Microsoft Word - 06_Titik Indrawati_Merger Bank Bermasalah.doc


Merger Bank Bermasalah di Indonesia (Titik Indrawati) 151

MERGER BANK BERMASALAH DI INDONESIA 
 
 

Titik Indrawati1 
 
 
 

ABSTRACT 
 
 

The basic of problem for direction and senior manager bank is how to maximalize the 
value of share owner. It focus on how to make value by merger, how to get the value of bank 
target, and how to consider the nonfinancial influence the value by merger. The objective of the 
research wrap up the traveling’s merger and acquisition phenomenon in Indonesia. That objective 
are more focused on how merger can increase value, how to decide Bank’s value and the non 
financial parameter that can affact the sucsess of the merger comp. It’s concluded that Indonesian 
society see Bank merger as a final action to save a Bank from Bankcoruptcy. In negotiating the 
merger agreement, buyer and seller must consider the financial & non financial parameters. 
 
Keywords: bank, merger 
 
 

ABSTRAK 
 
 

Fokus pembahasan ditujukan pada bagaimana merger menambah nilai, bagaimana 
menentukan nilai bank target, serta bagaimana pertimbangan nonkeuangan mempengaruhi nilai 
dan sukses perusahaan baru sesudah merger. 
 
Kata kunci: bank, merger 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
                                                 
1 Staf Pengajar Universitas Indonesia & Fakultas Ekonomi, UBiNus, Jakarta 



Journal The WINNERS, Vol. 2 No. 2, September 2001:151-162 152 

PENDAHULUAN 
 
 

Penggabungan usaha atau merger bank di tanah air masih dipandang sebagai upaya 
terakhir dari pemiliknya untuk menyelamatkan bank dari kebangkrutan. Padahal, bank yang sehat 
pun dapat melakukan merger terutama dengan tujuan agar memperkuat posisi bank mereka di 
arena persaingan global dewasa ini. Memang, terdapat beberapa bentuk merger yang perlu kita 
ketahui. Menurut Pinches (1992:723), merger dapat mempunyai beberapa bentuk sebagai berikut. 

 
1. Konsolidasi yang terjadi jika dua perusahaan atau lebih bergabung membentuk perusahaan 

yang sama sekali baru. 
2. Merger dapat terjadi melalui akuisisi saham perusahaan sasaran (target). Perusahaan pembeli 

mengakuisisi baik aset maupun kewajiban dari perusahaan target dengan ditukar saham atau 
kas. 

3.  Merger dapat terjadi melalui akuisisi aset dari perusahaan target. Jika perusahaan target 
menjual asetnya, hasil penjualannya (sesudah membayar utang-utangnya) dapat 
didistribusikan kepada pemegang saham perusahaan target. Selanjutnya, perusahaan dapat 
dibubarkan. Jika suatu perusahaan memutuskan menjual sebagian asetnya maka dinamakan 
divesture. 

4.  Suatu perusahaan dapat mengakuisisi 40%-50% kepemilikan perusahaan lain dan menjadi 
holding company. 

 
Dari perspektif historisnya, terdapat empat gelombang besar dari aktivitas merger 

(Rachman et al, 1993:52-53). Gelombang besar aktivitas merger yang pertama berlangsung tahun 
1881-1911 ketika kapitalis menciptakan trust monopolistik raksasa dengan membeli cukup banyak 
saham dari perusahaan pesaing dalam industri dasar seperti baja dan minyak untuk mengendalikan 
pasar. Merger terjadi antarperusahaan dalam industri yang sama (merger horizontal). Merger ini 
bertujuan untuk mencapai keuntungan dari skala ekonomi dan mencegah persaingan mencekik 
leher. Timbulnya gerakan antitrust pemerintah  mengakhiri gelombang ini, walaupun akhir-akhir 
ini merger horizontal muncul kembali. 
 

Gelombang kedua ditandai dengan munculnya merger vertikal yang mengalami boom 
pada tahun 1920 - an. Suatu perusahaan bergabung ke hulu atau ke hilir, dengan kata lain akses ke 
pemasok atau ke pasar. Gelombang ketiga berlangsung akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an 
ketika korporat mengambil alih bisnis yang tidak ada kaitannya. Merger konglomerat dirancang 
untuk menambah pertumbuhan perusahaan dan mendiversifikasikan risiko. Secara teoritis, jika 
satu bisnis turun, bisnis yang lain diharapkan akan naik sehingga memberikan gambaran kinerja 
yang seimbang bagi perusahaan secara keseluruhan. Namun, banyak konglomerat super pada akhir 
tahun 1960-an kini memecah perusahaannya dengan pelbagai alasan seperti melangsingkan 
operasi, membangun modal untuk yang lain, atau melepas subsidiary yang tidak menguntungkan. 

 
Gelombang terbaru berlangsung tahun 1980-an, selama dekade ini banyak persetujuan 

dibuat untuk meningkatkan operasi perusahaan, kesempatan membuat keuntungan dengan cepat. 
Kenyataannya, banyak yang mempunyai nilai gabungan melebihi nilai daripada semua saham 
mereka. Pengambil alih yang cerdas, menjual bagian demi bagian untuk membayar utang mereka, 
dan tetap memiliki kelebihan uang. Namun, ada juga perusahaan yang mengalami kesulitan 
keuangan seiring cara seperti itu, yakni jika ekonomi tidak seperti yang diharapkan sehingga 
mereka terpaksa mengumumkan kebangkrutan. 

