Microsoft Word - 02_Budiman Notoatmojo_Optimasi.doc


Journal The WINNERS, Vol. 2 No. 1, Maret 2001: 12-17 12

OPTIMASI  PENGEMBANGAN EMBUNG DI INDONESIA 
 
 

Budiman Notoatmojo1; Rudi Rivai2 
 
 
 

ABSTRACT 
 
 

Article performs the optimation  of embung utilization  in Indonesia, especially in NTT 
province. It is a descriptive using farmer as respondents who use embung as source of drinking 
water, irrigation, drinking water and field irrigation, as well as drinking water and farm 
irrigation. It is concluded that embung is a source of developing horticulture in the urban areas. 
 
Keywords : embung, embung optimation 
 
 

ABSTRAK 
 
 

Artikel menjelaskan optimasi pengembangan embung di Indonesia, khususnya di provinsi 
Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini menggunakan petani sebagai responden yang menggunakan 
embung sebagai sumber air minum, irigasi, air minum dan irigasi. Disimpulkan bahwa embung 
adalah sumber pengembangan holtikultura di daerah urban.  
 
Kata Kunci: embung, optimasi embung 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
                                                 
1  Peneliti Senior Balitbang Deptan RI & Staf Pengajar Fakultas Ekonomi, UBiNus, Jakarta  
2  Sarjana Ekonomi, Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, UBiNus, Jakarta  



Optimasi Pengembangan Embung di Indonesia (Budiman Notoatmojo; Rudi Rivai) 13

PENDAHULUAN 
 
 

NTT merupakan bumi Indonesia bagian timur yang menganggap air sebagai sumber 
kehidupan bagi bumi yang gersang dan rakyat yang miskin di bumi nusantara. Sebagai propinsi 
kepulauan (566 pulau dengan hunian hanya pada 42 pulau) setelah Maluku, NTT dihadapkan pada 
kenyataan resource endowment yang kurang subur, sempit, berbatu, dan beriklim kering. Oleh 
karena itu, air sebagai anugerah Tuhan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi bagi masyarakat 
NTT sehingga pemerintah pusat sejak tahun 1990 mulai mengembangkan usaha embung di daerah 
NTT untuk pengadaan air minum dan irigasi  (Istiqal, 1999). Sebetulnya, sistem perembungan 
untuk NTT, mulai dikembangkan pemerintah daerah pada tahun 1980 bekerja sama dengan oleh 
pemerintah Australia untuk proyek pengembangan peternakan. Embung diusahakan sebagai 
sumber air minum  ternak, pemerintah. Bahkan di daerah NTB, embung sudah dikembangkan 
sejak lama sekali. Oleh karena itu, sangat aneh sekali kalau embung dikembangkan  di NTT 
sehingga kombinasi penggunaan air tanah sebagai sumber air embung merupakan alternatif yang 
cukup baik. Lokasi embung dapat  terletak di daerah yang cukup tinggi  untuk sumber air minum 
dan irigasi. Potensi tersebut ternyata cukup besar di NTT sehingga masalah kesinambungan dan 
biaya O&P yang rendah serta keuntungan maksimal dapat dilaksanakan dengan baik. 
 

Masalah yang dihadapi di NTT di daerah perkotaan adalah air minum, irigasi, dan 
produksi sayuran. Oleh karena itu, salah satu tujuan utama proyek PTSL dan SPL adalah 
membangun, merehabilitasi, dan mengembangkan embung. Tujuan artikel adalah meneliti sampai 
berapa jauh pengembangan embung dapat meningkatkan pendapatan, kesejahteraan petani, 
kecukupan kehudupan air minum dan irigasi untuk tanaman pangan dan hortikultura serata 
berkelanjutan dan mandiri. 
 
Metodologi Penelitian 
 

Pembangunan berkelanjutan menurut Golubev (1993) adalah sistem pembangunan yang 
merangkum usaha pencernaan, penyusunan kebijakan, dan implementasi tindakan untuk 
memperoleh kehidupan yang lebih baik pada saat sekarang maupun bagi generasi akan datang. 
Dengan dasar  pendekatan tersebut, pengembangan embung harus dapat bermanfaat bagi 
penggunanya secara lestari berkesinambungan dan berkelanjutan. Oleh karena itu, akan ada 3 
indikator utama yang dilihat ialah dari sisi teknis, sisi ekonomi, dan sisi sosial. (Arief et al.,1999). 
 
Metode Analisis 
 

Studi dilakukan dengan metode deskriptif daerah penelitian yang dipilih adalah lokasi 
proyek PTSL Dit Jen Pengairan di daerah Timor, NTT. Sejumlah  embung telah beroperasi pada 
lahan yang kering. Terdapat  empat  macam embung ialah embung yang dipakai  hanya untuk air  
minum, embung yang dipakai untuk air minum, dan irigasi lahan. Selain itu, pemilihan sampel 
petani atau kepala keluarga (152 responden) didasarkan pada  variasi kondisi yang ada seperti, 
sifat fisik dan lingkungan, pola usaha tani, jarak lokasi embung dengan lokasi perumahan, macam 
embung, dan lama operasi. Akhirnya telah terpilih 8 buah embung yang terletak di 8 kecamatan. 
Embung dan respondennya sebagai berikut. 
 
