53 PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA Nikmah1), Hera Apriyanti2) nikmahbmb@gmail.com1), heraapriyanti123@gmail.com2) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bengkulu ABSTRACT Many studies have been conducted to examine the relationship between intellectual capital and financial performance. However, those study still showed some inconsistencies. Therefore, this study aimed to reexamine the effect of intellectual capital on financial performance. The sample consists of 21 manufacturing firms listed in Indonesia Stock Exchange during the observation period 2010-2013 which chosen by purposive sampling method. The test results show that intellectual capital has positive effect on financial performance which measured by return on asset, market to book value , market capital and earning per share, but intellectual capital has not effect on asset turnover. Key Word : intellectual capital, firm performance, financial performance PENDAHULUAN Latar Belakang Kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan dalam menghasilkan laba (Sucipto,2003). Perusahaan-perusahaan khususnya di Indonesia pada umumnya menggunakan rasio keuangan sebagai indikator dalam mengukur kinerja keuangan. Rasio yang sering digunakan yaitu rasio profitabilitas, rasio produktifitas, rasio likuiditas, rasio solvabilitas, dan rasio pasar, (Hanafi dan Halim, 2003). Informasi yang dihasilkan dari rasio-rasio tersebut cenderung menilai kinerja keuangan berfokus pada pelaporan tangible asset yang merupakan ciri dari pelaporan akuntansi tradisional. International Federation of Accountants dalam Rachmawati (2012) menyatakan bahwa praktik akuntansi tradisional tidak mengungkapkan identifikasi dan pengukuran intangible assets pada organisasi. Akhirnya, informasi keuangan yang disajikan dalam pelaporan akuntansi tradisional menjadi kurang relevan, terutama untuk dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan terutama untuk pihak luar seperti investor dan kreditor karena tidak mencerminkan keadaan perusahaan secara keseluruhan. Menurut Belkaoui (2003) strategi yang potensial untuk meningkatkan kinerja perusahaan adalah dengan menyatukan tangible assets (aset berwujud) dan intangible assets (aset tak berwujud). Intangible assets dalam PSAK No. 19 diartikan sebagai aset nonmoneter teridentifikasi tanpa wujud fisik dan manfaat ekonomik masa depan yang timbul dari aset tak berwujud dapat mencakup pendapatan dari penjualan barang atau jasa, penghematan biaya, atau manfaat lain yang berasal dari penggunaan aset oleh entitas (IAI,2014). Oleh karena itu, pelaporan tangible assets dan intangible aset harus dilakukan agar perusahaan dapat mencapai kinerja yang maksimal dan keputusan yang dicapai perusahaan relevan. Munculnya intangible asstes menjadi hal yang sangat penting untuk dinilai dalam pelaporan kinerja keuangan perusahaan terutama dalam pelaporan akuntansi modern. Akuntansi modern melihat bahwa laporan keuangan memberikan informasi untuk pengambilan keputusan ekonomi oleh investor dan kreditor yang mensyaratkan sumber daya perusahaan harus diukur berdasarkan PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN…… Nikmah dan Hera Apriyanti 54 nilai atau current value. Pelaporan keuangan yang hanya berfokus pada tangible assets dalam penilaian kinerja keuangan perusahaan sering dianggap kurang memadai sebagai suatu pelaporan kinerja perusahaan karena ada hal lain yang juga perlu disampaikan kepada para pengguna laporan keuangan yang bisa menjelaskan nilai lebih yang dimiliki perusahaan seperti inovasi, penemuan, pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia, atau yang sering diistilahkan sebagai knowledge capital atau intellectual capital (Dewi, 2011). Intellectual capital merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk menilai atau melaporkan intangible asset dalam penilaian suatu kinerja perusahaan. Brooking, (1997) mendefinisikan intellectual capital sebagai istilah yang diberikan untuk aset tidak berwujud gabungan yang memungkinkan perusahaan untuk berfungsi. Sementara definisi intellectual capital menurut Marr dan Schiuma dalam Kusumo (2012) intellectual capital merupakan sekelompok aset pengetahuan yang merupakan atribut organsisasi dan berkontribusi signifikan untuk meningkatkan posisi persaingan dengan menambahkan nilai bagi stakeholder. Intellectual capital menjadi salah satu yang menyebabkan pergeseran dalam paradigma perusahaan dalam berbisnis, sumber kekuatan berganti dari modal fisik menjadi sumber daya manusia, dari sumber daya alam menuju sumber daya pengetahuan, dari posisi sosial seseorang menjadi proses hubungan, dan dari kekuatan pemegang saham menjadi kekuatan pelanggan (Hidayat dalam Dewi, 2011). Pulic (1998) memaknai hal ini sebagai perkembangan pengetahuan dan kreativitas yang memberikan nilai tambah dan menciptakan kekayaan bagi perusahaan. Kekayaan suatu perusahaan akan bergantung pada suatu penciptaan transformasi dan kapitalisasi dari pengetahuan itu sendiri (Sawarjuwono, 2003). Oleh karena itu, intellectual capital menjadi aset yang sangat bernilai dalam dunia bisnis modern. Melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi akan dapat diperoleh bagaimana cara menggunakan sumber daya lainnya secara efisien dan ekonomis, yang nantinya akan memberikan keunggulan bersaing (Rupert, 1998). Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan pengungkapan intellectual capital, Pulic (1998) memperkenalkan pengukuran intellectual capital secara tidak langsung dengan menggunakan metode VAIC™ (Value Added Intellectual Coefficient). Metode ini merupakan suatu ukuran untuk menilai efisiensi dari nilai tambah sebagai hasil kemampuan intelektual perusahaan. Pulic menjabarkan ketiga indikator value added yaitu VACA – Value Added Capital Employed (pysical capital), VAHU – Value Added Human Capital (human capital) dan STVA – Structural Capital Value Added (structural capital). Ketiga indikator tersebut merupakan sumber daya unik yang ada di dalam perusahaan itu sendiri meliputi aset fisik (physical capital), karyawan (human capital), maupun structural capital. Jika dikelola dengan baik, sumber daya tersebut akan menghasilkan value added yang berasal dari kemampuan karyawan dalam menggunakan seluruh pengetahuan, kreatifitas dan potensi yang dimiliki karyawan. Dengan kata lain, perusahaan mampu menghasilkan sesuatu yang lebih dari sumber daya yang diinvestasikan atau yang disebut dengan value creation. Menurut Ulum (2008), penciptaan nilai yang tidak berwujud (intangible value creation) harus mendapatkan perhatian yang cukup karena memiliki dampak yang sangat besar terhadap kinerja perusahaan dimana dalam value creation adalah format yang terukur/berwujud (tangible form) seperti pendapatan tergantung pada format yang tidak berwujud (intangible form). Sebagai contoh apabila perusahaan ingin meningkatkan penciptaan laba, maka salah satu strategi yang bisa dilakukan perusahaan adalah memotivasi karyawan untuk memberi pelayanan dan menjaga hubungan yang baik dengan pelanggan. Pelayanan yang baik dan berkualitas akan memuaskan pelanggan sehingga terwujud pelanggan yang setia. Dengan demikian kinerja perusahaan akan terlihat lebih maksimal sehingga kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan meningkat. Sejalan dengan teori stakeholder, selain memberikan pelayanan berkualitas, perusahaan juga perlu memberikan pelatihan atau tambahan materi atau fasilitas lain guna menambah wawasan karyawannya. Semakin luas pengetahuan yang dimikili karyawan akan semakin Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 6, No.1, Februari 2016 Hal. 53-74 55 berdampak baik bagi perusahaan. Karyawan dapat menciptakan kreatifitas dan tekhnologi yang dituangkan kedalam produk (value added), sehingga menghasilkan produk yang menarik dan berkualitas yang laku dipasaran. Hal ini akan menaikkan laba yang berdampak pada kinerja dan kepercayaan investor terhadap perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan tentu mengeluarkan biaya. Pulic (1998) menyebutkan bahwa karena karyawan berperan aktif dalam proses penciptaan nilai, maka biaya-biaya tersebut bukan lagi dianggap sebagai beban melainkan sebagai investasi. Karena keberhasilan perusahaan tergantung pada karyawannya. Sebuah manajemen yang baik dengan eksekutif yang buruk tidak bisa sukses dalam jangka panjang. Oleh karena itu pengeluaran tenaga kerja dalam hal ini diperlakukan sebagai indikator yang realistis untuk potensi intelektual yang digunakan dalam suatu perusahaan. Peningkatan kinerja sebagai hasil dari pemanfaatan intelektual akan terlihat pada pelaporan kinerja ditahun setelah biaya tersebut dikeluarkan. Disinilah intellectual capital berperan sebagai alat manajer dan para stakeholder dalam memprediksi kinerja keuangan perusahaan. Penelitian Chen et al. (2005) membuktikan bahwa IC (VAIC™) berhubungan secara positif dengan kinerja perusahaan. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan publik di Taiwan Stock Exchange yakni sebanyak 4.254 perusahaan publik. Chen mengukur kinerja dengan menggunakan variabel MB, ROE, ROA, GR, dan EP. Hasil yang berbeda ditemukan oleh Firrer dan William (2003) yang menyatakan bahwa intellectual capital berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan. Penelitian ini menunjukkan bahwa phisical capital merupakan faktor yang paling signifikan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan di Afrika Selatan. Firrer dan William (2003) menguji kinerja perusahaan menggunakan menggunakan ROA (Return on Assets), ATO (Asset Turnover), dan MB (Market to Book Value). Penelitian oleh Ulum (2008) menguji pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan, pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan di masa depan, dan pengaruh rata-rata pertumbuhan intellectual capital (ROGIG) terhadap kinerja keuangan perusahaan di masa depan. Penelitian ini menggunakan sampel 130 perusahaan perbankan dengan metode Partial Least Square (PLS) untuk tahun penelitian 2004-2006. Hasilnya menunjukkan bahwa intellectual capital berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan dan kinerja perusahaan di masa depan. Namun, rata-rata pertumbuhan intellectual capital (ROGIG) tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan di masa datang. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan masih menunjukkan hasil yang beragam, oleh karena itu penulis ingin kembali menguji hubungan antara intellectual capital dengan kinerja keungan perusahaan. Penelitian ini mereplikasi dan mengembangkan penelitian Ulum (2008). Perbedaan penelitian ini dengan Ulum (2008) yaitu tidak memasukkan variabel ROGIG dan GR dalam model penelitian karena terbukti tidak berpengaruh pada hasil penelitian Ulum (2008) dan menambah beberapa ukuran variabel kinerja yang didasarkan pada penelitian sebelumnya, yaitu Market to Book Value (Chen et al ,2005), Market Capital (Abdolmohammadi, 2005), Earning Per Share (Tan et al, 2007). Ketiga variabel tersebut merupakan ukuran kinerja keuangan berbasis market value. Penelitian ini menggunakan metode Partial Least Square (PLS) dengan memperbaharui tahun penelitian yaitu tahun 2011-2013 dan membedakan sektor perusahaan yang diteliti yaitu perusahaan manufaktur yang memiliki ruang lingkup luas karena terdiri dari beragam sektor industri. Selain itu, perusahaan manufaktur dalam hal pelaporan keuangan juga bersifat lebih terbuka, sehingga untuk alasan ketersediaan data penelitian, perusahaan manufaktur tepat untuk dijadikan sampel penelitian terutama untuk penelitian yang menguji variabel berbasis nilai pasar. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Stakeholder Theory Teori yang mendasari penelitian ini adalah teori stakeholder. Freeman and Reed (1983) mendefinisikan stakeholder kedalam dua definisi, yaitu dalam definisi sempit dan luas. PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN…… Nikmah dan Hera Apriyanti 56 Stakeholder dalam artian sempit yaitu sekelompok orang yang penting bagi kelangsungan dan keberhasilan hidup suatu perusahaan. Sementara dalam artian luas, stakeholder adalah sekelompok orang yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perusahaan. Kelompok stakeholder perusahaan dalam hal ini adalah meliputi pemegang saham, kreditor, pemasok, pelanggan dan masyarakat. Lebih lanjut, Freeman (1984) menyatakan bahwa manajer harus bertanggung jawab kepada seluruh stakeholder, karena stakeholderlah yang akan terkena dampak dari pencapaian kebijakan perusahaan namun juga dapat mempengaruhi keputusan apapun dalam perusahaan. Oleh karena itu, setelah melakukan aktivitas yang dianggap penting bagi para stakeholder, pihak perusahaan harus melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut kepada para stakeholder. Pihak stakeholder inilah yang menjadi bahan pertimbangan utama bagi manajemen perusahaan dalam mengungkapkan dan atau tidak mengungkapkan suatu informasi di dalam laporan keuangan (Ulum, 2008). Untuk kepentingan para stakeholder, salah satu strategi yang bisa dilakukan perusahaan adalah mengoptimalkan kinerja, artinya seluruh potensi yang dimiliki perusahaan baik tangible assets maupun intangible asstes harus dioptimalkan demi mencapai laba yang maksimal untuk dibagikan pada pihak stakeholder. Untuk mencapainya, perusahaan memerlukan karyawan yang bisa diandalkan dalam mengolah sumber daya dan tekhnologi yang dimilikinya. Oleh karena itu, perusahaan perlu melakukan pengembangan terhadap karyawan-karyawan yang ada dalam perusahaan seperti mengadakan pelatihan, seminar, dan kegiatan lain yang dapat menambah pengetahuan dan wawasan karyawan. Untuk melakukan berbagai kegiatan tersebut, perusahaan perlu mengeluarkan biaya-biaya. Biaya-biaya dianggap sebagai investasi bagi perusahaan karena beban tersebut dikeluarkan dalam rangka mendukung kinerja perusahaan sehingga tercipta nilai keunggulan perusahaan di mata stakeholder. Menurut Boedi (2010) semakin penting stakeholder bagi perusahaan maka semakin banyak usaha yang harus dilakukan untuk mengelola hubungan antara manajer dan stakeholder. Hubungan yang saling mempengaruhi antar manajer dan stakeholder dikelola dalam rangka untuk mencapai kepentingan perusahaan dan bukan sekedar mencari keuntungan saja. Dalam konteks ini, para stakeholder berkepentingan untuk mempengaruhi manajemen dalam proses pemanfaatan seluruh potensi yang dimiliki oleh organisasi. Karena hanya dengan pengelolaan yang baik dan maksimal atas seluruh potensi inilah organisasi akan dapat menciptakan value added untuk kemudian mendorong kinerja keuangan perusahaan yang merupakan orientasi para stakeholder dalam mengintervensi manajemen Deegan (2004) menyimpulkan terdapat hubungan intellcetual capital dengan kinerja keuangan dikaitkan dengan teori stakeholder. Teori ini dipandang dari dua bidang yaitu bidang etika dan bidang manajerial. Bidang etika mencakup perlakuan yang adil seluruh stakeholder oleh organisasi, dan bidang manajerial mencakup pengelolaan organisasi untuk keuntungan seluruh stakeholder. Untuk dapat menciptakan nilai bagi perusahaan, manajer harus mampu memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki perusahaan, baik karyawan (human capital), aset fisik (physical capital), maupun structural capital. Ketika seluruh potensi telah dimanfaatkan dengan baik maka tercipta value added (dalam hal ini disebut dengan VAIC™) yang kemudian dapat mendorong kinerja keuangan perusahaan untuk kepentingan stakeholder. Hal ini juga berarti bahwa manajer telah memenuhi teori stakeholder di bidang etika. Resources Based Theory Resources Based Theory adalah teori yang membahas bagaimana perusahaan tersebut dapat mengolah dan memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya. Sumber daya perusahaan dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu sumber daya yang berwujud, tidak berwujud dan sumber daya manusia. Pengelolaan sumber daya seperti karyawan (human capital), aset fisik Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 6, No.1, Februari 2016 Hal. 53-74 57 (physical capital) maupun structural capital akan menciptakan value added bagi perusahaan sehingga dapat berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Resource-based theory meyakini bahwa perusahaan akan mencapai keunggulan apabila perusahaan tersebut memiliki sumber daya yang unggul dan kemampuan perusahaan untuk mengelola sumber daya tersebut. Masing-masing sumber daya dalam perusahaan memiliki kontribusi yang berbeda dalam mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan sehingga perusahaan harus dapat menentukan sumber daya kunci yang memiliki beberapa kriteria, yaitu : (a) Sumber daya tersebut mampu memenuhi kebutuhan pelanggan yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan pesaing, (b) sumber daya tersebut tersedia dalam jumlah terbatas atau langka dan tidak mudah ditiru, (c) sumber daya tersebut dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan, (d) Durability atau tahan lama, (Paramelasari 2010). Intellectual Capital Mendifinisikan intellectual capital merupakan suatu yang agak sulit, karena peneliti yang membahas tentang intellectual capital masih jarang terutama di Indonesia. Brooking (1997) menyebutkan bahwa intellectual capital is the term given to the combined intangible assets which anable the company to function merupakan istilah yang diberikan untuk aset tidak berwujud gabungan yang memungkinkan perusahaan untuk berfungsi. Bontis (1998) menyatakan bahwa secara umum, para peneliti mengidentifikasi tiga konstruk utama dari IC, yaitu: human capital (HC), structural capital (SC), dan customer capital (CC). Menurut Bontis (1998), secara sederhana human capital merepresentasikan individual knowledge stock suatu organisasi yang direpresentasikan oleh karyawannya. Human capital merupakan kombinasi dari genetic inheritance; education; experience, and attitude tentang kehidupan dan bisnis. Sementara structural capital meliputi seluruh non- human storehouses of knowledge dalam organisasi yakni database, organisational charts, process manuals, strategies, routines dan hal lain yang membuat nilai perusahaan lebih besar daripada nilai materialnya. Sedangkan customer capital adalah pengetahuan yang melekat dalam marketing channels dan customer relationship dimana suatu organisasi mengembangkannya melalui jalannya bisnis. Untuk menjawab seberapa berpengaruhnya sumber daya perusahaan atau dalam hal ini intellectual capital terhadap kinerja perusahaan Pulic (1998) mengembangkan sebuah metode yang diberi nama VAIC™ (Value Added Intellectual Coefficient). Fokus dari pengukuran intellectual capital adalah penciptaan nilai tambah (value added) sebagai hasil efisiensi penggunaan sumber daya perusahaan yang berdampak pada peningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Value added merupakan akumulasi dari seluruh pendapatan atas penjualan produk atau jasa dikurangi biaya-biaya yang digunakan dalam proses penciptaan produk dan jasa kecuali biaya karyawan. Metode VAIC™ merupakan gabungan dari tiga indicator value added yang merupakan capaian kinerja dari intellectual capital. Ketiga indicator tersebut adalah VACA-Value Added Capital Employed (pysical capital), VAHU–Value Added Human Capital (human capital) dan STVA–Structural Capital Value Added (structural capital). 