 



Merger Bank Bermasalah di Indonesia (Titik Indrawati) 153

Merger tahun 1980-an mempunyai segi positif, yakni ketakutan menjadi perusahaan 
sasaran, mendorong perusahaan menjadi efisien. Pemegang saham memperoleh keuntungan dari 
aktivitas merger yang mendorong kenaikan harga pasar saham perusahaan target yang diambil 
alih. Merger yang berlangsung tahun 1980-an sangat kontras, berlangsung untuk tujuan strategis. 
Selain mereka menggunakan utang untuk pengambilalihan, yang nantinya dijual untuk 
memperoleh profit dengan cepat, mereka juga mempunyai motif agar mendapat kekuatan 
geografik.  

 
Merger tahun 1990-an melibatkan pembeli luar negeri atau penjual luar negeri. 

Perusahaan perawatan kesehatan Swiss membeli 60% saham Genentech, yakni perusahaan 
bioteknologi Amerika untuk memperoleh baik kekuatan geografik juga teknologi baru. Pembeli 
menggunakan saham atau kas untuk mengakuisisi bisnis secara selektif yang akan meningkatkan 
posisinya di pasar, seperti AT & T mengakuisisi NCR dengan tujuan memperkuat bisnis komputer 
AT & T. 
 
 

PEMBAHASAN 
 
 
Bagaimana Merger Berlangsung 
 

Pada kebanyakan merger, salah satu perusahaan (umumnya yang lebih besar) 
memutuskan untuk membeli perusahaan lainnya, menegosiasikan harga, dan kemudian 
melaksanakan pengambilalihan. Adakalanya perusahaan yang diambil alih yang memulai 
tindakan, walaupun hal itu tidak begitu lazim. Selanjutnya, menyebut perusahaan yang ingin 
mengambil alih sebagai perusahaan pembeli dan perusahaan yang dibeli sebagai perusahaan 
sasaran (target). 

 
Perusahaan pembeli biasanya mengidentifikasikan sasaran dan menentukan berapa kira-

kira harga yang cocok untuk dibayar. Usulan merger beserta syarat yang sesuai diajukan kepada 
manajemen perusahaan target. Jika tercapai kesepakatan, diteruskan kepada para pemegang saham 
agar mendapat persetujuan dari para pemegang saham. Transaksi yang terjadi sesudah mendapat 
persetujuan para pemegang saham disebut sebagai merger bersahabat (suka rela). Sebagian besar 
dari seluruh merger dan akuisisi merupakan merger suka rela (friendly merger). 

 
Salah satu yang menjadi headlines disurat kabar umumnya pengambilalihan secara paksa 

(hostile merger), yaitu salah satu pihak berjuang untuk memperoleh pengendalian dari perusahaan 
lain melawan harapan dari manajemen yang ada. Jika raider sukses dalam pengambilalihan, 
manajemen yang ada biasanya diberhentikan. Karenanya manajemen akan berjuang untuk 
bertahan terhadap penyerang mereka. 

 
Suatu pengambilalihan secara paksa dapat dilakukan dengan dua cara, yakni penawaran 

tender dan proxy flight. Dalam penawaran tender, raider mengajukan penawaran untuk membeli 
sejumlah saham tertentu perusahaan target dengan harga khusus, langsung kepada pemegang 
saham perusahaan target. Harga yang ditawarkan umumnya melebihi harga pasar saham pada saat 
itu, jadi pemegang saham termotivasi untuk menjual. Raider berharap memperoleh cukup saham 
untuk mengambil pengendalian atas perusahaan target dan mengganti dewan direksi dan 
manajemen yang ada. Dalam proxy flight, raider meluncurkan suatu perang untuk dapat memecat 



Journal The WINNERS, Vol. 2 No. 2, September 2001:151-162 154 

dewan direksi dan manajemen, dengan cara mempengaruhi para pemegang saham agar dalam 
pemungutan suara dapat memperoleh cukup suara untuk memenuhi keinginannya. Proxy flight 
merupakan cara kasar untuk menang. AT & T melancarkan pembelian NCR dengan menggunakan 
kombinasi penawaran tender dan proxy flight. 
 
Motif yang Mendorong Tingginya Aktivitas Merger 
 
I. Sinergi 
 

Efek sinergi timbul dari empat sumber, yakni skala ekonomi, menaikkan kekuatan di 
pasar, menambah kapasitas pinjaman, dan menambah efisiensi dengan perbaikan manajemen. 
Keberhasilan sinergi akan menaikkan nilai perusahaan gabungan sesudah merger. 

