JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA VOLUME 2 NOMOR 1 TAHUN 2016 (p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204) (Halaman 94-101) 94 Ari Indriana Hapsari, Pengembangan Bahan Ajar PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS VIDEO CONTEXTUAL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI MAHASISWA PADA MATA KULIAH FISIOLOGI HEWAN DEVELOPMENT OF TEACHING MATERIALS BASED ON CONTEXTUAL VIDEO TO IMPROVE THE STUDENT HIGHER ORDER THINGKING SKILLS OF ANIMAL PHYSIOLOGY COURSE Ari Indriana Hapsari1 1Prodi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Muhammadiyah Jember e-mail: arihapsari87@gmail.com ABSTRAK Tuntutan penting dalam pembelajaran di perguruan tinggi adalah dosen hendaknya memberdayakan potensi yang dimiliki mahasiswa dengan melatihkan berbagai keterampilan terutama berkaitan dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills/HOTS). Aspek ini perlu mendapat perhatian dalam perkuliahan, mengingat bahwa di abad 21 ini kemampuan belajar, berpikir kritis, kreatif, membuat keputusan, dan memecahkan masalah sangat dibutuhkan dalam pekerjaan. Melalui pengembangan bahan ajar berbasis video contextual ini diharapkan mampu meningkatkan HOTS mahasiswa pada mata kuliah fisiologi hewan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation and Evaluation). Hasil penelitian ini adalah terjadi peningkatan nilai rata-rata aktivitas HOTS setelah perlakuan dimana nilai rata-rata tertinggi yaitu C41 indikator analisis dan terendah adalah C52 indikator evaluasi. Penghitungan nilai Ngain yaitu sebesar 0,2 dengan kategori rendah. Sedangkan hasil validasi dari 2 ahli secara berturut-turut baik ahli materi maupun media yaitu sebesar 3,2 dan 3,12 dengan kategori baik. Kata kunci: Fisiologi Hewan, Video Kontekstual, HOTS, Mahasiswa ABSTRACT he important demands in learning in college is the lecturer should empower the potential of students with various skills primarily related to Higher Order Thinking Skills (HOTS). These aspects need to attention by the lecture, seeing that in the 21st century learning skills, critical thinking, creative, make decisions, and solve problems is required in the work. Through the development based on contextual video teaching materials is expected to increase HOTS students of animal physiology subjects. The method used in this research is the ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation and Evaluation). Results of this study was an increase in the average value HOTS activity after treatment where the value of the average highest and lowest C41 analysis indicators are C52 evaluation indicators. Ngain value calculation is equal to 0.2 with a low category. While the results of the validation of two experts in a row both material and media experts in the amount of 3.2 and 3.12 in both categories. Keywords: Animal Physiology, Contextual Video, HOTS, Student JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA VOLUME 2 NOMOR 1 TAHUN 2016 (p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204) (Halaman 94-101) 95 Ari Indriana Hapsari, Pengembangan Bahan Ajar Ditjen Dikti (2008) menjelaskan tuntutan penting dalam pembelajaran di perguruan tinggi adalah dosen hendaknya memberdayakan potensi yang dimiliki mahasiswa dengan melatihkan berbagai keterampilan terutama berkaitan dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher-Order Thinking/HOTS). Aspek ini perlu mendapat perhatian dalam perkuliahan, karena menurut Salpeter (2001) bahwa di abad 21 ini kemampuan belajar, berpikir kritis, berpikir kreatif, membuat keputusan, dan memecahkan masalah sangat dibutuhkan dalam