JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA                            VOLUME 3 NOMOR 1 TAHUN 2017 
(p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204)                                    (Halaman 45-54) 
 
Disubmit: Februari 2017 
Direvisi: Februari 
Disetujui: Maret 2017 

 

Listiani& Kusuma, View of nature                        45 
 

Available at http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jpbi 

VIEW OF NATURE OF SCIENCE (VNOS) FORM B: SEBUAH INSTRUMEN 

UNTUK MENGETAHUI PEMAHAMAN KONSEP HAKIKAT SAINS 

CALON GURU DI UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN 
View of Nature of Science (VNOS) Form B: An Instrument for Assessing Preservice Teachers 

View of Nature of Science at Borneo University Tarakan 

 

Listiani
1
, Arief Ertha Kusuma

2
 

1,2
Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Borneo Tarakan, Jl. Amal Lama No. 1, Tarakan, 

Kalimantan Utara 

e-mail korespondensi: listiani.asrin84@gmail.com 

 

 

ABSTRAK 
View of Nature of Science (VNOS) form B adalah sebuah instrumen yang dikembangkan dan 

disempurnakan untuk mengukur pemahaman hakikat ilmu pengetahuan calon guru sains melalui aspek – 

aspek hakikat ilmu pengetahuan. Pemahaman hakikat sains perlu dimiliki oleh pelajar dan pengajar 

sains supaya menghindari adanya miskonsepsi terhadap ilmu pengetahuan. Penelitian tentang 

pemahaman hakikat sains oleh calon guru sains masih belum banyak dilakukan di Indonesia. Penelitian 

ini adalah penelitian kualitatif yang dilaksanakan di Universitas Borneo Tarakan. Responden dalam 

penelitian ini adalah mahasiswa calon guru biologi yang sedang berada di semester enam. Penelitian 

dilaksanakan dengan terlebih dahulu menerjemahkan dan mengadaptasi VNOS form B ke dalam bahasa 

Indonesia kemudian hasil terjemahan diberikan pada responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 

VNOS form B dapat digunakan untuk mengukur pemahaman hakikat sains mahasiswa calon guru biologi. 

Namun, berdasarkan hasil tersebut juga diketahui bahwa sebagian besar para calon guru biologi 

tersebut belum memahami aspek – aspek yang terdapat dalam hakikat ilmu pengetahuan. 

 

Kata kunci:calon guru, evaluasi, hakikat sains, instrumen 

 

ABSTRACT 
VNOS form B is an instrument that has been developed and revised to assess the view of nature of science 

of preservice science teachers through nature of science aspects.Indeed, students and teachers have to 

have the view of nature of science to avoid misconceptions of science concepts. Unfortunately, research 

on the view of Nature of Science is less conducted in Indonesia. This is a qualitative research that was 

conducted in Borneo University Tarakan. Respondents are preservice biology teachers in the sixth 

semester. The first step of this research is translating and adapting the VNOS form B into Bahasa 

Indonesia to make sure that the instrument is culturally fit to Indonesian and the transadapted instrument 

then given to the respondents. The result shows that the VNOS form B can be applied to assess the view of 

nature of science of preservice biology teachers. However, the result also shows that most of preservice 

biology teachers have few understanding on aspects of nature of scince. 

 

Keywords: evaluation, instrument, nature of science, preservice teachers 

 

 

Hakikat sains atau Nature of Science 

(NOS) adalah sebuah pengetahuan tentang 

bagaimana ilmu pengetahuan itu bekerja 

(McCommas & Almazroa, 1998). Tujuan 

utama belajar ilmu pengetahuan adalah 

untuk mendapatkan pengetahuan atas apa 

yang terdapat di sekeliling (Lhye & Kwen, 

2004). Nature of Science (NOS) 

menjelaskan bagaimana sains bekerja dan 

para ilmuan melakukan penelitian (Clough, 

2008). Abd-El-Chalick et al (1998) 

menyampaikan definisi hakikat sains yang 

mengacu pada epistemologi sains, sains 

sebagai upaya untuk mengetahui sesuatu, 

dan atau nilai dan kepercayaan yang terkait 

dengan perkembangan pengetahuan 

saintifik. Walaupun sebagian pengajar 

kurang sependapat dengan definisi ini 



 
JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA                            VOLUME 3 NOMOR 1 TAHUN 2017 
(p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204)                                    (Halaman 45-54) 
 
Disubmit: Februari 2017 
Direvisi: Februari 
Disetujui: Maret 2017 

 

Listiani& Kusuma, View of nature                        46 
 

Available at http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jpbi 

karena tidak sesuai dengan siswa sekolah 

menengah yang belum tentu menjadi 

filosofer atau ahli sejarah, namun hal 

tersebut dapat dihubungkan dengan 

keberadaan para siswa dalam lingkungan 

masyarakatnya dimana mereka kadang 

kala harus mengambil sebuah keputusan 

yang berkaitan dengan hal-hal saintifik. 