 
Nilai A + Nilai B = Nilai C 

2     +     2      =      5 
 
II. Pertimbangan Pajak 
 

Perusahaan dengan laba besar terkena tarif pajak tinggi dapat mengambil alih perusahaan 
dengan akumulasi kerugian yang besar sehingga akan mengurangi laba kena pajak. Sebaliknya, 
perusahaan mempunyai potensi untuk memperoleh penghematan pajak (tax shield) tetapi tidak 
dapat dimanfaatkan karena tidak memperoleh laba. Dengan demikian, perusahaan semacam ini 
akan bergabung dengan perusahaan yang profitable agar pajak yang dibayar oleh perusahaan 
profitable lebih kecil. Kelebihan kas dapat dipergunakan untuk membayar dividen ekstra, 
repurchases, investasi dalam marketable securities atau melakukan akuisisi. Akuisisi tidak 
menimbulkan konsekuensi pajak secara langsung kepada perusahaan pembeli. 
 
III. Pembelian Aktiva di Bawah Harga Penggantian 
 

Itu menunjukkan perusahaan pembeli mempunyai informasi lengkap yang tidak dimiliki 
oleh umum. Namun sekarang, bank-bank investasi, pialang merger, mempunyai jaringan informasi 
yang luas dan terdapat persaingan yang besar di kalangan pembeli potensial. 
 
IV. Diversifikasi 
 

Ternyata, diversifikasi tidak menaikkan nilai saham perusahaan gabungan. Tujuan 
diversifikasi untuk mengurangi risiko. Jadi, diversifikasi merupakan alasan yang kurang tepat 
untuk melakukan merger.  
 
V. Mempertahankan pengendalian 
 

Pengambil alih akan menjadi pemilik atau pemegang saham dari perusahaan  target dan 
berhak memilih dewan komisaris. Pada perusahaan besar, para pemilik saham melakukan 
pengendalian secara tidak langsung melalui dewan komisaris yang mereka pilih. Dewan komisaris 
yang dipilih akan memilih manajemen yang mengendalikan operasi perusahaan.  
 
 
 



Merger Bank Bermasalah di Indonesia (Titik Indrawati) 155

Bagaimana Merger Menambah Nilai 
 

Apakah merger menguntungkan, dapatlah diperbandingkan nilai pasar perusahaan 
gabungan sesudah transaksi dengan jumlah nilai pasar perusahaan independen sebelum transaksi. 
Jika nilai gabungan melebihi nilai premerger, merger meningkatkan nilai. Sebaliknya, berarti nilai 
turun. 

 
Nilai diciptakan dalam dua cara. Cara pertama, bank gabungan  dapat membentuk 

kenaikan pendapatan dibandingkan norma historis. Sumber pendapatan potensial ini sangat luas 
dan terdiri dari lima hal berikut. 

 
1. Memasuki pasar baru yang menarik; 
2. lini produk lebih kuat; 
3. memperbaiki pemasaran/distribusi produk; 
4. memperbaiki kapabilitas; 
5. memangkas biaya. 
 

Hal pertama hingga keempat sulit diukur karena ketidakpastian tentang struktur 
perusahaan gabungan. Untuk meningkatkan nilai, pengambil alih akan mempertahankan karyawan 
terbaik dari bank sasaran, mempertahankan nasabah terbaik, dan kultur yang baik dari bank 
sasaran. Dalam banyak kasus, justru direktur dan karyawan dari bank yang diambil alih sering 
keluar karena mereka merasa tidak akan mendapat kesempatan yang sama seperti sebelumnya atau 
mereka yang akhirnya dibiarkan pergi. Nasabah juga sering memindahkan hubungan baik mereka. 
Mereka mungkin frustrasi dan lebih menyukai untuk mengadakan bisnis dengan pemilik bank 
lokal. Mereka mungkin akan mengikuti pimpinan bank dengan siapa sebelumnya mereka 
mengadakan bisnis. Dengan ketidakpastian ini, ramalan pendapatan sulit dipercaya terutama dalam 
waktu singkat.  

 
Pemangkasan biaya mendapat perhatian khusus karena pengambil alih mempunyai 

pengendalian langsung terhadap biaya nonbunga. Misalnya, bank yang kelebihan kapasitas 
pemrosesan data ((penguasaan teknologi informasi), sering memandang akuisisi sebagai suatu cara 
membentuk aktivitas yang menurunkan unit cost dengan memperluas biaya tetap teknologi di 
antara lebih banyak item. Banyak bukti menunjukkan bahwa bank dapat merealisasikan skala 
ekonomi dengan adanya perluasan. Pemangkasan biaya yang sesungguhnya dapat terjadi jika 
pengambil alih dan bank sasaran mempunyai duplikasi fasilitas operasi staf, dan administrasi 
umum. Suatu merger memungkinkan perusahaan gabungan menawarkan kualitas dan tingkat 
pelayanan yang sama dengan aset modal dan orang-orang yang lebih sedikit daripada dua bank 
terpisah. Kelebihan kapasitas dan karyawan dalam melayani nasabah dari kedua pihak yang 
melakukan merger berarti duplikasi biaya nonbunga dapat dihapuskan. Reduksi biaya langsung 
menaikkan bottom line. 

