Microsoft Word - Vol.01_No.2 Journal of Mechatronics, Electrical Power, and Vehicular Technology Vol. 01, �o 2, 2010 ISS� 2087-3379 43 PE�GURA�GA� SUBSIDI BBM DA� POLUSI UDARA MELALUI KEBIJAKA� PROGRAM KO�VERSI DARI BBM KE BBG U�TUK KE�DARAA� DI PROPI�SI JAWA BARAT Vita Susanti, Agus Hartanto, Ridwan A.S., Hendri M.S., Estiko R., A. Hapid Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik - LIPI Komp. LIPI Bandung, Jl Sangkuriang, Gd 20, Lt 2, Bandung, Jawa Barat 40135, Indonesia vitasusanti@gmail.com, ahartantots@yahoo.com, ridwanarief_rais@yahoo.com, hendri_maja@yahoo.co.id, estiko@hotmail.com, abdul.hapid@lipi.go.id Diterima: 26 Oktober 2010; Direvisi: 29 November 2010; Disetujui: 10 Desember 2010; Terbit online: 24 Desember 2010. Abstrak Populasi kendaraan di Indonesia yang berbahan bakar minyak (BBM) setiap tahunnya semakin meningkat sedangkan cadangan minyak sendiri semakin menipis dan harus impor. Hal ini menyebabkan subsidi BBM dan polusi udara juga akan meningkat. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan sebagai pengganti BBM untuk kendaraan. Salah satu bahan bakar alternatif tersebut adalah bahan bakar gas (BBG). Dilihat dari jumlah kendaraan dan infrastruktur jaringan pipa gas, daerah Jawa Barat bagian utara sangat berpotensi untuk dijadikan tempat dilaksanakannya program konversi BBM ke BBG pada kendaraan. Populasi kendaraan di wilayah tersebut meliputi Depok, Cibinong, Bogor, Bekasi, Cikarang, Karawang, Purwakarta, Cirebon, dan Bandung yang berjumlah 878.505 unit. Dari data tersebut dapat disimulasikan seberapa besar potensi keuntungan yang akan didapat dengan mengkonversi 10% dari jumlah kendaraan pada tahun pertama dan kenaikan pertahunnya sebesar 5%. Dengan dana investasi sebesar 3,16 triliyun rupiah maka akan didapat keuntungan sebesar 14,9 triliun rupiah berupa penghematan subsidi dan penghematan bahan bakar. Selain itu, pengurangan emisi yang dikonversi ke CDM (clean development mechanism) dapat menjadi pendapatan daerah dengan total CDM yang dihasilkan selama 5 tahun sebesar US$ 772.385. Dari hasil kajian ini dapat disimpulkan bahwa manfaat konversi BBM ke BBG pada kendaraan sangatlah besar. Kata Kunci : bahan bakar gas, kebijakan, konversi, polusi udara, subsidi. Abstract The number of vehicle that use oil (BBM) is increasing every year in Indonesia while national oil reserve become smaller, so that the oil should be imported. The impact of using oil are increasing subsidy and air pollution. Thus, it is now becoming important to replace oil with another enviromentally friendly energy, one of them is gas (BBG). Based on the number of vehicle and infrastructure in gas pipeline, part of northern West Java potentially can be chosen for the implementation of conversion program to gas (BBG). The number of vehicle in potential regions such as Depok, Cibinong, Bogor, Bekasi, Cikarang, Karawang, Purwakarta, Cirebon, and Bandung are around 875,505 units. From these data, we simulated the potential profit to be gained each year by converting 10% for the first year and increasing it to 5% for every year. By investing 3.16 trillion for conversion, 14.9 trillion can be achieved in the form of fuel subsidy savings. In addition, emission reduction converted to a CDM (clean development mechanism) can become local revenues. Total CDM generated during 5 years predicted is of U.S $ 772,385. From this study, it can be concluded that converting oil (BBM) to gas (BBG) is highly beneficial. Keyword: natural gas, policy, conversion, air pollution, subsidy. I. PE�DAHULUA� A. Latar Belakang Jumlah kendaraan di Indonesia dari tahun ke tahun makin meningkat. Untuk Propinsi Jawa Barat saja jumlah kendaraan per 30 Juni 2010 sebanyak 8,9 juta (kendaraan roda 2 dan roda 4) dan tentu saja emisi yang dihasilkan dari asap kendaraan bermotor tersebut sangatlah besar. Di sisi lain, Indonesia saat ini bukan lagi negara eksportir minyak. Indonesia sejak tahun 2005 mulai mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan minyak di dalam negeri sehingga pemerintah harus mengeluarkan dana untuk mensubsidi BBM tersebut. Pada tahun 2010 ini pemerintah harus mengalokasikan dana untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 57,4 triliyun, sehingga semakin banyak populasi kendaraan di Indonesia maka semakin besar juga subsidi yang harus dialokasikan oleh pemerintah. Pengurangan Subsidi BBM dan Polusi Udara Melalui Kebijakan Program Konversi dari BBM ke BBG untuk Kendaraan di Propinsi Jawa Barat (Vita S, Agus H, Ridwan AS, Hendri MS, Estiko R, A Hapid) pp. 43-52 44 Selain masalah sumber energi dan subsidi, muncul juga permasalahan pencemaran lingkungan dari hasil pembakaran BBM pada kendaraan, seperti gas CO2 (carbon dioksida), PM10 (particulate matter ≤ 10 µ), Pb (timbal), dan lain-lain. Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan negara-negara berkembang (Group of 77) berjanji akan mengurangi emisi sebesar 26% pada tahun 2020. Langkah yang diambil oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan jajarannya untuk mengurangi emisi tersebut adalah dengan penanaman pohon, pengujian emisi kendaraan bermotor dan pengolahan sampah. Namun demikian sebenarnya sumber emisi terbesar berasal dari asap kendaraan bermotor. Data dari Departemen Perhubungan menunjukkan bahwa polusi CO2 yang dihasilkan pada tahun 2003 dari sistem transportasi adalah sebesar 168 juta ton. Sejalan dengan bertambahnya kendaraan, maka pada tahun 2007 pencemaran CO2 juga bertambah menjadi sekitar 324 juta ton [1]. Perkembangan pencemaran lingkungan tersebut memberikan dampak yang tidak baik bagi kesehatan penduduk. Contohnya seperti yang terdapat di Kota Batam dimana dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh pencemaran polutan PM10 dan Pb adalah berupa kasus penderita mortalitas prematur, penyakit saluran pernafasan dengan rawat inap, kasus gawat darurat, terhambatnya hari aktivitas, bronkhitis pada anak-anak, kasus baru asma kronis, serangan asma, berkurangnya hari aktivitas karena gejala penyakit, kasus kardiovaskular, kehilangan IQ per anak, hipertensi, serangan jantung tidak fatal, dan mortalitas. Biaya kesehatan total yang meliputi ongkos pengobatan yang harus dikeluarkan akibat polutan PM10 dan Pb serta production loss yang ditimbulkan untuk seluruh Kota Batam mencapai nilai Rp 630,733 milyar (8% dari PDRB Kota Batam) [1]. Data lainya yaitu dari hasil penelitian Institut Teknologi Bandung yang dilakukan pada tahun 2005 bahwa 66% anak sekolah yang sekolahnya berada di pusat kota Bandung, darahnya mengandung polutan yang melebihi ambang batas [2]. Pembahasan tentang dampak dari polusi kendaraan bermotor tidak lepas dari populasi kendaraan bermotor tersebut yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Jawa Barat, jumlah kendaraan roda 4 (kendaraan umum, bukan umum dan dinas) di kabupaten/kota yang potensinya besar seperti Depok, Cibinong, Bogor, Bekasi, Cikarang, Karawang, Purwakarta, Cirebon dan Bandung adalah sebanyak 878.505 unit kendaraan. Dari populasi tersebut dapat dihitung emisi CO2 yang dihasilkan dengan asumsi jarak tempuh setiap kendaraan adalah 100 km/hari, jumlah hari dalam 1 tahun adalah 350 hari, dengan emisi CO2 sebesar 0,1667 kg/km [3], maka besarnya emisi CO2 yang dihasilkan selama 1 tahun adalah 5,16 juta ton. Dari latar belakang tersebut di atas kiranya dibutuhkan bahan bakar yang ramah lingkungan sebagai pengganti bahan bakar minyak pada kendaraan. Salah satu bahan bakar yang ramah lingkungan tersebut adalah bahan bakar gas (BBG). B. Tujuan Makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan informasi mengenai keuntungan yang akan diperoleh bila dilakukan program konversi BBM ke BBG pada kendaraan di Propinsi Jawa Barat. II. METODOLOGI Metodologi yang digunakan pada makalah ini adalah: 1. Survey data sekunder dari internet. Data-data yang didapat dari internet berupa standar-standar kits konverter yang sudah ada, teknologi kit konverter, perkembangan �atural Gas Vehicle (NGV) di luar negeri, dan peraturan- peraturan yang mendukung konversi dari BBM ke BBG untuk kendaraan. 2. Beraudiensi dengan instansi terkait. Melakukan audiensi dengan Dinas Perhubungan di Jawa Barat, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat, Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta, Perusahaan Gas Negara (PGN), dan lain lain. Tujuan dari audiensi ini adalah untuk mengetahui sudah sejauh mana pelaksanaan konversi dari BBM ke BBG untuk transportasi, kendala-kendala yang dihadapi, kebijakan dan peraturan apasaja yang dikeluarkan oleh instansi tersebut. 