1. Embung untuk air minum: Waelamas (16) dan Kolhua (15) 
2. Embung untuk irigasi lahan: Timor Tua (18), Ambei Leo (14) 



Journal The WINNERS, Vol. 2 No. 1, Maret 2001: 12-17 14

3. Embung untuk air minum dan irigasi pekarangan: Padangsui (18), Bhone(17) 
4. Embung untuk air minum dan irigasi lahan: Oesao Tiol (18), Napi (20) 
 

Petani atau kepala keluarga responden dipilih secara acak dari populasi responden yang 
memanfaatkan air embung. Selain data primer yang diambil melalui wawancara, data sekunder 
yang dikumpulkan melalui kunjungan dan diskusi dengan para pejabat dari dinas pertanian, 
pengairan, pemda, dan sebagainya. 
 
 

PEMBAHASAN 
 
 

Dari hasil analisis data dan informasi selama studi, diperoleh  rincian hasil penelitian 
yang terbagi atas berikut ini. 
 
Analisis Sosial 
 

Dari analisis data primer  dan sekunder terlihat, O&P merupakan kata kunci dalam 
menangani masalah  sustainability embung. Sedangkan, masalah O&P sangat berhubungan dengan 
masalah water management dan hal tersebut sangat menentukan dalan masalah water scarcity 
(Sexton, R.1990). Oleh karena itu, studi ini akan menguraikan hubungannya dengan masalah 
perencanaan, pelaksanaannya, pembiayaan, dan institusinya. Hasil studi menunjukkan hal berikut. 
 
 

            MACAM  
          EMBUNG 
 
Indikator 
Sosial 

Embung Air 
Minum 

 

Embung 
irigasi 

Embung Air 
Minum & irigasi 

pekarangan 

Embung Air 
minum & irigasi 

lahan 

PEREMCANAAN 
 

Pusat , tidak 
ada partisipasi 
dari 
beneficiaries 

Pengairan, tak 
ada partisipasi 
petani 

Pengairan & tak 
ada partisipasi 
penduduk   

Pengairan & tak 
ada partisipasi 
petani  

DESIGN Idem Idem Idem Idem 
PELAKSANAAN Idem Idem Idem Idem 
Water  Managemen Diserahkan ke 

kepala 
Diserahkan ke 
kelompok 

Diserahkan ke 
ketua RT 

Diserahkan ke 
kelompok tani 

 
 

Tanggapan dan saran stakeholder dan beneficeries lainnya dari hasil survei menunjukkan 
hal berikut. 
 
 
 



Optimasi Pengembangan Embung di Indonesia (Budiman Notoatmojo; Rudi Rivai) 15

            MACAM  
          EMBUNG 
 
Indikaotor 
O&P 

Embung Air 
Minum 

 

Embung 
Irigasi 

Embung Air 
Minum & Irigasi 

pekarangan 

Embung Air Minum 
& Irigasi lahan 

PERENCANAAN 
 

Partisipasi, 
bottom–up. Kiss 
horizontal & 
vertikal 

Paritisipasi, 
bottom- up. Kiss 
horizontal & 
vertikal 

Partisipasi, 
bottom- up. Kiss 
horizontal & 
vertikal 

Partisipasi, bottom- 
up. Kiss horizontal & 
vertikal 

DESIGN Partisipasi layout Partisipasi layout Partisipasi layout Partisipasi      layout 
PELAKSANAAN Partisipasi 

tenaga, 
pengawasan 

Partisipasi layout  
pengawasan 

Partisipasi layout  
pengawasan 

Partisipasi layout  
pengawasan 

Water  Managemen Manajemen oleh 
RT & kampung 

Manajemen 
kelompok tani 

Manajemen oleh 
RT & kampung 

Manajemen RT & 
kelompok tani 

O&P Jaringan oleh 
RT, embung 
PU+RT 

Jaringan oleh 
kelompok tani, 
embung oleh  

Jaringan oleh 
RT,embung oleh 
PU+RT 

Jaringan oleh RT+klp 
tani, Embung oleh 
klp tani +PU+RT  

Pembiayaan Hak Air Rp 5230/kk/bl 
Komunal 

PU+klp tani  
Rp 6700/kk/bl 
komunal 

Rp 8410/kk/bl 
komunal 

Rp 12150/kk/bl 
komunal  

 
 
Analsis Ekonomis 
 

Berdasarkan hasil survei diadakan analisis kelayakan dan keuntungan dari tiap embung 
yang kemudian dikelompokan dalam bermacam embung. Data analsis usaha tani merupakan data 
pendukung yang sangat penting untuk perhitungan kedua indikator tersebut. Yang sangat menarik 
adalah ternyata penduduk sekitar  perkotaan khususnya, Kupang yang telah mendapatkan fasilitas 
air embung untuk air minum, ternyata memanfaatkan air embung juga untuk berusaha tani sayuran 
perkotaan (bawang, cabai, sawi dan sebagainya) dalam pot plastik di lahan pekarangannya. Pada 
umumnya, penduduk menanam rata-rata sebanyak 500-1000 pot (Mustaid Siregar,1998). Inovasi 
itu hasil kerja sama antara Bappeda NTT dan Puslitbang Biologi, LIPI dalam proyek NTAADP. 
Rincian indikator ekonomis sebagai berikut. 
 
