Microsoft Word - 05_Masruroh_Ekuitas.doc


 

Journal The WINNERS, Vol. 9 No. 1, Maret 2008: 62-73 62 

ANALISIS ELEMEN EKUITAS MEREK RCTI 
DALAM PERSAINGAN INDUSTRI TELEVISI SWASTA 

DI INDONESIA: STUDI KASUS PADA EMPAT PERGURUAN 
TINGGI SWASTA TERKEMUKA DI JAKARTA 

 
 

Masruroh1; Awin Indranto2 
 

ABSTRACT 
 
 

Article measured the element of RCTI brand equity consisting of brand 
awareness, brand association that formed brand image, perceived quality, and brand 
loyalty. The used research method was descriptive, this research desribe 400 student 
perception from four private universities in Jakarta on the RCTI brand equity in last 
2005. The used sampling method was probability sampling using proportionate stratified 
random sampling technique. The brand awarness research result shows that RCTI brand 
is in the first level on top of mind level with 50,25% of the respondent. For the brand 
association, there are three associations that formed brand image of RCTI, which are 
RCTI Oke, Indonesian Idol, and Seputar Indonesia. 
 
Keywords: brand equity, competition, television industry 
 
 

ABSTRAK 
 
 
Artikel mengukur elemen ekuitas merek RCTI yang terdiri dari brand awareness 

(kesadaran merek), brand association (asosiasi merek) yang membentuk brand image 
(citra merek), perceived quality (persepsi kualitas), dan brand loyalty (loyalitas merek). 
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, yaitu menguraikan persepsi 400 
mahasiswa di 4 universitas swasta terkemuka di Jakarta terhadap ekuitas merek RCTI 
pada akhir tahun 2005. Metode sampling yang digunakan adalah probability sampling 
dengan teknik proportionate stratified random sampling. Hasil penelitian menunjukkan 
bahwa merek RCTI berada pada urutan pertama di tingkat top of mind dengan 50,25% 
responden. Untuk brand association terdapat tiga asosiasi yang membentuk brand image 
RCTI, yaitu asosiasi RCTI Oke, Indonesian Idol, dan Seputar Indonesia. 
 
Kata kunci: ekuitas merk, persaingan, industri televisi 
 
                                                 
1, 2 Fakultas Ekonomi, Universitas Jayabaya, Jl. Pulomas Selatan Kav. 23 Jakarta Timur 
13210, masruroh2000@yahoo.com 



 

Analisis Elemen Ekuitas... (Masruroh; Awin Indranto) 63

PENDAHULUAN 
 
 

Persaingan global pada saat ini sudah merupakan fenomena yang tidak dapat 
dihindari dalam dunia industri yang ditandai dengan perubahan yang serba cepat di 
bidang komunikasi, informasi, dan teknologi. Salah satunya dalam bidang jasa pelayanan 
informasi dan hiburan, yaitu industri penyiaran televisi di Indonesia. Sampai saat ini 
tercatat sebelas stasiun televisi yang melakukan siaran nasional, sepuluh diantaranya 
adalah stasiun televisi milik swasta dan 1 milik negara. Industri penyiaran televisi swasta 
di Indonesia telah berkembang pesat sejak tahun 1990. Dalam jangka waktu 16 tahun, 
tercatat sepuluh stasiun televisi swasta yang melakukan siaran nasional, 5 stasiun televisi 
diantaranya berdiri tahun 2000-an.  
 

Dengan berdirinya 10 stasiun televisi swasta nasional dan ditambah lagi dengan 
berdirinya stasiun televisi swasta lokal, stasiun televisi menghadapi persaingan yang 
semakin ketat diantara stasiun televisi maupun dengan media lain, seperti radio, media 
cetak, dan media luar ruang yang tumbuh dengan pesat di Indonesia untuk mendapatkan 
tempat dihati pemirsa. Persaingan itu juga semakin panas dengan masuknya pemodal 
asing dengan membeli 20% saham salah satu stasiun televisi swasta milik Bakrie, 
Oktober 2005 lalu. Pada sisi lain, industri penyiaran televisi disambut luas dikalangan 
industri iklan dan masyarakat umum yang haus informasi dan hiburan. Berdasarkan 
artikel Industri TV di majalah SWA No.03/XXI/9 edisi Februari 2006, bisnis free to air 
atau televisi terestrial memang ladang yang cukup subur untuk ditanami. Televisi 
memang tak hanya dunia imajinasi, inspirasi, hiburan, dan informasi tetapi kotak ajaib itu 
juga magnet yang luar biasa untuk menyerap triliunan rupiah dana iklan. Tiap tahun, kue 
iklan nasional paling besar terserap di industri televisi. Alhasil, pertumbuhan iklan 
televisi selalu naik dari tahun ke tahun. Tahun 2005 lalu, 70% belanja iklan nasional 
mengalir untuk media televisi.  
 