Melalui pemahaman hakikat sains, orang 

dapat mengetahui bahwa ilmu pengetahuan 

dapat berubah, berasal dari alam semesta, 

subyektif, berdasarkan inferensi manusia, 

kreatif, sosio-kultural, membedakan antara 

pengamatan dan penginterpretasian dan 

apakah terdapat hubungan antara hukum 

dan teori (Abd-El-Khalick et al., 1998; 

Schwartz, 2013).  

Pengintegrasian aspek–aspek 

hakikat sains dalam pengajaran diharapkan 

dapat memberikan pengaruh terhadap 

pemahaman siswa atas materi yang sedang 

dipelajari. Hal ini disebabkan karena 

sistem pembelajaran tidaklah kaku dan 

hanya mengacu pada informasi dari buku 

teks, dimana informasi tersebut berpotensi 

untuk menyebabkan miskonsepsi (Clough, 

2011). Sehingga, mengajarkan hakikat 

sains ditujukan untuk membantu siswa 

memahami sains secara baik dan benar 

serta membedakan sains dengan ilmu 

lainnya (Bell, 2008). 

Lederman telah mengembangkan 

sebuah instrumen yang dapat digunakan 

untuk mengetahui tingkat pemahaman 

hakikat sains (NOS). Instrumen 

tersebutdigunakan untuk menentukan 

konsep dan karakter NOS, serta semua 

butir soal dapat berupa pertanyaan dengan 

jawaban setuju atau tidak setuju, skala 

likert, dan pilihan ganda, namun seiring 

dengan perkembangan ilmu pengetahuan 

maka banyak peneliti yang melakukan 

validasi terhadap instrumen tersebut 

sebagai hasilnya. Peneliti mulai 

mengembangkan instrument dengan 

pertanyaan open ended yang 

menitikberatkan pada pertanyaan–

pertanyaan deskriptif yang memungkinkan 

untuk mengetahui pemahaman tentang 

hakikat sains. Hasil pengetahuan tersebut 

dapat dibandingkan antara orang yang 

awam dan memahami hakikat sains (Lhye 

& Kwen, 2004). 

Instrumen yang digunakan untuk 

mengukur kemampuan kita dalam 

memahami hakikat sains disebut dengan 

VNOS (Views of Nature of Science). 

Penggunaan VNOS memungkinkan untuk 

memperoleh data yang kaya akan 

informasi. Selain itu juga tidak sulit untuk 

menganalisis setiap jawaban yang dengan 

jelas dapat menunjukkan orang–orang 

yang telah memahami hakikat sains 

maupun yang kurang memahami hakikat 

sains (Lederman et al., 2002). 

 

METODE 

 

Penelitian ini adalah penelitian 

kualitatif dimana data yang diperoleh 

kemudian dianalisis dan dideskripsikan 

secara kualitatif. Penelitian ini 

menggunakan instrumen VNOS form B 

yang dikembangkan oleh Abd-El-Khalick 

et al. (1998). Penelitian ini dilaksanakan 

dengan menerjemahkan VNOS form B 

kedalam Bahasa Indonesia. Proses 

penerjemahan mengikuti alur yang 

diadaptasi dari penelitian Montoya& 

Gilaberte (2011) yang terdiri atas: 

1. Pemilihan instrumen yang akan 

diterjemahkan, dalam hal ini adalah 

VNOS form B. Pemilihan VNOS 

form B ini didasarkan pada tujuan, 



 
JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA                            VOLUME 3 NOMOR 1 TAHUN 2017 
(p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204)                                    (Halaman 45-54) 
 
Disubmit: Februari 2017 
Direvisi: Februari 
Disetujui: Maret 2017 

 

Listiani& Kusuma, View of nature                        47 
 

Available at http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jpbi 

yaitu mengukur pemahaman calon 

guru sains (Lederman, Abd-El-

Khalick, Bell, and Schwartz, 2002). 

2. Penerjemahan dilakukan oleh orang 

yang profesional, yaitu yang 

menguasai bahasa Inggis dan Bahasa 

Indonesia. 

3. Hasil terjemahan kemudian direview 

oleh reviewer yang menguasai bahasa 

Inggris dan Bahasa Indonesia. 