pekerjaan. Berbagai permasalahan umum yang berkaitan dengan metode pembelajaran, kurang terlibatnya mahasiswa dalam perkuliahan, penggunaan media yang kurang optimal, dan belum tercapainya target hasil belajar patut menjadi perhatian. Mengingat pembelajaran modern yang paradigmanya berorientasi pada mahasiswa (student-centered instruction) dan bukan lagi perkuliahan ada pada pihak dosen (teacher-centered intruction) (Sagala, 2012). Menurut paradigma tersebut, ketika mahasiswa berada dalam suatu situasi praktik pembelajaran sebaiknya mereka harus menjadi pemain utama sementara dosen lebih berperan sebagai desainer pembelajaran, fasilitator, pelatih dan manajer pembelajaran (Chaeruman, 2014). Demikian pula dari segi substansi yang disampaikan guru lebih cenderung fokus pembelajaran masih dominan pada pemahaman materi pelajaran (konten) untuk menimbun informasi (rote learning), dan sangat minim pembekalan kepada mahasiswa terkait dengan upaya penumbuhkembangan HOTS. Adanya pengintegrasian Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam proses pembelajaran harus memungkinkan dosen untuk menjadi fasilitator, kolaborator, mentor, pelatih, pengarah, dan teman belajar, di samping itu harus dapat memberikan pilihan dan tanggung jawab yang besar kepada peserta belajar untuk mengalami peristiwa belajar (Chaeruman, 2014). Fisiologi hewan merupakan salah satu mata kuliah wajib bagi mahasiswa biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jember (FKIP UNMUH Jember). Mata kuliah ini membahas tentang fungsi dasar dan mekanisme fisiologis alat-alat tubuh secara khusus pada hewan. Harapannya mahasiswa tidak hanya memahami materi pelajaran (konten) tapi dapat mengkaitkan antara konten dan penggalian bukti kehidupan nyata serta kemampuan dalam mengembangkan proses pembelajaran fisiologi hewan yaitu mengobservasi, mengukur, bereksperimen dan mengolah data (Hadosyova et al, 2015) Selain itu, mahasiswa harus mampu dalam ketrampilan proses berpikir yang mana keterampilan berpikir ini akan mengarahkan pada proses HOTS. Taksonomi Bloom (1956) telah menempatkan HOTS yang melingkupi analisis, evaluasi dan kreasi. Berdasarkan pernyataan tersebut tentunya diperlukan suatu bentuk proses pembelajaran yang mampu memberikan pengembangan sarana berpikir. Untuk itu diperlukan suatu bentuk media yang mampu melibatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa. Video misalnya merupakan suatu bentuk media yang mencakup kualitas visual dan audio. Melalui video akan memberikan media yang cepat untuk menginstruksikan pengguna tentang prosedur, menggriing kepada pertanyaan yang muncul secara efektif dan mudah untuk didesain (Meij, 2014). Agar memberikan pengalaman yang nyata kepada mahasiswa, video yang dikembangkan harus mengarah pada kehidupan nyata. Markt et al (2011) berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa pembelajaran menggunakan media video untuk mengarahkan kepada konsep berpikir lebih efektif daripada menggunakan media cetak. Hal ini menunjukkan bahwa proses berpikir akan JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA VOLUME 2 NOMOR 1 TAHUN 2016 (p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204) (Halaman 94-101) 96 Ari Indriana Hapsari, Pengembangan Bahan Ajar lebih mudah ditingkatkan dengan menggunakan media video. Melalui video contextual, diharapkan mampu untuk membawa masalah-masalah yang nyata di dalam kelas. Penggunaan video secara maksimal akan mendukung suatu bentuk pembelajaran berdasarkan alam nyata dan mampu memberikan kemudahan untuk menganalisis, memberikan bukti dan mengambil simpulan dari permasalahan tema pembelajaran yang