Melihat kondisi seperti itu, stasiun televisi berlomba–lomba untuk merebut iklan 
dan penonton. Stasiun televisi tidak dapat hanya mengandalkan pada kualitas produk 
(program) dari segi kecepatan, akurasi, produksi, sampai penerimaan siaran saja, 
melainkan juga pada brand (merek). Merek yang prestisius memiliki brand equity 
(ekuitas merek) yang kuat. Menurut Kotler (2006:143), ekuitas merek merupakan efek 
diferensial positif yang ditimbulkan oleh pengetahuan nama merek terhadap pelanggan 
atas produk atau jasa tersebut. Ekuitas merek mengakibatkan pelanggan memperlihatkan 
preferensi terhadap suatu produk dibandingkan dengan yang lain walau keduanya pada 
dasarnya identik. Sejauh mana pelanggan bersedia membayar lebih tinggi untuk merek 
tertentu tersebut merupakan ukuran ekuitas merek. Pengukuran brand equity (ekuitas 
merek) tidak terlepas dari empat dimensi ekuitas merek, yaitu awareness (kesadaran), 
association (asosiasi) yang dapat membentuk brand image (citra merek), perceived 
quality (persepsi kualitas), dan loyalty (loyalitas) konsumen terhadap suatu produk/jasa. 
Teori itu dikembangkan lagi oleh Aaker menjadi model Brand Equity Ten dan terdapat 
dimensi kelima, yaitu market behaviour (perilaku pasar).  
 



 

Journal The WINNERS, Vol. 9 No. 1, Maret 2008: 62-73 64 

Semakin kuat ekuitas merek suatu produk/jasa, semakin kuat daya tariknya untuk 
menggiring pelanggan baru, mempertahankan pelanggan yang sudah ada, serta meminta 
mereka membayar dengan harga tinggi yang berarti akan mengantarkan perusahaan 
memperoleh keuntungan dari waktu ke waktu. Dalam hal ini, hanya merek yang kuatlah 
yang dapat bertahan sedangkan yang lainnya akan tersisih dan menghilang. Untuk itu, 
sebuah perusahaan harus terus–menerus mengelola ekuitas merek sebagai salah satu 
intangible asset. Menurut hasil penelitian Leslie de Chernatony yang dipublikasikan pada 
Journal of Brand Management (2001, Vol.9), Brand equity improvements can be 
achieved by adopting a more balanced perspective, addressing both customer 
opportunities and any organisational culture strengths, in addition to a management 
approach which is far more strategically driven.  

 
      PT Rajawali Citra Televisi Indonesia merupakan perusahaan penyiaran televisi 
swasta. RCTI memulai penyiaran pada bulan Augustus 1989 dengan jumlah pelanggan 
decoder sebanyak 125.000 pelanggan yang baru mencakup Jakarta dan sekitarnya. Pada 
tahun 1990, RCTI mendapat ijin untuk memperluas jangkauan penyiaran ke luar wilayah 
Jakarta dan dapat ditangkap oleh pemirsa tanpa menggunakan decoder. Diantara stasiun 
televisi swasta, RCTI memiliki cakupan siaran nasional yang terluas karena telah 
didukung 47 stasiun relay dan mampu menjangkau sekitar 160 juta pemirsa di 289 kota. 
Segmen pemirsa RCTI ditujukan untuk segmen pemirsa menengah atas (kelas ABC) 
(sumber internal RCTI). 
 

Menurut data AC Nielsen Media Research, RCTI memiliki pangsa pemirsa paling 
besar, yaitu 16,2% dan pangsa pasar sebesar 15,4% berdasarkan belanja kotor iklan 
selama Januari sampai Juni 2005. Data AC Nielsen Media Research juga menyebut RCTI 
di urutan pertama dalam meraih spot iklan sebesar 291,507 spot iklan di tahun 2005, 
diikuti dengan Trans TV posisi kedua, dan SCTV posisi ketiga.  
 

