012) 49-56 54 signifikan akan memperlambat waktu penyalaan, maka sebagian besar campuran bahan bakar dengan udara baru terbakar pada fase akhir pembakaran (after burning period) di mana piston sudah melakukan langkah ekspansi. Terbakarnya campuran bahan bakar pada fase akhir pembakaran akan membuat pembakaran yang terjadi menjadi tidak sempurna. E. Perbandingan Emisi Hydro Carbon (HC) Perbandingan jumlah HC antara mesin diesel berbahan bakar solar (D100), rasio campuran solar-etanol DE2,5, DE5, DE7,5 dan DE10 ditampilkan pada Gambar 8. Grafik menunjukkan kecenderungan yang sama di mana nilai kandungan emisi HC pada campuran solar-etanol dengan persentase 5% (DE5) dan 7,5% (DE7,5) cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan rasio campuran lainnya. Besarnya emisi HC disebabkan oleh proses pencampuran antara bahan bakar dengan udara yang tidak sempurna sehingga menyebabkan campuran bahan bakar dengan udara tersratafikasi mulai dari campuran yang miskin sampai campuran kaya dengan butiran-butiran (droplet) bahan bakar yang besar. Umumnya emisi HC terbentuk pada wilayah campuran sempurna dan wilayah campuran yang terbentuk sebelum penyalaan sehingga ada sedikit campuran bahan bakar dengan udara yang keluar dari ruang bakar atau pada saat di mana bahan bakar diinjeksikan dengan kecepatan yang rendah dan proses pencampuran terjadi pada saat mendekati akhir pembakaran. Pada kasus ini, penambahan etanol pada solar dapat memperbaiki proses pencampuran antara bahan bakar dengan udara. Emisi HC yang dihasilkan dari campuran solar-etanol cenderung sama atau lebih rendah dari motor diesel yang menggunakan solar murni. Meningkatnya emisi HC pada campuran solar-etanol dengan persentase 10% (DE10) disebabkan campuran bahan bakar dengan udara di dalam ruang bakar menjadi semakin miskin dibandingkan dengan persentase campuran lain. F. Perbandingan Kepekatan Emisi Gas Buang (Smoke) Perbandingan tingkat kepekatan emisi gas buang (smoke) antara motor diesel berbahan bakar solar murni, campuran solar-etanol DE2,5, DE5, DE7,5, dan DE10 ditampilkan pada Gambar 9. Nilai persentase smoke tertinggi dihasilkan oleh motor diesel berbahan bakar solar murni dan persentase smoke terendah didapatkan dari motor diesel dengan bahan bakar campuran solar-etanol dengan persentase 10% (DE10). Besarnya penurunan tingkat kepekatan gas buang (smoke) mencapai 22% jika dibandingkan dengan smoke yang dihasilkan motor diesel berbahan bakar solar. Rendahnya nilai smoke pada motor diesel yang beroperasi dengan campuran solar-etanol disebabkan karena etanol merupakan bahan bakar dengan ikatan karbon pendek sehingga lebih mudah terurai dan berikatan dengan udara di dalam ruang bakar. Selain itu kandungan oksigen pada etanol yang mencapai 35% sangat membantu dalam pembentukan campuran bahan bakar-udara menjadi lebih homogen. IV. PENUTUP A. Kesimpulan Unjuk kerja motor diesel terbaik ditunjukkan pada penggunaan campuran solar dengan etanol 5%. Campuran solar dengan etanol 5% (DE5) Gambar 8. Karakteristik emisi HC terhadap beban (BMEP). 0 50 100 150 200 250 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 H yd ro  C ar b o n  [ p p m ]  BMEP [Bar] DI D 100 DI DE 2,5 DI DE 5 DI DE 7,5  DI DE 10 Gambar 9. Karakteristik tingkat kepekatan emisi gas buang terhadap beban (BMEP). 