JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA                                               VOLUME 1 NOMOR 1 
 (ISSN: 2442-3750)                                   (Halaman 89-98) 

Miftakhul  Jannah dkk, Identifikasi Pteridophyta di Piket 89 

 

IDENTIFIKASI PTERIDOPHYTA DI PIKET NOL PRONOJIWO LUMAJANG 

SEBAGAI SUMBER BELAJAR  BIOLOGI 

 

Miftakhul  Jannah, Wahyu Prihanta, Eko susetyorini. 
1
Pendidikan Biologi FKIP Universtias Muhammadiyah Malang,  

 e-mail: mifta_cute70@yahoo.co.id 

 

 

ABSTRACT 

 
Indonesia has abundant Pteridophyta, because Indonesia has a climate that supports the growth of 

Pteridophyta. Pteridophyta are found in tropical forests which have abundant sunlight and high humidity. 

Pronojiwo have characteristics suitable forest for life pteridophyta.This type of research is descriptive 

research. Research will be conducted in two places, pteridophyta samples implemented Piket Nol 

Pronojiwo Lumajang and FGD in  Mataram Lumajang  high school 

Keywords: Pteridhophyta, Piket Nol Lumajang, FGD 

 

Pteridophyta memiliki habitat  tersebar di 

seluruh bagian bumi, namun paling banyak 

ditemukan   hidup di tropika. Menurut 

Tjitrosomo et.al (1983), Pteridhopyta 

hidup tersebar luas dari tropika yang 

lembab sampai melampaui lingkaran 

artika. Jumlah yang sangat besar dijumpai 

di hutan-hutan  hujan tropika dan juga 

tumbuh dengan subur di daerah beriklim 

sedang. 

Pteridophyta memiliki anggota jenis 

yang cukup besar, menurut Jones dan 

Luchsinger (1986) di seluruh dunia 

ditemukan  13.000 species Pteridophyta. 

Di  Malaya yaitu kawasan yang meliputi  

sebagian besar kepulauan Indonesia, 

Philipina, Guinea dan Australia Utara, 

terdapat 4.000 species Pteridophyta yang 

mayoritas anggota Kelas  Filicinae 

(Whitten dan Whitten 1995). Menurut 

Loveless (1999), Pteridophyta memiliki 

10.000 species,  3.000 diantaranya 

diperkirakan hidup di Indonesia. 

Indonesia memiliki jumlah 

Pteridophyta yang melimpah karena 

Indonesia memiliki  iklim yang 

mendukung pertumbuhan Pteridophyta. 

Pteridophyta banyak ditemukan pada hutan 

tropika yang memiliki cahaya matahari 

melimpah dan kelembaban tinggi.  Di 

hutan tropika Pteridophyta menempati 

habitat yang ternaungi seperti epifit pada 

pepohonan atau pada dasar lantai hutan 

yang lembab, Pteridophyta di hutan 

terlindung dari panas dan angin kencang. 

Beberapa jenis Pteridophyta dapat di 

temukan di lahan terbuka  membentuk 

belukar yang menutupi tanah-tanah 

kosong.  Pteridophyta di lahan terbuka 

kebanyakan hidup soliter dan tumbuh lebih 

lambat dari Pteridophyta di daerah 

ternaungi (LIPI 1980). 

Pteridophyta memiliki banyak   

manfaat   bagi manusia, yaitu  sebagai 

tanaman hias sebagai contoh   

Platycerium, Adiantum, Asplenium dan 

Sellaginela; sebagai sayuran yaitu   

Marsilia crenata, Pteridium aquilinu: 

sebagai dekorasi dan karangan bunga   

yaitu Gleichenia linearis,  sebagai bahan 

pembersih yaitu   Equisetum, sebagai 

bahan obat-obatan yaitu Aspidium filixmas, 

Lycopodium clavatum  (Mirna, 2010). 

Fungsi ekologi Pteridophyta sebagai salah 

satu komponen pembentuk vegetasi hutan 

mampu menahan limpasan air hujan yang 

bermanfaat untuk mengurangi debit banjir 

dan penahan air yang berfungsi sebagai 

sumber air (Polunin, 2004). 

 Tumbuhan Pteridophyta 

diajarkan di sekolah pada bidang studi 

biologi mulai tingkat sekolah dasar sampai 



JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA                                               VOLUME 1 NOMOR 1 
 (ISSN: 2442-3750)                                   (Halaman 89-98) 

Miftakhul  Jannah dkk, Identifikasi Pteridophyta di Piket 90 

perguruan tinggi pada jurusan tertentu 

terutama jurusan biologi. Di Sekolah 

Menengah   pengajaran Pteridophyta  

menurut Pedoman KBK Mata Pelajaran 

Biologi yang diterbitkan  Departemen 

Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan 

Pengembangan Pusat Kurikulum Jakarta, 

tercantum dalam Kompetensi Dasar : 

Melakukan kegiatan kerja ilmiah 

(mengamati, mengelompokkan, 

mengkomunikasikan, menafsirkan, 

mengajukan pertanyaan) dengan materi 

pengelompokan atau penggolongan 

dengan indikator: Menemukan perbedaan 

dan persamaan ciri berbagai objek biologi 

berdasarkan morfologi dan anatomi; 

Melakukan klasifikasi  berdasarkan ciri 

yang teramati dan Menggunakan kunci 

determinasi sederhana pada beberapa 

spesies yang diberikan (2001). 