3. Analisis data. Menganalisis data-data tentang kebijakan yang sudah ada di instansi terkait tersebut dan merumuskan kebijakan sementara. Dari analisis data tersebut kemudian dihitung mengenai lokasi-lokasi di wilayah Jawa Barat yang potensial untuk dilaksanakannya program konversi dari BBM ke BBG. Lokasi yang dipilih adalah adalah bagian utara Jawa Barat karena, secara geografis, wilayah tersebut merupakan Journal of Mechatronics, Electrical Power, and Vehicular Technology Vol. 01, �o 2, 2010 ISS� 2087-3379 45 pendukung Ibu Kota Negara dan telah memiliki jaringan pipa gas serta populasi kendaraannya yang tinggi. III. KEBIJAKA� KO�VERSI DARI BBM KE BBG Pembuatan kebijakan konversi dilihat dari perkembangan yang telah terjadi dan manfaat yang akan diperoleh dengan program konversi ini. A. Perkembangan Konversi dari BBM ke BBG Dari data yang didapat, Departemen Perhubungan sudah mengkaji mengenai konversi dari BBM ke BBG pada kendaraan sejak tahun 1980 dan pada tahun 1988 di Jakarta sudah mulai dilakukan program percontohan untuk taksi “Blue Bird” dengan mengkonversi 500 unit armadanya menggunakan BBG sebagai pengganti BBM. Selain taksi “Blue Bird”, pada tahun 1990 PPD (Perusahaan Pengangkutan Djakarta) juga memiliki 40 unit armada bus menggunakan BBG tipe full dedicated dan 50 unit dengan sistem bi- fuel. Selanjutnya pada tahun 1997 pemerintah meluncurkan program “Langit Biru” untuk mendongkrak jumlah kendaraan yang menggunakan bahan bakar gas. Konversi dari BBM ke BBG tidak hanya dilaksanakan di Jakarta saja, tetapi juga di kota lainnya. Pada tahun 1997-1998, di kota Bandung juga pernah dilaksanakan uji coba konversi BBM ke BBG untuk transportasi. Pada saat itu uji coba BBG diterapkan pada angkutan kota rute “Margahayu-Ledeng” sebanyak 35 unit. Kit konverter yang digunakan berasal dari bantuan Australia. Selain mendapat bantuan dari Australia, dana APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) juga digunakan untuk pengadaan kit konverter yang dipasang pada kendaraan Dinas Pemerintah. Total kendaraan angkutan kota dan mobil dinas yang menggunakan BBG sebanyak 80 unit. Pada saat itu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) berada di jalan Katamso. Karena di Bandung tidak terdapat jaringan pipa gas maka untuk sistem supply gasnya menggunakan sistem container tank. Dalam kurun waktu dari tahun 1988-2000 populasi kendaraan berbahan bakar gas terus meningkat, tetapi sejak tahun 2001 jumlahnya mulai menurun dan pada tahun 2004 diperkirakan hanya ada 500 unit kendaraan yang menggunakan BBG. Untuk itu sejak tahun 2007, pemerintah mulai menggalakan lagi konversi BBM ke BBG pada kendaraan dengan memberikan bantuan kit konverter untuk taksi, angkutan kota dan bajaj di Jakarta. Di Surabaya juga mulai dikembangkan konversi BBM ke BBG untuk kendaraan, tetapi berbeda dengan kota-kota lainnya di Surabaya kit konverter yang digunakan bukan berasal dari bantuan pemerintah melainkan pihak swasta yang memberikan bantuan kredit kepada supir taksi. Hal ini dapat berjalan karena masyarakat di sana sudah mengerti manfaat yang akan didapat dengan mengkonversi kendaraannya. Sejak tahun 2007, pemerintah setiap tahun memberikan bantuan kit konverter untuk daerah-daerah yang sudah siap untuk melaksanakan program konversi BBM ke BBG pada kendaraan. Perkembangan jumlah peralatan konversi bahan bakar gas dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Jumlah peralatan konversi di Indonesia. �o. Tahun Kota Jumlah Konverter Kits 1. 1988 Jakarta 500 2. 1990 Jakarta 90 3. 1997 Bandung 80 4. 2007 Jakarta 1.755 5. 2007 Surabaya 500 6. 2008 Jakarta 840 7. 2009 Bogor 1.001 8. 2009 Palembang 666 9. 2010 Surabaya 500 B. Dampak Konversi dari BBM ke BBG Pemakaian bahan bakar gas pada kendaraan akan berdampak positif. Beberapa dampak tersebut dijelaskan seperti berikut. 1) Mengurangi pemakaian BBM Hal ini berarti mengurangi subsidi dan mengurangi impor minyak. Hal tersebut dapat dihitung dan diformulasikan seperti di bawah ini. �� = � ��� � ∗ �� ∗ � (1) � = � ��� � ∗ � ∗ � (2) �� = �� ∗ �� (3) � = � ∗ � (4) �� = �� ∗ �� (5) �� = �� − � (6) � = �� − � (7) Pengurangan Subsidi BBM dan Polusi Udara Melalui Kebijakan Program Konversi dari BBM ke BBG untuk Kendaraan di Propinsi Jawa Barat (Vita S, Agus H, Ridwan AS, Hendri MS, Estiko R, A Hapid) pp. 43-52 46 � = ��� − ����� ∗ �� (8) � = ��� + � � − � (9) Keterangan: B = keuntungan G1 = penggunaan BBM pertahun G2 = penggunaan BBG pertahun H1 = harga BBM H2 = harga BBG H3 = harga BBM non subsidi H4 = harga kit konverter I = investasi Jn = jumlah kendaraan roda 4 pada tahun ke-n J2 = jumlah hari dalam 1 tahun K1 = konsumsi BBM per hari K2 = konsumsi BBG per hari n = 1, …., 5 P1 = pengeluaran BBM P2 = pengeluaran BBG P3 = pengeluaran BBM non subsidi S1 = penghematan bahan bakar S2 = penghematan subsidi 2) Mengurangi