4. Dilakukan revisi terhadap hasil 

terjemahan, jika diperlukan. 

5. Dilakukan uji skala kecil terhadap 

hasil terjemahan. 

6. Dihasilkan terjemahan VNOS form B 

yang siap diimplementasikan. 

Pada tahap uji skala kecil, 

instrumen VNOS form B telah 

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia 

kemudian dibagikan pada mahasiswa calon 

guru biologi yang berada di semester 

6.Pada uji skala kecil, dipilih 13orang 

mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi 

karena syarat untuk melakukan uji skala 

kecil adalah dilakukan pada responden 

dengan jumlah antara 10 sampai 40 orang 

(Sousa & Rojjanasrirat, 2011). 

Hasil jawaban dari uji skala kecil 

tersebut kemudian diinterpretasikan untuk 

menunjukkan apakah instrumen VNOS 

form B dapat digunakan untuk mengukur 

pemahaman hakikat sains calon guru 

biologi. 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN 

 

Instrumen VNOS form B yang 

telahmelalui proses penerjemahan, 

diberikan kepada 13 responden yang 

merupakan mahasiswa Jurusan Pendidikan 

Biologi yang berada pada semester empat 

(tahun ke 3). Pemilihan mahasiswa ini 

didasarkan pada pertimbangan 

pengetahuan yang telah dimiliki. 

Responden yang dipilih terdiri dari dua 

orang mahasiswa laki-laki dan sebelas 

orang mahasiswa perempuan (Gambar 1). 

 

 
Gambar 1. Persentase jenis kelamin responden 

 

Berdasarkan data yang telah 

diperoleh, diketahui bahwa dari 13 orang 

responden, satu orang responden tidak 

menjawab pertanyaan nomor 3, dan dua 

orang responden tidak menjawab 

pertanyaan nomor 5 (Gambar 2). Salah 

satu dari kedua responden tersebut juga 

tidak menjawab pertanyaan nomor 6. 

Sehingga, dari enam pertanyaan yang 

diberikan pada instrumen VNOS form B, 

sebanyak tiga pertanyaan dijawab oleh 

semua responden dan tiga pertanyaan yang 

tidak dijawab oleh semua responden. 

 

 



 
JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA                            VOLUME 3 NOMOR 1 TAHUN 2017 
(p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204)                                    (Halaman 45-54) 
 
Disubmit: Februari 2017 
Direvisi: Februari 
Disetujui: Maret 2017 

 

Listiani& Kusuma, View of nature                        48 
 

Available at http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jpbi 

Gambar 2. Respon responden terhadap pertanyaan VNOS 

Form B 

 

VNOS form B merupakan 

instrumen yang dikembangkan oleh 

Lederman et al. (1998) yang digunakan 

untuk mengetahui pemahaman hakikat 

sains. VNOS form B ini adalah instrumen 

yang dikembangkan dan disempurnakan 

dari VNOS form A. VNOS form B 

digunakan mengukur pemahaman hakikat 

sains pada aspek tentativeness, empiris, 

inferensi, kreativitas, pengaruh teori 

(theory-laden), dan hubungan antara teori 

dan hukum (Lederman et al., 2002).Hasil 

penelitian menunjukkan bahwa 

pemahaman hakikat sains calon guru 

biologi di Universitas Borneo Tarakan 

bervariasi mulai dari sedikit mengetahui 

tentang aspek hakikat sains hingga belum 

memahami sama sekali tentang aspek–

aspek dalam hakikat sains. Ringkasan data 

tentang pemahaman hakikat sains 

responden terdapat pada Tabel 1. 

 
Tabel 1. Perbandingan Pemahaman Hakikat Sains Calon Guru Biologi 

No. 

Pertanyaan 

Aspek dalam 

Hakikat sains 

(Nature of Science) 