Piket Nol Pronojiwo Lumajang 

memiliki karakteristik klimatologi curah 

hujan cukup tinggi yaitu 2200 mm/tahun, 

tinggi tempat antara 548.64 sampai dengan 

731.52 Mdpl,  suhu rata-rata 20
0
 C – 30

0
C. 

Dengan letak astronomis antara  

112º54’09” -113º01’09” BT dan 8º06’30” 

– 8º15’43” LS (Agus, 2011). Kawasan ini   

mudah dijangkau karena dilalui Jalan Raya 

Malang – Lumajang. Berdasarkan hasil 

KKL matakuliah Botani Tumbuhan Tinggi 

Jurusan pendidikan Biologi Universitas 

Muhammadiyah Malang ditemukan 3 

kelas  anggota Pteridophyta dari 4 kelas 

yang ada. Namun sampai saat ini belum 

didapatkan data publikasi tentang jenis-

jenis dan belum dilakukan penelitian untuk 

penggunaan sebagai sumber belajar di 

sekolah. 

 

METODE 

Jenis penelitian yang digunakan 

dalam penelitian ini adalah jenis penelitian 

deskriptif. Penelitian ini dilakukan untuk 

mengidentifikasi jenis-jenis  Pteridophyta  

yang ada di hutan Pronojiwo Kabupaten 

Lumajang serta pemanfaatanya sebagai 

sumber belajar biologi dengan metode 

FGD (Focus Group Discusion) dengan 

peserta guru SMA Mataram Tempursari 

Lumajang. 

Sampel yang digunakan dalam 

penelitian ini adalah jenis Pteridophyta 

yang ditemukan dalam penelitian di kanan 

kiri jalan raya Malang-Lumajang pada 

Pasirian Km. 16 sampai dengan Km. 

18+700 di piket nol pronojiwo Kabupaten 

Lumajang. Teknik pengambilan sampel 

dengan sistem transek dengan membuat 

petak contoh 20 x 20 meter. Sepanjang 

kanan kiri jalan raya Malang Lumajang 

mulai Pasirian Km 14 sampai dengan Km 

18, jarak antar transek 200 meter. 

Penentuan luas petak contoh 20 x 20 meter 

dengan pertimbangan banyak Pteridophyta 

yang epifit pada pohon, sehingga 

menggunakan luas petak contoh pada 

pohon. Dimana menurut Siti Latifah, 2005 

luas petak pohon adalah 20 x 20 meter, 

sebelum dilakukan pengambilan 

pteridophyta difoto terlebih dahulu 

sehingga didapatkan hasilberupa foto serta 

tumbuhan pteridophyta yang nantinya 

diherbarium. 

Pteridophyta yang ditemukan 

dimanfaatkan untuk sumber belajar dengan 

menentukan standart kompetensi dan 

kompetensi dasar yang sesuai untuk 

pengajaran biologi di tingkat SMA. 

Kemudian Pemanfaatan sebagai sumber 

belajar dilakukan dengan menyusun 

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 

dan LKS,Untuk kelayakan RPP yang 

disusun serta kelayakan pemanfaatan 

Pteridopyta Piket Nol Pronojiwo 

Lumajang sebagai sumber belajar 

dilakukan FGD dengan guru-guru IPA 

SMA MATARAM Tempursari 

Lumajang,Berdasarkan masukan dari 

kegiatan FGD dilakukan revisi pada RPP 

yang telah disusun. 

HASIL 

Berdasarkan hasil penelitian jenis 

Pteridophyta di Piket Nol Pronojiwo 

Lumajang di dapatkan data seperti pada 

tabel 1. 



JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA                                               VOLUME 1 NOMOR 1 
 (ISSN: 2442-3750)                                   (Halaman 89-98) 

Miftakhul  Jannah dkk, Identifikasi Pteridophyta di Piket 91 

Tabel 1. Hasil Penelitian Jenis Pteridophyta di 

Piket Nol Pronojiwo Lumajang. 

No  Kelas  Jenis 

1. Psilophytinae 
Psilotum nudum Linnaeus 

& P.Beauv 

2. Lycopodiinae 

Selaginella willdenovii 

Desv. & Baker 

Selaginella ornata  

(Hook.), Grev & Spring 

3. Filicinae 

Christela dentata (Forsk.) 

Brownsy&Jermy 

Diplazium acsenden BI. 

Lepisorus longifolius (BI). 

Holtt. 

Dicranopteris dichotoma 

Bernh. 

Amphineuron terminans 

(Bl) Holtt 

Goniophlebium 

persicifolium (Desw) 

Presl. 

Chingia ferox (Bl) Ching 

Pteris ensiformis Burm. 

Pteris longifolia Auctt. 

Asplenium nidus Linn. 

Asplenium tenerum  Forst. 

Pityrogramma 

calomelanos (L).Link 

Nephrolepis hirsutula 

(Forst).Pr 

Pneumatopteris ecallosa 

Holtt. 

Pyrrosia stigmosa 

(Sw).Ching. 

Phymatodes longisima 

(Bl).J.Sm 

Phymatodes scolopendria 

(Burn) Ching 

Tectaria grandidentata 

(Cesati) Holtt 

Drymoglosum 

piloselloides (L) Presl 

Athirium esculenta (Retz). 

Copel. 

Athirium filix Copel 

Nephrolepis falcata (Cav) 

C. Chr. 

Belvisia revoluta (BI). 

Copel. 

Belvisia mucronata (Fee). 

Copel 

Arachnoides haniffii 

(Holtt) Ching 

Adiantum capilus veneris 

Linn 

Lindsaea lucida Bl 

Chyatea obsura (Scort). 

Copel. 

4. Equisetinae  - 

Hasil Identifikasi Pteridhophyta di 

Piket Nol Pronojiwo Lumajang 

 

1. Silotum nudum Linnaeus & P.Beauv 

 Herba kecil rendah, dan 

bercabang-cabang menggarpu, tumbuhan 

ini sama sekali tidak berakar hanya 

mempunyai tunas-tunas tanah dengan 

rizoid-rizoid, pada batang terdapat mikrofil 

(daun-daun kecil) berbentuk sisik, tidak 

bertulang dan tersusun jarang-jarang dalam 

garis spiral. Sporokarp tidak terminal pada 

ujung batang atau cabang-cabang, tetapi di 

antara taju-taju sporofil yang berbagi 

menggarpu (Tjitrosoepomo, 1994: 216).  