diberikan. METODE PENELITIAN Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jember. Subjek penelitian adalah mahasiswa semester genap tahun akademik 2014/2015 sejumlah 30 mahasiswa. Metode dan Prosedur Penelitian Jenis penelitian ini adalah Research and Development (R & D) dengan metodologi ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation and Evaluation) yang dimodifikasi dari Sulityowati (2013). Secara terperinci langkah yang digunakan adalah sebagai berikut ini: 1. Analisis Pembuatan indikator dan aktivitas HOTS yaitu mahasiswa diharapkan mampu menganalisis, mengevaluasi dan mengkreasi melalui video contextual sub materi sistem pencernaan sapi 2. Desain Penentuan skenario sub materi pembelajaran sistem pencernaan sapi meliputi organ-organ yang terlibat, fungsi dan mekanismenya yang dikaitkan dengan kondisi dan permasalahan nyata, dan pembentukan skrip video menggunakan perangkat lunak Windows Movie Maker dengan cara menggabungkan gambar, texs, video, dan audio yang telah dikumpulkan 3. Development Menyinergikan bentuk desain berupa skenario untuk ditransmisikan dalam bentuk video contextual. Dikembangkan juga semua produk dan pendukungnya. Setelah didapatkan produk yang diharapkan maka dilakukan uji validasi oleh ahli media dan ahli materi. Kriteria penilaian produk oleh ahli materi meliputi konsep, istilah, materi dengan indikator, demonstrasi materi dan urutan. Sedangkan ahli media meliputi daya tarik, keefektifan, teks dan kalimat, gambar, animasi, tampilan, musik dan suara. Akhir dari tahapan development adalah melakukan revisi dan penghitungan yang kemudian dikonversikan ke dalam kriteria kategori penilaian sebagaimana masukkan yang diberikan oleh kedua ahli tersebut dengan mengacu pada Tabel 1. Tabel 1. Kriteria kategori penilaian ideal Rentang skor kuantitatif Kriteria kualitatif > 3,25 s/d 4,00 Sangat baik > 2,50 s/d 3,25 Baik > 1,75 s/d 2,50 Kurang 1,00 s/d 1,75 Sangat kurang 4. Implementasi Produk berupa bahan ajar video contextual diujicobakan pada skala terbatas yaitu sebanyak 30 mahasiswa biologi FKIP UNMUH Jember yang memprogram matakuliah fisiologi hewan 5. Evaluasi Uji coba menggunakan one shot case study yaitu pertama nilai pre test diberikan dalam bentuk evaluasi video contextual yang sudah diberikan dan kedua nilai post test diberikan dalam bentuk evaluasi video contextual dan narasi dosen dalam bentuk paper based test yang mencakup pengembangan HOTS. Berdasarkan dari kegiatan pre test dan post test maka dilakukan efektifitas berdasarkan nilai JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA VOLUME 2 NOMOR 1 TAHUN 2016 (p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204) (Halaman 94-101) 97 Ari Indriana Hapsari, Pengembangan Bahan Ajar (Archambault, 2008 dalam Jumiati et al., 2011). Persamaan yang digunakan dalam menentukan Nilai gain N menggunakan persamaan: Xn XnXm g    100 ..................... .Persamaan 1 Keterangan: G : nilai gain Xm : nilai post test Xn : nilai pre test Untuk menginterpretasikan nilai gain N digunakan panduan pada Tabel 2. Tabel 2. Interpretasi nilai gain N Nilai Ngain Interpretasi g ≥ 0.7 Tinggi 0,7 > g ≥ 0.3 Sedang g < 0.3 Rendah HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan bahan ajar video contextual sub materi sistem pencernaan hewan ruminansia (sapi) ini menggunakan metode ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation and Evaluation) melalui beberapa tahapan yaitu: analisis, desain, development, implementasi dan evaluasi. Melalui video tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa yaitu kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS/Higher Order