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sm o ke  [ %  In d ex  B o sc h ] BMEP [Bar] DI D 100 DI DE 2,5 DI DE 5 DI DE 7,5  DI DE 10 A. Nur et al. / Mechatronics, Electrical Power, and Vehicular Technology 03 (2012) 49-56 55 akan meningkatkan unjuk kerja motor diesel yang diukur dari peningkatan nilai IMEP mencapai 48% mereduksi tingkat kebutuhan bahan bakar rata-rata (BSFC) mencapai 9,5%. Dari sisi emisi gas buang, penggunaan etanol sebagai bahan bakar suplemen pada motor diesel konvensional secara signifikan akan menurunkan emisi CO rata-rata mencapai 37%, menurunkan emisi HC rata rata mencapai 44%, dan menurunkan tingkat kepekatan gas buang (smoke) rata rata mencapai 15,9%. B. Saran Berikut beberapa saran yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan etanol sebagai bahan bakar alternatif. 1. Etanol merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan bakar tambahan (suplemen) pada motor diesel injeksi langsung. 2. Perlu dilakukan penelitian komprehensif pemanfaatan etanol sebagai bahan bakar penambah pada solar karena meskipun etanol sudah memiliki spesifikasi fuel grade namun karena sifat etanol yang cenderung mengikat air pada udara maka akan mempengaruhi kualitas bahan bakar. 3. Perlu dilakukan uji ketahanan (durability) untuk melihat pengaruh penggunaan campuran solar-etanol pada motor diesel dalam jangka panjang karena sifat pelumasan (lubrication) etanol yang rendah. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami sampaikan kepada Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik-LIPI atas pembiayaan penelitian ini melalui proyek Kompetitif LIPI Tahun Anggaran 2011-2012, kepada Bapak Ahmad Dimyani dan Saudara Mulia Pratama yang telah mendukung terlaksananya penelitian ini. REFERENSI [1] I.K. Reksowardojo, T.H. Soerawidjaja, “Key Energy Technologies for a Sustainable Future,” The 1st International Workshop on Renewable and Energy Conservation (REEC 2009), Ho Chi Minh City, Vietnam, 2009. [2] Hsu. B.D, “Practical Diesel-Engine Combustion Analysis,” Society of Automotive Engineers, Inc, ISBN: 0-7680- 0914-6., 2002, pp. 1 - 10. [3] Y. Icingur, D. Altiparmak, “Experimental Analysis of the Effect of Fuel Injection Pressure and Cetane Number on Direct Injection Diesel Engine Emissions,” Turkish J. Eng. Env. Sci 27, ©TUBITAK, 2001, pp. 291 – 297. [4] Safgönül. B, “Reciprocating Engines- Volume 1,” ITÜ Makine Fakültesi, Istanbul, 1989. [5] Borat. O, Balci. M, Sürmen. A, “Internal Combustion Engines,” G.Ü. Teknik Eğitim Fakültesi Matbaasi, Cilt 1, Ankara, 1994. [6] Lei, J. Shen, L. Bi, Y. Chen, H., “A Novel Emulsifier for Ethanol–Diesel Blends and its Effect on Performance and Emissions of Diesel Engine,” Fuel, 93, 305-311, 2012. [7] Song. C, et al. “Carbonyl Compound Emissions from a Heavy-Duty Diesel Engine Fueled With Diesel Fuel and Ethanol–Diesel Blend,” Chemosphere 79: 1033-1039, 2010. [8] Z. Guo, Tianrui Li, J. Dong, R. Chen, Peijun Xue, X. Wei, "Combustion and Emission Characteristics of Blends of Diesel Fuels and Methanol-to-Diesel," Fuel, 90, 1305- 1308, 2011. [9] J. Huang, Y. Wang, Li. S, A.P. Roskilly, Yu. H, Li. H, "Experiment