pencemaran lingkungan Dengan menggunakan BBG maka emisi gas buang yang dihasilkan sangat kecil. Apabila semua kendaraan yang menggunakan BBM di daerah berpotensi di Jawa Barat tersebut menghasilkan emisi 5,16 juta ton CO2, maka emisi CO2 akan berkurang sebesar 1,8 juta ton bila semua kendaraan tersebut dikonversi ke BBG. Nilai emisi CO2 di atas, dapat dihitung dan diformulasikan sebagai berikut : �� = ��� ∗ � ��� � ∗ �� ∗ � (10) Keterangan : Em = emisi J3 = jarak tempuh perhari VEm = variabel emisi CO2, CO, NOx, HC, dan partikel yang digunakan sebagai variabel pengurang emisi. Dari perhitungan emisi bisa dikonversi ke CDM yang diformulasikan sebagai berikut: � ! = " ���###$ ∗ $ 10 (11) 3) Menambah peluang usaha Keberhasilan program ini berpotensi untuk meningkatkan peluang usaha dari industri hilir sampai ke industri hulu serta industri kit konverter itu sendiri, sehingga dapat meningkatkan lapangan kerja di berbagai sektor. 4) Bagi pengguna �GV (�atural Gas Vehicle) Dengan menggunakan BBG maka pengguna �GV dapat menghemat biaya operasional dan biaya perawatan karena harga BBG yang lebih murah dibandingkan dengan BBM. IV. HASIL DA� PEMBAHASA� Pembahasan makalah ini meliputi kendala yang dihadapi selama ini, daerah-daerah di Jawa Barat yang berpotensi dan keuntungan yang akan diperoleh. A. Kendala Program Konversi Hingga saat ini, pelaksanaan program konversi BBM ke BBG untuk kendaraan kurang berhasil dilihat dari jumlahnya yang kurang dari 5000 unit kendaraan berbahan bakar gas atau �GV. Hal ini disebabkan beberapa kendala seperti berikut. 1) Pasokan Gas Meskipun sumber gas di Indonesia masih sangat banyak, namun pada kenyataannya quota gas untuk transportasi tidak ada. Dari data yang ada, gas yang dialokasikan untuk dalam negeri telah habis digunakan oleh industri dan pembangkit listrik. Pembangkit listrikpun masih kekurangan pasokan gas. Apalagi gas untuk transportasi yang nota bene nilai kontraknya tidak menentu. Untuk itulah diperlukan adanya jaminan quota gas untuk transportasi oleh pemerintah. 2) Harga Gas Di Jakarta terdapat dua jenis harga gas untuk kendaraan dalam hal ini C�G (Compressed �atural Gas). Harga gas Pertamina Rp. 2.562/lsp atau liter setara premium sedangkan harga gas PGN (Perusahaan Gas Negara) adalah Rp. 3.600/lsp. Karena perbedaan harga ini, maka SPBG yang menjual gas lebih mahal kekurangan konsumen yang diakibatkan konsumennya beralih ke SPBG yang menjual gas lebih murah. Hal ini berakibat buruk karena terjadi antrian panjang dan SPBG harus beroperasi terus menerus, sehingga perawatannya terabaikan. 3) SPBG SPBG yang ada selama ini sangat sedikit, dimana Jakarta memiliki jumlah kendaraan berbahan bakar gas yang tidak sebanding dengan pertumbuhan pembangunan SPBG, sehingga terjadi antrian yang cukup panjang pada saat pengisian BBG. Hal ini mengakibatkan banyak kendaraan yang tadinya menggunakan BBG jadi beralih kembali menggunakan BBM karena enggan mengantri. Journal of Mechatronics, Electrical Power, and Vehicular Technology Vol. 01, �o 2, 2010 ISS� 2087-3379 47 4) Kit Konverter Kit konverter yang digunakan di Indonesia saat ini berasal dari berbagai negara, seperti Argentina, Cina dan India. Spare part atau suku cadang untuk peralatan konversi tersebut tidak tersedia di Indonesia. Jika ingin membelinya harus dalam jumlah besar dan waktu yang diperlukan untuk pengiriman juga lama. Akibatnya kendaraan yang mengalami kerusakan sangat sulit diperbaiki karena sulitnya pengadaan spare part dan pada akhirnya kendaraan tersebut kembali lagi menggunakan BBM. 5) Standar Di Indonesia standar yang digunakan untuk peralatan konversi bahan bakar gas (C�G) pada kendaraan adalah SNI 7407 : 2009 [4]. Standar ini mengacu pada beberapa standar dari luar negeri seperti AS/NZ 2739 : 2009 [5], ISO 15500 : 2001 [6], dan sebagainya. Namun butir- butir yang diacu pada SNI tidak selengkap yang ada pada standar-standar tersebut, sehingga SNI masih belum dapat dijadikan sebagai patokan. Contohnya adalah pada SNI ada bagian yang membahas mengenai instalasi, tetapi pada kenyataannya di lapangan para installer merakit peralatan konversi tersebut mengikuti panduan dari vendornya masing-masing tergantung merek peralatan konversinya. Sehingga tata letak peralatan konversi pada kendaraan satu dengan yang lainnya berbeda-beda tergantung dari vendor dan luasnya ruang yang ada pada kendaraan. 