Thinking Skills). Tahap awal yang dilakukan dalam analisis adalah penentuan indikator dan aktivitas penilaian HOTS Tabel 3. Kemampuan analisis, evaluasi dan kreasi merupakan jenjang keempat (C4), kelima (C5) dan keenam (C6) ranah kognitif yang disebut kemampuan HOTS. Dimana kita ketahui bahwa menurut Krathwohl (2002) analisis merupakan kemampuan menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit serta mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan. Tabel 3. Indikator dan Aktivitas Penilaian HOTS mahasiswa Indikator Aktivitas Analisis (C4) Membedakan bagian organ penyusun sistem pencernaan sapi dengan beberapa hewan non Ruminantia (C41) Mengurutkan organ-organ penyusun sistem pencernaan sapi (C42) Memberikan ciri khusus masing- masing organ (C43) Evaluasi (C5) Mengecek susunan organ penyusun sistem pencernaan sapi (C51) Mengkritik urutan sistem pencernaan sapi (C52) Kreasi (C6) Memunculkan ide terhadap permsalahan yang diberikan (C61) Merencanakan solusi terhadap permsalahan yang ada (C62) Jika kita kaitkan dengan sub materi sistem pencernaan sapi dimana suatu sistem terbentuk dari organ-organ yang menyusun sistem tersebut. Terdapat beberapa organ yang berperan dalam sistem pencernaan sapi yaitu mulut- oesophagus-lambung (rumen, retikulum, omasum, abomasum)-usus halus-caecum- anus. Organ-organ tersebut memiliki struktur anatomi, posisi dan fungsi masing- masing yang saling terstruktur dalam sistem pencernaan sapi. Sehingga mahasiswa diharapkan mampu mencapai semua aktivitas dalam indikator analisis tersebut. Pada indikator evaluasi mahasiswa diharapkan mampu melakukan pengecekan dan kritis terhadap organ penyusun dan proses sistem pencernaan sapi tersebut yang disajikan dalam video contextual. Evaluasi adalah kemampuan memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya, membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian dan menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA VOLUME 2 NOMOR 1 TAHUN 2016 (p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204) (Halaman 94-101) 98 Ari Indriana Hapsari, Pengembangan Bahan Ajar Pada indikator kreasi adalah kemampuan membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap sesuatu merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah, mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi struktur baru yang belum pernah ada sebelumnya. Pada tahap ini diberikan suatu permasalahan, dimana mahasiswa mampu mengeluarkan ide, merencanakan dan menghasilkan solusi terkait sistem pencernaan sapi. Dalam taksonomi Bloom dikenal 6 jenjang kognitif, dimana jenjang yang satu lebih tinggi dari jenjang yang lainnya. Jenjang yang lebih tinggi dapat dicapai jika jenjang yang lebih rendah sudah dikuasai yaitu kemampuan dalam menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi. Tahap desain dan develompment seperti yang dikemukakan oleh Yusriyah et al. (2014) bahwa pembelajaran yang abstrak bisa menjadi konkret dengan bantuan media pembelajaran. Desain video contextual yang berdurasi 5 menit 25 detik ini berupa animasi gambar, texs dan suara tentang sub materi sistem pencernaan sapi yang dikaitkan dengan aktivitas dan permasalahan nyata dimana sapi sedang makan rumput dan terjadi suatu aktivitas fisiologis dan permasalahannya. Menurut Nasution (2010) gambar maupun video dapat memudahkan penyampaian hal-hal yang sukar jika disampaikan dengan kata-kata serta dapat menjadikan stimulus bagi peserta didik untuk menghubungkannya dengan situasi nyata. Karena sistem pencernaan pada sapi memerlukan serangkaian proses yang rumit. Desain pada video tersebut bertujuan untuk memvisualisasikan