JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA VOLUME 2 NOMOR 3 TAHUN 2016 (p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204) (Halaman 292-299) Disubmit: Oktober 2016 Direvisi: Oktober 2016 Disetujui: November 2016 Rizki Mei Listawati et al., Analisis Profil protein 292 ANALISIS PROFIL PROTEIN AUTIS BERBASIS BIOINFORMATIKA SEBAGAI BAHAN SOSIALISASI BAGI MASYARAKAT DI KOTA MALANG TENTANG POTENSI PENYEBAB AUTIS Profile Protein Autism Analysis Based Bioinformatics as Public Dissemination Materials in Malang about The Potensial Causes Autism Rizki Mei Listawati 1 , Umie Lestari 2 , Mohammad Amin 3 1,2,3 Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang 5, Malang, 551334 e-mail korespondensi: rizkilistawati@rocketmail.com ABSTRAK Kehidupan saat ini menawarkan berbagai kemudahan. Namun, seiring dengan hal tersebut ada banyak permasalahan yang memicu stress. Selain itu, terdapat banyak unsur kimia dan logam berat yang jika saling berinteraksi dapat menimbulkan berbagai macam penyakit mulai dari flu hingga kanker, termasuk autis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi profil protein dalam darah yang menyebabkan autis berdasarkan bioinformatik. Kemudian, disosialisasikan kepada masyarakat khususnya orang tua anak autis di Kota Malang sehingga dapat memberikan wawasan tentang autis. Penelitian ini juga dapat dikembangkan sebagai dasar penelitian laboratorium. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, menggunakan tiga database yaitu National Center for Biotechnology Information (NCBI), Uniprot, dan Protein Data Bank (PDB) serta menggunakan software Pymol. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Protein dalam darah yang berpotensi menyebabkan autis berdasarkan artikel yaitu mTOR, Glutathione S Transferase P, Chemokine Monocyte Chemotactic Protein-1 (MCP-1), Interferon-∂-Inducible Protein- 16 (IFI-16), dan serotonin; 2) Protein-protein tersebut setelah dianalisis dengan menggunakan tiga database (NCBI, Uniprot, dan PDB) menunjukkan bahwa protein Glutathione S Transferase P lebih berpotensi terhadap autis. Hal ini karena protein tersebut berfungsi untuk mencegah neurodegeneration; 3) Penelitian tentang penyebab autis sangat dibutuhkan oleh orang tua anak autis (masyarakat), sehingga dapat diminimalisir akses masuknya pemicu tersebut. Kata Kunci: profil protein, autis, bioinformatik, sosialisasi, masyarakat ABSTRACT Life currently offers various facilities. However, along with this there are many issues which trigger stress. In addition, there are many chemical elements and heavy metals which, when interacting can cause a variety of illnesses ranging from colds to cancer, including autism. This study aims to analyze the potential of the protein profile in the blood that cause autism based bioinformatics. Then, to inform the public, especially parents of autistic in Malang so as to provide insight into autism. This research could also be developed as the basis of laboratory research. The research is a qualitative descriptive, using three databases, namely the National Center for Biotechnology Information (NCBI), Uniprot, and the Protein Data Bank (PDB) and using software PyMOL. The results of this study show that: 1) protein in the blood that could potentially cause autism based on articles that mTOR, glutathione S transferase P, Chemokines monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1), Interferon-∂-Inducible Protein-16 (IFI-16) , and serotonin; 2) The following proteins were analyzed using three databases (NCBI, Uniprot, and GDP) showed that the protein glutathione S transferase P is more potent against autism. This is because the protein's function is to prevent neurodegeneration; 3) Research on the causes of autism is needed by parents of autistic children (society), so as to minimize access to the entry of such triggers. Keywords: protein profile, autism, bioinformatics, socialization, community Kehidupan saat ini yang menawarkan bermacam-macam kemudahan, seperti makanan cepat saji, mobil cepat, akses internet dan lain sebagainya. Namun, keadaan lain seperti kedua orang tua yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, tingkat perceraian, rumah tangga dengan orang tua tunggal, dan permasalahan lain yang juga meningkat seiring dengan kemudahan atau kemajuan pada saat ini. Hal inilah yang memicu stres dalam kehidupan kita. JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA VOLUME 2 NOMOR 3 TAHUN 2016 (p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204) (Halaman 292-299) Disubmit: Oktober 2016 Direvisi: Oktober 2016 Disetujui: November 2016 Rizki Mei Listawati et al., Analisis Profil protein 293 Selain itu, bahan kimia dan logam berat saat ini juga mengalami peningkatan. Pada tahun 1950, terdapat 40 juta mobil, sedangkan pada tahun 2000 terdapat lebih dari 225 juta kendaraan (Yasko, 2009). Berdasarkan hal tersebut, peningkatan kendaraan bermotor hampir 600% dan berimbas pada peningkatan karbon monoksida, nitrogen dioksida, sulfur dioksida, benzena, formaldehida, dan hidrokarbon polisiklik. Bahan kimia lain yang dapat masuk pada tubuh kita diantaranya berasal dari makanan olahan, obat-obatan kimia, dan produk kecantikan yang banyak digunakan beberapa dekade. Faktor-faktor yang beragam itu saling berinteraksi, meningkatkan mediator inflamasi tertentu dalam tubuh, sehingga meningkatkan faktor risiko untuk beberapa penyakit mulai dari flu biasa sampai kanker, termasuk autis (Yasko, 2009). Kata autisme berasal dari bahasa Yunani auto berarti sendiri yang ditujukan pada seseorang yang menunjukkan gejala “hidup dalam dunianya sendiri” (Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Dirjen Dikdas, 2014). Autis mengalami peningkatan prevalensi saat ini (Al-Ayadhi 2012; Broek et al. 2014; Fatemi et al. 2013). Pertumbuhan autis di Amerika Serikat bahkan mencapai 172% (Yasko, 2009). Peningkatan autis tidak hanya terjadi di negara-negara maju lainnya seperti Inggris, Australia, dan Jerman, tetapi juga di negara berkembang seperti Indonesia (Rifmi & Fillah, 2014). Pertumbuhan autis di Indonesia masih belum jelas karena belum ada data nasional tentang jumlah anak autis. Prevalensi autis di Indonesia adalah sebesar 15–20% (Rifmi & Fillah, 2014), dengan jumlah anak yang menderita autis sebanyak lebih dari 112.000 anak di usia 5-19 tahun pada 2013 (Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Dirjen Dikdas, 2014). Namun, berdasarkan pernyataan Direktur Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, dr. Eka Viora, SpKJ pada acara Liputan 6 tanggal 2 April 2014 bahwa dari Januari- Desember 2013 ada 15% anak autis dari 6.600 kunjungan dengan rata-rata usia anak lebih dari 3 tahun. Hal tersebut menunjukkan masyarakat belum mengerti benar tentang autisme. Autis merupakan gangguan perkembangan saraf secara heterogen (Corbett, 2007), yang ditandai dengan gangguan interaksi sosial (Sharma & Arieff 2013; Corbett, 2007; Al-Ayadhi 2012), komunikasi (Corbett, 2007; Al-Ayadhi 2012; Sharma & Arieff 2013), dan kebiasaan yang berulang (Iwata, 2014; Jonsson, 2014; Sharma & Arieff 2013). Gangguan tersebut terjadi dengan level yang bermacam-macam (Alabdali, 2014) dan dapat diketahui sebelum anak berumur tiga tahun (Broek et al., 2014). Autis merupakan suatu spectrum disorders atau suatu gangguan yang mempunyai rentangan mulai dari yang ringan sampai berat (Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Dirjen Dikdas, 2014) Faktor yang menyebabkan autis bermacam-macam, yaitu kompleks gen (Bartlett, 2005; Jonsson, 2014), lingkungan (Kaushik et al., 2015; Hartzell & Seneff 2012), dan stress (Chiocchetti, 2014; Al- Ayadhi 2012) sehingga dikatakan bahwa autis dapat dilihat sebagai puzzle (Yasko 2009). Adanya faktor tersebut secara bersama-sama dapat mendasari anatomi saraf, fungsi, dan aspek lain pada autis (Ramsey, 2013), yang didukung oleh metabolisme protein (Chiocchetti, 2014). Berdasarkan hal ini, protein dapat dijadikan sebagai biomarker untuk memberikan wawasan tentang autis (Ramsey, 2013). JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA VOLUME 2 NOMOR 3 TAHUN 2016 (p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204) (Halaman 292-299) Disubmit: Oktober 2016 Direvisi: Oktober 2016 Disetujui: November 2016 Rizki Mei Listawati et al., Analisis Profil protein 294 Protein sebagai biomarker autis dapat diketahui melalui analisis protein berdasarkan pendekatan bioinformatik. Bioinformatik adalah ilmu yang mempelajari tentang pengumpulan, permodelan, penyimpanan, pencarian, dan analisis tentang informasi biologi misalnya protein (Nair, 2008). Ilmu ini melingkupi kajian biologi, komputer, dan TIK baik hardware maupun software (Lesk, 2005). Protein dapat dianalisis fungsinya melalui biosystems pada NCBI dan visualisasi struktur 3 Dimensi (3D) protein menggunakan software Pymol (Widodo & Miftakhunnafisah, 2010). Aplikasi analisis protein berdasarkan bioinformatik dapat dikembangkan untuk menganalisis protein yang berpotensi terhadap autis. Hasil analisis ini dapat disampaikan kepada masyarakat, khususnya orang tua anak autis melalui kegiatan sosialisasi. Sosialisasi menjadi penting karena masyarakat memiliki keterbatasan dan pengalaman terkait autis (Pramandani, 2014). Lebih lanjut dijelaskan bahwa hal tersebut karena sumber bacaan seperti buku, majalah, surat kabar, makalah, dan lain-lain yang membahas tentang autis dan segala permasalahannya masih susah ditemukan. Selain itu, belum ada penelitian khusus yang dapat menyajikan data tentang autisme di Indonesia. Kegiatan sosialisasi dilakukan kepada orang tua anak autis di Pusat Layanan Autis (PLA) Kota Malang (Gambar 1). Lembaga tersebut merupakan satu-satunya PLA di Jawa Timur. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis profil protein dalam darah yang berpotensi menyebabkan autis berdasarkan bioinformatik. Hasil penelitian ini kemudian disosialisasikan kepada masyarakat, khususnya orang tua anak autis di Kota Malang sehingga dapat memberikan wawasan tentang penyebab autis. Selain itu, penelitian ini juga dapat dikembangkan sebagai dasar melakukan penelitian lanjutan di laboratorium. Gambar 1. Pusat Layanan Autis (PLA) Kota Malang (Sumber: Dokumen Pribadi) METODE Penelitian ini memiliki dua tahap. Jenis penelitian pada semua tahapan tersebut adalah deskriptif kualitatif. Prosedur pengumpulan data adalah pengumpulan protein-protein yang dapat berpotensi terhadap autis dan analisis bioinformatik menggunakan database protein dan software. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Tahapan Penelitian Penelitian Tahapan I a. mengumpulkan protein-protein dalam darah yang berpotensi menyebabkan autis berdasarkan artikel terindeks scimago pada tahun 2014-2016 b. menganalisis protein-protein tersebut berdasarkan beberapa database protein yaitu National Center for Biotechnology Information (NCBI), Uniprot, dan Protein Data Bank (PDB) c. memvisualisasi 3D protein menggunakan software Pymol II a. melakukan sosialisasi kepada orang tua anak autis di PLA Kota Malang b. melakukan pendataan orang tua yang bersedia mengikutsertakan putera-puteri mereka untuk analisis profil protein serum darah JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA VOLUME 2 NOMOR 3 TAHUN 2016 (p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204) (Halaman 292-299) Disubmit: Oktober 2016 Direvisi: Oktober 2016 Disetujui: November 2016 Rizki Mei Listawati et al., Analisis Profil protein 295 HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut Kresno (2003), darah adalah plasma (cairan darah) beserta butir- butir yaitu: (a) eritrosit (darah merah); (b) leukosit (darah putih); dan (c) trombosit. Serum adalah cairan yang didapat jika darah dibiarkan membeku, merupakan plasma yang telah kehilangan fibrinogen (unsur pembeku darah). Serum juga merupakan bagian darah yang mengandung zat anti (antibodi) terhadap macam-macam racun (toxin) yang dikeluarkan bakteri atau virus. Protein darah juga disebut protein serum (serum proteins) merupakan protein yang ditemukan dalam plasma darah. Total protein serum dalam darah adalah 7 g/dl, yang merupakan 7% dari total volume darah. Protein darah memiliki berbagai fungsi antara lain: (1) tempat sirkulasi transport molekul seperti lipid, hormone, vitamin dan mineral; (2) enzim komplemen komponen, protease inhibitor, dan prekusor kinin; (3) regulasi dari aktivitas