 

2. Selaginella willdenovii Desv. & Baker 

 Batang tegak dan bersisik halus, 

percabangan menyirip. Ental berwarna 

hijau, bulat lonjong. Licin dan agak kaku, 

ental subur dalam bentuk stobili berbentuk 

tabung  (Tjitrosoepomo, 1994: 225). 

 

3. Selaginella ornata  (Hook.) 

            Batang menjalar, ental kecil, tipis 

berseling pada batang, bercabang dua, 

kemudian cabangnya bercabang dua lagi 

begitu seterusnya, ental-ental subur 

tersusun di dalam karangan menyerupai 

bulir yang disebut strobili. Strobili terletak 

di ujung percabangan berwarna hijau 

keputihan (Tjitrosoepomo, 1994: 224). 

 

4. Christela dentata (Forsk.) 
Brownsy&Jermy 

Sorus berada di bagian bawah daun, 

tersusun rapi kanan dan kiri. Sorus terletak 

di tengah urat daun. Sorus yang berkumpul 

membentuk sori yang dilindungi oleh 

rambut- rambut halus (Common Ferns of 

The Philippines, 1994. Hal 28), (Piggott, 

1998: 219). 

 

5. Diplazium acsenden BI. 
Terestrial, batang berwarna hijau, 

rhizome kadang berasal dari tangkai ental, 

panjang ental 0,4-1,5m, dengan lebar 30-



JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA                                               VOLUME 1 NOMOR 1 
 (ISSN: 2442-3750)                                   (Halaman 89-98) 

Miftakhul  Jannah dkk, Identifikasi Pteridophyta di Piket 92 

50 cm, bagian permukaan atas ental 

berwarna hijau gelap, licin, bagian bawah 

permukaan hijau keputihan, memiliki 

papila kecil dan pada ental memiliki 

cuping. Terkadang tumbuh calon individu 

baru pada ketiak anak daun. Sori tersusun 

di antara anak tulang daun memanjang 

sampai pinggiran ental. Berwarna putih 

kehijauan saat muda dan berwarna coklat 

saat matang (Holtum, 1968: 558). 

 

6. Lepisorus longifolius (BI). Holtt. 
Bentuk Sorus lonjong, tenggelam pada 

helaian daun, daun panjang dan urat daun 

tidak tampak, sedangkan tulang daun 

utama tampak (Holttum, 1968:  266). 

 

7. Dicranopteris dichotoma Bernh. 
Rhizome panjang, menjalar, pucuk 

berwarna hijau pucat, ditutupi bulu-bulu 

hitam, batang licin berwarna coklat 

kehitaman, tangkai ental berwarna hijau 

kekuningan, ental berwarna hijau, tiap-

tiapcabang bercabang dua, masing-masing 

cabang bercabang lagi. Sori terdapat 

disetiap anak daun dan penyebaranya 

terbatas disepanjang tulang daun, berwarna 

hijau keputihan saat mudan dan berwarna  

coklat saat tua (Holtum, 1968:69). 

 

8. Amphineuron terminans (Bl) Holtt 
     Sorus berbentuk bulat, berada di bagian 

ujung anak daun (pinna). Indisium 

menutupi setiap Sorus, indisium pada 

tumbuhan ini adalah indisium asli yaitu 

penutup yang merupakan perkembangan 

dari epidermis bawah daun (Holtum, 

1968). 

 

9. Goniophlebium persicifolium (Desw) 
Presl. 

     Epifit, rimpang menjalar berwarna 

hitam, tangkai ental berwarna hitam licin, 

ental majemuk dengan pinggiran 

bergelombang, berwarna hijau, licin, 

panjang, ental 80-100 cm, sori terdapat 

diantara anak-anak tulang daun, sejajar 

berwarna hijau kekuningan saat masih 

muda dan berwarna coklat saat matang 

(Holtum, 1968: 296). 

     Berdasarkan ciri-ciri di atas maka dapat 

di ketahui klasifikasinya Epifit, rimpang 

menjalar berwarna hitam, tangkai ental 

berwarna hitam licin, ental majemuk 

dengan pinggiran bergelombang, berwarna 

hijau, licin, panjang, ental 80-100 cm, sori 

terdapat diantara anak-anak tulang daun, 

sejajar berwarna hijau kekuningan saat 

masih muda dan berwarna coklat saat 

matang (Holtum, 1968: 296). 

 

10. Chingia ferox (Bl) Ching. 

Sorus terletak di tengah tulang 

daun, posisi daun berseling, batang 

terdapat bulu rambut (Holttum, 1968). 

 

11. Pteris ensiformis Burm. 
Paku tanah, 0,15-0,70 m. Akar 

rimpang tegak  atau merayap, pendek dan 

beruas pendek. Daun gundul, tegak, 

menyirip rangkap, kuat, tidak beruas 

dengan akar rimpang . Panjang daun steril 

5-20 cm, di atas tangkai dari 5-20 cm, sirip 

akhir 5-8 cm, sirip samping kedua belah 

sisi 3-7, bertangkai pendek atau duduk; 

anak daun kedua belah sisi dari poros, sirip 

1-4, memanjang bulat telur terbalik, 

membulat atau tumpul, bergerigi tajam, 1-

2 kali 4-6 mm, yang terbawa kerap kali 

berbagi, anak daun terujung adalah 

terpanjang. Daun fertile jelas berbeda 

dengan yang steril, panjang 20-40 cm, di 

atas tangkai yang panjangnya 10-20 cm, 

anak daun atau taju daun berbentuk garis, 

lebar 2-4 mm, tepi rata, tetapi yang pada 

ujung bergerigi. Sori pada sisi bawah daun 

di atas urat daun yang berjalan sepanjang 

tepi, tertutup oleh tepi daun yang tipis 

seperti selaput dan menggulung. Ada 

bentuk antara anak daun fertile dan steril. 