 
 Cara kedua, menciptakan nilai dengan meningkatkan pangsa pasar. Walaupun tingkat 
pendapatan tetap, tidak mengubah postmerger. Suatu bank nantinya dapat menempatkan dirinya 
sebagai pelaku akuisisi pada waktu mendatang dengan menangkap pangsa pasar simpanan yang 
lebih besar. Misalnya, merger antara dua bank swasta ukuran besar di Jepang pada April 1996, 
yakni antara Bank of Tokyo yang unggul sebagai bank korporat (corporate banking) dengan 
Mitshubisi Bank yang unggul sebagai bank eceran (retail banking). Merger itu bertujuan 
meningkatkan pangsa pasar mereka dalam menghadapi persaingan global di bidang perbankan. 
 



Journal The WINNERS, Vol. 2 No. 2, September 2001:151-162 156 

Contoh lain adalah merger antara Chemical Bank dan Chase Manhattan di Amerika 
Serikat pada tahun 1996. Walaupun menghadapi banyak risiko akhirnya itu kedua bank dapat 
menangani 1.300 proyek dalam waktu 20 bulan. Keberhasilan tercermin pada harga saham Chase 
yang naik menjadi 91 dollar AS pada tahun 1999 dari 45 dollar AS tahun 1996. Kunci suksesnya 
adalah kemampuan memenuhi the seven rules yang akan dibahas di bagian Merger dan Akuisisi 
Bank di Indonesia. 
 
Prosedur Penilaian 

 
Penambahan nilai bank gabungan berkat perbaikan bauran aset produktif, perbaikan 

penentuan harga, pemangkasan biaya operasi per unit, kesempatan memasuki pasar baru, 
penawaran produk baru, dan akses ke core deposits. Semuanya itu dimasukkan dalam analisis pada 
harga berapa pengambil alih akan membayar bank target atau pada harga minimal berapa penjual 
mau menerima. 

 
Setelah menghitung berapa harga beli, baik pembeli maupun penjual seharusnya 

mengevaluasi profil risk and return lainnya menggunakan data keuangan historis. Pendekatan 
yang lazim adalah kerangka ROE dengan analisis kredit bank, likuiditas, tingkat bunga, 
operasional, posisi risiko solvensi. Karena rasio tersebut mencerminkan kinerja historis, 
merupakan indikator penting dari kekuatan, kelemahan, dan dapat menolong untuk menentukan 
nilai ekonomi perusahaan.  

 
Pemegang saham bank target memfokuskan perhatian pada premi relatif atas harga saham 

sebelum pengumuman transaksi. Dalam transaksi dengan kas, premi mencerminkan kenyataan 
kenaikan nilai dari transaksi. Jika pengambil alih ingin mempertukarkan saham perusahaan 
pembeli dengan saham perusahaan target, pemegang saham target untung jika nilai dari saham 
perusahaan baru melebihi nilai dari saham perusahaan target sendiri. Itu menunjukkan suatu 
kenaikan dalam nilai jika saham dapat segera dilikuidasi untuk lebih daripada nilai saham target, 
atau jika arus kas yang diharapkan dengan memegang saham baru melebihi daripada hanya 
memegang saham target. Dalam kasus ini, nilai yang tepat tergantung pada pembayaran dividen 
yang diharapkan dan harga saham jika akhirnya dijual. 

 
Suatu merger dan akuisisi seharusnya diperlakukan seperti investasi dan dapat dievaluasi. 

Jadi secara teoritis, prosedur untuk menentukan nilai adalah mendiskontokan arus kas yang 
diharapkan dari entitas baru pada tingkat diskonto yang sesuai. Karena pendekatan itu 
menggunakan banyak komponen penting dari model PV (present value) maka akan didapat 
jangkauan (range) dari taksiran harga yang wajar. Kedua pihak selanjutnya menggunakan 
jangkauan harga tersebut untuk negosiasi. Hasil akhir akan mencerminkan harga dan kekuatan 
tawar-menawar masing-masing pihak dan keuntungan yang tidak lazim yang dimasukkan ke 
dalam harga seperti pengenalan publik (image), ego, dan lain-lain. 

 
Prosedur lain adalah premi atas nilai buku. Kebanyakan bankir dan analis pasar 

mendiskusikan harga berdasarkan nilai buku, yakni ekuisitas pemegang saham seperti yang 
dilaporkan dalam neraca dan setara dengan jumlah aset dikurangi utang. Nilai buku per lembar 
saham setara dengan nilai buku dari ekuisitas pemegang saham dibagi dengan jumlah saham yang 
beredar. Premi atas nilai buku dalam transaksi adalah selisih antara harga per lembar yang 
ditawarkan kepada pemegang saham target dengan nilai buku per lembar saham bank target, 
biasanya dinyatakan dalam persen. 

 



Merger Bank Bermasalah di Indonesia (Titik Indrawati) 157

           (MPt – BVt) 
         Premi atas nilai buku  =   ____________ 
                                            BVt   
          
 MPt = harga saham yang ditawarkan untuk per lembar saham bank target 
          BVt = nilai buku per lembar saham bank target 
 

Jadi, jika nilai buku perlembar saham bank target Rp 40.000,00 dan pengambil alih 
menawarkan Rp 52.000,00 per lembar saham, maka premi atas nilai buku adalah 30%. 
 