proses pencernaan sapi sehingga lebih mudah dipahami. Untuk mengetahui kekurangan dan kriteria produk video contextual yang sudah di buat tersebut, maka dilakukan uji validasi. Validasi dilakukan oleh 2 orang ahli yaitu media dan materi. Kedua ahli melakukan penilaian menggunakan instrumen berupa lembar penilaian video yang meliputi beberapa aspek yaitu konsep, istilah, materi dengan indikator, demonstrasi materi dan urutan sedangkan oleh ahli media adalah daya tarik, keefektifan, texs dan kalimat, gambar, animasi, tampilan, musik, suara oleh ahli materi. Berdasarkan hasil validasi oleh ahli materi, diketahui bahwa jumlah skor nilai sebesar 3,2 dengan kriteria baik (Tabel 4) dimana skor 4 (baik sekali) untuk kategori materi dengan indikator dan 3 (baik) untuk konsep, istilah, demosntrasi materi dan urutan sedangkan untuk ahli media yaitu sebesar 3,12 (Tabel 4) dengan skor 4 (baik sekali) untuk kategori suara dan skor 3 (baik) untuk kategori daya tarik, keefektifan, teks dan kalimat, gambar, animasi, tampilan, dan musik. Beberapa hal yang menjadi perbaikan berdasarkan kritik dan saran dari 2 ahli yaitu lebih menyesuaikan lagi volume musik dengan narasi, memperbaiki warna tulisan supaya lebih kontras, menambahkan tulisan untuk tiap organ yang berperan dalam sistem pencernaan sapi, memperhatikan bentuk komponen organ, dan pengaturan penekanan masalah serta pengaturan letak gambar. Saran dari kedua ahli dijadikan dasar untuk melakukan revisi. Sesuai dengan pernyataan Ruwanto (2009) bahwa adanya penggunaan ejaan dan istilah yang tepat dalam penulisan bahan ajar akan membantu si pembaca lebih mudah memahami makna bahan ajar tersebut. Sesuai hasil skor penilaian baik oleh ahli materi maupun media dimana video contextual ini termasuk ke dalam kriteria baik karena sudah memuat materi berdasarkan indikator HOTS yang didukung dengan visualisasi media yang baik. Dengan demikian atas dasar penilaian 2 ahli tersebut, maka dapat dikatakan bahwa video contextual yang dikembangkan ini layak digunakan sebagai bahan ajar dalam proses pembelajaran. Tabel 4. Hasil validasi oleh 2 ahli Validator Ʃ Skor penilaian Kriteria Ahli materi 3,25 Baik Ahli media 3,12 Baik JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA VOLUME 2 NOMOR 1 TAHUN 2016 (p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204) (Halaman 94-101) 99 Ari Indriana Hapsari, Pengembangan Bahan Ajar Tahap implementasi dilakukan pada 30 mahasiswa yang menempuh mata kuliah fisiologi hewan. Pelaksanaan pembelajaran ini dimulai dengan pemutaran video contextual oleh dosen pengampu mata kuliah, setelah itu diadakan tes secara tertulis menggunakan indikator HOTS yang mana akan dijadikan sebagai nilai pre test. Sedangkan nilai post test diperoleh dari pemutaran video contextual dan ditambah narasi terkait video contextual dari dosen pengampu mata kuliah kemudian diadakan test tertulis sebagai nilai post test. Gambar 1. Nilai Rata-rata Aktivitas HOTS Dari Gambar 1 diketahui bahwa secara keseluruhan dari masing-masing indikator HOTS menunjukkan aktivitas nilai rata-rata yang meningkat dari pre test ke post test. Aktivitas pada masing-masing indikator HOTS yaitu analisis meliputi C41, C42, dan C43, evaluasi yaitu C51 dan C52, kreasi yaitu C61 dan C62 yang secara keseluruhan aktivitas tersebut mengalami peningkatan. Pada indikator analisis yaitu kemampuan mahasiswa dalam membedakan bagian organ penyusun sistem pencernaan sapi dengan beberapa hewan non Ruminantia (C41) memiliki nilai rata-rata paling tinggi yaitu 95 pada post test dibanding dua aktivitas lain yaitu C42 dan C43, hal ini diduga terkait tingkat kesulitan, pada