1. VACA – Value Added Capital Employed (pysical capital) Merupakan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya dengan menciptakan value added untuk mencapai kinerja keuangan perusahaan. VACA merupakan indikator untuk pengukuran value added yang diciptakan oleh penggunaan physical capital (Ulum, 2008). Physical capital merupakan material yang digunakan sebagai input dalam produksi dari barang dan jasa yang akan datang. Dalam hal ini, physical capital adalah seluruh dana yang tersedia diperusahaan. Physical capital adalah total ekuitas yang dimanfaatkan dalam aset tetap dan lancar suatu perusahaan. Pulic (1998) mengasumsikan bahwa jika 1 rupiah dari total PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN…… Nikmah dan Hera Apriyanti 58 ekuitas dalam menghasilkan return lebih besar daripada perusahaan yang lain, maka berarti perusahaan tersebut lebih baik dalam memanfaatkan Capital Employee (CE). Dengan demikian, pemanfaatan CE yang lebih baik merupakan bagian dari IC Perusahaan (Tan et al, 2007). 2. VAHU – Value Added Human Capital (human capital) Menurut Boedi (2010) human capital merupakan lifeblood dalam modal intelektual. Karena disinilah sumber inspirasi dan kreatifitas namun merupakan komponen yang sulit untuk diukur. Human capital juga merupakan tempat bersumbernya pengetahuan yang sangat berguna, keterampilan, dan kompetensi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Human capital mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan yang ada dalam perusahaan tersebut Indikator yang dibuat Pulic (1998) untuk menilai human capital adalah VAHU. VAHU menunjukkan hubungan antara VA (Value Added) dan HC (Human capital). VAHU menunjukkan berapa banyak VA dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara VA dan HC mengindikasikan kemampuan dari HC untuk menciptakan nilai di dalam perusahaan (Tan et al, 2007). Bontis (1998) menyebutkan VAHU menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah yang diinvestasikan human capital dalam terhadap value added organisasi. Human Capital yang baik dipercaya mampu mempertahankan pelanggan bahkan menarik pelanggan baru karena human capital akan memberikan layanan yang berkualitas berdasarkan kemampuan, pengetahuan, tingkat pendidikan, kompetensi dan hal lain yang dimiliki oleh karyawan perusahaan. Human capital akan meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya. Brinker (2000) memberikan beberapa karakteristik human capital, yaitu pelatihan, pengembangan, penelitian, perekrutan dan pendidikan. 3. STVA – Structural Capital Value Added (structural capital) Structural capital meliputi seluruh non-human storehouses of knowledge dalam organisasi. Termasuk dalam hal ini adalah database, organizational charts, process manuals, strategies, routines dan segala hal yang membuat nilai perusahaan lebih besar daripada nilai materialnya (Ulum, 2008). Structural capital adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi proses produksi perusahaan dan strukturnya yang mendukung karyawannya untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan, misalnya: sistem operasional perusahaan, proses manufacturing, budaya organisasi, filosofi manajemen dan semua bentuk intellectual property yang dimiliki dan dikuasai oleh perusahaan (Sawarjuwono, 2003). STVA merupakan rasio antara structural capital dan value added. Rasio ini mengindikasikan kemampuan intelektual perusahaan dalam menunjukkan jumlah structural capital yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 Rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan structural capital dalam penciptaan nilai (Ulum, 2008). Kinerja Keuangan Perusahaan Kinerja keuangan perusahaan merupakan indikator penilaian keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Kinerja keuangan dijadikan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat–alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja perusahaan dalam periode tertentu. Kinerja perusahaan dapat diketahui melalui informasi yang dari laporan keuangan yang dianalisi menggunakan rasio– rasio keuangan. Menurut Hanafi dan Halim (2003) rasio–rasio keuangan yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan adalah rasio likuiditas, rasio produktifitas, rasio Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 6, No.1, Februari 2016 Hal. 53-74 59 solvabilitas, rasio solvabilitas dan rasio pasar. Penelitian ini menggunakan rasio profitabilitas (ROA), rasio produktifitas (ATO), dan rasio pasar (MB, MC dan EPS) : 1. Return On Assets (ROA) ROA mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total aset (kekayaan) perusahaan setelah disesuaikan dengan biaya-biaya untuk memadai aset tersebut. ROA merupakan formulasi antara laba bersih dan bunga dibagi dengan total aset rata – rata. Analisis ini dijadikan sebagai pengukur prestasi dalam satu periode operasional perusahaan (Hanafi dan Halim, 2003) 2. Assets Turnover (ATO) Merupakan rasio untuk mengukur efisiensi penggunaan total aset dalam menghasilkan pendapatan. Semakin besar pemanfaatan aset perusahaan (tangible dan intangible assets) maka pendapatan perusahaan akan semakin besar. ATO merupakan rasio total pendapatan terhadap total assets (Firrer dan William, 2003). 3. Market to Book Value (MB) Merupakan rasio yang diukur melihat apa yang terjadi di pasar. Rasio MB mencerminkan nilai sebuah perusahaan untuk periode tertentu dengan cara membandingkan atau membagi nilai pasar perusahaan yang berasal dari presepsi investor dengan nilai buku yang tercantum dalam laporan keuangan. Rasio MB digunakan untuk mengukur seberapa jauh selisih atau kesenjangan antara nilai pasar dengan nilai buku. Apabila selisih keduanya cukup signifikan menandakan adanya aset tersembunyi yang tidak tercantum dalam laporan keuangan. Oleh karena itu diperlukan metode untuk mengidentifikasi aset tersembunyi tersebut, yaitu intellectual capital (Dewi, 2011). 4. Market Capital (MC) Merupakan total nilai saham yang beredar dari sebuah perusahaan. Market capital atau yang sering disebut dengan kapitalisasi pasar mencerminkan harga keseluruhan dari sebuah saham perusahaan yaitu harga yang harus dibayar investor ketika ingin membeli suatu perusahaan. Rasio ini diukur dengan mengalikan jumlah saham dengan jumlah saham yang beredar. Data nilai MC atau kapitalisasi pasar merupakan harga penutupan (closing price) yang diambil dari BEI (Boedi, 2010). MC (Market Capital) digunakan untuk melihat respon pasar terhadap pengungkapan intellectual capital yang tercantum dalam laporan tahunan perusahaan (Widarjo, 2011). 5. Earning Per Share (EPS) Merupakan laba bersih per lembar saham biasa yang beredar selama satu periode, rasio ini mengukur profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham biasa, yakni melihat seberapa besar laba yang diperoleh dari satu lembar saham biasa yang dimiliki pemegang saham (investor). EPS merupakan salah satu informasi akuntansi yang memberikan analisis rasio keuntungan bersih per lembar saham yang mampu dihasilkan oleh perusahaan. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih per lembar saham merupakan indikator fundamental keuangan perusahaan yang sering dipakai sebagai acuan untuk mengambil keputusan investasi (Kuryanto, 2008). Tan et al (2007) menyatakan EPS merupakan indikator profitabilitas untuk memasukkan keputusan operasi, investasi dan pembiayaan. Dalam hal investasi, investor cenderung tertarik pada laba per lembar saham yang dilaporkan perusahaan karena laba tersebut merupakan dasar pembagian dividen dan kenaikan nilai saham. Sementara dalam hal operasi, perkembangan laba ditandai dengan pertumbuhan tingkat penjualan dan kenaikan penghasilan suatu perusahaan. Semakin tinggi EPS perusahaan maka kinerja perusahaan tersebut adalah baik, sebaliknya semakin rendah EPS (Earning Per Share) perusahaan maka kinerja perusahaan sudah pasti tidak baik. PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN…… Nikmah dan Hera Apriyanti 60 Pengembangan Hipotesis ROA atau sering disebut dengan Rentabilitas Ekonomi digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada masa lalu yang kemudian berkembang untuk memproyeksikan laba masa depan. ROA juga merupakan analisis kemampuan perusahaan dalam mengahasilkan laba dengan menggunakan total aset yang dimiliki perusahaan sesuai dengan biaya–biaya untuk mendanai aset tersebut (Hanafi dan Halim, 2003). Perusahaan akan mencapai tujuannya apabila seluruh potensi dan sumber daya yang dimikili perusahaan telah digunakan secara efektif dan efisien. Sumber daya tersebut adalah meliputi karyawan (human capital), aset fisik (physical capital), maupun structural capital. Efisiensi dari penggunaan dari seluruh sumber daya tersebut akan menghasilkan value added yang mendorong perusahaan untuk mencapai kinerja yang maksimal terutama kinerja keuangan perusahaan. Karyawan dengan pengetahuan, skill, dan wawasan yang dimilikinya dapat bekerja secara efisien dengan memperkecil biaya operasional namun menghasilkan laba yang besar bagi perusahaan. Karyawan dengan intelektual yang baik akan mampu memberikan layanan yang berkualitas sehingga dapat mempertahankan maupun menarik pelanggan baru. Selain itu, perusahaan dengan structural capital yang kuat akan memiliki dukungan budaya yang memungkinkan perusahaan untuk mencoba sesuatu, untuk belajar, dan untuk mencoba kembali sesuatu (Dewi, 2011). Keseluruhan dari minimalisasi penggunaan aset dan pengembangan intellectual capital secara efektif dan efisien akan menghasilkan laba yang optimal untuk kepentingan perusahaan dan para stakeholder. Hal ini berarti, ketika intellectual capital meningkat, maka ROA yang diharapkan meningkat. Penelitian Ulum (2008) membuktikan bahwa intellectual capital berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA. Berdasarkan hal tersebut maka diajukan hipotesis sebagai berikut : H1 : Terdapat pengaruh positif intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Return on Assets (ROA). Suatu perusahaan dapat bertahan jika perusahaan tersebut mempunyai pemasukan berupa pendapatan. Pendapatan tersebut bersumber dari kemampuan perusahaan dalam mengelola aset mentah kemudian dikemas menjadi satu produk lalu dipasarkan ke konsumen. Semakin menarik produk perusahaan dimata konsumen, maka perusahaan akan mampu berkompetisi dengan baik sehingga perputaran aset perusahaan naik. Untuk dapat menciptakan produk yang menarik, perusahaan harus menggerakkan seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan, baik tangible asset maupun intangible asset. Hal ini menuntut pihak perusahaan khususnya para manajer untuk mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki karyawan dalam menciptakan produk yang unik menggunakan aset yang tersedia di perusahaan sehingga menarik pelanggan yang berdampak pada naiknya pemasukan perusahaan berupa pendapatan. Gabungan dari efisiensi penggunaan kedua aset tersebut akan menghasilkan intellectual capital yang optimal, disitu juga capaian yang maksimal diperoleh oleh perusahaan. Hal ini dibuktikan oleh peneliti–peneliti sebelumnya, yakni penelitian Ulum (2008) menyatakan bahwa intellectual capital berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan ATO. Berdasarkan hal tersebut diajukan hipotesis sebagai berikut : H2 : Terdapat pengaruh positif intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Assets Turnover (ATO). Intellectual capital merupakan solusi suatu perusahaan dalam memecahkan masalah pencitraan nama baik perusahaan. Semakin baik pengelolaan intellectual capital perusahaan, maka semakin baik kinerja perusahaan tersebut, yang juga berdampak tidak langsung pada naiknya nilai perusahaan. Penciptaan nilai yang baik merupakan indikator pertumbuhan dan keberhasilan bisnis suatu perusahaan (Ulum, 2008). Penciptaan nilai bagi perusahaan adalah Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 6, No.1, Februari 2016 Hal. 53-74 61 ketika perusahaan mampu menghasilkan sesuatu yang lebih dari sumber daya yang diinvestasikan. Dengan kata lain, apabila perusahaan mampu mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki maka sumber daya tersebut dapat menciptakan value added bagi perusahaan (Pramelasari, 2010). Value added merupakan selisih antara nilai pasar dengan nilai buku yang mencerminkan adanya intellectual capital. Semakin besar selisih antara nilai pasar dan nilai buku maka semakin besar intellectual capital suatu perusahaan. Dalam mengelola intellectual capital perusahaan, manajer perlu melakukan strategi yang berfokus pada penciptaan value added dihasilkan dari pengembangan pengetahuan dan skill yang dimiliki karyawan perusahaan. Fasilitas yang baik, sistem yang canggih dan tambahan wawasan yang didapat dari pelatihan yang diberikan perusahaan akan menghasilkan produk yang berkualitas. Semakin baik dan berkualitas suatu produk dimata pelanggan, maka nilai perusahaan tersebut akan semakin baik, sehingga menghasilkan keunggulan kompetitif untuk keberlangsungan perusahaan. Hal ini dibuktikan melalui penelitian Chen at all (2005) dan Firrer dan William (2003). Oleh karena itu, diajukan hipotesis sebagai berikut: H3 : Terdapat pengaruh postif intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Market to Book Value (MB). Setiap akhir periode, perusahaan wajib menyusun laporan keuangan. Laporan keuangan digunakan sebagai bahan pertimbangan pihak eksternal perusahaan yakni investor dalam membuat kebijakan investasi. Salah satu indikator yang dilaporkan oleh pihak perusahaan adalah intellectual capital. Pengungkapan intellectual capital mengandung informasi mengenai nilai tambah dari suatu perusahaan. Penelitian Boedi (2010) mengungkapkan bahwa pengungkapan intellectual capital berpengaruh pada naiknya nilai perusahaan yang tercermin pada tingginya market capitalization. Semakin tinggi harga saham yang di ditunjukkan di market capitalization perusahaan, maka akan semakin kepercayaan investor terhadap perusahaan tersebut. Karena perusahaan yang memiliki market capital yang tinggi dipercaya merupakan perusahaan yang kelangsungan hidupnya terjamin. Sehingga hal ini tepat untuk dijadikan salah satu indikator penilaian inverstor dan kreditor dalam keputusan investasi. Penelitian Abdolmohammadi (2005) tentang penggunaan intellectual capital yang diungkapkan dalam laporan keuangan berupa penyajian biaya pendidikan, pelatihan, merk dagang, goodwill, tekhnologi dan lain-lain terbukti signifikan terhadap nilai kapitalisasi pasar perusahaan. Artinya, perusahaan yang mengungkapkan lebih banyak komponen intellectual capital dalam laporan tahunannya cenderung memiliki nilai kapitalisasi pasar yang lebih tinggi. Investor dan kreditor semakin mudah untuk mengetahui prospek dan kinerja perusahaan secara keseluruhan, sehingga calon investor akan memberikan penilaian yang lebih tinggi pada perusahaan yang memperbanyak pengungkapan intellectual capital. Oleh karena itu, diajukan hipotesis sebagai berikut : H4 : Terdapat pengaruh postif intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Market Capitalization (MC). Berdasarkan stakeholder theory operasional perusahaan berfokus pada kepentingan para stakeholder. Perusahaan harus mampu mengoptimalkan kinerja dan juga mampu mempertanggungjawabkan seluruh aktivitas yang telah dilakukan perusahaan melalui laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut akan menjadi bahan pertimbangan dan penilaian stakeholder dalam pengambilan keputusan investasi. Stakeholder khususnya para pemegang saham akan mempertahankan investasinya pada perusahaan yang mampu memenuhi kewajibannya yaitu membayar dividen. Untuk menjaga saham yang ditanamkan oleh stakeholder, perusahaan harus mengoptimalkan sumber daya perusahaan salah satunya intellectual capital. Penggunaan intellectual capital dengan mengelola seluruh sumber daya, tekhnologi dan strategi perusahaan akan mendorong terciptanya operasional yang baik di suatu perusahaan, sehingga akan menghasilkan laba yang tinggi untuk dibagikan kepada para PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN…… Nikmah dan Hera Apriyanti 62 pemegang saham. EPS sering digunakan sebagai alat analisis keuangan yaitu menyajikan kinerja keuangan perusahaan yang berkaitan dengan saham. Semakin optimal intellectual capital perusahaan, maka semakin tinggi EPS. Penelitian Tan et al (2007) membuktikan bahwa EPS mempengaruhi intellectual capital suatu perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, diajukan hipotesis sebagai berikut : H5 : Terdapat pengaruh positif intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan EPS (Earning Per Share). METODE PENELITIAN Populasi dan Pengambilan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang listed di BEI (Bursa Efek Indonesia) selama tahun 2011 - 2013. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling (tidak acak), yaitu suatu metode pengambilan sampel berdasarkan karakteristik dan tujuan tertentu. Adapun karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Perusahaan-perusahaan manufaktur yang telah terdaftar di BEI selama tahun 2011 – 2013. b. Perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangan auditan selama 3 tahun berturut- turut, yakni dari tahun 2011 – 2013. c. Perusahaan yang mencantumkan biaya karyawan dalam laporan keuangannya yaitu biaya pelatihan, biaya pengembangan, biaya penelitian, biaya perekrutan dan biaya pendidikan. d. Laporan keuangan yang disajikan menggunakan mata uang rupiah Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel Eksogen Variabel eksogen dalam penelitian ini adalah Value Added Intellectual Capital (VAICTM) yang merupakan variable laten. Besarnya VAICTM dipengaruhi oleh tiga indikator yaitu VACA, VAHU, dan STVA. Fokus dari pengukuran Intellectual Capital adalah penciptaan value added (VA) sebagai hasil effisiensi penggunaan sumber daya perusahaan yang berdampak pada peningkatan kinerja keuangan perusahaan sehingga peningkatan kinerja sebagai hasil dari value added akan terlihat pada pelaporan kinerja ditahun setelah nilai tersebut diciptakan (t-1). Value Added merupakan akumulasi dari seluruh pendapatan atas penjualan produk atau jasa dikurangi biaya-biaya yang digunakan dalam proses penciptaan produk dan jasa kecuali biaya karyawan. 1. VACA – Value Added Capital Employed (pysical capital) Merupakan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya dengan menciptakan value added untuk mencapai kinerja keuangan perusahaan. VACA merupakan indikator untuk pengukuran value added yang diciptakan oleh penggunaan physical capital dihitung dengan rumus (Ulum, 2008). VACA (t-1) = VA Total ekuitas 2. VAHU – Value Added Human Capital (human capital) VAHU menunjukkan berapa banyak VA dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara VA dan HC mengindikasikan kemampuan dari HC untuk menciptakan nilai di dalam perusahaan (Tan et al, 2007). Bontis et al (1998) menyebutkan VAHU menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah yang diinvestasikan human capital dalam value added organisasi. Rumus dari VAHU : Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 6, No.1, Februari 2016 Hal. 53-74 63 VAHU (t-1) = VA Beban karyawan 3. STVA – Structural Capital Value Added (structural capital) Structural capital adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi proses produksi perusahaan dan strukturnya yang mendukung karyawannya untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan, misalnya: sistem operasional perusahaan, proses manufacturing, budaya organisasi, filosofi manajemen dan semua bentuk intellectual property yang dimiliki dan dikuasai oleh perusahaan (Sawarjuwono, 2003). STVA mengindikasikan kemampuan intelektual perusahaan dalam menunjukkan jumlah structural capital yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 Rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan structural capital dalam penciptaan nilai (Ulum, 2008). Rumus untuk mengukur STVA : STVA (t-1) = VA – HC VA Variabel Edogen Variabel endogen dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan perusahaan yang merupakan indikator untuk penilaian keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Kinerja keuangan perusahaan diukur dengan rasio ROA, ATO, MB, MC dan EPS, dengan rincian sebagai berikut : 1. Return On Assets (ROA) ROA adalah indikator dari pengukuran kemampuan modal yang diinvestasikan dalam seuruh aktiva untuk menghasilkan keuntungan perusahaan. ROA merupakan formulasi antara laba bersih dibagi dengan total aset. 2. Assets Turnover (ATO) ATO adalah indikator dari pengukuran efisiensi penggunaan aktiva secara keseluruhan untuk menghasilkan pendapatan. Semakin besar pemanfaatan aset perusahaan (tangible dan intangible assets) maka pendapatan perusahaan akan semakin besar. ATO merupakan rasio total pendapatan terhadap total assets (Firrer dan William, 2003). 3. Market to Book Value (MB) Merupakan rasio yang membandingkan nilai pasar perusahaan yang berasal dari presepsi investor dengan nilai buku yang tercantum dalam laporan keuangan. Rasio MB digunakan untuk mengukur seberapa jauh selisih atau kesenjangan antara nilai pasar dengan nilai buku. Apabila selisih keduanya cukup signifikan menandakan adanya aset tersembunyi yang tidak tercantum dalam laporan keuangan. Oleh karena itu diperlukan metode untuk mengidentifikasi aset tersembunyi tersebut, yaitu intellectual capital (Dewi, 2011). 4. Market Capital (MC) Market capital mencerminkan harga keseluruhan dari sebuah saham perusahaan yaitu harga yang harus dibayar investor ketika ingin membeli suatu perusahaan. Market Capita digunakan untuk melihat respon pasar terhadap pengungkapan intellectual capital yang tercantum dalam laporan tahunan perusahaan (Widarjo, 2011). Rasio ini diukur dengan mengalikan jumlah saham dengan jumlah saham yang beredar. 5. Earning Per Share (EPS) Merupakan laba bersih yang siap dibagikan kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya saham yang beredar selama satu periode. Rasio ini mengukur profitabilitas dari sudut pandang PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN…… Nikmah dan Hera Apriyanti 64 pemegang saham biasa, yakni melihat seberapa besar laba yang diperoleh dari satu lembar saham biasa yang dimiliki pemegang saham (investor). Semakin tinggi EPS perusahaan maka kinerja perusahaan dinilai semakin baik dan sebaliknya. EPS diukur dengan perbandingan laba bersih perusahaan terhadap jumlah saham yang beredar. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Outer Model Pengujian outer model dimulai dengan menganalisis indikator pembentuk variabel eksogen (Intellectual Capital) yaitu VACA (physical capital), VAHU (human capital), dan STVA (structural capital). Analisis ini dilakukan untuk menentukan indikator mana yang paling bisa mewakili konstruk dengan melihat nilai signifikansi atau nilai weight masing-masing dari indikator harus memiliki nilai lebih besar dari 0,50. Apabila dari hasil pengujian terdapat indikator yang tidak signifikan, maka indikator tersebut akan dihapus dari model dan dilakukan pengujian ulang hanya dengan menggunakan indikator yang signifikan. Berikut ini merupakan gambar hasil pengujian outer model : Gambar 1 Hasil pengujian outer model tahap I Berdasarkan hasil pengujian outer model tahap 1 diperoleh hasil dari ketiga indikator yang membentuk intellectual capital, hanya indikator VACA yaitu memiliki nilai signifikansi atau nilai weight lebih dari 0,50, yaitu sebesar 0,952. Sementara dua indikator lain yaitu VAHU dan STVA tidak signifikan karena memiliki nilai signifikansi atau nilai weight berturut-turut sebesar -0,377 dan 0,246 dibawah 0,50. Tabel 1 Hasil Uji Outer model Tahap I Weights T-statistic T-tabel Keterangan VACA 0,952 3,740 1,673 Signifikan VAHU -0,377 1,050 1,673 Tidak signifikan STVA 0,246 0,926 1,673 Tidak signifikan Berdasarkan tabel 1, hanya satu indikator yang terbukti signifikan. Hal ini ditunjukkan dari hasil perhitungan nilai weight dan hasil uji t-statistic > t-tabel, yaitu indikator VACA sebesar 3,740 > 1,673. Sedangkan indikator VAHU dan STVA menunjukkan nilai weight Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 6, No.1, Februari 2016 Hal. 53-74 65 yang kecil dan nilai pengujian t-statistic < t-tabel yaitu berturut-turut sebesar 1,050 dan 0,926. Hal ini berarti bahwa kedua indikator ini tidak dapat menjelaskan pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan. Oleh karena terdapat indikator yang terbukti tidak signifikan dalam mewakili intellectual capital, maka perlu dilakukan pengujian kedua (tahap II) dengan menghapus indikator VAHU dan STVA dan kembali menguji indikator VACA yang terbukti signifikan. Hasil pengujian kedua terlihat seperti pada gambar dibawah ini : Gambar 2 Hasil pengujian outer model tahap II Setelah dilakukan pengujian ulang maka indikator VACA terbukti dapat yang dapat menjelaskan intelectual capital dengan nilai diatas signifikansi nilai weight sebesar 1,000. Arah panah berubah dari variabel laten (IC) menuju indikator (VACA), hal ini menunjukkan bahwa IC telah diwakili oleh nilai yang dihasilkan oleh indikator VACA seperti terlihat pada gambar diatas (gambar 1). Berdasarkan hasil pengujian outer model, dapat disimpulkan bahwa indikator yang paling tepat mewakili intellectual capital adalah VACA. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan manufaktur di Indonesia belum mengakui intellectual capital secara penuh. Perusahaan manufaktur cenderung memanfaatkan intellectual capital melalui pengolahan melalui pemanfaatan ekuitas (modal) perusahaan saja. Hasil pengujian ini konsisten dengan temuan penelitian sebelumnya oleh Firrer dan Williams (2003) bahwa tidak seluruh komponen VAIC™ dapat mewakili intellectual capital. Firrer menemukan bahwa hanya VACA yang paling signifikan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan di Afrika Selatan. Selain itu, Firrer juga mengungkapkan bahwa secara keseluruhan, pasar di Afrika Selatan cenderung menaruh kepercayaan dan nilai pada penggunaan modal aset fisik dibanding modal intelektual. Sehingga return yang dinilai baik adalah return yang dihasilkan dari penggunaan aset fisik perusahaan. PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN…… Nikmah dan Hera Apriyanti 66 Tabel 2 Deskriptif Statistik Data Penelitian Varia bel N Min Maks Mean Std. Deviation IC 63 -0.106 0.617 0.223 0.123 ROA 63 -0.113 0.267 0.966 0.078 ATO 63 0.512 2.383 1.230 0.447 MB 63 0.247 7.095 2.320 1.729 MC 63 10.896 13.969 12.267 1.012 EPS 63 -143.932 1641.297 290.700 407.065 Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian statistik deskriptif dari 21 sampel perusahaan selama 3 tahun pengamatan dengan jumlah observasi (N) 63 observasi. Variabel penelitian pertama dalam statistik deskriptif adalah variabel IC (Intellectual capital). Nilai minimum indikator IC adalah sebesar -0,106 yang merupakan nilai terendah dari seluruh sampel IC dalam penelitian. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya pengeluaran beban yang besarnya melebihi total pendapatan yang diterima perusahaan, sehingga value added yang dihasilkan perusahaan kecil bahkan bernilai negatif. Artinya perusahaan tersebut belum mampu mengoptimalkan tingkat penjualan karena keterbatasan perusahaan dalam menciptakan produk yang berkualitas, sehingga tingkat penjualan perusahaan belum maksimal. Nilai tersebut juga mencerminkan bahwa perusahaan belum mampu meminimalisasi pengeluaran beban dalam menjalankan operasionalnya, sehingga besarnya beban dikeluarkan melebihi keuntungan yang diterima perusahaan. Nilai maksimum untuk indikator IC adalah sebesar 0,617 menggambarkan nilai tertinggi dari IC yang didapat perusahaan dalam sampel penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mampu mengelola modal perusahaan sehingga menciptakan value added yang berdampak pada peningkatan kinerja perusahaan. Nilai rata-rata variabel IC adalah sebesar 0,223 menujukkan kemampuan rata-rata perusahaan dalam sampel secara keseluruhan dalam menciptakan value added dari 1 Rupiah yang ditanamkan pada ekuitas (modal) yang dimiliki perusahaan adalah sebesar 22,3%. Sementara nilai standar deviasi sebesar 0,123 menunjukkan nilai yang lebih kecil dari nilai rata-rata yang berarti bahwa data penelitian dalam variabel IC tidak bervariasi. Variabel kinerja keuangan perusahaan diwakili oleh 5 rasio keuangan. Variabel ROA menunjukkan nilai minimum sebesar -0,113.. Nilai ROA negatif mengindikasikan terjadinya pengeluaran beban operasional yang tidak diimbangi dengan pendapatan yang diterima, sehingga laba yang diharapkan perusahaan bernilai negatif. Artinya operasional perusahaan tersebut belum baik karena perusahaan belum mampu mengontrol pengeluaran beban operasional yang berdampak pada pengurangan laba perusahaan. Nilai maksimal ROA yaitu sebesar 0,267. Nilai tersebut menggambarkan bahwa perusahaan tersebut mampu mengelola total aset yang ada di dalam perusahaan dengan baik, sehingga menghasilkan laba yang tinggi sesuai dengan yang diharapkan pihak perusahaan. Nilai rata-rata ROA menunjukkan nilai yang tinggi yaitu sebesar 0,966 atau 96,6%. Hal ini menggambarkan laba yang dihasilkan dari 1 Rupiah yang ditanamkan pada total aset rata-rata perusahaan dalam sampel. Nilai standar deviasi lebih rendah dari nilai rata-rata yaitu 0,078, hal ini menandakan bahwa data yang digunakan kurang bervariasi. Variabel rasio keuangan ATO. ATO merupakan rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan aset dalam menghasilkan pendapatan bagi perusahaan. Nilai minimum yang ditunjukkan pada tabel 2 yaitu sebesar 0,512. Artinya 1 Rupiah total aset yang dikelola menghasilkan 0,512 Rupiah pendapatan bagi perusahaan. Nilai tersebut Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 6, No.1, Februari 2016 Hal. 53-74 67 merupakan nilai terkecil ATO dari keseluruhan sampel penelitian. Sementara nilai maksimum atau nilai tertinggi ATO adalah sebesar 2,383 menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mengelola 1 Rupiah total aset sehingga menghasilkan 2,383 Rupiah pendapatan bagi perusahaan. Nilai rata-rata ATO dalam tabel 2 adalah sebesar 1,230 menunjukkan rata-rata perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini menghasilkan penjualan produk yang tinggi berasal dari pengelolaan aset yang efisien sehingga pendapatan yang diterima perusahaan tinggi. Dalam hal ini, upaya yang dilakukan perusahaan antara lain adalah dengan melakukan differensiasi product sehingga produk yang dihasilkan perusahaan memiliki keunggulan dari produk pesaing. Distribusi data ATO dalam sampel kurang bervariasi, terlihat dari nilai standar deviasi lebih kecil dari rata-rata ATO yaitu sebesar 0,447. Variabel rasio keuangan yang ketiga adalah MB, merupakan rasio yang membandingkan nilai pasar dengan nilai buku perusahaan. Nilai rata-rata MB yang terlihat pada tabel 2 bernilai positif sebesar 2,320, hal ini menunjukkan respon pasar positif terhadap saham yang ditawarkan perusahan yang terlihat dalam nilai buku perusahaan. Semakin besar MB, menunjukkan semakin baik respon pasar yang tercermin pada nilai pasar terhadap nilai buku perusahaan. Sementara itu, nilai standar deviasi MB adalah sebesar 1,729 menunjukkan nilai yang lebih kecil dari nilai rata-rata berarti bahwa data kurang bervariasi. Nilai minimum pada MB adalah yaitu sebesar 0,247. Hal ini menggambarkan bahwa nilai pasar terendah. Semakin tinggi nilai MB, menunjukkan perusahaan semakin dipercaya, artinya nilai perusahaan menjadi lebih tinggi. Variabel rasio keuangan yang selanjutnya adalah MC atau market capitalization. MC merupakan gambaran keseluruhan harga saham yang dimiliki perusahaan. Tinggi rendahnya MC dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu bertambah atau berkurangnya jumlah saham yang beredar serta naik atau turunnya harga penutupan saham terakhir perusahaan. Berdasarkan tabel 2 nilai minimum MC adalah sebesar 10,896, menggambarkan nilai kapitalisasi pasar terkecil. Artinya dari seluruh sampel penelitian, perusahaan tersebut memiliki harga saham terkecil atau jumlah saham beredar yang sedikit. Sebaliknya, nilai kapitalisasi pasar maksimum atau tertinggi dari keseluruhan sampel penelitian adalah sebesar 13,969 mengandung arti bahwa perusahaan tersebut memiliki harga saham tertinggi atau jumlah saham beredar terbanyak. Nilai rata-rata MC perusahaan yang tertera pada tabel 2 adalah sebesar 12,267 menunjukkan nilai yang tinggi untuk menggambarkan rata-rata harga saham dari keseluruhan perusahaan dalam sampel penelitian. Standar deviasi menunjukkan nilai sebesar 1,012 lebih kecil dari rata-rata berarti bahwa data yang kurang bervariasi. Variabel rasio keuangan yang terakhir dari statistik deskriptif adalah EPS. Tabel 2 menunjukkan nilai rata-rata EPS sebesar 290,700 dengan standar deviasi sebesar 407,065. Nilai standar deviasi variabel EPS yang lebih besar dari pada nilai rata-rata variabel EPS menunjukkan bahwa data EPS perusahaan dalam penelitian ini bervariasi. Nilai rata-rata variabel EPS sebesar 290,700 menggambarkan tingkat profitabilitas yang tinggi dari rata-rata perusahaan dalam sampel yang dilihat dari laba per saham yang dimiliki pemegang saham perusahaan. Nilai minimum EPS perusahaan adalah sebesar -143,932 menunjukan nilai terendah dari laba persaham yang diterima perusahaan dalam sampel. Hal ini menggambarkan bahwa perusahaan tersebut belum mampu mengoptimalkan profitabilitas melalui operasional yang belum maksimal, sehingga laba yang diterima perusahaan bernilai negatif. Operasional yang belum maksimal dapat dilihat dari pengeluaran beban operasional terlalu tinggi namun tidak disertai pendapatan yang tinggi, sehingga laba perusahaan bernilai negatif yang juga berdampak pada laba per lembar saham yang negatif. Sementara nilai maksimum EPS pada tabel 2 adalah sebesar 1614,297 menunjukkan nilai yang positif dan mencerminkan nilai tertinggi dari laba per saham yang diterima perusahaan. Semakin tingginya nilai EPS yang dihasilkan oleh suatu perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut tingkat profitabilitasnya semakin tinggi. PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN…… Nikmah dan Hera Apriyanti 68 Pengujian Inner Model Inner model atau structural model adalah pengujian yang dilakukan untuk melihat hubungan antar konstruk, nilai signifikansi dan R-square dari model penelitian. Uji inner model dalam penelitian ini menggunakan R-square untuk konstruk endogen, uji t, serta signifikansi dari koefisien parameter model structural. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan calculate model dan bootstraping untuk melihat R-square dan nilai signifikansi model. Pengujian inner model dimulai dengan melihat R-square untuk setiap konstruk endogen. Model ini dilakukan untuk menilai pengaruh variabel laten eksogen terhadap variabel endogen apakah mempunyai pengaruh yang substantif. Semakin besar R-square maka semakin besar variabel eksogen tersebut dapat menjelaskan variabel endogen. Nilai R-square hasil pengujian inner model dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini : Tabel 3 Nilai R-square R-square IC - ROA 0,237 ATO 0,070 MB 0,252 MC 0,233 EPS 0,065 Berdasarkan tabel 3 nilai R-square ROA adalah sebesar 0,237. Hal ini menujukkan bahwa variabel intellectual capital dapat menjelaskan variabel ROA sebesar 23,7% sedangkan sisanya 76,3% dijelaskan oleh variabel atau faktor lain diluar penelitian. Selanjutnya, nilai R-square ATO adalah sebesar 0,070 menunjukkan bahwa intellectual capital dapat menjelaskan variabel ATO sebesar 7%. Angka tersebut relatif kecil untuk menjelaskan keterkaitan antara kedua variabel tersebut karena 93% dijelaskan oleh variabel atau faktor lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Nilai R-square yang cukup besar untuk variabel MB adalah sebesar 0,252. Hal ini memberikan menggambarkan bahwa variabel MB dapat dijelaskan oleh variabel intellectual capital sebesar 25,2%, sementara sisanya dijelaskan oleh variabel dan faktor lain diluar penelitian ini sebesar 74,8%. Nilai R-square MC sebesar 0,233. Arti dari nilai tersebut adalah intellectual capital dapat menjelaskan variabel MC sebesar 23,3%. Hal ini berarti bahwa masih terdapat masih terdapat variabel atau faktor lain yang mempengaruhi besarnya MC yaitu sebesar 76,7%. Sementara nilai R-square untuk variabel EPS yaitu sebesar 0,065. Hal ini berarti bahwa variabel intellectual capital dapat menjelaskan variabel EPS sebesar 6,5% sementara 93,5% dipengaruhi oleh variabel atau faktor lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Pengujian inner model tahap berikutnya dilakukan untuk melihat pengaruh konstruk laten pada variabel eksogen terhadap variabel endogen yaitu dengan membandingkan nilai t- statistic dan nilai t-tabel. Kriteria penerimaan hipotesis dilakukan dengan membandingkan nilai t-statistic dengan t-tabel pada  = 5% (1,673). Jika nilai t-statistic > t-tabel maka hipotesis alternatif (ha) diterima artinya hipoteis diterima, sebaliknya jika t-statistic < t-tabel maka hipotesis nol (h0) diterima artinya hipotesis ditolak. Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 6, No.1, Februari 2016 Hal. 53-74 69 Tabel 4 Hasil Uji Inner Model Variable Original sample estimate T-Statistic T-Tabel Hipotesis IC -> ROA 0,487 5,438 1,673 Diterima IC -> ATO 0,265 1,719 1,673 Diterima IC -> MB 0,502 3,947 1,673 Diterima IC -> MC 0,482 4,419 1,673 Diterima IC -> EPS 0,255 2,013 1,673 Diterima Pembahasan Pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan ROA (Return On Assets) Penelitian ini membuktikan bahwa intellectual capital berpengaruh signifikan terhadap ROA dan memiliki arah positif. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan IC akan berdampak pada peningkatan ROA. Peningkatan value added sebagai hasil efisiensi dan efektifitas dari pengolahan aset fisik berupa ekuitas (modal) perusahaan menghasilkan laba yang maksimal, sehingga berdampak pada peningkatan ROA. Karyawan telah berhasil ditempatkan dan menempatkan diri dalam posisi stakeholder perusahaan, sehingga karyawan dapat memaksimalkan kemampuan intelektual yang dimilikinya untuk menciptakan nilai yang berdampak pada peningkatan kinerja keuangan perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Ulum (2008) yang menyatakan bahwa intellectual capital berpengaruh signifikan terhadap ROA perusahaan perbankan di Indonesia. Pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan ATO (Asset Turnover) Berdasarkan hasil pengujian kedua yang telah dilakukan membuktikan bahwa intellectual capital berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan ATO dan memiliki arah yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa intellectual capital mempengaruhi tingkat produktifitas perusahaan. Pemanfaatan intellectual capital di Indonesia pada umumnya dilakukan dengan pengolahan aset fisik berupa modal perusahaan. Pengelolaan aset fisik berupa modal mendorong perusahaan dalam menciptakan value added yang dapat dituangkan dalam penciptaan value creation product yang membuat perusahaan menghasilkan sesuatu yang lebih dari yang diinvestasikan. Value creation product oleh perusahaan biasanya dituangkan melalui penciptaan differensiasi product, ukuran, varian dan variasi lain yang membuat produk perusahaan menjadi lebih menarik dan berkualitas, sehingga produk yang diciptakan perusahaan memilki keunggulan dari produk pesaing yang terlihat dari respon konsumen. Respon konsumen membawa peningkatan penjualan yang berdampak pada naiknya ATO perusahaan. Semakin menarik dan berkualitas produk yang ditawarkan perusahaan, maka semakin baik respon konsumen terhadap produk yang berdampak pada peningkatan penjualan perusahaan sehingga total pendapatan yang diterima perusahaan juga akan meningkat. Dapat disimpulkan bahwa ketika intellectual capital dikelola dengan baik, ATO perusahaan akan naik. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Ulum (2008) yang menyatakan bahwa intellectual capital berpengaruh signifikan terhadap ATO perusahaan perbankan di Indonesia. PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN…… Nikmah dan Hera Apriyanti 70 Pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan MB (Market to Book Value) Pengujian hipotesis ketiga dalam penelitian ini menunjukkan bahwa intellectual capital berpengaruh positif dan signifikan terhadap MB yang ditunjukkan dari nilai original sampel estimate dan nilai t-statistic yang positif dan signifikan. Hal ini mencerminkan bahwa semakin tinggi nilai Intellectual Capital, maka nilai Market to Book Value juga akan semakin tinggi. Optimalisasi pemanfaatan aset fisik berupa modal untuk menciptakan value added dalam perusahaan menyebabkan operasional yang baik berupa peningkatan pada penjualan produk. Apabila terjadi peningkatan penjualan, maka total pendapatan dan laba bersih yang diterima perusahaan juga akan naik. Hal ini akan tergambar pada laporan keuangan yang akan dihasilkan oleh perusahaan. Laporan keuangan merupakan cerminan kinerja perusahaan dalam satu periode, sehingga pasar, dalam hal ini terutama pihak investor dan kreditor akan menilai perusahaan berdasarkan nilai yang tercermin dari laporan keuangan tersebut. Semakin baik nilai perusahaan tersebut maka apresiasi pasar terhadap nilai perusahaan akan semakin baik yang berdampak pada peningkatan nilai MB. Dengan demikian, dapat diyakini bahwa perusahaan yang telah memanfaatkan intellectual capital dengan baik akan mampu bersaing dan bertahan di lingkungan bisnis yang dinamis karena telah mendapat kepercayaan dari pihak investor dan kreditor. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Firrer dan William (2003) pada perusahaan Afrika Selatan dan penelitian Chen at all (2005) pada perusahaan Taiwan yang menyatakan bahwa intellectual caputal berpengaruh signifikan positif terhadap MB (Market to Book Value). Chen at all (2005) mencatatat selama tahun 1997-2001, dalam US Standard and Poors (S&P) 500, rasio nilai pasar terhadap nilai buku meningkat dari 1 sampai 5. Peningkatan ini diartikan sebagai intellectual capital. Intellectual capital mencakup lebih dari sekedar properti intelektual seperti hak cipta, paten, dan bentuk lainnya. Intellectual capital merupakan gabungan dari kemampuan, pengetahuan, keahlian, hubungan dengan masyarakat, manajemen yang berkualitas, proses dan inovasi yang dimiliki perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan MC (Market Capitalization) Hipotesis keempat menguji pengaruh intellectual capital terhadap MC. Berdasarkan hasil pengujian, ditemukan bahwa intellectual capital terbukti berpengaruh signifikan dan memiliki arah positif terhadap kinerja keuangan yang diukur berdasarkan MC. Artinya, intellectual capital dan market capital saling mempengaruhi. Peningkatan intellectual capital yang dihasilkan melalui penciptaan value added, akan mempengaruhi peningkatan pada market capitalization atau yang biasa disebut dengan nilai kapitalisasi pasar. Hal ini membuktikan bahwa value added membawa peningkatan pada jumlah saham beredar dan harga saham yang ada di perusahaan. Semakin banyak jumlah saham yang beredar diperusahaan, maka semakin banyak lembaran saham yang dapat ditawarkan perusahaan kepada pemegang saham atau investor. Begitu juga dengan tinggi harga saham perusahaan, semakin tinggi minat investor dan kreditor terhadap suatu perusahaan tersebut karena harga saham yang tinggi menjamin keberlangsungan suatu perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Abdolmohammadi (2005) yang menyatakan bahwa intellectual capital terbukti signifikan terhadap nilai market capitalization perusahaan. Abdolmohammadi mengungkapkan bahwa penggunaan intellectual capital yang diungkapkan dalam laporan keuangan berupa penyajian biaya pendidikan dan latihan, penggunaan tekhnologi akan menaikkan market capitalization suatu perusahaan. Artinya, perusahaan yang mengungkapkan lebih banyak komponen intellectual capital dalam laporan tahunannya cenderung memiliki nilai market capitalization yang lebih tinggi. Market capitalization yang tinggi membuat investor dan kreditor semakin mudah Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 6, No.1, Februari 2016 Hal. 53-74 71 untuk mengetahui prospek dan kinerja perusahaan secara keseluruhan, sehingga calon investor akan mempercayakan investasinya pada perusahaan tersebut. Pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan EPS (Earnings Per Share) Pengujian hipotesis kelima menunjukkan bahwa intellectual capital berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur berdasarkan EPS. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan IC akan berdampak pada kenaikan EPS. Dalam Resources Based Theory, perusahaan dapat mencapai keunggulan apabila perusahaan memiliki sumber daya yang unggul dan mempunyai kemampuan dalam mengelola sumber daya tersebut (Hadiwijaya, 2013). Dengan memanfaatkan sumber daya, perusahaan akan mencapai kinerja yang baik. Kinerja yang baik akan menghasilkan laba yang maksimal, sehingga laba per saham perusahaan juga akan semakin tinggi. Hal ini merupakan salah satu keunggulan perusahaan yang dipertimbangkan oleh pihak stakeholder terutama bagi pihak investor dan kreditor berupa jaminan pemberian feedback yang baik melalui pembayaran dividen atau pengembalian pinjaman. Semakin besar laba yang didapat oleh perusahaan, maka semakin besar pula pengembalian dividen yang diterima oleh investor dan semakin tepat waktu pengembalian pinjaman perusahaan kepada pihak kreditor. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Tan et al (2007) yang berhasil membuktikan intellectual capital berpengaruh terhadap EPS di perusahaan publik di Bursa Singapura. Tan (2007) bahwa perusahaan yang aktif memelihara dan meningkatkan IC akan mengalami kinerja yang unggul. PENUTUP SIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa: 1. Intellectual Capital berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan Return On Assets (ROA). Dimana tingkat profitabilitas perusahaan akan meningkat seiring dengan meningkatnya efektifitas dan efisiensi karyawan dalam mengelola sumber daya perusahaan. 2. Intellectual Capital berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan Assets Turnover (ATO). Hasil pengujian membuktikan bahwa pengelolaan intellectual capital mendorong produktifitas karyawan dalam menghasilkan produk yang memilki keunggulan dari produk pesaing lainnya. 3. Intellectual Capital berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan Market to Book Value (MB). Optimalisasi pemanfaatan aset fisik berupa modal menciptakan value added yang menyebabkan naiknya apresiasi pasar terhadap nilai yang ditawarkan perusahaan. 4. Intellectual Capital berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan Market Capitalization (MC). Peningkatan kinerja yang terlihat pada peningkatan market capitalization perusahaan disebabkan oleh pemanfaatan intellectual capital yang ada di dalam perusahaan, yaitu melalui pengolahan ekuitas atau modal perusahaan sehingga menghasilkan nilai tambah bagi perusahaan. 5. Intellectual Capital berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan Earning Per Share (EPS). Penggunaan intellectual capital mendorong terciptanya operasional yang baik bagi perusahaan, sehingga mrnghasilkan laba yang tinggi untuk dibagikan kepada para pemegang saham. PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN…… Nikmah dan Hera Apriyanti 72 IMPLIKASI DAN KETERBATASAN 1. Penelitian ini memberikan gambaran bahwa intellectual capital melalui efisiensi penggunaan ekuitas dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Sehingga intellectual capital dapat dijadikan sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan dan menjaga kepercayaan investor terhadap perusahaan. 2. Penelitian ini sejalan dengan teori stakeholder yang menyatakan bahwa intellectual capital dan kinerja keuangan perusahaan berhubungan positif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan intellectual capital akan berdampak pada kenaikan kinerja keuangan perusahaan. Keterbatasan Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan beberapa keterbatasan, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Penelitian hanya fokus pada lingkup perusahaan manufaktur saja sehingga hasil penelitian belum dapat digeneralisasi sehingga untuk peneliti selanjutnya sarankan memperluas sampel dengan menambah sampel perusahaan yang penggunaan intellectual capitalnya lebih menonjol seperti perusahaan real estate, perusahaan infrastruktur, perusahaan komunikasi dan lain-lain. 2. Penelitian ini belum mampu mengungkap penggunaan intellectual capital secara keseluruhan, yaitu hanya melihat intellectual capital dengan tiga indikator saja, sehingga kaitannya dengan kinerja keuangan perusahaan belum menujukkan hasil yang maksimal. Penelitan selanjutnya diharapkan mampu mengungkap intellectual capital lebih banyak. Peneliti selanjutnya bisa menggunakan temuan peneliti lain selain Pulic yang mengungkapkan intellectual capital yang di hubungan dengan pihak eksternal perusahaan misalnya hubungan dengan costumer capital. Seperti pada penelitian Evidson dan Sullivian (1996) dan Stewart (1997). 3. Penelitian ini menggunakan rasio keuangan yang terbatas dalam menjelaskan kinerja keuangan perusahaan. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah variabel lain seperti variabel non keuangan. Serta menambah variabel kontrol seperti pada penelitian Firrer dan William (2003) yaitu Leverage, ROE dan Industry tipe. Sehingga hasil penelitian lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA Abdolmohammadi, Mohammad J. 2005. Intellectual Capital Disclosure and Market Capitalization. Journal of Intellectual Capital Volume 6 (3), p397-416. Belkaoui, A.R. 2003. Intellectual Capital and Firm Performance of US Multinational Firms: a Study of The Resource-Based and Stakeholder Views. Journal of Intellectual Capital Volume 4 (2), p215-226. Boedi, Soelistijono. 2010. Intellectual Capital Disclosure Dan Kapitalisasi Pasar Di Indonesia. Jurnal Keuangan dan Perbankan Volume 14 (1), p52 – 61. Bontis, N. 1998. Intellectual capital: an exploratory study that develops measures and models. Management Decision. Vol. 36, No.2. Brinker, Barry (2000), “Intellectual Capital: Tomorrows Asset, Today’s Challenge”, http://www.cpavision.org/vision/wpaper05b.cfm. Brooking, Anne. 1997. Intellectual Capital. London UK. Internasional Thomson Business Press. http://www.cpavision.org/vision/wpaper05b.cfm Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 6, No.1, Februari 2016 Hal. 53-74 73 Chen, M.C., S.J. Cheng and Y. Hwang. 2005. An Empirical Investigation of The Relationship Between Intellectual Capital and Firms Market Value and Financial Performance. Journal of Intellectual Capital. Deegan, C. 2004. Financial Accounting Theory. McGraw-Hill Book Company. Sydney. Dewi, Citra Puspita. 2011. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2007-2009. Skripsi. Badan Penerbit Undip. Semarang. Fahmi, Irfan. (2013). Analisis Laporan Keuangan. Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI). Bandung. Firrer, S. and S. M. Williams. 2003. Intellectual Capital and Traditional Measures of Corporate Performance. Journal of Intellectual Capital. Freeman, R.E., and Reed. 1983. Stockholders and stakeholders: a new perspective on corporate governance. Californian Management Review 25 (2). Freeman, R, E. 1984. Strategic Management: A Stakeholder Approach. New York: Cambridge University Press. Tersedia : https://books.google.com/books?isbn=0521151740. [10 Desember 2014] Hanafi, Hamduh M. Dan Halim, Abdul. 2003. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN. Ikatan Akuntan Indonesia. 2014. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.19. Jakarta. Salemba Empat. Kuryanto, Benny. 2008. Pengaruh Intellectual Capital terhadap Kinerja Perusahaan. Universitas Diponegoro Semarang. SNA XI Pontianak. Kusumo, Bambang Parto. 2012. Study Empiris Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja Keuangan, Pertumbuhan Perusahaan, Dan Nilai Pasar Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI). Skirpsi. Badan Penerbit Undip. Semarang. Pramelasari. Yosi Metta. 2010. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Nilai Pasar Dan Kinerja Keuangan Perusahaan. Skripsi. Badan Penerbit Undip. Semarang. Pulic, A. 1998. Measuring the performance of intellectual potential in knowledge economy. Paper presented at the 2nd McMaster Word Congress on Measuring and Managing Intellectual Capital by the Austrian Team for Intellectual Potential. Rachmawati, Damar Asih Dwi. 2012. Pengaruh Intellectual Capital terhadap Return On Assets (ROA) Perbankan. Jakarta. Jurnal Nominal 1 (1). Rupert, Booth. (1998), “The Measurement of Intellectual Capital”, Management Accounting. (Nov) 76, p26-28. Sawarjuwono, Tjiptohadi dan Agustine Prihatin Kadir. 2003. Intellectual Capital:Perlakuan, Pengukuran dan Pelaporan (Sebuah Library Research). Jurnal Akuntansi dan Keuangan 5 (1), p31-51. Sucipto. 2003. Penilaian Kinerja Keuangan. Medan: Universitas Sumatera Utara. Sugiono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Tan, H.P, D. Plowman and P. Hancock. 2007. Intellectual Capital and Financial Returns of Companies. Journal of Intellectual Capital, 8 (1). Tandelin, Eduardus. 2009. Portofolio dan Investasi. Yogyakarta: Kanisius. https://books.google.com/books?isbn=0521151740.%5b10 PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN…… Nikmah dan Hera Apriyanti 74 Ulum, Ihyaul, I. Ghozali dan A. Chariri. 2008. Intellectual Capital Dan Kinerja Keuangan Perusahaan: Suatu Analisis Dengan Pendekatan Partial Least Squares. Paper dipresentasikan pada acara Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak. Ulum, Ihyaul. 2009. “Intellectual Capital : Konsep dan Kajian Empiris”. Yogyakarta : Graha Ilmu. Widarjo, Wahyu. 2011. Pengaruh Modal Intelektual Dan Pengungkapan Modal Intelektual Pada Nilai Perusahaan Yang Melakukan Initial Public Offering. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 8 (2).