Seluruh Jawa, 5-900 m. (Stenis, 2002: 95). 

 

12. Pteris longifolia Auctt. 

Paku tanah, 0,15-0,70 m. Akar 

rimpang tegak  atau merayap, pendek dan 

beruas pendek. Daun gundul, tegak, 

menyirip rangkap, kuat, tidak beruas 

dengan akar rimpang . Panjang daun steril 

5-20 cm, di atas tangkai dari 5-20 cm, sirip 



JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA                                               VOLUME 1 NOMOR 1 
 (ISSN: 2442-3750)                                   (Halaman 89-98) 

Miftakhul  Jannah dkk, Identifikasi Pteridophyta di Piket 93 

akhir 5-8 cm, sirip samping kedua belah 

sisi 3-7, bertangkai pendek atau duduk; 

anak daun kedua belah sisi dari poros, sirip 

1-4, memanjang bulat telur terbalik, 

membulat atau tumpul, bergerigi tajam, 1-

2 kali 4-6 mm, yang terbawa kerap kali 

berbagi, anak daun terujung adalah 

terpanjang. Daun fertile jelas berbeda 

dengan yang steril, panjang 20-40 cm, di 

atas tangkai yang panjangnya 10-20 cm, 

anak daun atau taju daun berbentuk garis, 

lebar 2-4 mm, tepi rata, tetapi yang pada 

ujung bergerigi. Sori pada sisi bawah daun 

di atas urat daun yang berjalan sepanjang 

tepi, tertutup oleh tepi daun yang tipis 

seperti selaput dan menggulung. Tidak 

Ada bentuk antara anak daun fertile dan 

steril (Stenis, 2002: 95). 

 

13. Asplenium nidus Linn. 
Ental tunggal, panjang ental 15-1,2 m, 

lebar 5-15 cm, tepinya rata dengan 

permukaan berombak, warnaental bagian 

bawah hijau pucat, tangkai ental sangat 

pendek, hampir tidak kelihatan, berwarna 

coklat. Sori terletak dipertulangan ental 

bagian bawah. Berwarna coklat tua, 

tersusun menyirip (Holtum, 1968: 305). 

 

14. Asplenium tenerum Forst. 
Sorus terdapat di bagian bawah daun, 

letaknya sejajar dengan anak tulang daun. 

Tangkai daunnya pendek atau daun duduk. 

Sirip semakin ke atas semakin mengecil 

dan akhirnya membentuk satu daun. Sori 

pada sisi bawah daun di bawah tepi taju 

daun yang menggulung, tepi daun tersebut 

juga berfungsi menjadi selaput penutup, 

melintang memanjang sampai pendek 

berbentuk garis, lurus atau bengkok  

(Stenis, 2002: 95). 

 

15. Pityrogramma calomelanos (L).Link 
Habitat   terestrial, sisi bawah daun 

tertutup bedak putih (lapisan lilin). Sori 

mengikuti urat, daun menyirip rangkap 2 

atau lebih (Steenis, 2002: 91). 

 

16. Nephrolepis hirsutula (Forst).Pr 

Daun menyirip, pangkal daun 

tertaancap pada batang, tunas adventiv 

pada akar. Sorus berbentuk jantung, 

terdapat pada tepi permukaan bawah daun 

(Holtum, 1968). 

 

17. Pneumatopteris ecallosa Holtt. 
       Teresterial, batang berwarna hijau 

kecoklatan, terdapat garis putih jaringan 

udara. Ental berwarna hijau dibagian 

permukaan, dan berwarna hijau pucat di 

bagian permukaan bawah, kasap, panjang 

ental antara 100-120 cm, dengan lebar 30-

60 cm, memiliki aurikel dibagian paling 

bawah, sebelum anak daun, mengellingi 

batang. Sori tersusun dibagian kanan dan 

kiri anak tulang daun dan berada di bagian 

tengahnya, berwarna putih kehijauan saat 

masih muda dan berwarna coklat gelap 

saat matang (Holttum, 1968). 

 

18. Pyrrosia stigmosa (Sw).Ching. 

       Epifit, rhizome menjalar, bersisik, 

berwarna coklat, ujung rhizome berwarna 

agak keemasan, tangkai empal sangat 

pendek, seluruh permukaan ental ditutupi 

bulu-bulu halus berwarna coklat 

kemerahan, panjang ental 25-45 cm, 

dengan lebar 3-6 cm, apex ental tumpul. 

Ada dua jenis ental,pada permukaan 

bawah ental steril ditutupi bulu-bulu halus 

yang rapat seperti sisik,  berwarna coklat 

kemerahan, sedangkan ental fertil diturupi 

oleh sori yang tersusun antara urat-urat 

daun. Sori berwarna kuning saat muda, dan 

berwarna coklat saat matang, sori hanya 

terdapat pada duapertiga bagian apex ental 

(Holtum, 1968: 147). 

 

19. Phymatodes longisima  (Bl).J.Sm 

Epifit dan teresterial, ental memiliki 

panjang 50-100 cm, dengan lebar 20-25 

cm, berwarna hijau mengkilat bertoreh 

dalam. Sori terdapat di kanan dan kiri 

pertulangan ental, berada pada cekungan 

yang dalam, sekitar 1-1,5 mm, Sorus muda 

berwarna kuning kehijauan dan berwarna 

coklat saat matang (Holttum, 1968:  Lubis, 

2009:   106). 