Deskripsi dan Kategori Jawaban Responden 

Belum Mengetahui 

aspek – aspek dalam 

Hakikat Sains 

Sedikit Mengetahui 

aspek – aspek dalam 

Hakikat Sains 

Mengetahui dan 

memahami aspek – 

aspek dalam Hakikat 

Sains 

1 Tentativeness 

Responden berfikir bahwa 

teori - teori yang ada 
tidak mungkin berubah 

Responden mengetahui 

bahwa teori - teori yang 

telah ada, mungkin akan 

mengalami perubahan 
namun tanpa alasan yang 

sangat kurang jelas 

Responden 

mengetahui bahwa 

teori - teori yang telah 

ada, mungkin akan 
mengalami perubahan 

namun tanpa alasan 

yang kurang jelas 

2 Empirical Base 

Jawaban responden tidak 
menjelaskan bagaimana 

para ilmuwan 

menggunakan scientific 

method 

- - 

3 Theories and Laws 

Responden tidak dapat 

membedakan antara teori 

dan hukum. Tampak 

bahwa terdapat hirarki 

antara teori dan hukum 

- - 

4 
Socio/cultural 

Embeddedness 

Tidak mampu 

menjelaskan perbedaan 
antara sains dan seni 

Jawaban hampir 

mendekati kebenaran 

tentang perbedaan antara 
sains dan seni 

Mampu menjelaskan 

perbedaan antara sains 
dan seni 

5 Creativity 

Tidak dapat menjelaskan 

bagaimana ilmuwan 

menggunakan kreativitas 
dalam menemukan ilmu 

pengetahuan 

Responden mampu 

menjelaskan konsep 

kreativitas dalam ilmu 
pengetahuan namun 

kurang tepat 

- 

6 
Observation and 

Inferences 

Responden belum 
memahami aspek 

observasi dan 

subjektivitas 

Responden sedikit 

memahami aspek 
observasi dan  

subjektivitas dalam ilmu 

pengetahuan 

- 

Tabel 1 menunjukkan bahwa 

hampir seluruh responden belum 

mengetahu adanya aspek–aspek dalam 

hakikat sains. Berdasarkan enam aspek 

yang diujikan dalam VNOS form B, 

menunjukkan bahwa sebagian besar 



 
JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA                            VOLUME 3 NOMOR 1 TAHUN 2017 
(p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204)                                    (Halaman 45-54) 
 
Disubmit: Februari 2017 
Direvisi: Februari 
Disetujui: Maret 2017 

 

Listiani& Kusuma, View of nature                        49 
 

Available at http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jpbi 

jawaban responden mengarah pada 

kurangnya pengetahuan dan pemahaman 

mereka tentang aspek–aspek dalam hakikat 

sains. 

Aspek pertama yang diuji 

menggunakan VNOS form B ini adalah 

aspek tentativeness dimana aspek ini 

berhubungan dengan pengetahuan bahwa 

ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang 

berpotensi untuk mengalami perubahan 

sebagai akibat dari adanya hasil observasi 

atau pengamatan baru Abd-El-Khalick et 

al. (1998). Hasil penelitian menunjukkan 

bahwa terdapat tiga macam kategori 

jawaban dari responden. Kategori pertama 

adalah responden yang belum mengetahui 

aspek–aspek dalam hakikat sains. 

Responden dalam kategori ini memberikan 

pernyataan bahwa teori–teori yang ada 

bersifat mutlak dan tidak mungkin 

mengalami perubahan selamanya (Gambar 

3a dan 3b). 

 

 
Gambar 3a. Jawaban responden tentang aspek 

tentativeness pada ilmu pegetahuan tanpa 

disertai dengan alasan 

 

 
Gambar 3b. Jawaban responden tentang aspek 

tentativeness pada ilmu pegetahuan yang 

tanpa disertai dengan alasan 

 

Selanjutnya, pada aspek 

tentativeness, terdapat juga responden yang 

cukup mengetahui bahwa ilmu 

pengetahuan tidak mutlak kebenarannya 

dan akan mengalami perubahan seiring 

adanya pengamatan dan inferensi yang 

baru (Lederman et al, 2002). Namun, 

responden ini hanya dapat menyatakan 

bahwa ilmu pengetahuan mungkin akan 

mengalami perubahan tetapi tidak dapat 

menjelaskan bagaimana ilmu pengetahuan 

akan berubah (Gambar 4). 

 

 
Gambar 4. Respon berkaitan tentativeness yang 

menunjukkan bahwa responden mengetahui 
bahwa memungkinkan untuk ilmu 

pengetahuan mengalami perubahan 

 

Masih pada aspek tentativeness, 

sebagian kecil responden juga 

menunjukkan bahwa mereka cukup 

memiliki pemahaman tentang 

kemungkinan apakah ilmu pengetahuan 

akan berubah atau tidak (Gambar 5) dan 

disertai dengan penjelasan yang cukup. 

 

 
 

 

 

 

 

 
 
Gambar 5. Salah satu responden menyatakan bahwa 

memungkinkan bagi ilmu pengetahuan untuk 

berubah jika ditemukan fakta atau inferensi 

baru, walaupun penjelasan yang diberikan 
masih belum cukup. 