 Harga transaksi per lembar saham bank target (P bv) ditentukan dengan  
 

P bv =  │
BVt
MPt

 │Avg      x   BVt 

 

│
BVt
MPt

 │Avg   dihitung dari rata-rata premi yang ditawarkan pada transaksi yang berhasil akhir-

akhir ini oleh institusi yang dapat diperbandingkan. Jika premi rata-rata 80%, P bv = 1,8  x  Rp 
40.000,00 = Rp 72.000,00 
 

Persyaratan merger juga dapat menggunakan rasio pertukaran, yakni jumlah saham bank 
pembeli yang diterima oleh pemegang saham bank target untuk setiap lembar saham mereka. 
 
         P bv          BVt ( 1+Premi ) 
e =   _____  =    _____________ 
         MPa                  MPa 
 
e = rasio pertukaran 
MPa = harga per lembar saham bank pembeli 
 

Prosedur itu mempunyai kelemahan karena nilai buku tidak menunjukkan nilai ekonomi 
yang sebenarnya. Umumnya, premi atas nilai buku dipertimbangkan jika hasil yang diharapkan 
relatif lebih besar daripada risiko yang berkaitan atau jika akuisisi memberikan keuntungan yang 
tidak dapat diukur secara langsung. 
 
Premi atas Nilai Buku yang Disesuaikan 
 
 Karena nilai buku yang dilaporkan sangat berbeda dengan nilai ekonomi yang 
sebenarnya, sebaiknya dihitung nilai buku yang disesuaikan. Suatu perbandingan harga pasar 
dengan nilai buku yang disesuaikan akan memberikan ukuran yang lebih baik dari premi yang 
dibayar. Nilai buku yang disesuaikan mungkin lebih tinggi atau lebih rendah daripada nilai buku 
karena diperoleh dengan menambahkan atau mengurangi nilai buku dengan item sebagai berikut. 

 
1. Perubahan dalam cadangan kerugian pinjaman (loan). Jika kualitas aset lebih rendah daripada 

yang dilaporkan, cadangan kerugian pinjaman seharusnya ditetapkan kembali lebih tinggi, 
agar pinjaman bersih lebih rendah daripada yang dilaporkan. Jika kualitas aset lebih tinggi, 
cadangan kerugian seharusnya disesuaikan menurun agar pinjaman bersih lebih tinggi. 



Journal The WINNERS, Vol. 2 No. 2, September 2001:151-162 158 

2. Perubahan dalam nilai pasar investasi. Investasi portofolio didaftarkan atas cost. Jika nilai 
pasar sekuritas jauh berbeda dengan cost karena kenaikan atau penurunan tingkat bunga, 
perbedaan antara nilai pasar dan nilai buku seharusnya ditambahkan ke nilai buku.  

3. Perubahan dalam penilaian aset lain. Kadang-kadang bank mempunyai real estate atau aset 
lainnya yang nilai pasarnya jauh berbeda dengan cost yang muncul dalam neraca. Jika nilai 
pasar di atas nilai buku, perbedaannya seharusnya ditambahkan pada nilai buku akuisitas.     

4. Nilai dari aktivitas off-balanced sheet. Kemampuan pendapatan dari item off-balanced sheet 
umumnya tidak tampak dalam neraca. Jika aktivitas ini bernilai maka taksiran nilai pasar 
seharusnya ditambahkan pada nilai buku ekuisitas. 

5. Nilai dari simpanan inti (core deposit). Simpanan ini menarik karena relatif stabil. Pengambil 
alih dapat mendongkraknya dengan menjual tambahan pelayanan kepada pemegang simpanan 
yang ada sekarang. Nilai itu juga dikaitkan dengan nilai franchise dari bank atau nilainya 
sebagai suatu organisasi yang going concern. Sayangnya, nilai ini sulit untuk ditaksir. 

 
Pertimbangan Nonkeuangan    

 
Dari setiap transaksi merger, terdapat pertimbangan nonkeuangan yang sering lebih 

penting. Manajer dari pembeli maupun penjual mempunyai obyektif mendasar, kesempatan, dan 
kekuatiran apakah akan untung ataukah rugi dari suatu persetujuan. Walaupun dalam merger dua 
bank yang sama besar, satu pihak memperoleh keuntungan atas biaya bagi yang lain, dan ego 
menjadi pertimbangan terdepan. Sangatlah sulit bagi seorang pimpinan bank untuk menyerahkan 
pengendalian atas organisasi yang pernah dikuasai, sehingga transaksi suka rela sulit diselesaikan, 
kecuali jika persoalan utama dari personil berhasil diselesaikan. Dengan adanya pengambilalihan 
secara paksa, umumnya tim manajemen senior dari bank pembeli kebanyakan pindah. 

 
Walaupun biaya merupakan pertimbangan penting dalam transaksi, pembeli dan penjual 

punya obyektif nonharga. Bagi pembeli, khususnya sebagai berikut. 
 
1. Menghindari komplikasi keuangan dan operasional postmerger; 
2. mempertahankan karyawan dari bank target; 
3. mempertahankan pelanggan terbaik dari bank target; dan 
4. mempertahankan aspek-aspek budaya yang menguntungkan dari bank target. 
 