 



JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA                                               VOLUME 1 NOMOR 1 
 (ISSN: 2442-3750)                                   (Halaman 89-98) 

Miftakhul  Jannah dkk, Identifikasi Pteridophyta di Piket 94 

20.Phymatodes scolopendria (Burn)  

Ching 

      Rizome panjang, antara 7 mm Epifit 

dan teresterial, ental memiliki panjang 50-

100 cm, dengan lebar 20-25 cm, berwarna 

hijau mengkilat bertoreh dalam. Sori 

terdapat di kanan dan kiri pertulangan 

ental, berada pada cekungan yang dalam, 

sekitar 1-1,5 mm, Sorus muda berwarna 

kuning kehijauan dan berwarna coklat saat 

matang (Holttum, 1968: Lubis, 2009: 106) 

 

21. Tectaria grandidentata (Cesati) Holtt 

Rimpang pendek, ental tunggal 

dengan torehan yang dalam, setiap tulang 

daun dihubungkan oleh torehan ental pada 

ental muda  torehan belum terlihat,  

permukaan ental di bagian atas dan agak 

kasap di bawah, panjang ental 85-125 cm, 

dengan lebar 30-50 cm, tersebar di bawah 

permukaan ental, diantara urat-urat ental, 

berwarna coklat (Holtum, 1968: 503: 

Piggot, 1964: 348). 

 

22. Drymoglosum piloselloides (L) Presl 

Epifit, akar rimpang panjang, kecil, 

merayap, besisik, sisik menempel kuat. 

Daun tepi rata, dimorfus, kaki lancip, 

ujung membulat atau tumpul, berdaging. 

Daun fertil bertangkai pendek atau duduk 

oval memanjang, yang fertil jauh lebih 

panjang berbentuk garis. Sori panjang 

sejajar dan dengan jarak tertentu dengan 

tulang daun tengah, pada ujung selalu 

mendekat (Stenis, 2002: 92). 

 

23. Athyrium esculenta  (Retz). Copel 

 Memiliki tekstur daun agak kaku, tepi 

daun bergerigi, ujung daun meruncing, 

pangakal daun berlekuk, permukaaan daun 

halus, pertulangan daun menyirip yang 

ujungnya sampai pada tepi anak daun dan 

berwarna hijau gelap. Etal muda ditutupi 

sisik coklat muda (Holttum, 1968: 543). 

 

24. Athyrium filix Copel.  

Sorus terletak di tepi daun 

berbentuk tapal kuda. Sorus melengkung 

seperti bulan sabit tertutupi reniform 

coklat keputihan, berbentuk ginjal dan 

memiliki indisium (Holtum, 1968: 266) 

 

25. Nephrolepis falcata (Cav) C. Chr. 

Paku tanah jarang epifit, akar 

rimpang, tegak berdaun lebat, tangkai daun 

10-60 cm, pangkalnya gundul atau bersisik 

jarang. Helaian daun dari tanaman yang 

normal 20-120 kali 5-16 cm., kerapkali 

kaku tegak, poros gundul. Anak daun 

duduk atau hampir duduk, kerap kali 

dengan sisik yang berkapur, yang terbawah 

agak berjauhan, kecil yang lebih tinggi 

terkumpul rapat,ujung menyempit lancip.  

Pinnae subur sempit daripada yang steril 

dan sori memiliki indusia kecil 

berkembang hanya di margin  (Piggot, 

1988 : 375). 

 

26. Belvisia revoluta (BI). Copel. 

Rhizome bersisik runcing, 

berwarna coklat gelap. Memiliki dua jenis 

ental, steril memiliki panjang 10-12 cm, 

berbentuk lanset, ental fertil dengan 

panjang 15-20 cm, lebar 3-5 cm, sori 

tersusun dipinggir ental dibagian bawah 

berwarna coklat (Holttum, 1968). 

 

27. Belvisia mucronata  (Fee). Copel 

Hidup epifit (menempel)   di 

batang pepohonan, sorus tersebar di atas 

permukaan yang lebih rendah seperti di 

ujung dan berwarna kecoklatan. Akar 
pendek merambat (Holttum, 1968). 

 

28. Arachnoides haniffii (Holtt) Ching 

 Teresterial, helaian ental licin, 

berwarna hijau gelap, terkadang terlihat 

kebiruan, permukaan bagian bawah 

berwarna hijau pucat, anak daun saling 

berdekatan di bagian ujung dari anak daun 

terlihat seperti gigi. Sori terdapat di bagian 

ujung anak tulang daun, berwarna coklat 

kehitaman. Rimpang panjang, menjalar, 

berbulu kaku, berwarna coklat, panjang 

ental keseluruhan 35-65 cm, dengan lebar 

15-22 cm (Holttum, 1968 ). 

 

 



JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA                                               VOLUME 1 NOMOR 1 
 (ISSN: 2442-3750)                                   (Halaman 89-98) 

Miftakhul  Jannah dkk, Identifikasi Pteridophyta di Piket 95 

29. Adiantum capilus veneris Linn 

 Tangkai daun hitam mengkilat dan 

halus, batangnya sangat pendek berada di 

antara tangkai daun. Sorus berbentuk 

ginjal di bagian tepi daun dan daunnya 

kelihatan rapat antara daun yang satu 

dengan yang lain (Holtum, 1968:  599). 

 

30. Lindsaea lucida Bl 

Helaian anak daunnya  memiliki 

bentuk seperti kipas. Tekstur meskipun 

kaku tetapi tipis. Warnanya hijau gelap, 

mengkilap. Sorinya tumbuh di tepi anak-

anak daun yang subur,  tetapi hanya di 

bagian atas saja (Kerabat Paku:  hal. 65). 