6) Pengujian Selama ini di Indonesia tidak ada suatu lembaga atau badan yang menguji peralatan konversi, yang ada hanya pengujian pada tabung yang dilakukan oleh Departemen Tenaga Kerja. Sebelum digunakan pada kendaraan, peralatan konversi yang diimpor harus diuji terlebih dahulu. Sehingga dapat diketahui kelayakan penggunaan peralatan tersebut. 7) Monitoring Evaluasi Sejak dicetuskannya program konversi BBM ke BBG pada kendaraan pada tahun 1988 hingga saat ini belum dilakukan monitoring dan evaluasi pada kendaraan yang menggunakan BBG, sehingga mengalami kesulitan untuk mendapatkan data populasi kendaraan. 8) CDM Salah satu manfaat dari konversi BBM ke BBG pada kendaraan adalah pengurangan emisi. Pengurangan emisi yang diperoleh dapat di konversi ke CDM (clean development mechanism), sehingga 1 ton CO2 yang dikurangi dapat menghasilkan $10. Pengurangan emisi CO2 ini dijual dalam bentuk Certified Emission Reduction (CER) ke negara-negara maju yang paling banyak menghasilkan emisi CO2. B. Daerah Potensial Program Konversi Pulau Jawa bagian utara dari Cilegon sampai Surabaya sudah memiliki jaringan pipa gas yang saling terhubung. Jaringan pipa gas tersebut dapat dilihat seperti pada Gambar 1 di bawah ini. Gambar 1. Jaringan pipa gas di Jawa Barat [7]. Pengurangan Subsidi BBM dan Polusi Udara Melalui Kebijakan Program Konversi dari BBM ke BBG untuk Kendaraan di Propinsi Jawa Barat (Vita S, Agus H, Ridwan AS, Hendri MS, Estiko R, A Hapid) pp. 43-52 48 Jawa Barat telah memiliki jaringan pipa gas dari Bekasi sampai Cirebon, sehingga untuk wilayah tersebut sangat berpotensi untuk dilaksanakannya program konversi BBM ke BBG ini. Tabel 2 menunjukkan jumlah kendaraan di kabupaten/kota di Jawa Barat yang paling berpotensi untuk dilaksanakannya program ini. Tabel 2. Jumlah kendaraan. Kabupaten dan Kota Roda 4 Umum Bukan Umum Dinas Depok 15.594 55.056 835 Cibinong 12.120 56.510 1.028 Bogor 6.038 51.623 736 Bekasi 16.973 155.637 1.253 Cikarang 7.107 73.082 656 Karawang 4.354 26.102 776 Purwakarta 2.312 8.869 365 Cirebon 5.144 27.701 445 Bandung 12.577 332.196 3.417 Total 82.219 786.776 9.511 Tabel 2 adalah data kendaraan bermotor roda 4 per 30 Juni 2010 dari Dinas Pendapatan Daerah Jawa Barat di beberapa kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat. Tabel tersebut menunjukkan total kendaraan roda 4 yang mencakup kendaraan umum, kendaraan bukan umum, dan kendaraan dinas mencapai angka sebesar 878.505 unit kendaraan. Dari Tabel 2 juga dapat dilihat bahwa dari segi jumlah kendaraan roda 4, kabupaten/kota Bandung, Bekasi, Depok dan Cibinong sangat berpotensi untuk melaksanakan konversi BBM ke BBG. Selain itu di kabupaten/kota tersebut juga sudah mempunyai jaringan pipa gas, kecuali Bandung. Dari data pada Tabel 2, dapat disimulasikan perhitungan potensi untuk daerah-daerah tersebut. Dengan asumsi pada tahun pertama sebesar 10% dari jumlah kendaraan yang dikonversi dan kemudian kenaikan konversi pertahunnya sebesar 5%, sehingga pada tahun 2015 kendaraan berbahan bakar gas atau �atural Gas Vehicle (�GV) akan mencapai 263.554 seperti yang terdapat pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Kenaikan konversi per tahun. Kabupaten dan Kota 2011 2012 2013 2014 2015 Depok 7.149 10.722 14.297 17.872 21.446 Cibinong 6.966 10.449 13.932 17.415 20.897 Bogor 5.840 8.759 11.680 14.600 17.519 Bekasi 17.386 26.080 34.772 43.465 52.159 Cikarang 8.085 12.126 16.168 20.212 24.254 Karawang 3.123 4.684 6.246 7.809 9.370 Purwakarta 1.155 1.732 2.309 2.886 3.465 Cirebon 3.329 4.994 6.658 8.322 9.987 Bandung 34.820 52.229 69.637 87.047 104.457 Total 87.853 131.775 175.699 219.628 263.554 Dari Tabel 3 di atas, dapat dilihat bahwa total kenaikan �atural Gas Vehicle selama lima tahun sebesar 30% dari total jumlah kendaraan roda 4 pada tahun 2010. Selanjutnya dari Tabel 3 dapat disimulasikan banyaknya Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas yang diperlukan di setiap kabupaten/kota. Jumlah tersebut adalah jumlah minimum yang diharapakan dapat melayani semua �GV yang ada di sana. Dengan asumsi satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas dapat melayani 750 NGV, maka jumlah pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas di tiap kabupaten dan kota dari tahun 2011 sampai tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Jumlah SPBG. Kabupaten dan Kota 2011 2012 2013 2014 2015 Depok 10 14 19 24 29 Cibinong 9 14 19 23 28 Bogor 8 12 16 19 23 Bekasi 23 35 46 58 70 Cikarang 11 15 22 27 32 Karawang 4 6 8 10 12 Purwakarta 2 2 3 4 5 Cirebon 4 7 9 11 13 Bandung 46 70 93 