Dalam banyak kasus, bank mempunyai perbedaan sistem komputer dan perangkat lunak,\ 
tetapi pengambil alih ingin mengubah bank target ke sistemnya untuk memotong biaya. Jika 
terdapat halangan operasional, nasabah relatif tidak sabar dan memindahkan hubungan baik 
mereka. 

 
Karyawan kunci juga sulit  dipertahankan. Mereka bersama karyawan lain dapat pindah 

ke bank lain yang lebih menguntungkan, seiring dengan kenaikan gaji yang cukup besar. 
Kehilangan itu mempersulit pendapatan dan dapat merusak image bank terhadap masyarakat. 
Karyawan tingkat rendah bank target sering takut kehilangan jaminan pekerjaannya, dengan dalih 
pemotongan biaya sering dilakukan perampingan biaya personil. Walaupun karyawan bertahan 
namun kemungkinan sulit mendapatkan kenaikan gaji dan jaminan lainnya mungkin berkurang. 
Ketidakpastian itu menimbulkan ketakutan hebat. 

 
Penjual dalam transaksi suka rela ingin menyelesaikan persetujuan tanpa suatu risiko 

residual apapun. Ini berarti ingin mengganti kerugian terhadap kewajiban atau kerugian yang tidak 



Merger Bank Bermasalah di Indonesia (Titik Indrawati) 159

nampak sekarang yang mungkin timbul dari keputusan pada masa jabatan mereka. Mereka sangat 
peduli dengan ukuran premi yang ditawarkan. Dalam transaksi dengan kas, persoalan berikutnya 
adalah kapan pembayaran kas akan dilakukan. Dalam transaksi dengan sekuritas, persoalan pokok 
adalah nilai dan marketability dari sekuritas. 
 
Merger dan Akuisisi Bank di Indonesia           

 
Dalam periode waktu tahun 1848-1966, dari catatan PDBI terdapat 66 bank yang 

dilikuidasi. Jumlah itu belum termasuk Bank Summa yang hingga akhir Juli 1996 masih dalam 
proses likuidasi dan Bank Umum Majapahit Jaya (BUMJ) yang izin usahanya dibekukan untuk 
sementara waktu karena menunggu penyelesaian yang dilakukan oleh Bank Lippo (Kompas, 26 
Juli 1996). 

 
Peristiwa kebangkrutan bank paling sering terjadi pada periode tahun 1960-1970 karena 

tatanan ekonomi nasional belum sekokoh sekarang dan terjadi peristiwa G.30.S (Gerakan 30 
September) yang membuat perekonomian menjadi kacau. Jumlah bank yang terkena skors Bank 
Indonesia (BI) dan dilarang ikut kliring pernah mencapai 21 bank. 

 
Pemerintah cepat turun tangan dan melalui Keputusan BI 614/MK/II/8/1971, bank sentral 

memberikan banyak rangsangan untuk mendorong bank melakukan merger, antara lain 
memberikan kelonggaran pajak dan fasilitas kredit lunak. Hasilnya cukup memuaskan, hanya 
dalam periode tahun 1971-1976 terdapat 36 bank yang melakukan merger. Namun, lebih dari 
setengahnya merupakan merger internal dengan bank satu grup. Misalnya, Bank Sarana Indonesia 
(1973) dan Bank Gemari (1976) melakukan merger internal ke BCA. Berikutnya, pada tahun 1979 
Indo Commercial Bank ikut bergabung. 

 
Dalam periode waktu tahun 1971-1996, terdapat 74 bank yang melakukan merger. 

Sebanyak 58 bank diakuisisi oleh 31 bank lain yang umumnya lebih besar. Itu merupakan akuisisi 
baik internal maupun eksternal. Sisanya, sebanyak 16 bank melakukan merger murni atau 
konsolidasi menjadi enam bank yang sama sekali baru (Bank Utama, Tamara, Panin, Universal, 
Swansarindo, dan Bank Darmala). 

 
Dalam periode tahun 1993-1996, terdapat 19 bank mengalami perubahan kepemilikan 

sehubungan dengan masuknya pemegang saham nonbankir, yakni Yayasan Dana Pensiun BUMN. 
Bahkan, empat diantara bank tersebut minta diakuisisi seluruh sahamnya oleh investor nonbankir. 

 
Pemerintah menempuh penyelesaian bank bermasalah sesuai dengan pasal 37 UU No. 7 

Tahun 1992 dan BI menerapkan pola penyehatan bank secara serentak dan segera. Secara bertahap 
sesuai dengan prioritas, menganalisis kondisi dan karakter bank bermasalah. Pada tahap awal, BI 
akan meminta pengurus bank menyelesaikan sepenuhnya masalah yang dihadapi. Jika belum 
berhasil, BI mengarahkan bank yang bermasalah tersebut untuk melakukan merger atau 
konsolidasi dengan bank lain. Jika masih gagal, BI mendorong untuk dilaksanakan akuisisi oleh 
investor baru yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban bank. Prosedur yang dilakukan BI 
sesuai dengan SK BI No.28/76/KEP/DIR tertanggal 3 Oktober 1995. 