acelular dan berperan penting dalam sistem imun. Berdasarkan hal di atas, protein pada anak autis dapat dianalisis dari cairan biologis seperti serum (Ramsey et al. 2013; Al-ayadhi & Halepoto 2013; Boccuto et al. 2013). Protein dalam darah yang berpotensi menyebabkan autis berdasarkan artikel yaitu mTOR, Glutathione S Transferase P, Chemokine Monocyte Chemotactic Protein- 1 (MCP-1), Interferon-∂-Inducible Protein- 16 (IFI-16), dan serotonin. Protein-protein tersebut setelah dianalisis dengan menggunakan tiga database (NCBI, Uniprot, dan PDB) menunjukkan bahwa protein Glutathione S Transferase P lebih berpotensi terhadap autis. Hal ini karena protein tersebut berfungsi untuk mencegah neurodegeneration. Struktur 3D protein ini dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Struktur Protein Glutathione S Transferase P (Sumber: Dokumen Pribadi melalui Pymol) Glutathione adalah protein kecil yang terbuat dari tiga asam amino yaitu glisin, sistein, dan asam glutamat. Glutathione sangat penting karena memiliki beberapa fungsi dalam tubuh (Kern, 2011). Menurut NCBI (2016), Glutathione S transferase P adalah kelompok enzim yang memainkan peran penting dalam detoksifikasi, metabolisme xenobiotik, dan memainkan peran dalam kerentanan terhadap autis serta penyakit lainnya. Protein tersebut merupakan pertahanan utama tubuh terhadap merkuri, logam beracun, dan bahan kimia beracun, sehingga bila produksi glutathione rendah maka racun dalam tubuh akan lebih tinggi (Adams, 2011). Anak-anak autis memiliki kadar glutathione yang rendah (Yasko, 2009; Adams, 2011). Ketika jalur metilasi mengalami disfungsional, tubuh tidak dapat memproduksi glutathione yang cukup (Yasko, 2009). Glutathione merupakan antioksidan penting dan berperan dalam ekskresi logam beracun (Adams, 2011). Pada anak autis, tingkat plasma glutathione tereduksi (umumnya 20 - 40% lebih rendah) dibandingkan anak normal (Kern, 2011). Menurut James (2009), glutathione adalah peptida intraseluler yang memiliki berbagai fungsi termasuk detoksifikasi JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA VOLUME 2 NOMOR 3 TAHUN 2016 (p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204) (Halaman 292-299) Disubmit: Oktober 2016 Direvisi: Oktober 2016 Disetujui: November 2016 Rizki Mei Listawati et al., Analisis Profil protein 296 xenobiotik dan metabolitnya, menjaga keseimbangan redoks intraseluler, serta antioksidan endogen utama yang dihasilkan untuk melawan radikal bebas. Glutathione sangat berperan dalam proses detoksifikasi sehingga defisiensi glutation dapat menyebabkan akumulasi bahan toksik lingkungan dan logam-logam berat. Jika hal ini terjadi pada awal perkembangan anak, maka dapat mempengaruhi ekspresi gen yang berfungsi mengatur perkembangan saraf. Kadar glutathione rendah pada anak-anak autis karena kelainan pada jalur metionin mereka (Adams, 2011). Yasko (2009) juga menegaskan bahwa pada methylation pathway untuk neurotransmitter memiliki komponen terpenting yaitu S-adenocyl methionine (SAMe) yang berfungsi mengatur keseimbangan neurotransmitter. SAMe ini juga memiliki kegunaan untuk sintesis glutathione, sehingga bila jalur dari SAMe terganggu, maka terjadi ketidakseimbangan neurotransmitter. Hasil penelitian berdasarkan bioinformatik ini kemudian dilakukan sosialisasi kepada orang tua anak autis di PLA Kota Malang untuk memberikan wawasan tentang beberapa hal yang dapat berpotensi menyebabkan autis. Sebagian besar masyarakat umum tidak menyadari bahwa kondisi autisme dapat diatasi dengan pembalikan gejala dari banyak faktor penyebab autis yang terlibat (Yasko, 2009). Gambaran kegiatan peneliti dalam melakukan sosialisasi dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan pada kegiatan sosialisasi tersebut, diketahui bahwa wawasan para orang tua terkait autis masih kurang. Orang tua juga belum mengetahui bagaimana perkembangan autis ini di Indonesia, termasuk cara penanganannya. Di Indonesia, hanya anak-anak autis tertentu yang mendapat perhatian lebih dengan diikutsertakan pada lembaga pendidikan autis dan sisanya masih belum diketahui. Gambar 3. Sosialisasi kepada