Dari uraian latar belakang tersebut, penelitian ini mengidentifikasi beberapa 
masalah yang akan diangkat, yaitu bagaimana tingkat pencapaian brand awareness RCTI 
dibenak pemirsa (mahasiswa)? Asosiasi apa saja yang membentuk brand image RCTI? 
Bagaimana persepsi pemirsa (mahasiswa) terhadap kualitas penyiaran televisi RCTI? 
Bagaimana tingkat loyalitas pemirsa (mahasiswa) terhadap merek RCTI? 
 

Tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui tingkat pencapaian brand awareness 
(kesadaran merek) RCTI di benak pemirsa (mahasiswa); Untuk mengetahui asosiasi yang 
membentuk brand image (citra merek) RCTI; Untuk mengetahui persepsi pemirsa 
(mahasiswa) terhadap kualitas penyiaran televisi RCTI; Untuk mengetahui tingkat 
loyalitas pemirsa (mahasiswa) terhadap RCTI. 
 

Agar penelitian lebih terarah, ditentukan beberapa batasan sebagai berikut: Empat 
Universitas di Jakarta yang dipilih adalah Universitas Bina Nusantara, Universitas 
Trisakti, Universitas Tarumanegara, dan Universitas Katolik Atma Jaya dengan alasan 
bahwa universitas tersebut merupakan empat universitas swasta terkemuka dan dapat 



 

Analisis Elemen Ekuitas... (Masruroh; Awin Indranto) 65

dikategorikan universitas untuk kelas sosial menengah atas yang dilihat dari biaya kuliah 
yang relatif mahal sehingga mahasiswa pada universitas tersebut dapat dikategorikan 
mahasiswa kelas sosial menengah atas; Responden yang dipilih dalam penelitian ini 
adalah mahasiswa kelas sosial menengah atas dengan alasan bahwa target pasar RCTI 
ditujukan kepada kalangan kelas sosial menengah atas (ABC); Mahasiswa yang dimaksud 
dalam penelitian ini adalah mahasiswa tingkat Strata 1 (S1) yang sedang aktif dalam 
perkuliahan ketika penelitian ini dibuat; Data populasi (jumlah mahasiswa) yang 
diperoleh adalah data populasi yang diperoleh secara lisan melalui wawancara telepon 
kepada keempat universitas tersebut; Periode penelitian dilakukan pada November 2005 – 
Januari 2006. 

 
 

PEMBAHASAN 
 
 

Definisi Operasional Variabel 
 

Variabel penelitian ini agar lebih dapat dioperasionalkan dalam penelitian, dapat 
dilihat pada Tabel 1. 

 
Tabel 1 Definisi Opersional dan Instrumen Pengukuran 

  
Variabel Dimensi Indikator Skala 

Brand Awareness    Top of Mind Merek stasiun televisi swasta yang disebutkan 
pertama kali oleh responden atau yang pertama kali 
muncul dalam benak responden ketika ditanyakan. 

Nominal 

Brand Recall Merek lain yang disebutkan setelah menyebutkan 
merek pertama kali tersebut.  

Nominal 

Brand 
Recognition 

Merek RCTI disebutkan dengan alat bantu seperti 
dengan memberikan logo dari stasiun televisi swasta 
tersebut tanpa menunjukkan mereknya. 

Nominal 

Unaware of 
Brand 

Tidak mengetahui/menyadari sama sekali mengenai 
merek RCTI. 

Nominal 

Brand Association Atribut Tingkat informasi yang diberikan sejumlah 
responden mengenai segala sesuatu yang ada di 
ingatan konsumen yang terkait dengan merek RCTI. 

Nominal 

Perceived Quality 
 

Atribut 
 
 

Tingkat informasi yang diberikan sejumlah 
responden mengenai persepsi konsumen terhadap 
keseluruhan kualitas RCTI. 

Ordinal 



 

Journal The WINNERS, Vol. 9 No. 1, Maret 2008: 62-73 66 

 
Brand Loyalty 
 

Switcher  Pemirsa yang suka berpindah–berpindah saluran 
dalam menonton suatu jenis program acara di televisi 
karena faktor iklan. 

Ordinal 

Habitual Viewer Pemirsa yang menonton suatu jenis program acara 
RCTI karena kebiasaan. 

Ordinal 

Satisfied Viewer Pemirsa yang merasa puas akan suatu jenis program 
acara RCTI. 