 

Aspek selanjutnya yang dapat diuji 

dengan menggunakanVNOS form B 

adalah aspek empirical base. Aspek ini 



 
JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA                            VOLUME 3 NOMOR 1 TAHUN 2017 
(p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204)                                    (Halaman 45-54) 
 
Disubmit: Februari 2017 
Direvisi: Februari 
Disetujui: Maret 2017 

 

Listiani& Kusuma, View of nature                        50 
 

Available at http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jpbi 

menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan 

yang dihasilkan adalah didasarkan pada 

observasi atau pengamatan terhadap hal–

hal yang ditemukan di alam semesta (Abd-

El-Khalick et al., 1998).  

Hasil penelitian menunjukkan bawa 

responden dikategorikan dalam satu 

kategori saja yaitu belum mengetahui 

adanya aspek empirical base dalam proses 

penemuan ilmu pengetahuan. Salah satu 

contoh jawaban responden terdapat pada 

Gambar 6.  

 

 
Gambar 6. Responden belum mampu menjelaskan 

tentang aspek empirical base dalam proses 

pencarian ilmu pengetahuan 
 

Berdasarkan gambar di atas, dapat 

diketahui bahwa responden belum 

memiliki pengetahuan tentang aspek 

empirical base dalam hakikat sains. 

Responden hanya mengetahui bahwa untuk 

menghasilkan suatu ilmu pengetahuan baru 

diperlukan penelitian di dalam 

laboratorium. Tidak ada responden yang 

menjawab bahwa percobaan dan 

eksperimen yang dilakukan oleh para 

ilmuwan didasarkan pada pengamatan 

yang diperoleh dari alam semesta. Hasil 

pengamatan itulah yang kemudian menjadi 

ilmu pengetahuan. 

Aspek ke tiga yang dituangkan 

dalam pertanyaan VNOS form B adalah 

hubungan antara hukum dan teori. 

Lederman et al (1998) menyatakan bahwa 

Teori ilmiah dan Hukum ilmiah adalah dua 

macam ilmu pengetahuan yang berbeda. 

Teori dan Hukum ilmiah memiliki fungsi 

yang berbeda satu sama lain dan tidak 

memiliki hubungan hierarki atau tingkatan, 

misalnya sebuah Teori yang disertai 

dengan bukti yang cukup kuat kemudian 

akan menjadi sebuah hukum atau 

sebaliknya. 

Walaupun jawaban responden 

hanya dapat dikategorikan ke dalam satu 

tipe yaitu belum mengetahui definisi dari 

Teori dan Hukum, namun beberapa 

responden juga memberikan penjelasan 

tambahan bahwa terdapat hierarki antara 

teori dan hukum. Pada pertanyaan ini juga 

terdapat seorang responden yang tidak 

memberikan jawaban. 

 

 
Gambar 7. Responden belum mampu mendefinisikan 

Teori dan Hukum dalam Ilmu Pengetahuan 

 

 
Gambar 8. Responden tidak mendefinisikan Teori 

dan Hukum namun hanya memberikan 

penjelasan bahwa kedudukan Teori lebih 

rendah dibandingkan dengan Hukum 

ilmiah. 
 

Gambar 6 dan 7 cukup jelas 

menginformasikan bahwa responden 

belum memiliki pengetahuan tentang 

perbedaan Teori dan Hukum Ilmiah.  Tidak 

adanya pemahaman tentang Teori dan 

Hukum akan memungkinkan bagi 

responden untuk mengalami miskonsepsi 

(Schwartz, 2007).  

Miskonsepsi harus dihindari, oleh 

karena itu perlu diajarkan tentang aspek–

aspek yang terdapat di dalam hakikat sains. 



 
JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA                            VOLUME 3 NOMOR 1 TAHUN 2017 
(p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204)                                    (Halaman 45-54) 
 
Disubmit: Februari 2017 
Direvisi: Februari 
Disetujui: Maret 2017 

 

Listiani& Kusuma, View of nature                        51 
 

Available at http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jpbi 

Sebagaimana gambar 8 yang menunjukkan 

bahwa Teori yang didukung oleh fakta 

yang lengkap maka akan menjadi sebuah 

hukum atau ketetapan yang tidak berubah. 

Padahal, hukum adalah penjelasan tentang 

apa yang terjadi pada fenomena di alam 

semesta sedangkan teori menjelaskan 

mengapa hal tersebut terjadi di alam 

semesta (Schwartz, 2007). 