 

              MACAM  
              EMBUNG 
 
Indikaotor 
Ekon 

Embung Air 
Minum 

 

Embung 
irigasi 

Embung Air 
Minum & Irigasi 

pekarangan 

Embung Air 
Minum & Irigasi 

lahan 

Analisis  
Keuntungan/Ha 

Rp 164.615 Rp 1.101.302 Rp 453.577 Rp 1.442.236 

Analisis 
Kelayakan/EIRR 

8,25 % 19,6 % 16,9% 25,72% 

 
 



Journal The WINNERS, Vol. 2 No. 1, Maret 2001: 12-17 16

Analisis Teknis  
 

Analisis teknis dalam studi dipakai indikator nilai efisiensi sistem  yang merupakan 
perbandingan antar nilai penyaluran  air dengan nilai pemakaian air. Nilai  penyaluran air  yang 
dipakai  adalah data debit yang  disalurkan ke jaringan   pemakaian. Sedangkan, nilai pemakaian 
air  adalah jumlah air untuk tanaman, air minum  dan jumlah air yang hilang selama dalam 
perjalanan. Data kebutuhan air  dihitung berdasarkan  data evapotranspirasi metoda Pennman. 
Data kebutuhan air untuk air minum  berdasarkan  atas data  air minum dari PAM setempat. Data 
kehilangan air  sepanjang  perjalanan, data kebutuhan air untuk tanaman, data debit dan data PAM 
tersebut diambil dari hasil peneltian Turik, M (1998). 

 
 

              MACAM  
             EMBUNG 
 
Indikator 
Teknis 

Embung Air 
Minum 

 

Embung 
irigasi 

Embung Air 
Minum & Irigasi 

pekarangan 

Embung Air 
Minum & Irigasi 

lahan 

EFISIENSI SYSTEM 61 % 67 % 71 % 76 % 
 
 

PENUTUP 
 
 
Simpulan 
 

Embung merupakan sumber kehidupan baru untuk pengembangan  holtikultura di sekitar  
daerah perkotaan. Bahkan, dengan adanya kombinasi pemanfaatan embung untuk air minum dan 
komoditas sayuran bernilai tinggi di lahan pekarangan (dengan system pot/polybag) akan lebih 
meningkatkan pendapatan, kesejahteraan penduduk, serta keberlanjutan (sustainability) embung. 
 

Terlebih bila pemanfaatan untuk irigasi lahan. Akan tetapi, hasil studi menunjukkan 
ternyata dari aspek sosial sangat mempengaruhi keberlanjutan embung (khususnya, bila embung 
itu hanya dipakai  sebagai sumber air minum). Terutama masalah partisipasi antarinstitusi 
(horizontal dan vertikal) dan antara pelaksana, pengelola, dan pemanfaat. Yang menjadi  persoalan 
sampai  saat ini adalah  mengapa kita yang  sudah berpengalaman dalam pambangunan dan 
pengembangan pengairan selama 35 tahun masih dihinggapi dengan masalah partisipasi 
beneficiaries dan stakeholders, planning dan koordinasi serta kesombongan sektoral? 
 
 

DAFTAR PUSTAKA 
 
 
Anonim. 1999.  PTSL Report. Nikppon Koui & Associates. DGWRD. 
  
Arif, S.S. dan Murtiningrum. 1999. “Pemberian Nilai pada Indikator Kinerja untuk Keperluan 

M.E. Pengelolaan Irigasi Air Tanah Berkelanjutan Visi.” Irigasi, Sumber daya air, Lahan 
dan  Pembangunan. No.16, Maret. 

 



Optimasi Pengembangan Embung di Indonesia (Budiman Notoatmojo; Rudi Rivai) 17

Istiqal, A., N. Budiman, dan Mizwar. 1999. Model Pengembangan Agribisnis, Agroindustri 
Wilayah NTT. PT Cakra Hasta Konsultan, Maret. 

 
Sexton, R. 1990. Perspective On  The Middle East Water Crisis: Analysing Water Scarcity 

Problem In Jordan and Israel. Odi – IIMI, Dec. 
 
Siregar, M. 1999. “Laporan Hasil Pengembangan Komoditas Sayuran dengan Sistem  Pot/Polybag 

di NTT.” Puslitbang Biologi, LIPI , Januari. 
 
Turik, M, 1999. Pengembangan Pertanian dan Air Tanah di NTT. Dinas Pertanian Pangan dan 

Holtikultura Propinsi NTT. Desember. 
 
Vincent, L. 1990. The Politics of Water Scarcity: Irigation and Water Supply. In The Mountains 

Of The Yemen Republic Odi-IIMI. Desember.