Ordinal 

Liking the 
Brand 

Pemirsa yang menonton suatu jenis program acara 
RCTI karena faktor suka akan mereknya  

Ordinal 

Commited 
Viewer 

Pemirsa yang menyarankan orang lain untuk 
menonton suatu jenis program acara di RCTI. 

Ordinal 

 
Populasi dan Sampel 
 

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Probability Sampling. Teknik 
probability sampling yang digunakan adalah Proportionate Stratified Random Sampling. 
Teknik itu digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan 
berstrata secara proporsional. Untuk menentukan besarnya ukuran sampel, peneliti 
menentukan total populasi terlebih dahulu, yaitu total kumulatif mahasiswa dari empat 
perguruan tinggi swasta yang diteliti. Total mahasiswa dari empat perguruan tinggi 
swasta tersebut adalah sebesar: 

Universitas Bina Nusantara  20.000 mahasiswa → populasi 
Universitas Trisakti   25.000 mahasiswa  
Universitas Tarumanegara  16.000 mahasiswa 
Universitas Atmajaya  13.000 mahasiswa 
      74.000 mahasiswa → Total Populasi 
 

Setelah mengetahui jumlah populasi, sampel ditentukan dengan Rumus Slovin 
(Prasetyo, 2005:136). 

                      n =          N 
                                  1 + N(e) ² 
 

 
 
Keterangan:   n = besaran sampel 

       N = besaran populasi 
 e = nilai kritis batas ketelitian yang diinginkan (persentase kelonggaran 

ketidaktelitian karena kesalahan penarikan sampel) 
Berdasarkan rumus tersebut, penghitungan jumlah sampel responden adalah 

sebanyak 398 orang. Karena populasi berstrata, sampelnya juga berstrata menurut setiap 
universitas. Dengan demikian, masing–masing sampel setiap universitas harus 
proporsional sesuai dengan populasi.  

 
 
 



 

Analisis Elemen Ekuitas... (Masruroh; Awin Indranto) 67

Jadi jumlah sampel untuk: 
Universitas Bina Nusantara = 20.000     x 398                = 108 
                 74.000           
Universitas Trisakti  = 25.000      x 398   = 135 
                 74.000 
Universitas Tarumanegara = 16.000      x 398   = 87 
      74.000 
Universitas Atmajaya  =  13.000      x 398  = 70 
      74.000 
Jadi jumlah responden = 108 + 135 + 87 + 70 = 400 responden 
 

Kriteria sampel yang dirumuskan oleh peneliti adalah responden (mahasiswa) 
menengah atas (kelas sosial ABC). Hal itu karena segmen pemirsa RCTI adalah kalangan 
menengah atas (kelas sosial ABC). Untuk menentukan kriteria tersebut, peneliti 
mengukur dari besarnya pengeluaran rata–rata mahasiswa per bulan. Berdasarkan standar 
yang digunakan PT Capricorn MARS Indotama, salah satu perusahaan marketing 
research di Indonesia, maka segmentasi kelas sosial masyarakat menengah atas dapat 
direpresentasikan dari golongan social economic status ABC menurut keseluruhan 
pengeluaran rata–rata rumah tangga per bulan untuk makanan, transportasi, gaji 
pembantu, listrik/air, dan lain lain. Akan tetapi, tidak termasuk pengeluaran untuk 
pembelian/cicilan barang mewah seperti TV, rumah, kendaraan, dan lain sebagainya. 

A: Lebih dari Rp. 2.250.000 
B: Antara Rp 1.750.000 – Rp. 2.250.000 
C: Antara Rp 1.250.000 – Rp. 1.750.000 

 
Dalam penelitian ini, untuk mengukur reponden masuk dalam kriteria mahasiswa 

menengah atas (kelas sosial ABC), peneliti mengasumsikan pengeluaran rata–rata 
perbulan mahasiswa menengah atas (kelas sosial ABC) sebesar: 

A: Lebih dari Rp. 1.750.000 
B: Antara Rp. 1.250.000 – Rp.1.750.000 
C: Antara Rp. 750.000 – Rp. 1.250.000     

 
Pengolahan dan Teknik Analisis Data 
 

Data penelitian diolah dengan program computer excel, word, SPSS. Untuk 
analisis data, digunakan beberapa teknik sesuai dengan prosedur dan permasalahan 
penelitian. Berikut teknik analisis data: Skala Likert untuk proses tabulasi data hasil 
kuisioner; Uji validitas dan reliabilitas data hasil kuisioner; Analisis tabelaris untuk 
permasalahan yang sifatnya deskriptif kualitatif, analisis itu untuk menjawab 
permasalahan 1; Uji Cochran digunakan untuk analisis permasalahan 2; Diagram 
Cartesius digunakan untuk analisis permasalahan 3; Analisis rata-rata digunakan untuk 
analisis permasalahan 4. 
 