 
Penjualan bank kepada pihak lain bukanlah hal yang mudah, terlebih-lebih bank raksasa 

yang kondisinya sudah sangat parah seperti kasus Bank Summa yang penyelesaiannya 
membutuhkan waktu sangat lama. 

 



Journal The WINNERS, Vol. 2 No. 2, September 2001:151-162 160 

Besar kecilnya kompensasi yang diterima oleh pemilik lama sangat tergantung pada 
kondisi bank sebelum ditinggalkan. Nilai akuisisi bank yang sehat umumnya ditentukan dari nilai 
aset yang ada. Sebagai contoh, Bank Pelita yang diakuisisi 79% dari sahamnya pada tahun 1989, 
pemiliknya dibayar Rp 24 miliar. Harga itu sesuai dengan tolok ukur nilai aset Bank Pelita sebesar 
Rp 41,6 miliar. Padahal, modal banknya hanya Rp 1,5 miliar ditambah cadangan Rp 2,75 miliar 
dan laba ditahan Rp 0,96 miliar. Bank tersebut dikabarkan pada tahun 1992 pernah ditawar Rp 55 
miliar. 

 
 Sebaliknya, akuisisi yang dilakukan oleh Bank Danamon dan BCA terhadap Continental 
Bank pada tahun 1994, pemiliknya hanya mendapat kurang dari Rp 100,00 karena kondisi 
banknya sudah sangat parah. Kedua bank pembeli terpaksa menyuntikkan modal baru sebesar Rp 
30 miliar, belum termasuk pengeluaran biaya-biaya advisory untuk jasa konsultan. Tindakan 
terhadap bank bermasalah selama krisis moneter dan ekonomi di Indonesia sebagai berikut. 
 
1. 1 November 1997  terdapat 16 bank dilikuidasi. 
2. 1 April 1998  terdapat 7 bank Beku Operasi dan 7 bank masuk BPPN (Badan Penyehatan dan 

Penyelamatan Bank). 
3. 21 April 1998  terdapat 3 bank Beku Operasi dan 4 bank Take Over (termasuk BCA setelah 

terjadi rush). 
4.  13 Maret 1999 terdapat 38 bank dilikuidasi, 7 bank Take Over, dan 9 bank direkapitulasi. 
 

Menurut Kontan 31 Desember 2001, ongkos yang menjadi beban rakyat untuk 
menyelamatkan perbankan merupakan biaya yang besarnya tidak terbayangkan. Pemerintah dalam 
hal ini masih mengikuti resep bahwa bank harus diselamatkan berapapun mahal biayanya. Ada 
dana BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) Rp144,5 triliun, obligasi penjaminan dana pihak 
ketiga Rp 218 triliun, obligasi rekapitulasi perbankan Rp 423, juta dan bunga obligasi yang harus 
dipikul setiap tahun yang menjadi beban anggaran belanja negara. 

 
Tahun 2002 masih banyak borok tersembunyi perbankan yang masih berpotensi menjadi 

bom waktu; membahayakan pondasi perekonomian Indonesia. Januari 2001, KONTAN 
mengungkapkan BII (Bank Internasional Indonesia) yang sudah menelan dana rekapitulasi 
ternyata menyimpan borok yang mematikan. Unibank tidak semujur BII, sebagai bank yang relatif 
kecil, pemerintah menutup bank ini pada November 2001. Pemerintah harus mengeluarkan dana 
Rp 4 triliun untuk mengganti simpanan masyarakat di bank tersebut. 

 
Hingga akhir tahun 2001, tak kurang dari 90% modal perbankan dikuasai pemerintah. 

Untuk memenuhi persyaratan modal, sejumlah bank yang memiliki struktur permodalan lemah 
terpaksa melakukan merger. Namun, hasil studi konsultan manajemen kelas dunia dari AS 
mengungkapkan sangat tinggi persentase kegagalan merger di seantero dunia (Kompas, 29 Mei 
2001). Kegagalan pada tahap awal, yakni  tahap pengembangan strategi, perekrutan calon, due 
diligence sebesar 30%, pada tahap negosiasi serta keputusan sebesar 17%, dan pada tahap setelah 
merger sebesar 53%.  

 
Ada tujuh aturan main dalam merger (the seven rules) yang harus dipenuhi agar merger 

tidak mengalami kegagalan, yakni (a) visi setelah merger; (b) kepemimpinan (menghindari 
kekosongan kepemimpinan agar tidak berakibat hilangnya motivasi karyawan); (c) pertumbuhan 
(fokusnya bukan jangka pendek, melainkan pertumbuhan yang sustainable); (d) early wins 
(faktanya pekerja belum tentu siap begitu merger diumumkan); (e) budaya (perubahan budaya 



Merger Bank Bermasalah di Indonesia (Titik Indrawati) 161

tidak dapat secara cepat); (f) komunikasi (perlu formulasi komunikasi yang tepat); dan (g) 
manajemen risiko (perhatian lebih dalam terhadap risiko).  