Aspek hakikat sains selanjutnya 

yang dapat diukur dengan menggunakan 

VNOS form B adalah Socio/cultural 

Embeddedness atau pengaruh sosial dan 

budaya terhadap ilmu pengetahuan. Ilmu 

pengetahuan diciptakan oleh manusia dan 

dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat 

yang menerapkannya. Nilai–nilai yang 

diterapkan dalam suatu masyarakat 

mempengaruhi bagaimana sains dilakukan, 

diinterpretasikan, dan dilaksanakan 

(Lederman et al.,1998). 

Pertanyaan yang diberikan untuk 

mengetahui pengetahuan tentang pengaruh 

budaya dan masyarakat terhadap sains 

berupa pendefinisian dan perbedaan antara 

sains dan seni. Hasil penelitian 

menunjukkan bahwa terdapat tiga kategori 

pengetahuan responden mengenai aspek 

ini. Kelompok pertama adalah responden 

yang belum mengetahui pengaruh budaya 

dan masyarakat terhadap ilmu 

pengetahuan. Hal ini ditunjukkan oleh 

jawaban responden yang belum mampu 

membedakan antara ilmu pengetahuan dan 

seni (Gambar 9).  

 

 

Gambar 9. Jawaban responden yang menunjukkan bahwa 

responden belum mengetahui aspek 
pengaruh budaya dan masyarakat dalam 

ilmu pengetahuan 

Jika responden belum mampu 

menjelaskan persamaan dan perbedaan 

ilmu pengetahuan dan seni, maka mereka 

juga belum mampu mengetahui hubungan 

antara ilmu pengetahuan dan seni. 

Kategori selanjutnya adalah 

kelompok responden yang sedikit 

mengetahui aspek socio/cultural 

embeddedness. Kelompok responden ini 

mampu memberikan penjelasan tentang 

persamaan dan perbedaan ilmu 

pengetahuan dan seni walaupun penjelasan 

yang diberikan masih belum cukup 

lengkap. Salah satu contoh jawaban 

responden terdapat pada Gambar 10. 

Jawaban responden menunjukkan bahwa 

mereka mengetahui adanya persamaan dan 

perbedaan antara ilmu pengetahuan dan 

seni. 
 

 
Gambar 10. Salah satu contoh jawaban responden 

mengenai persamaan dan perbedaan 

ilmu pengetahuan dan seni 
 

Selanjutnya adalah kelompok 

responden yang memiliki pengetahuan 

yang cukup mengenai pengaruh sosial 

budaya terhadap ilmu pengetahuan. 

Responden ini mampu menjelaskan 

persamaan dan perbedaan antara ilmu 

pengetahuan (Gambar 11). Penjelasan 

responden yang berkaitan dengan 

persamaan dan perbedaan ilmu 

pengetahuan dan seni cukup singkat namun 

mendekati kebenaran sehingga responden 

ini dikategorikan memiliki pengetahuan 



 
JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA                            VOLUME 3 NOMOR 1 TAHUN 2017 
(p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204)                                    (Halaman 45-54) 
 
Disubmit: Februari 2017 
Direvisi: Februari 
Disetujui: Maret 2017 

 

Listiani& Kusuma, View of nature                        52 
 

Available at http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jpbi 

bahwa sosial dan budaya mempengaruhi 

ilmu pengetahuan. 
 

 
Gambar 11. Responden mampu menjawab pertanyaan 

tentang persamaan dan perbedaan ilmu 

pengetahuan dan seni 

 

Pengetahuan tentang aspek kreativitas 

dalam ilmu pengetahuan juga dapat diukur 

menggunakan VNOS form B. Kreativitas 

menunjukkan bahwa keberadaan ilmu 

pengetahuan adalah hasil kreativitas dan 

imajinasi manusia. Artinya, ilmu 

pengetahuan adalah hasil/produk dari 

kreativitas manusia dimana proses 

penciptaannya didasarkan pada observasi 

dan interpretasi dari apa yang dapat 

dijangkau oleh panca indra di alam 

semesta (Abd-El-Khalick et al.,1998). 

Sebagian besar responden tidak 

mampu menjelaskan adanya kreativitas 

dalam proses penemuan ilmu pengetahuan 

dan hanya sedikit responden yang mampu 

memberikan sedikit gambaran tentang 

bagaimana kreativitas mempengaruhi 

kinerja para ilmuwan dalam 

mengemukakan ilmu pengetahuan. Bahkan 

terdapat responden yang tidak menjawab 

pertanyaan aspek kreativitas ini. Lebih dari 

50% responden tidak mengetahui 

bagaimana peran kreativitas dalam ilmu 

pengetahuan. Responden menyebutkan 

bahwa diperlukan kreativitas namun tidak 

mampu menjelaskan pada bagian apa 

kreativitas diperlukan (Gambar 12). 
 