Orang Tua Siswa PLA (Sumber: Dokumen Pribadi) Setelah dilakukan sosialisasi, orang tua juga mendukung penelitian-penelitian terkait autis. Harapannya, dengan mengetahui penyebab autis maka dapat diminimalisir akses masuknya pemicu tersebut. Hal ini terbukti dengan 15 orang yang hadir dalam kegiatan sosialisasi, semua orang tua berkenan mengijinkan putera-puterinya diambil darahnya sehingga bisa dilakukan analisis protein lebih lanjut. Putera-puteri tersebut memiliki level autis yang berbeda-beda (Tabel 2) berdasarkan karakterisasi oleh pihak PLA. Karakterisasi tersebut dilakukan berdasarkan fungsi kecerdasan seperti pada Tabel 3. Tabel 2. Ringkasan Level Autis pada Anak-Anak Autis di PLA Kota Malang Level Autis Jumlah Anak Ringan 6 Sedang 6 Berat 3 (Sumber: Dokumen Pribadi) JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA VOLUME 2 NOMOR 3 TAHUN 2016 (p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204) (Halaman 292-299) Disubmit: Oktober 2016 Direvisi: Oktober 2016 Disetujui: November 2016 Rizki Mei Listawati et al., Analisis Profil protein 297 Tabel 3. Karakterisasi Autis oleh PLA Kota Malang Derajat Autis (Fungsi Kecerdasan) Keterangan Rendah Anak autis yang termasuk ke dalam kategori kecerdasan rendah, maka di kemudian hari kecil kemungkinan untuk dapat hidup mandiri secara penuh. Ia tetap memerlukan bantuan orang lain Menengah Anak autis yang termasuk ke dalam kategori kecerdasan menengah, maka ia memungkinkan untuk dilatih bermasyarakat dan mempunyai kesempatan yang cukup baik bila diberikan pendidikan khusus yang dirancang secara khusus untuk penyandang autis Tinggi / Berat Anak autis yang termasuk ke dalam kategori kecerdasan tinggi, maka dengan pendidikan yang tepat diharapkan dapat hidup secara mandiri bahkan dimungkinkan dapat berprestasi. Ia juga dapat hidup berkeluarga. (Sumber: Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Dirjen Dikdas, 2014) PENUTUP Kesimpulan Protein dalam darah yang berpotensi penyebab autis berdasar artikel adalah mTOR, Glutathione S Transferase P, Chemokine Monocyte Chemotactic Protein- 1 (MCP-1), Interferon-∂-Inducible Protein- 16 (IFI-16), dan serotonin. Setelah dianalisis dengan tiga database (NCBI, Uniprot, dan PDB) menunjukkan protein Glutathione S Transferase P lebih berpotensi terhadap autis. Hal ini karena protein tersebut berfungsi untuk mencegah neurodegeneration. Penelitian tentang penyebab autis sangat dibutuhkan oleh orang tua anak autis (masyarakat), sehingga dapat diminimalisir akses masuknya pemicu tersebut. Saran Dapat dilakukan penelitian laboratorium untuk mengetahui protein- protein dalam serum darah anak autis yang bertujuan untuk mengetahui protein lain yang dapat menjadi biomarker gangguan autis. DAFTAR RUJUKAN Adams, J. B. (2011). Nutritional and metabolic status of children with autism vs neurotypical children and the association with autism severity. Journal Nutrition and Metabolism, 8, 1–32. Alabdali, A. (2014). Association of social and cognitive impairment and biomarkers in autism spectrum disorders. Journal of Neuroinflammation, 11, 1-14. Al-Ayadhi, L. Y., (2012). Relationship between sonic hedgehog protein, brain-derived neurotrophic factor and oxidative stress in autism spectrum disorders. Journal Neurochemical Research, 37, 394– 400. Al-Ayadhi, L. & Halepoto, D.M., (2013). Role of Proteomics in the discovery of autism biomarkers. Journal of the College of Physicians and Surgeon, 23(2), 137–143. Bartlett, C.W. (2005). Three autism candidate genes: a synthesis of human genetic analysis with other disciplines. International Journal of Developmental Neuroscience, 23(2– 3), 221–234. Boccuto, L. (2013). Decreased tryptophan metabolism in patients with autism spectrum disorders. Journal Molecular Autis, 4, 1–10. Broek, J. A. (2014). Proteomic Analysis of Post Mortem Brain Tissue from autism patients: evidence for opposite changes in prefrontal JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA VOLUME 2 NOMOR 3 TAHUN 2016 (p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204) (Halaman 292-299) Disubmit: Oktober 2016 Direvisi: Oktober 2016 Disetujui: November 2016 Rizki Mei Listawati et al., Analisis Profil protein 298 cortex and cerebellum in synaptic connectivity-related proteins. Journal Molecular autism, 5(1), 41. Chiocchetti, A. G. (2014). Protein Signatures of Oxidative Stress Response in a Patient Specific Cell Line Model for Autism. Journal Molecular Autism, 5(1), 10. Corbett, B. A. (2007). a Proteomic study of serum from children with autism showing differential expression of apolipoproteins and complement proteins. Journal of Molecular Psychiatry, 12, 292–306. Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus. (2014). Standard pelayanan minimal pusat layanan autis. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Fatemi, S. H. (2013). Impairment of fragile x mental retardation protein- metabotropic glutamate receptor 5 signaling and its downstream cognates ras-related C3 botulinum toxin substrate 1, amyloid beta A4 precursor protein, striatal-enriched protein tyrosine phosphatase, and homer 1, in autism: a postmortem study in cerebellar vermis and superior frontal cortex. Journal Molecular autism, 4(1), 21. Hartzell, S. & Seneff, S., (2012). Impaired sulfate metabolism and epigenetics: is there a link in autism? Journal Entropy, 14, 1953–1977. Iwata, K. (2014). N-Ethylmaleimide- sensitive factor interacts with the serotonin transporter and modulates its trafficking: implications for pathophysiology in autism. Journal Molecular Autism, 5, 33. James, S. J. (2009). Efficacy of methylcobalamin and folinic acid treatment on glutathione redox status in children with autism, Journal Am J Clin Nutr, 89, 425-30. Jonsson, L. (2014). Association study between autistic-like traits and polymorphisms in the autism candidate regions RELN, CNTNAP2, SHANK3, and CDH9/10. Journal Molecular autism, 5(1), 55. Kaushik, G., Thomas, M. A., & Aho, K. A., (2015). Psychoactive pharmaceuticals as environmental contaminants may disrupt highly inter-connected nodes in an autism - associated protein-protein interaction network. Journal BMC Bioinformatics, 16(7), 1–9. Kern, J. K. (2011). A clinical trial of glutathione supplementation in autism spectrum disorders. Medical science monitor: international medical journal of experimental and clinical research, 17(12), 77-82. Kresno, S. B. (2003). Imunologi: Diagnosis dan prosedur laboratorium, Balai Penerbit FKUI. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Lesk, A. M. (2005). Introduction to bioinformatics. New York: Oxford University Press. Nair, A. J. (2008). Introduction to biotechnology and genetic engineering. India: Infinity Science Pres LLC PDB. (2011). Protein data bank. Retrieved from (http://www.rcsb.org/pdb/ home/home.do) Pramandani, D. (2014). Pola sosialisasi remaja autis di sekolah lanjutan autis fredofios yogyakarta. Electronic Theses & Dissertations Gadjah Mada University. Retrieved from http: //etd.repository.ugm.ac.id /index.php?act=view&buku_id=762 JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA VOLUME 2 NOMOR 3 TAHUN 2016 (p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204) (Halaman 292-299) Disubmit: Oktober 2016 Direvisi: Oktober 2016 Disetujui: November 2016 Rizki Mei Listawati et al., Analisis Profil protein 299 83&mod=penelitian_detail&sub=Pe nelitianDetail&typ=html Ramsey, J. M. (2013). Identification of an Age-dependent biomarker signature in children and adolescents with autism spectrum disorders. Molecular autism, 4(1), 27. Rifmi, A. P. & Fillah, F. D. (2014). Hubungan skor frekuensi diet bebas gluten bebas casein dengan skor perilaku autis. Journal of Nutrition College. 3(1), 34-42. Sharma, J. R. & Arieff, Z. (2013). Association analysis of two single- nucleotide polymorphisms of the RELN gene with autism in the South African population. Genetic Testing and Molecular Biomarker, 17(2), 93–98. Uniprot. (2016). Uniprot. Retrieved from http://www.uniprot.org/uniprot/P00 918 Widodo & Miftakhunnafisah. (2010). Pengenalan NCBI untuk analisis DNA, protein, dan senyawa kimia. Malang: Laboratorium Biosistem Universitas Brawijaya: Yasko, A., 2009. Autism: Pathways to recovery. Bethel: Neurological Research Institute.