116 139 Total 117 175 235 292 351 Journal of Mechatronics, Electrical Power, and Vehicular Technology Vol. 01, �o 2, 2010 ISS� 2087-3379 49 Tabel 4 menunjukkan bahwa daerah Bandung memerlukan 46 SPBG pada tahun pertama, dan pada tahun ke-2 diperlukan 70 SPBG. Tiap tahun kebutuhan SPBG makin meningkat sampai pada tahun ke-5 diperlukan 139 SPBG. Secara keseluruhan minimal diperlukan 351 SPBG di Jawa Barat untuk memenuhi kebutuhan suplai gas bagi �atural Gas Vehicle. Hal ini terjadi apabila konversi setiap tahunnya berjalan dengan lancar. Kebutuhan gas selama 5 tahun di kabupaten/kota tersebut dapat disimulasikan dengan menggunakan asumsi bahwa penggunaan gas adalah 10 lsp (liter setara premium) per hari, maka besarnya kebutuhan gas di tiap kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Kebutuhan gas. Kabupaten dan Kota Volume Gas (lsp) Depok 250.201.000 Cibinong 243.806.500 Bogor 204.393.000 Bekasi 608.517.000 Cikarang 282.957.500 Karawang 109.312.000 Purwakarta 40.414.500 Cirebon 116.515.000 Bandung 1.218.665.000 Total Selama 5 Tahun 3.074.781.500 Berdasarkan Tabel 5, pemerintah harus memenuhi kebutuhan minimal gas selama 5 tahun sebesar 3,1 milyar lsp. Perhitungan ini dengan asumsi minimal penggunaan gas tiap kendaraan per harinya adalah 10 lsp. C. Proyeksi Keuntungan Program Konversi Berdasarkan jumlah kendaraan berbahan bakar gas seperti yang terdapat pada Tabel 3, dapat disimulasikan nilai potensi keuntungan yang akan didapat dengan asumsi harga BBG Rp. 2.562 dan harga BBM bersubsidi Rp. 4.500 sedangkan harga BBM non subsidi Rp. 6.500 serta harga kit konverter Rp. 12.000.000,- per set. Sebagai contoh kabupaten/kota yang sangat berpotensi salah satunya adalah Bandung. Untuk menghitung pengeluaran BBM, BBG, dan sebagainya terlebih dahulu dilakukan perhitungan penggunaan BBM dan BBG per tahun dengan menggunakan Persamaan (1) pada tahun pertama (2011) yaitu dengan persamaan �� = � ��� � ∗ �� ∗ � maka didapat penggunaan BBM sebesar 121.870.000 liter, dan dengan menggunakan persamaan (2) � = � ��� � ∗ � ∗ � maka didapat besarnya penggunaan BBG sebesar 121.870.000 liter. Dengan menggunakan persamaan yang sama dapat dihitung penggunaan BBM dan BBG pada tahun ke-2 sampai ke-5. Total penggunaan BBM dan BBG selama 4 tahun sebesar 1.096.795.000 liter. Untuk menghitung pengeluaran BBM, BBG, BBM non subsidi dan sebagainya dengan menggunakan Persamaan (3) sampai (9) di atas maka pada tahun pertama (2011) untuk menghitung pengeluaran BBM yaitu dengan persamaan �� = �� ∗ �� maka hasil yang di dapat untuk pengeluaran BBM adalah Rp. 548.415.000.000. Untuk menghitung pengeluaran BBG yaitu dengan persamaan P2 = G2 * H2 maka hasilnya sebesar Rp. 312.230.940.000. Dengan menggunakan Persamaan (5) yaitu P3 = G1 * H3 maka hasil yang didapat untuk pengeluaran BBM non subsidi sebesar Rp. 792.155.000.000. Dihitung penghematan bahan bakar dengan menggunakan Persamaan (6) yaitu S1 = P1 – P2 maka hasil sebesar Rp. 236.184.060.000. Dengan menggunakan Persamaan (7) yaitu S2 = P3 – P2 maka hasil yang didapat untuk penghematan subsidi sebesar Rp. 479.924.060.000. Investasi yang dikeluarkan pada tahun pertama dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (8) yaitu �= ��� − ����� ∗ �� maka besarnya investasi adalah Rp. 417.840.000.000. Nilai keuntungan yang di dapat menggunakan Persamaan (9) yaitu B = (S1+S2) – I maka besarnya keuntungan adalah Rp. 298.268.120.000. Untuk tahun ke-2 sampai ke-5 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang sama, sehingga total selama 4 tahun untuk pengeluaran BBM sebesar Rp. 935.577.500.000, pengeluaran BBG sebesar Rp. 2.809.988.790.000, pengeluaran BBM non subsidi sebesar Rp. 7.129.167.500.000, penghematan biaya bahan bakar sebesar Rp. 2.125.588.710.000, penghematan subsidi sebesar Rp. 4.319.178.710.000, investasi sebesar Rp. 835.644.000.000, dan keuntungan yang didapat sebesar Rp. 5.609.123.420.000. Jadi selama 5 tahun dengan investasi sebesar 1,2 triliyun rupiah akan mendapatkan keuntungan sebesar 5.9 triliyun rupiah. Keuntungan yang didapat berupa penghematan subsidi dan penghematan bahan bakar. Untuk kabupaten/kota yang lainnya perhitungannya sama seperti Bandung dan selama 5 tahun mendapatkan keuntungan seperti yang tertera pada Tabel 6 di bawah ini. Pengurangan Subsidi BBM dan Polusi Udara Melalui Kebijakan Program Konversi dari BBM ke BBG untuk Kendaraan di Propinsi Jawa Barat (Vita S, Agus H, Ridwan AS, Hendri MS, Estiko R, A Hapid) pp. 43-52 50 