 

Gambar 12. Salah satu jawaban responden yang 

menunjukkan bahwa responden belum 
memahami peran kreativitas dalam ilmu 

pengetahuan 

 

Gambar 13 menunjukkan bahwa 

responden cukup mampu menjelaskan 

peran kreativitas dalam menemukan ilmu 

pengetahuan. Selanjutnya, nomor terakhir 

dalam VNOS form B adalah pertanyaan 

yang berhubungan dengan pengaruh 

observasi dan interpretasi data atau 

informasi oleh para ilmuwan. Aspek ini 

juga berkaitan dengan subjektivitas.  

 

 
Gambar 13. Penjelasan mengenai peran kreativitas dalam 

ilmu pengetahuan 
 

Ilmu pengetahuan didasarkan pada 

obeservasi dan inferensi atau interpretasi 

dari data–data yang diperoleh (Abd-El-

Khalick et al.,1998). Secara eksplisit, 

sebagian besar responden cukup mampu 

menjelaskan bahwa dalam ilmu 

pengetahuan didasarkan pada observasi 

dan interpretasi masing–masing ilmuwan 

yang secara tidak langsung terdapat unsur 

subjektivitas di dalamnya (Gambar 14). 

 

 
Gambar 14. Respon terhadap pertanyaan tentang 

observasi dan interpretasi dalam ilmu 

pengetahuan 

 

Walaupun penjelasan tentang 

bagaimana aspek observasi dan interpretasi 

mampu mempengaruhi ilmu pengetahuan, 

namun cukup menggambarkan bahwa ilmu 

pengetahuan didasarkan pada observasi. 



 
JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA                            VOLUME 3 NOMOR 1 TAHUN 2017 
(p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204)                                    (Halaman 45-54) 
 
Disubmit: Februari 2017 
Direvisi: Februari 
Disetujui: Maret 2017 

 

Listiani& Kusuma, View of nature                        53 
 

Available at http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jpbi 

Sebaliknya, responden yang tidak memiliki 

pemahaman sama sekali, tidak mampu 

memberikan penjelasan (Gambar 15). 
 

 
Gambar 15. Respon terhadap pertanyaan tentang aspek 

observasi dan inferensi dalam ilmu 

pengetahuan oleh responden yang tidak 
memiliki pengetahuan tentang aspek 

tersebut. 

 

Aspek–aspek dalam hakikat ilmu 

pengetahuan tidak banyak diketahui oleh 

para calon guru sains di Universitas 

Borneo Tarakan. Hal ini akan membawa 

mereka ke dalam miskonsepsi. Sebagai 

contoh adalah perbedaan antara Teori dan 

Hukum. Jika tidak memiliki pengetahuan 

tentang definisi Teori dan Hukum maka 

akan beranggapan bahwa kedua hal 

tersebut memiliki hubungan hierarki di 

mana yang satu lebih tinggi daripada yang 

lain (Lederman, 2002).  

Penelitian ini juga menunjukkan 

bahwa pengetahuan dan sikap ilmiah 

mahasiswa masih rendah dan perlu untuk 

ditingkatkan. Menurut Husamah et al 

(2016) sains pada hakikatnya meliputi 

sains produk, sains proses, dan sains sikap 

ilmiah yang tak dapat dipisahkan satu 

dengan lainnya. Proses pembelajaran sains 

menuntut seorang pendidik untuk dapat 

memaksimalkan potensi dan kemampuan 

anak didiknya.sejalan dengan itu Yuhanna 

& Retno (2016) berpandangan  bahwa 

salah satu cara yang dapat digunakan untuk 

meningkatkan sikap ilmiah mahasiswa 

adalah dengan menerapkan pembelajaran 

scientific inquiry terutama dalam 

mempelajari konsep dasar IPA atau IPA 

terpadu. Oleh karena itu, untuk mengetahui 

pemahaman hakikat sains diperlukan 

instrumen yang valid dan reliabel yang 

dapat digunakan untuk mengetahui 

pemahaman aspek–aspek hakikat sains.  

VNOS form B merupakan salah 

satu instrument yang dapat digunakan 

untuk mengukur pemahaman aspek–aspek 

hakikat sains. Aspek-aspek hakikat sains 

dapat diperkenalkan melalui kegiatan 

pembelajaran. Menurut Hudha et al. (2016) 

dosen memiliki peran yang sangat penting 

dalam membantu dan memfasilitasi 

mahasiswa (para calon guru) untuk 

mengeksplorasi ilmu pengetahuan dan 

teknologi dan hakikat sains sehingga 

mahasiswa mampu mengenal aspek-aspek 

dalam hakikat sains. 