 



 

Journal The WINNERS, Vol. 9 No. 1, Maret 2008: 62-73 68 

Hasil Penelitian 
 
Uji Validitas dan Reliabilitas 

 
Hasil uji validitas dan reliabilitas variabel brand association 11 butir pertanyaan 

dinyatakan valid dan reliabel, 9 butir pertanyaan perceived quality dinyatakan valid dan 
reliable, serta seluruh butir pertanyaan brand loyalty dinyatakan valid dan realibel. 
Profil Responden 
 

Tabel 1 Jenis Kelamin Responden 
 

RESPONDEN 
Laki – Laki Perempuan 

Jumlah Persentase Jumlah Persentase 
Universitas Trisakti 70 17,5% 65 16,25% 
Universitas Bina Nusantara 60 15% 48 12% 
Universitas Tarumanegara 34 8,5% 53 13,25% 
Universitas Atmajaya 28 7% 42 10,5% 

TOTAL 
192 48% 208 52% 

400 (100%) 
  

Sumber: Data diolah 
 

Tabel 2 Rata-rata Pengeluaran per bulan 
 

RESPONDEN 
RATA – RATA PENGELUARAN PER BULAN 

> Rp.1.750.000 Rp.1.250.00 - Rp.1.750.000 Rp.750.000 - Rp.1.250.000 
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase 

 Trisakti 22 5,5% 18 4,5% 95 23,75% 
 Bina Nusantara 8 2% 23 5,75% 77 19,25% 
 Tarumanegara 8 2% 16 4% 63 15,75% 
 Atmajaya 8 2% 13 3,25% 49 12,25% 

TOTAL 
46 11,5% 70 17,5% 284 71% 

400 (100%) 

Sumber: Data diolah 
 
Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa mahasiswa menengah atas (kelas sosial 

A) dengan pengeluaran rata – rata per bulan sebesar >Rp.1.750.00 paling banyak berada 
di Trisakti dengan jumlah 22 orang (5,5%). Hal itu karena Trisakti masih merupakan 
universitas swasta yang paling bergengsi di kalangan mahasiswa menengah atas sehingga 
banyak dari mereka yang memilih Trisakti untuk kuliah. Begitu juga dengan citra Trisakti 
yang sejak dulu sampai sekarang identik dengan banyaknya anak pejabat, model, pemain 
sinetron, dan orang terkenal yang kuliah disana. Hal itu juga diperkuat dengan biaya 
kuliah yang mahal dan banyaknya mahasiswa yang membawa kendaraan sendiri, 
terutama mobil.       
 
 



 

Analisis Elemen Ekuitas... (Masruroh; Awin Indranto) 69

 
Rata-rata Durasi Nonton TV 
 

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa durasi mahasiswa menonton TV dalam sehari 
paling banyak pada rentang 3–5 jam. Berarti hampir ¼ waktu aktivitas mahasiswa dalam 
sehari digunakan untuk menonton TV. Hal itu mungkin karena mahasiswa sangat peka 
terhadap dunia informasi dan hiburan, terutama media televisi. Terbukti dengan 
banyaknya program menarik untuk kalangan anak muda yang disajikan oleh stasiun 
televisi belakangan ini. Apalagi dengan munculnya TV berlangganan via satelit, seperti 
Indovision, Kabelvision, AstroTV, dan lain-lain, yang menyajikan program menarik dari 
luar negeri semakin membuat mahasiswa banyak menghabiskan waktu untuk menonton 
TV.  
 