 

31. Chyatea obsura (Scort). Copel. 

Sorus banyak mengandung 

sporangium, tidak pada tepi daun 

melainkan pada permukaan bawah, bentuk 

bola, indisium tidak ada atau jika ada 

berbentuk bola, piala atau mangkuk, 

seringkali amat kecil. Daun tersusun 

sebagai rozet batang, menyirip ganda yang 

masih muda tegak atau serong, akhirnya 

daun yang telah kering bergantung. Sorus 

agak jauh dari tepi daun yang muda 

diliputi oleh indisium bentuk bola 

(Holtum, 1968:  127). 

 

B. Penggunaan Pteridophyta Piket Nol 

Pronojiwo Lumajang Sebagai Sumber 

Belajar Di Sekolah. 

Pada penelitian ini ditemukan 31 

Jenis yang tergolong pada 3 kelas dari 4 

kelas yang ada. Penggunaan hasil 

penelitian ini sebagai sumber belajar bilogi 

di sekolah di dasarkan pada hasil 

rancangan RPP dan LKS yang telah 

disusun dan di diskusikan dengan guru 

SMA Mataram Tempur Sari Lumajang. 

Pemilihan SMA Mataram di dasarkan pada 

kedekatan lokasi SMA dengan lokasi 

penelitian. Pada awal perencanaan peneliti 

menyusun 3 alternatif cara pemakaian 

sebagai sumber belajar yaitu menggunakan 

metode karya wisata, penggunaan foto dan 

herbarium.  Hal terpenting yang didapat 

dari FGD dengan guru di SMA Mataram 

Tempursari Lumajang adalah: cara 

penggunaan sebagai sumber belajar yang 

paling sesuai adalah herbarium, sebab 

penggunaan hernarium dipandang lebih 

praktis, murah dan dapat digunakan secara 

klasikal. Metode karya wisata terbentur 

dengan waktu mengingat pengajaran 

Pteridophyta di sekolah, merupakan bagian 

dari KD  3.3 Mendeskripsikan ciri-ciri 

Divisio dalam Dunia Tumbuhan dan 

peranannya bagi kelangsungan Hidup di 

Bumi. Pada KD tersebut selain 

Pteridophyta masih dibahas 5 divisi 

lainnya yaitu Monera, Protista, Fungi, 

Alga, Bryophyta, dan Spermatophyta. 

Dengan demikian penggunaan karyawisata 

tidak sesuai dengan alokasi waktu program 

semester.  

 Usulan peneliti untuk 

menggunakan metode karya wisata terpadu 

untuk semua KD 3 dan penggunaan foto, 

tidak disetujui forum dengan pertimbangan 

bahasan Monera, Protista dan Fungi tidak 

mudah ditemukan di Piket Nol Pronojiwo 

Lumajang. Cara penggunaan sumber 

belajar dengan foto dianggap kurang 

sesuai untuk sekolah, sebab penggunaan 

foto dengan ukuran kertas A4 akan mahal, 

alternatif penggunaan foto dengan LCD 

dinilai forum tidak semua sekolah 

menyediakan LCD, selain itu dengan 

mengamati gambar LCD anak tidak bisa 

bebas membandingkan satu obyek dengan 

obyek lainnya. 

 Berdasarkan hasil FGD selain cara 

pemakaian seperti yang tersebut di atas, 

rancangan RPP dan LKS yang 

dipresentasikan peneliti mendapatkan 

revisi pada alokasi waktu dan pelaksanaan 

pembelajaran. Namun pada prinsipnya 

penggunaan hasil penelitian Pteridophyta 

di Piket Nol Pronojiwo Lumajang untuk 

sumber belajar dengan menggunakan 

herbarium layak untuk digunakan. KD 

yang sesuai adalah KD  3.3 

Mendeskripsikan ciri-ciri Divisio dalam 

Dunia Tumbuhan dan peranannya bagi 

kelangsungan Hidup di Bumi, sedangkan 

indikator yang dikembangkan adalah 

mendeskripsikan ciri-ciri morfologi 

tumbuhan paku dan mengklasifikasikan 



JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA                                               VOLUME 1 NOMOR 1 
 (ISSN: 2442-3750)                                   (Halaman 89-98) 

Miftakhul  Jannah dkk, Identifikasi Pteridophyta di Piket 96 

tumbuhan paku. Hasil FGD meliputi 

usulan peserta, RPP dan LKS hasil 

penyempurnaan untuk penggunaan hasil 

penelitian  Pteridophyta di Piket Nol 

Pronojiwo Lumajang terlampir. 

 

PEMBAHASAN 

Berdasarkan penelitian ditemukan 31 jenis 

Pteridophyta di Piket Nol Pronojiwo 

Lumajang yang termasuk dalam 3 kelas 

dari 4 kelas yang ada. Jenis-jenis tersebut 

adalah dari Kelas Psilophytinae  adalah 

Psilotum nudum Linnaeus & P.Beauv. 

Dari Kelas Lycopodiinae adalah 

Selaginella willdenovii Desv. & Baker, 

Selaginella ornata  (Hook.), Grev & 

Spring, Dari Kelas Filicinae adalah, 

Christela dentata (Forsk.) 

Brownsy&Jermy, Diplazium acsenden BI., 

Lepisorus longifolius (BI). Holtt., 

Dicranopteris dichotoma Bernh., 

Amphineuron terminans (Bl) Holtt, 

Goniophlebium persicifolium (Desw) 

Presl., Chingia ferox (Bl) Ching., Pteris 

ensiformis Burm., Pteris longifolia Auctt., 

Asplenium nidus Linn., Asplenium tenerum  

Forst., Pityrogramma calomelanos 

(L).Link, Nephrolepis hirsutula (Forst).Pr, 

Pneumatopteris ecallosa Holtt., Pyrrosia 

stigmosa (Sw).Ching., Phymatodes 

longisima (Bl).J.Sm, Phymatodes 

scolopendria (Burn) Ching, Tectaria 

grandidentata (Cesati) Holtt, 

Drymoglosum piloselloides (L) Presl, 

Athirium esculenta (Retz). Copel., 

Athirium filix Copel. 