Tabel 6. Perhitungan keuntungan yang diperoleh. Kabupaten dan Kota Total Investasi (Rp) Total Penghematan Bahan Bakar (Rp) Total Penghematan Subsidi (Rp) Total Keuntungan (Rp) Depok 257.35.000.000 484.889.538.000 985.291.538.000 1.212.829.076.000 Cibinong 250.764.000.000 472.496.997.000 960.109.997.000 1.181.842.994.000 Bogor 210.228.000.000 396.113.634.000 804.899.634.000 990.785.268.000 Bekasi 625.908.000.000 1.179.305.946.000 2.396.339.946.000 2.949.737.892.000 Cikarang 291.048.000.000 548.371.635.000 1.114.286.635.000 1.371.610.270.000 Karawang 112.440.000.000 211.846.656.000 430.470.656.000 529.877.312.000 Purwakarta 41.580.000.000 78.323.301.000 159.152.301.000 195.895.602.000 Cirebon 119.844.000.000 225.806.070.000 458.836.070.000 564.798.140.000 Bandung 1.253.484.000.000 2.361.772.770.000 4.799.102.770.000 5.907.391.540.000 Selain keuntungan dari segi penghematan subsidi, penghematan bahan bakar dan penghematan biaya operasional, manfaat lain dari konversi dari BBM ke BBG adalah pengurangan emisi. Dari data pada Tabel 3 dapat disimulasikan besarnya pengurangan emisi gas buang kendaraan selama 5 tahun dengan asumsi pengurangan emisi berdasarkan data success story dari Pakistan yaitu pengurangan emisi CO2 = 0,0001 kg/km, CO = 0,00216 kg/km, NOx = 0,00171 kg/km, HC = 0,000252 kg/km, dan Partikel = 0,002142 kg/km. Serta asumsi jarak tempuh 100 km/hari dan jumlah hari dalam 1 tahun adalah 350 hari. Sebagai contoh, perhitungan emisi pada kabupaten/kota Bandung, dengan menggunakan Persamaan (10) dapat dihitung emisi pada tahun pertama (2011) untuk emisi CO2 yaitu dengan persamaan ����( � = ����)*+� ∗ � �� � � ∗ �� ∗ � maka pengurangan CO2 sebesar 121.870 kg. Sementara untuk emisi CO yaitu dengan persamaan ����(� = ����)*� ∗ � ��� � ∗ �� ∗ � maka diperoleh nilai pengurangan emisi CO sebesar 2.632.392 kg. Untuk emisi NOx menggunakan persamaan ���,(-� = ����.*/� ∗ � ��� � ∗ �� ∗ � maka pengurangan emisi NOx sebesar 2.083.977 kg. Perhitungan emisi HC menggunakan persamaan ������ = ����0)� ∗ � ��� � ∗ �� ∗ � maka besarnya pengurangan emisi HC adalah 307.112 kg. Dan untuk emisi partikel dengan persamaan ���12345678� = ����9:;< =>?� ∗ � ��� � ∗ �� ∗ � maka besarnya pengurangan emisi partikel adalah 2.610.455 kg. Dengan menggunakan persamaan yang sama dapat dihitung pengurangan emisi pada tahun ke-2 sampai tahun ke-5. Jadi total pengurangan emisi di Bandung dari tahun 2012 sampai tahun 2015 mempunyai rincian sebagai berikut; untuk emisi CO2 sebesar 1.096.795 kg, emisi CO sebesar 23.690.772 kg, emisi �Ox sebesar 18.755.195 kg, emisi HC sebesar 2.763.923 kg, dan emisi Partikel sebesar 23.493.349 kg. Selanjutnya perhitungan pengurangan emisi untuk kabupaten/kota yang lain menggunakan cara yang serupa seperti perhitungan di atas. Total pengurangan emisi selama 5 tahun untuk setiap kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7. Pengurangan emisi (kg) selama 5 tahun. Kabupaten dan Kota CO2 CO �Ox HC Partikel Depok 250.201 5.404.342 4.278.437 630.507 5.359.305 Cibinong 243.807 5.266.220 4.169.091 614.392 5.222.335 Bogor 204.393 4.414.889 3.495.120 515.070 4.378.098 Bekasi 608.517 13.143.967 10.405.641 1.533.463 13.034.434 Cikarang 282.958 6.111.882 4.838.573 713.053 6.060.950 Karawang 109.312 2.361.139 1.869.235 275.466 2.341.463 Purwakarta 40.415 872.953 691.088 101.845 865.679 Cirebon 116.515 2.516.724 1.992.407 293.618 2.495.751 Bandung 1.218.665 26.323.164 20.839.172 3.071.036 26.103.804 Total 3.074.783 66.415.280 52.578.764 7.748.450 65.861.819 Journal of Mechatronics, Electrical Power, and Vehicular Technology Vol. 01, �o 2, 2010 ISS� 2087-3379 51 Dari data pada Tabel 7 dapat dihitung besarnya CDM yang dihasilkan yaitu dengan pengurangan emisi 1 ton CO2 akan menghasilkan $10. Perhitungan CDM ini sesuai menggunakan Persamaan (11) di atas. Sebagai contoh kabupaten/kota Bandung, pada tahun pertama (2011) CDM untuk CO2 dengan persamaan CDM (CO2) = (Em(CO2)/1000) * $ 10 menghasilkan $ 1.219. Untuk CO menggunakan persamaan CDM (CO) = (Em(CO)/1000) * $ 10 menghasilkan $ 1.219 dan untuk HC menggunakan persamaan CDM (HC) = (Em(HC)/1000) * $ 10 menghasilkan $ 3.071. Sedangkan perhitungan CDM di Bandung untuk tahun ke-2 sampai tahun ke-5 menggunakan perhitungan yang serupa seperti perhitungan di atas, sehingga total CDM selama 4 tahun yaitu untuk CDM (CO2) sebesar $10.968, CDM (CO) sebesar $236.908, dan CDM (HC) sebesar $27.639. Perhitungan CDM di kabupaten/kota lainnya tertera pada Tabel 