Tabel 3 Durasi Mahasiswa Menonton TV dalam Sehari 
 

RESPONDEN 
RATA – RATA DURASI NONTON TV DALAM SEHARI 

< 1jam 1 – 3jam 3 – 5jam > 5jam 
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % 

Trisakti 12 3 40 10 50 12,5 33 8,25 
Bina Nusantara 13 3,25 38 9,5 45 11,25 12 3 
Tarumanegara 10 2,5 32 8 30 7,5 15 3,75 
Atmajaya 13 3,25 23 5,75 20 5 14 3,5 

TOTAL 
48 12% 133 33,25% 145 36,25% 74 18,5% 

400 (100%) 
 
Sumber: Data diolah 
 
Brand Awareness 
 
Top of Mind 
 

Mengacu pada hasil riset brand awareness (top of mind) pada setiap universitas 
tersebut, secara keseluruhan dari jumlah 400 responden, RCTI merupakan merek stasiun 
televisi swasta yang paling diingat oleh responden dengan jumlah 201 responden 
(50,25%). Trans TV diurutan kedua dengan 25,75%, Indosiar diurutan ketiga 5,75%, 
SCTV dengan 4%, Global TV dengan 3,5%, Metro TV dengan 2,75%, TV7 dengan 
2,25%, O’channel dengan 2%, JakTV dan Lativi masing–masing dengan 1,25%, 3 orang 
menyebutkan merek stasiun tv lainnya 0,75%, dan 0,5% menyebutkan TPI sebagai merek 
stasiun tv swasta yang paling mereka ingat.  

 
Brand Recall 
 

Secara keseluruhan dari jumlah 400 responden, merek SCTV menempati urutan 
pertama dalam kategori brand recall, yaitu merek lain yang disebut responden setelah 
mereka menyebutkan merek yang paling diingat pada kategori top of mind. Hal itu 
mungkin didukung dengan fakta bahwa SCTV merupakan stasiun televisi swasta yang 



 

Journal The WINNERS, Vol. 9 No. 1, Maret 2008: 62-73 70 

kedua setelah RCTI berdiri. Begitu juga dengan program acara SCTV, seperti Liputan 6 
yang telah memperoleh penghargaan sebagai acara berita terbaik dan dengan 
dihadirkannya penayangan Piala Dunia 2006 sehingga dapat menguatkan mereknya 
diingatan pemirsa. Hasil riset menunjukkan bahwa SCTV telah disebut responden 
sebanyak 88,75%, Indosiar sebanyak 75,25%, Global TV sebanyak 74%, TPI sebanyak 
67,25%, ANTV sebanyak 62,25%, TV7 sebanyak 59,5%, Trans TV sebanyak 57%, 
O’Channel sebanyak 56,75%, Lativi sebanyak 55,75%, RCTI sebanyak 49,5%, Jak TV 
sebanyak 43,25%, Metro TV sebanyak 40,25%, 10% menyebut merek stasiun tv lain, dan 
8% menyebut Spacetoon.  

 
Untuk RCTI sendiri, pada tingkatan ini sebanyak 198 mahasiswa yang 

menyebutkan merek RCTI setelah merek lain yang mereka sebut pada top of mind. Hal 
itu memperkuat pernyataan bahwa merek RCTI selalu diingat oleh pemirsa dan 
membuktikan dari 400 responden, 201 responden menyebutkan RCTI pada top of mind, 
198 responden pada brand recall, dengan jumlah total 399 responden, berarti hanya 1 
responden yang tidak menyebutkan merek RCTI pada riset brand awarness ini.     

 
Brand Recognition dan Unaware of Brand 
 

Pada kategori brand recognition (pengingatan kembali merek RCTI) dan 
unaware of brand (tidak mengenal merek RCTI sama sekali), dari 400 responden, hanya 
1 responden (0,25%) saja yang perlu diingatkan kembali akan merek RCTI. Hal itu terjadi 
karena responden lupa untuk mencantumkan merek RCTI pada pertanyaan sebelumnya, 
baik dikategori top of mind maupun brand recall. Untuk unaware of brand, tidak ada 
satupun responden (0%) yang tidak mengenali merek RCTI. Hal itu memperkuat 
simpulan bahwa di tengah persaingan bisnis penyiaran televisi swasta yang sangat 
kompetitif, tidak ada satu orang pun yang lupa akan eksistensi RCTI.  
 
Brand Asociation 
 

Dari sembilan asosiasi yang diperoleh, hanya terdapat tiga asosiasi yang 
membentuk brand image, RCTI yaitu asosiasi: Seputar Indonesia, RCTI Oke, dan 
Indonesian Idol. Ketiga asosiasi ituah yang terlintas dipikiran pemirsa tentang RCTI 
sehingga membentuk brand image RCTI. Hasil itu memperkuat fakta bahwa slogan 
“RCTI Oke” yang ditayangkan sejak RCTI berdiri hingga sekarang begitu tertanam di 
benak pemirsa. Begitu juga dengan program acara Seputar Indonesia yang ditayangkan 
sejak dulu hingga sekarang. Dan juga terlihat bahwa program acara Indonesian Idol  
dapat memikat hati pemirsa sehingga menjadi salah satu asosiasi yang membentuk brand 
image RCTI.  
 