Nephrolepis falcata (Cav) C. Chr., 

Belvisia revoluta (BI). Copel., Belvisia 

mucronata (Fee). Copel, Arachnoides 

haniffii (Holtt) Ching, Adiantum capilus 

veneris Linn, Lindsaea lucida Bl, Chyatea 

obsura (Scort). Copel. 

 Pada Penelitian di Piket Nol 

Pronojiwo Lumajang ditemukan banyak 

variasi paku yaitu 3 kelas yang memiliki 

31 jenis, hal ini karena Piket Nol 

Pronojiwo Lumajang merupakan kawasan 

dengan vegetasi penutup utama berbentuk 

hutan tropika basah. Dimana ditunjukkan 

oleh keberadaan 7 jenis vegetasi hutan 

penyusun vegetasi hutan tropika basah 

yaitu pohon-pohon hutan yang membentuk 

tajuk atau canopy, terna pada lantai hutan, 

tumbuhan pemanjat atau liana, epifit, 

tumbuhan pencekik dari marga Ficus, 

tumbuhan saprofit dan tumbuhan parasit. 

Menurut Polunin, 1994: daerah dengan 

tutupan vegetasi seperti itu termasuk hutan 

tropika basah. Curah hujan Piket Nol 

Pronojiwo Lumajang cukup tinggi yaitu,  

2200 mm/tahun, tinggi tempat antara 

548.64 sampai dengan 731.52 MDpl,   

suhu rata-rata 20
0
 C – 30

0
C. Dengan letak 

astronomis antara  112º54’09” -

113º01’09” BT dan 8º06’30” – 8º15’43” 

LS (Agus, 2011). Kondisi hutan tropika 

basah dengan karakteristik klimatologi 

tersebut di atas yang menyebabkan Piket 

Nol Pronojiwo Lumajang memiliki 

keanekaragaman Pteridophyta yang 

beragam. 

 Dengan kondisi vegetasi dan 

klomatologi di atas akan mendukung 

tumbuhnya berbagai jenis Pteridophyta. 

Pteridophyta yang ditemukan adalah 

kelompok yang epifit maupun terestrial 

namun ternaungi yang merupakan habitat 

yang sesuai untuk Pteridophyta (LIPI, 

1980). Ketinggian tempat juga sangat 

mendukung muncul berbagai jenis 

Pteridophyta, Piket Nol Pronojiwo 

Lumajang termasuk kawasan dataran 

rendah. Menurut Anwar, semakin tinggi 

tempat kelimpahan pepohonan dan epidit 

makin berkurang (1987). 

 Penyebaran jenis Pteridophyta di 

Piket Nol Pronojiwo Lumajang sangat 

bervariasi, penyebaran tertinggi di miliki 

oleh Asplenium nidus, hal ini terjadi 

karena Asplenium epifit pada pohon 

(Tjitrosoepomo, 1984: Stenis, 2002). 

Kondisi kawasan yang masih didominasi 

pohon akan sesuai sebagai habitat 

Asplenium nidus. Variasi penyebaran yang 

terjadi pada jenis-jenis Pteridophyta 

dikarenakan Piket Nol Pronojiwo 

Lumajang memiliki variasi pencahayaan, 

daerah di sisi kanan lebih banyak tertutup 

vegetasi pohon, sedangkan sebelah kiri 

lebih terbuka. Menurut Latifah dalam 



JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA                                               VOLUME 1 NOMOR 1 
 (ISSN: 2442-3750)                                   (Halaman 89-98) 

Miftakhul  Jannah dkk, Identifikasi Pteridophyta di Piket 97 

penelitiannya di Samosir Sumatra Utara, 

suhu udara, tanah dan intensitas cahaya 

berpengaruh nyata terhadap 

keanekaragaman Pteridophyta (2002). 

Psilotum nudum memiliki frekuensi 

terkecil, hanya ditemukan pada satu plot 

dan dalam jumlah individu kecil. Hal ini 

disebabkan Psilotum nudum merupakan 

paku purba yang ditemukan tinggal pada 

beberapa tempat di Jawa (Tjitrosoepomo, 

1994). 

 Berdasarkan hasil FGD di SMA 

Mataram Tempursari Lumajang, 

Pteridophyta Piket Nol Pronojiwo 

Lumajang layak digunakan sebagai sember 

belajar. Namun demikian penggunaan 

dengan metode karyawisata tidak sesuai 

dilakukan karena alasan waktu, 

penggunaan gambar juga sulit diterapkan 

karena keterbatasan dana di sekolah. Cara 

penggunaan yang efektif adalah 

penggunaan dengan herbarium.  

 Selain herbarium Pteridophyta 

yang ditemukan di Piket Nol Pronojiwo 

Lumajang, masih perlu   penambahan 

obyek lain dalam penggunaan sebagai 

sumber belajar. Untuk mencapai indikator  

mendeskripsikan ciri-ciri morfologi 

tumbuhan paku masih perlu ditambah 

tumbuhan lumut dan Spermatophyta 

sebagai pembanding sehingga siswa 

mampu membedakan ciri Pteridophyta 

dengan kelompok tumbuhan lain yaitu 

lumut dan Spermatophyta. Sedangkan 

untuk indikator  mengklasifikasikan 

tumbuhan paku, perlu penambahan kelas 

paku yang tidak ditemukan di Piket Nol 

Pronojiwo Lumajang yaitu Kelas 

Equisetinae. 