 
Kesalahan internal perbankan sebetulnya bukan merupakan buah keteledoran perbankan 

semata. Iklim ekonomi makro dan faktor sosial politik juga ikut merunyamkan perekonomian yang 
semakin membuat perbankan mengalami kegagalan. Itulah sebabnya selama krisis moneter dan 
ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, sangat banyak bank bermasalah 
yang sering diikuti dengan penutupan bank. Usaha merger (walaupun tidak mudah) dapat 
dilakukan untuk menghindari penutupan bank. 

 
Dalam artikel di tabloid KONTAN 31 Desember 2001 prediksi perbankan Indonesia pada 

tahun 2002 sebagai berikut. 
 

1. Kebijakan moneter masih ketat, membuat bank belum leluasa bergerak. 
2. Tidak tertutup kemungkinan akan terjadi kredit macet. 
3. Kredit masih akan tersendat karena kinerja keuangan yang masih rapuh. Di samping itu, bank 

masih harus memenuhi NPL (Non Permorfing Loan) 5%. 
4. Konsolidasi akan terjadi di seluruh perbankan nasional dengan rencana merger atau dikenal 

dengan istilah rekapitulasi jilid II. Jika gagal, terbuka kemungkinan penutupan bank. 
5. BI akan makin tegas terhadap kinerja bank. Peraturan perbankan akan makin ketat lewat 

standar BIS (Bank International Settlement). 
6. Penjaminan atas dana masyarakat masih akan berlanjut sampai terbentuk lembaga penjaminan 

tahun 2002. 
 
 

PENUTUP 
 
 
Simpulan 
 

Problem pendapatan dan modal pada bank telah membawa bank untuk melakukan 
konsolidasi. Banyak institusi atau organisasi pencari profit yang gagal sehingga mereka 
membutuhkan pembeli. Bank dengan posisi modal yang kuat dapat menjadi pembeli bahkan dapat 
lebih selektif memilih rencana ekspansi mereka. 

 
Pembeli dan penjual perlu menguji bermacam-macam pertimbangan keuangan maupun 

nonkeuangan jika memutuskan apakah akan menegosiasikan suatu kesepakatan merger, jika ya 
pada harga berapa? Partisipan umumnya menggunakan prosedur yang berbeda-beda dalam 
menentukan nilai untuk bank yang diambil alih. Prosedur yang sangat cocok ialah memandang 
pembelian saham bank sebagai investasi. Pembeli meramalkan arus kas mandatang yang 
didiskontokan pada minimal tingkat pengembalian yang dibutuhkan untuk menentukan nilai 
ekonomi yang benar. Prosedur lain dengan menggunakan rata-rata premi atas nilai buku ataupun 
rasio pendapatan. Rata-rata historis ini kemudian  diaplikasikan pada suatu ukuran keuangan bank 
yang ditargetkan untuk menaksir suatu jangkauan harga. Umumnya, prosedur terakhir ini 
menghasilkan taksiran harga yang lebih tinggi daripada pendiskontoan arus kas mendatang. 

 
Partisipan juga mempertimbangkan pokok persoalan nonkeuangan jika menegosiasikan 

suatu merger atau akuisisi. Yang paling penting dalam transaksi sukarela ialah apakah kedua 



Journal The WINNERS, Vol. 2 No. 2, September 2001:151-162 162 

budaya cocok dan apakah pimpinan senior dapat bekerja sama. Juga penting untuk mengetahui 
apakah usaha pemotongan biaya akan mengurangi kesempatan-kesempatan karyawan. Merger 
umumnya memiliki aspek yang menguntungkan maupun yang merugikan, tergantung pada 
pemegang saham, karyawan bank, atau nasabah untuk memperbaiki kondisi mereka atau tidak. 
Sukses tidaknya merger, dalam konteks perubahan, tergantung pada waktu dan pada ada tidaknya 
perbaikan. Kunci sukses adalah menerapkan the seven rules pada setiap tahapan merger. 

 
Di Indonesia, masyarakat masih melihat merger bank sebagai usaha terakhir dari pemilik 

bank untuk melakukan penyalamatan dari kebangkrutan. Merger akan menimbulkan keraguan di 
kalangan masyarakat yang dapat mengarah kepada hilangnya kepercayaan masyarakat kepada 
perbankan nasional. Oleh karena itu, BI selaku otoritas moneter melakukan segala upaya untuk 
penyehatan bank dan tindakan penguasaan terhadap bank yang bermasalah untuk sementara 
waktu.  
 
 

DAFTAR PUSTAKA 
 
 
Brigham, E.F. and Gapenski, L.C. 1990. Intermediate Financial Management. 3th edition. 

Orlando: The Dryden Press. 
 
Koch, T.W. 1992. Bank Management. 2nd edition. Orlando: The Dryden Press. 
 
Pinches, G.E. 1992. Essential of Financial Management. 4th edition. New York: Harper Collins 

Publisher. 
 
Rachman, D.J., M.H. Mescon, C.L.Bovee, and J.F. Thill. 1993. Business Today. 7th edition. New 

York: McGraw-Hill. 
 
Kompas. 26 Juli 1996. 
 
Kompas. 29 Mei 2001 
 
Kontan. No. 13, Tahun VI, 31 Desember 2001.