Perceived Quality 

 
Dari hasil riset perceived quality, pada diagram Cartesius terdapat beberapa 

atribut yang terletak di kuadran I (kinerja rendah, tingkat kepentingan tinggi) bahwa 



 

Analisis Elemen Ekuitas... (Masruroh; Awin Indranto) 71

RCTI perlu meningkatkan kinerjanya karena dinilai penting oleh pemirsa (mahasiswa), 
yaitu Program inovatif dan kreatif, Program menarik, dan Konten program terpercaya 
dan andal. Pada kuadran II (kinerja tinggi, tingkat kepentingan tinggi) diagram 
Cartesius, RCTI perlu mempertahankan kinerjanya karena menurut pemirsa (mahasiswa) 
sudah sesuai harapan, terdapat beberapa atribut, yaitu Audio video bagus, Informasi up-
to-date, Aktualitas dan  kredibilitas berita, dan Program bervariasi. 

 
Untuk kuadran III (kinerja rendah, kepentingan rendah) pada diagram Cartesius, 

RCTI tidak perlu memperhatikan kinerjanya karena dianggap tidak penting oleh pemirsa 
(mahasiswa) terdapat beberapa atribut, yaitu Logo menarik dan Hubungan baik dengan 
pemirsa. Namun, tidak terdapat satupun atribut kualitas pada kuadran IV diagram 
Cartesius (kinerja tinggi, tingkat kepentingan rendah).  
 
Brand Loyalty 
 
 Loyalitas merek RCTI sudah cukup baik karena bentuk piramida yang ideal, 
yaitu makin ke atas makin melebar tetapi pada level satisfied viewer dan liking the brand  
terlihat mulai mengecil, namun membesar lagi pada commited viewer. Pemirsa RCTI 
paling banyak berada pada tingkat habitual viewer (57%) atau 228 dari 400 pemirsa, 
yaitu paling banyak pemirsa menonton RCTI karena faktor kebiasaan. Hal itu mungkin 
karena pemirsa hanya menonton program acara tertentu saja yang menurut mereka 
menarik sehingga menjadi kebiasaan mereka untuk menonton program acara tersebut. 
Misalkan untuk menonton berita, pemirsa sudah merasa terbiasa untuk menonton Seputar 
Indonesia di sore hari dan acara lainnya. Hal itu juga mungkin terjadi dengan stasiun 
televisi lain dan tingkat loyalitas pemirsa berada pada habitual viewer karena pemirsa 
menonton televisi berdasarkan kualitas programnya, bukan karena merek stasiun 
televisinya.   
 
 Untuk tingakatan switcher (pemirsa yang menonton RCTI karena faktor pengalih 
dari stasiun televisi lain yang sedang iklan), yaitu tingkatan loyalitas merek paling bawah, 
hanya 35% atau 140 dari 400 pemirsa. Hal itu merupakan kabar baik bagi RCTI dan 
tingkat switcher sebesar 35% lebih kecil dari jumlah pemirsa TV Indonesia yang selalu 
berganti saluran selama jeda iklan (switcher) sebesar 53%, menurut hasil riset Lowe 
Indonesia. Jadi, dapat dikatakan bahwa tingkat switcher RCTI rendah.  
 

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa loyalitas merek RCTI cukup baik karena 
tidak berada pada tingkatan paling bawah, yaitu switcher. Akan tetapi, berada pada 
tingkatan habitual viewer. Hal itu terjadi karena mungkin kebanyakan pemirsa menonton 
RCTI hanya pada program acara tertentu saja yang disukai sehingga sudah menjadi 
kebiasaan merek untuk menonton program acara tersebut. Dan hal itu juga mungkin 
terjadi pada stasiun televisi yang lain. 