8 di bawah ini. Tabel 8. Perhitungan CDM . Kabupaten dan Kota 2011 2012 2013 2014 2015 Depok $ 6.285,40 $ 9.426,78 $ 12.569,92 $ 15.713,06 $ 18.855,32 Cibinong $ 6.124,51 $ 9.186,76 $ 12.249,01 $ 15.311,27 $ 18.372,64 Bogor $ 5.134,53 $ 7.700,91 $ 10.269,06 $ 12.836,32 $ 15.402,70 Bekasi $ 15.285,77 $ 22.929,54 $ 30.571,54 $ 38.214,43 $ 45.858,19 Cikarang $ 7.108,33 $ 10.661,18 $ 14.214,91 $ 17.770,39 $ 21.324,12 Karawang $ 2.745,74 $ 4.118,17 $ 5.491,48 $ 6.865,67 $ 8.238,10 Purwakarta $ 1.015,48 $ 1.522,77 $ 2.030,07 $ 2.537,37 $ 3.046,43 Cirebon $ 2.926.86 $ 4.390,72 $ 5.853,71 $ 7.316,70 $ 8.780,57 Bandung $ 30.613,74 $ 45.919,74 $ 61.224,85 $ 76.531,72 $ 91.838,59 Total $ 77.240,36 $ 115.856,57 $ 154.474,55 $ 193.096,93 $ 231.716,66 Perhitungan CDM dari Tabel 8 berdasarkan hasil perhitungan CO2, CO dan HC yang dikonversi ke CDM. Total keseluruhan CDM yang dihasilkan selama 5 tahun sebesar US$ 772.385. CDM ini dapat dijual dalam bentuk CER ke negara-negara dunia ketiga yang mempunyai tingkat polusi udara yang tinggi seperti Pakistan Iran, atau India. Selain itu, CER dapat dijual ke negara-negara industri maju seperti Amerika, Kanada, atau China. V. KESIMPULA� DA� SARA� Dari hasil analisa dan perhitungan yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Konversi dari BBM ke BBG pada kendaraan mempunyai banyak manfaat. Salah satunya yaitu pengurangan penggunaan BBM yang berarti pengurangan import minyak. Hal ini dapat membantu pemerintah dalam mengurangi subsidi BBM. Selain itu, program konversi ini mengurangi emisi gas buang pada kendaraan bermotor. 2. Kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat yang paling berpotensi berdasarkan banyaknya jumlah kendaraan dan telah adanya jaringan pipa gas adalah Depok, Cibinong, Bogor, dan Bekasi. Sementara Bandung sangat berpotensi karena banyaknya jumlah kendaraan meskipun belum ada jaringan pipa gasnya. 3. Jumlah kendaraan roda 4 di kabupaten/kota yang berpotensi tersebut sebanyak 878.505 unit dan pada tahun pertama kendaraan tersebut dikonversi ke BBG sebanyak 10% dan kenaikan setiap tahunnya sebesar 5%. Total kendaraan yang dikonversi selama lima tahun sebanyak 263.554 unit. 4. Dengan banyaknya populasi kendaraan yang dikonversi tersebut, maka SPBG yang harus disediakan selama 5 tahun adalah sebanyak 351 SPBG. Total tersebut didapat berdasarkan perhitungan 1 SPBG yang dapat melayani 750 kendaraan. 5. Dengan investasi sebesar 3,16 triliyun rupiah dapat diperoleh keuntungan sebesar 14,9 triliun rupiah yang berupa penghematan subsidi dan penghematan bahan bakar. 6. Melalui pengurangan emisi CO2, CO dan HC selama 5 tahun sebesar 3.074,8 ton akan menghasilkan Clean Development Mechanism (CDM) sebesar US$ 772.385. 7. Bila program konversi ini berjalan sesuai rencana maka industri peralatan konversi di dalam negeri juga akan berkembang pesat, dan secara otomatis jumlah lapangan kerja juga akan meningkat pula. Pengurangan Subsidi BBM dan Polusi Udara Melalui Kebijakan Program Konversi dari BBM ke BBG untuk Kendaraan di Propinsi Jawa Barat (Vita S, Agus H, Ridwan AS, Hendri MS, Estiko R, A Hapid) pp. 43-52 52 DAFTAR PUSTAKA [1] Kantor Menko Perekonomian, “Kajian Pembiayaan Investasi Transportasi Perkotaan dengan Skema Debt-For-Nature Swap”, 2004. [2] Subdit Pemantauan Pencemaran. (2009). Uji b dalam Darah Anak-anak Sekolah Dasar di Bandung pada Tahun 2008. [Online]. Available: http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/bid ang-pengendalian/subid-pemantauan- pencemaran/247-uji-pb-dalam-darah-anak- anak-sekolah-dasar-di-bandung-pada- tahun-2008, diakses 8 Juli 2010. [3] Norris, J. et al, “Light Goods Vehicle - CO2 Emission Study: Task Report For Task 5 - Assesment of The Potential For CO2 Emissions Reduction”, The Department for Transport Harwell Didcot. 2009. [4] Standar Nasional Indonesia. (2009) Peralatan Konversi Bahan Bakar Gas Bumi Bertekanan (Compressed �atural Gas/C�G) Pada Kendaraan Bermotor. [Online]. Available: http://websisni.bsn.go.id/index.php/sni_ma in/sni/cari_simple/18/, diakses 17 Maret 2010. [5] Australian New Zealand Standard, “Natural Gas (NG) Fuel System for Vehicle Engines”, Fifth Edition ed. Sydney: Standard Australia and Standard New Zealand, 2009. [6] International Standard. (2008, February) NGV Shop Forums. [Online]. Available: http://NGVshop.com/board/index.php?boa rd=6.0, diakses 19 Maret 2010. [7] Kementrian ESDM, BPmigas. [Online]. Available: www.bpmigas.com, diakses 20 Agustus 2010.