aktivitas ini mahasiswa sudah memiliki bekal kemampuan kognitif C1, C2 dan C3 sehingga untuk jenjang di atasnya sebagian besar mahasiswa belum begitu mengalami kesulitan dalam pencapaian indikator tersebut. Mahasiswa hanya membedakan bagian organ yang menyusun sistem pencernaan sapi dengan beberapa hewan non Ruminantia lain. Selain itu visualisasi video contextual yang diberikan dapat membantu mahasiswa dalam membedakan organ-organ tersebut sehingga hal itu tidak hanya dipahami secara teori akan tetapi melihat objek secara langsung sehingga nilai rata-ratanya lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas C42 dan C43 karena mahasiswa diharapkan mampu mengurutkan organ- organ penyusun dan memberikan ciri khusus pada masing-masing organ yang mana memerlukan analisis yang lebih dalam sesuai indikator HOTS. Dua indikator selanjutnya yaitu evaluasi dan kreasi. Pada aktivitas C52 memberikan hasil rata-rata paling rendah yaitu pada pre test sebesar 65 dan 78,3 pada post test, hal tersebut diindikasikan bahwa mahasiswa masih mengalami kesulitan dan cenderung ragu dalam hal mengecek dan mengkritisi apa yang sudah mereka pahami. Jika dibandngkan dengan hasil pada indikator kreasi yang secara keseluruhan masih lebih tinggi dibandingkan dengan indikator evaluasi. Mahasiswa cenderung lebih tanggap dalam memunculkan ide dan merencanakan solusi terhadap permasalahan terkait sistem pencernaan sapi yang sudah diberikan. Secara keseluruhan dari analisis yang dilakukan terhadap seluruh indikator bahwa HOTS ini juga ditentukan dengan kemamapuan kognitif mahasiswa, dimana mahasiswa dengan kemampuan tinggi mampu mencapai indikator HOTS dan juga mampu meningkatkan HOTsnya sedangkan mahasiswa dengan kemampuan rendah dan sedang sebagian sulit untuk mencapai peningkatan HOTS pada masing-masing kategori kognitif yang lebih tinggi yaitu C5 dan C6 sedangkan mahasiswa dengan kemampuan HOTS tinggi mampu meningkatkan kemampuan HOTS nya menuju kategori kognitif C5 dan C6. Selain itu permasalan yang diberikan pada indikator kreasi juga terkait dengan permasalahan nyata sehingga lebih 0 50 100 C41 C42 C43 C51 C52 C61 C62 90 89,1 74,16 82.5 65 86,6 70,8 95 90 75,8 86,6 73,3 88,3 77.5 pre test post test JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA VOLUME 2 NOMOR 1 TAHUN 2016 (p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204) (Halaman 94-101) 100 Ari Indriana Hapsari, Pengembangan Bahan Ajar mempermudah mahasiswa dalam mencapai indikator tersebut dibandingkan dengan indikator evaluasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Poedjiadi (2005) melakukan pembelajaran dengan mengkaji masalah- masalah yang terjadi dalam lingkungan membuat peserta didik berpikir bahwa belajar disekolah bermanfaat bagi dirinya maupun lingkungannya. Jadi diharapkan mahasiswa melalui pengembangan video contextual ini lebih peka terhadap permasalahan yang terjadi dalam lingkungannya dan memikirkan cara untuk mengatasinya. Tabel 5 Nilai Ngain Indikator HOTS Indikator XPre tes Xpost test Ngain Analisis 84,44 86,94 0,16 Evaluasi 73,75 80 0,24 Kreasi 78,75 82,92 0,2 Rata-rata 78,98 83,29 0,2 Untuk mengetahui perbandingan sebelum dan sesudah dalam implementasi pengembangan bahan ajar ini, maka dilakukan melalui perhitungan nilai Ngain. Data nilai pre test dan post tes bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah dilakukan pembelajaran sub materi sistem pencernaan sapi melalui video contextual. Menurut Sitompul & Susiana (2015) dengan melakukan pretest- posttest hasil perlakuan lebih akurat karena dapat membandingkan keadaan sebelum dan sesudah. Pada proses pembelajaran ini diketahui (Tabel 5) bahwa terjadi peningkatan nilai rata-rata dari pre test ke nilai post test, dilihat dari perlakuan yang diberikan bahwa video contextual yang telah dikembangkan dengan penambahan narasi dari dosen pengampu mata kuliah cukup membantu mahasiswa dalam mencapai indikator untuk meningkatkan HOTS, dimana isualisai dengan warna yang cerah sebagai stimulus yang diterima oleh indera penglihatan selanjutnya diproses oleh otak kanan ditambah narasi dari dosen pengampu mata kuliah dimana mahasiswa mendengarkan penjelasan secara verbal, yang akan di proses di otak kiri. Penyeimbangan kerja otak kanan dan kiri ini membuat tujuan pembelajaran dapat ditangkap dengan baik oleh mahasiswa. Tri Andayani et al., (2012) membuktikan bahwa penerapan model pembelajaran biologi menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning melalui media Flipchart dan Video lebih baik untuk meningkatkan pemahaman konsep dan HOTS siswa dibandingkan dengan siswa menggunakan pembelajaran langsung. Dengan hasil nilai Ngain sebesar 0,2 maka, jika di interpretasikan dimana nilai g < 0.3 yaitu rendah. Dari hasil intrepertasi nilai Ngain tersebut, maka perlu lagi di lakukan upaya untuk lebih meningkatkan nilai interpretasi tersebut. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Video contextual mampu meningkatkan HOTS mahasiswa pada mata kuliah fisiologi hewan dengan kategori baik Saran Video contextual ini perlu dikembangkan lebih lanjut dengan konten yang lain sehingga dapat meningkatkan HOTS mahasiswa sampai tingkat sangat baik. DAFTAR RUJUKAN Anderson, L, & Krathwohl, D. 2001. Taxonomy for learning teaching and Assessing: a revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York: Wesley Longman Bloom, B. S. 1979. Taxonomy of Edu- cational Objectives: Handbook I Cognitive Domain. London:Longmans Group Ltd. Chaeruman, U. A. 2014. Pembelajaran Saintifik yang Mengintegrasikan TIK. Seminar Nasional Pendidikan IPA, UIN Jakarta JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA VOLUME 2 NOMOR 1 TAHUN 2016 (p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204) (Halaman 94-101) 101 Ari Indriana Hapsari, Pengembangan Bahan Ajar Ditjen Dikti. 2008. Pembelajaran Inovatif dan Partisipatif. Jakarta: Direktorat Ketenagaan, Departemen Pendidikan Nasional Hodosyova, M. 2015. The Development of Science Process Skills in Physics Education. Social and Behavioral Sciences Jumiati, Sari, M. & Akmalia, D. 2011. Peningkatan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Numbereds Heads Together (NHT) pada Materi Gerak Tumbuhan di Kelas VIII SMP SEI Putih Kampar. Lectura 2 (2) Krathwohl, D. R. 2002. A revision of Bloom's Taxonomy: an overview – Theory Into Practice,College of Education, The Ohio State University Learning Domains or Bloom's Taxonomy: The Three Types of Learning Meij, Hans, V. D. Meij, & Jan, V. D. 2014. A comparison of paper-based and video tutorials for software learning. Computers & Education Merkt, M. 2011. Learning with videos vs. learning with print: The role of interactive features. Learning and Instruction 21 Nasution. 2010. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Poedjiadi, A. 2005. Sains Teknologi Masyarakat: Model Pembelajaran Konstektual Bermutu Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sagala, S. 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Yusriya, A. Santoso, K. & Priyono, B. 2014. Pengembangan Video pembelajaran Materi Klasifikasi Hewan sebagai Suplemen Bahan Ajar Biologi SMP. Unnes Journal of Biology Education. 3 (1) Salpeter. 2001. Century Skill: Have Student Ready. [Online]. Tersedia: http://www.21st CenturySkill.org