 
 
 



 

Journal The WINNERS, Vol. 9 No. 1, Maret 2008: 62-73 72 

 
PENUTUP 

 
 

Simpulan yang dapat diambil sebagai berikut. Pertama, brand awarness atas 
merek RCTI menunjukkan bahwa merek RCTI berada pada urutan pertama di tingkat top 
of mind dengan 50,25% responden. Kedua, brand association atas merek RCTI terdapat 3 
asosiasi yang membentuk brand image (citra merek) RCTI, yaitu asosiasi RCTI Oke, 
Indonesian Idol, dan Seputar Indonesia. Ketiga, perceived quality, dilihat dari diagram 
Cartesius terdapat atribut: Kualitas program inovatif dan kreatif, program menarik, 
konten program terpercaya dan andal pada kuadran I; Audio video bagus, informasi up-
to-date, aktualitas dan kredibilitas berita, dan program bervariasi pada kuadran II; dan 
Logo menarik dan hubungan baik dengan pemirsa pada kuadran III. Keempat, brand 
loyalty, pemirsa RCTI berada pada tingkat habitual viewer sebesar 57% dan pada tingkat 
switcher rendah, yaitu sebesar 35%. 
 
 Saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah pertama, asosiasi yang 
membentuk brand image RCTI masih sedikit (hanya 3 asosiasi) dan tidak terdapat unsur 
kualitas dalam brand image, misalkan program menarik, stasiun televisi yang inovatif, 
dan lain-lain. Untuk itu, perusahaan perlu lebih menonjolkan core compentences 
(kompetensi utama), misalkan RCTI terkenal dengan menayangkan program acara 
Reality Show maka pada bagian itulah yang perlu lebih ditonjolkan sehingga dapat 
menanamkan asosiasi Reality Show dalam benak konsumen dan begitu juga dengan 
asosiasi lain yang ingin ditanamkan. 
 

Kedua, pada perceived quality, RCTI perlu meningkatkan kinerjanya dalam 
program acara agar lebih inovatif dan lebih kreatif sehingga dapat terus memikat hati 
pemirsa dan konsumen lainnya. Begitu juga dengan membuat konten atau isi dari 
program acaranya yang lebih terpercaya dan dapat diandalkan agar dapat bersaing dengan 
stasiun televisi swasta nasional, lokal, maupun dari luar negeri. 

 
 

DAFTAR PUSTAKA 
 
Anonymous. 2005. “Peta Pemasok Program di Stasiun TV,” CAKRAM Komunikasi. 

Vol.256, p34. 
 
AHW, ARW, FFP/BSE. 2005. “Jualan Program ala TV Lokal,” CAKRAM Komunikasi. 

Vol.255,p.54 
 
BSE. 2005. “Iklan TV Sudah Membosankan!,” CAKRAM Komunikasi. Vol.254, p23. 
 
Chernatony, Leslie de. 2001. “Model for Strategically Building Brands,” Journal of 

Brand Management. Vol.9. 



 

Analisis Elemen Ekuitas... (Masruroh; Awin Indranto) 73

 
David, Fred R. 2007. Strategic Management. 11th Edition. New Jersey: Prentice Hall. 
 
Durianto, Darmadi, Sugiarto, dan Tony Sitinjak. 2004. Strategi Menaklukkan Pasar 

Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 
 
Durianto, Darmadi, Sugiarto, dan Lie Joko Budiman. 2004. Brand Equity Ten: Strategi 

Memimpin Pasar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 
 
Kartajaya, Hermawan. 2004. Hermawan Kartajaya on brand Seri 9 Elemen Marketing. 

Bandung: PT Mizan Pustaka. 
 
Kotler, Philip. 2006. Marketing Management. 12th Edition. New Jersey: Prentice Hall. 
 
Nicolino, Patricia F. 2004. Brand Management: The Complete Ideal’s Guides. Jakarta: 

Prenada Media. 
 
Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori 

dan Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 
 
Simamora, Henry. 2002. Aura Merek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 
 
Soelaeman, Henni T. 2006. “Babak Baru Setelah Murdoch Datang,” SWA Sembada. Vol. 

XXII, No.3, p106.  
 
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV ALFABETA. 
 
Supranto. 2001a. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikkan Pangsa 

Pasar. Jakarta: Rineka Cipta. 
 
_______. 2001b. Statistik Teori dan Aplikasi. Jilid-2. Jakarta: Erlangga. 
 
Susanto, A.B dan Himawan Wijanarko. 2004. Power Branding Membangun Merek 

Unggul dan Organisasi Pendukungnya. Jakarta: PT Mizan Publika. 
 
Tjiptono, Fandy. 2001. Strategi Pemasaran Edisi 2. Yogyakarta: ANDI.