 

PENUTUP 

 

Kesimpulan 

VNOS form B merupakan salah 

satu instrumen yang dapat digunakan untuk 

mengetahui pemahaman hakikat sains 

calon guru sains di Universitas Borneo 

Tarakan. Namun, masih perlu dilakukan 

penyempurnaan dan perbaikan terhadap 

tata bahasa dan contoh yang digunakan 

untuk mengilustrasikan aspek – aspek yang 

ingin ditanyakan. Dengan menggunakan 

VNOS form B, dapat diketahui bahwa 

sebagian besar calon guru sains di 

Universitas Borneo Tarakan belum 

memahami adanya aspek – aspek dalam 

hakikat sains. 

 

Saran 

Perlu dilakukan penelitian lebih 

lanjut dan berkesinambungan untuk 

mengetahui perkembangan pemahaman 

hakikat sains sehingga dapat mencegah 

terjadinya miskonsepsi. 



 
JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI INDONESIA                            VOLUME 3 NOMOR 1 TAHUN 2017 
(p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204)                                    (Halaman 45-54) 
 
Disubmit: Februari 2017 
Direvisi: Februari 
Disetujui: Maret 2017 

 

Listiani& Kusuma, View of nature                        54 
 

Available at http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jpbi 

 

DAFTAR RUJUKAN 

Abd-El-Khalick, F., Bell, R. L., & 

Lederman, N. G. (1998). The 
nature of science and instructional 

practice: Making the unnatural 

natural. Sci Ed. 82: 417–436. 

Clough, M. P. (2008). We all teach the 

nature of science – whether 

accurately or not. Iowa Science 

Teachers Journal, 35 (2), 2-3.  

Hudha, A. M., Amin, M., Bambang, S., & 

Akbar, S. (2016). Study of 

instructional models and syntax as 

an effort for developing ‘OIDDE’ 

instructional model. Jurnal 

Pendidikan Biologi Indonesia, 2 

(2), 109-124. 

Husamah, Pantiwati, Y., Restian, A., & 

Sumarsono, P. (2016). Belajar dan 

pembelajaran. Malang: UMM 

Press. 

Lederman, N.G., Abd-El-Khalick, F., Bell, 

R. L., & Schwartz, R.  (2002). 

Views Nature of Science 

Questionnaire: Toward Valid and 

Meaningful Assessment of 

learners’ Conception of Nature of 

Science. Journal of Research in 

Science Teaching, 39 (6), 497-521. 

Lhye, T. L. & Kwen, B. H. (2004). 

Assessing the nature of science 

views of Singaporean pre-service 

teachers. Australian Journal of 

Teacher Education, 29 (2), 1-10.  

McCommas, W. & Almazroa, H. (1998). 

The nature of science in science 

education: An introduction. Science 

and Education. 7: 511-532.  

Montoya, A., Llopis, N., & Gilaberte, I. 

(2011). Validation of the translation 

of an instrument to measure 

reliability of written information on 

treatment choices: A study on 

attention deficit/hyperactivity 

disorder (ADHD). Education for 

Health, 24 (3), 1-9.  

Schwartz, R., Northcutt, C. K., Mesci, G. 

(2013, April). Science research to 

science teaching: Developing pre 

service teachers’ knowledge & 

pedagogy for nature of science and 

inquiry. Paper presented at 

international conference of the 

National Association for Research 

in Science Teaching. Rio Grande, 

Puerto Rico. Retrieved from 

www.wmich.edu/cas/experts/docs/

Schwartz_2013NARST_paper2.pdf 

Schwartz, R. (2007). What’s in the word? 

Science Scope, 31 (2), 42-47. 

Sousa, V. D. & Rojjanasrirat, W. (2011). 

Translation, adaptation, and 

validation of instruments or scales 

for use in cross-cultural health care 

research: A clear and user-friendly 

guideline. Journal of Evaluation in 

Clinical Practice, 17 (1), 268-274. 

Yuhanna, W. L. & Retno, R. S. (2016). 

Pembelajaran konsep dasar IPA 

dengan scientific inquiry untuk 

meningkatkan kemampuan 

berpikir, bekerja, dan bersikap 

ilmiah pada mahasiswa. Jurnal 

Pendidikan Biologi Indonesia, 2 

(1), 1-9.