Investigation on the Performance And Emission of a Diesel Engine Fuelled with Ethanol-Diesel Blends," Applied Thermal Engineering, 29, 2484-2490, 2009. [10] Kass. M.D, Thomas. J.F, Storey. J.M, Domingo. N, Wade. J, Kenreck. G, “Emission from a 5.9 Liter Diesel Engine Fueled with Ethanol Diesel Blends,” SAE Technical Paper 2001-01-2018 (SP-1632), 2001. [11] Park S.H, Yun I.M, Lee C.S, "Influence of Ethanol Blends on the Combustion Performance and Exhaust Emission Characteristic of a Four-Cylinder Diesel Engine at Various Engine Loads and Injection Timings," Fuel, 90, 748-755, 2011. [12] Shen. L.Z, Yan.W.S, Bi. Y.H, Lei. J.L, "Performance comparison of Ethanol/Diesel Blends Mixed In Different Methods Of Diesel Engine," J Combust Sci Technol, 13: 389-392, 2007. [13] E.A. Ajav, Bachchan Sigh, T.K. Bhattacharya, "Experimental Study of Some Performance Parameter of a Constant Speed Stationary Diesel Engine Using Ethanol- Diesel Blends as Fuel," Biomass & Bioenergy, 14, 353-365, 1999. [14] D.C. Rakopoulos, C.D. Rakopoulos, R.G. Papagiannakis, D.C. Kyritsis, "Combustion Heat Release Analysis of Ethanol or n- Butanol Diesel Fuel Blends in Heavy Duty A. Nur et al. / Mechatronics, Electrical Power, and Vehicular Technology 03 (2012) 49-56 56 DI Diesel Engine,” Fuel, 90, 1855-1867, 2011. [15] Lapuerta M, Armas. O, Herreros Josě M, “Emission from a Diesel-Bio-ethanol Blend in a Automotive Diesel Engine,” Fuel 1, 25- 31, 2008. [16] Ubner. M, Muller-Langer. F, “Biofuels Today and Tomorrow: Effects of Fuel Composition on Exhaust Gas Emissions,” Accreditation and Quality Assurance 14, 685-691, 2009. [17] Ahmed. I, “Oxygenated Diesel: Emission and Performance Characteristic of Ethanol Diesel Blends in CI Engines,” SAE Tec Paper Ser. No. 2001-01-2475, 2001. [18] Zhu L, Cheung C.S, Zhang W.G, Huang Z, “Combustion, Performance and Emission Characteristics of a DI Diesel Engine Fueled with Ethanol-Biodiesel Blends,” Fuel 90, 1743-1750., Elsevier, 2011. [19] Lapuerta. M, Armas. O, R.G. Contreras, "Stability of Diesel-Ethanol Blends for use in Diesel Engines," Fuel, 86, 1351-1357, 2007. [20] I.K. Reksowardojo, Arifin Nur, W.B. Santoso, Y. Putrasari, “Statistical Analysis to Determine the Effect of Diesel-Ethanol Blending on Stationary IDI Diesel Engine Performance,” The 4th AUN/SEED-Net RC MeAe 2012, Proceeding ISBN 978-604-73- 0701-2, 2012. [21] Rakopoulos. D.C, Rakopoulos. C.D, Karakas. E.C, Giokoumis. E.G, “Effects of Ethanol–Diesel Fuel Blends on the Performance and Exhaust Emissions of Heavy Duty DI Diesel Engine,” Energy Conversion and Management 49, 3155-3162, 2008. [22] Challen, B.Baranescu , R. “Diesel Engine Reference Book,” 2nd Edition, Butterworth- Heinemann., ISBN: 0 7506 2176 1, 1999, pp. 1 – 89. [23] American Petroleum Institute (API), “Alcohol and Ethers,” Publication No.4261, 2nd edition, July 1988 [24] http://www.pertamina.com/index.php/ detail/read/minyak-solar, diakses 12 Juli 2012. [25] “Laporan Hasil Analisis,” No. Ref.0077- F/ULJAK/V/2011, Pusat Penelitian Kimia- LIPI, 2011. [26] “5. Alcohol and Cotton Oil as Alternative Fuels For Internal Combustion Engines,” www.fao.org/docrep/T4470E, diakses 04 Mei 2011.