 

KESIMPULAN DAN SARAN 

 

Kesimpulan 

Berdasarkanan penelitian Identifikasi    

Pteridophyta Di Piket Nol Pronojiwo 

Lumajang Sebagai Sumber Belajar  

Biologi, dapat disimpulkan: 

1.  Ditemukan 31 jenis   Pteridophyta di 

Piket Nol Pronojiwo Lumajang yang 

termasuk dalam 3 kelas dari 4 kelas 

yang ada. Jenis-jenis tersebut adalah 

dari Kelas Psilophytinae  adalah 

Psilotum nudum Linnaeus & P.Beauv. 

Dari Kelas Lycopodiinae adalah 

Selaginella willdenovii Desv. & Baker, 

Selaginella ornata  (Hook.), Grev & 

Spring, Dari Kelas Filicinae adalah, 

Christela dentata (Forsk.) 

Brownsy&Jermy, Diplazium acsenden 

BI., Lepisorus longifolius (BI). Holtt., 

Dicranopteris dichotoma Bernh., 

Amphineuron terminans (Bl) Holtt, 

Goniophlebium persicifolium (Desw) 

Presl., Chingia ferox (Bl) Ching., Pteris 

ensiformis Burm., Pteris longifolia 

Auctt., Asplenium nidus Linn., 

Asplenium tenerum  Forst., 

Pityrogramma calomelanos (L).Link, 

Nephrolepis hirsutula (Forst).Pr, 

Pneumatopteris ecallosa Holtt., 

Pyrrosia stigmosa (Sw).Ching., 

Phymatodes longisima (Bl).J.Sm, 

Phymatodes scolopendria (Burn) 

Ching, Tectaria grandidentata (Cesati) 

Holtt, Drymoglosum piloselloides (L) 

Presl, Athirium esculenta (Retz). 

Copel., Athirium filix 

Copel.Nephrolepis falcata (Cav) C. 

Chr., Belvisia revoluta (BI). Copel., 

Belvisia mucronata (Fee). Copel, 

Arachnoides haniffii (Holtt) Ching, 

Adiantum capilus veneris Linn, 

Lindsaea lucida Bl, Chyatea obsura 

(Scort). Copel 

2.   Pemanfaatan hasil penelitian 

Identifikasi    Pteridophyta Di Piket 

Nol Pronojiwo Lumajang Sebagai 

Sumber Belajar  Biologi dilakukan 

dengan cara pemakaian herbarium 

untuk pengajaran di sekolah, 

menggunakan metode diskusi dan 

kerja kelompok dengan menggunakan 

LKS. 

Saran  

Berdasarkan penelitian perlu 

dilakukan penelitian kelompok tumbuhan 

lain seperti halnya lumut dan 



JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA                                               VOLUME 1 NOMOR 1 
 (ISSN: 2442-3750)                                   (Halaman 89-98) 

Miftakhul  Jannah dkk, Identifikasi Pteridophyta di Piket 98 

Spermatophyta di  Di Piket Nol Pronojiwo 

Lumajang Sebagai Sumber Belajar  

Biologi, mengingat di Piket Nol Pronojiwo 

Lumajang masih memiliki tutupan 

vegetasi yang bagus dan memiliki banyak 

kekayaan vegetasi selain Pteridophyta. 

 

DAFTAR RUJUKAN 

Abdullah, 2000. Ilmu Alamiah Dasar. 

Bumi aksara: Jakarta  

Budi, 2007. Data kerusakan hutan. 

Departemen Kehutanan. Jakarta 

Departemen Pendidikan Nasional. 2004. 

Kurikulum 2004: Standart 

Kompetensi Mata Pelajaran Sains. 

Departemen Pendidikan Nasional : 

Jakarta 

Dewi, 2008. Mengenal Tumbuhan Paku 

Pteridophyta. Erlangga. Jakarta  

Dimyati dan Mujiati, 2002. Belajar dan 

Pembelajaran. Rineka: Jakarta  

Hasairin, 2003. Organ Pada Tumbuhan 

Tingkat Rendah. Bumi aksara. 

Jakarta  

Holtum,1967. Ferns of Malaya. Mc 

Grawhill:Toronto  

Loveles, 1995. Pteridophyta. Surya 

Pustaka. Jogjakarta 

Lubis dan Siti, 2009. Keanekaragaman 

Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku 

Di hutan Wisata Alam Eden 

Kabupaten Toba Samosir Sumatra 

Utara. Thesis. Universitas Sumatra 

Utara, Padang 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Muslikhah, 2002. Identifikasi Tumbuhan 

Paku (Pteridophyta) Di Hutan 

Trenggalek. Skripsi. UMM: Malang  

Poerwanti,   1998. Jenis-Jenis Penelitian. 

Gramedia. Jakarta 

Piggott, A.G., 1988, Ferns of Malaysia in 

Colour,  Tropical Press SDN. BHD  

 Kuala Lumpur, Malaysia. 

Polunin. 2004. Gegrafi Tumbuhan, Aksara 

Pustaka: Bandung 

Rano, D. 2010. Jenis Paku Indonesia. 

Artikel identifikasi tumbuhan. www. 

Center of plant.com 

Richard, 1952. Ekologi Pteridophyta. 

Bumi insani. Surabaya  

Sastrapradja, 2000. Jenis-Jenis Tumbuhan 

Paku . LBN LIPI : Bogor  

Scarhman.2000. Media pembelajaran. 

Jurnal Penelitian. Bandung. 

Simpson. 2006. Plant systematics. Elsevier 

Academic Press. New York  

Smith. 1994.  Potensi Tumbuhan Bagi 

Kehidupan. Surya pustaka. Bandung 

Steenis,  2008. Flora untuk Sekolah di 

Indonesia. PT Pradya Paramita. 

Jakarta 

Tjitrosoepomo, 1994. Taksonomi 

Tumbuhan (Taksonomi Khusus). 

Gadjahmada University Press. 

Jogjakarta 

Wardah, 2000. Lycopodium Potensi 

Sebagai Tanaman Hias. Aksara 

 Pustaka.Bandung.