ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK ……. Dian Purnama Sari dan Fitrawati Ilyas 75 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK DAERAH DI PROVINSI BENGKULU Dian Purnama Sari diiyanpurnama@gmail.com Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bengkulu Fitrawati Ilyas fitraw10@gmail.com Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bengkulu ABSTRACT This research aims to provide evidence the influence of per-capita income, population, and inflation on local tax revenue in province of Bengkulu during 5 years of observation, that is, since 2009 until 2013. The population in this research are all districts / cities in the province of Bengkulu. Data used in this research is secondary data publicated by Bureau of Statistics Central (BPS) Bengkulu province. The information contains data of local tax revenue, GDP, population, and inflation with a total sample of 10 districts / cities in the province of Bengkulu. Data analyzed using IBM SPSS version 20.0 with a statistical test multiple regression analysis, test the classical assumption of normality test, multicollinearity, heterocedastisity, and autocorrelation test. Hypothesis tested by using F test and t-test. The results of hypothesis testing find that the per-capita income (GDP) has possitive effect on the local tax revenues, while the population has no possitive effect, and inflation has no negative effect on local tax revenues in the district / cities of Bengkulu province. Keywords : Local Taxes, Per-Capita Income, Total population, Inflation PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara sedang berkembang yang memiliki keanekaragaman potensi daerah yang dapat diolah demi menunjang upaya pembangunan nasional yang dicanangkan pemerintahnya. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik yang bersifat materiil maupun spiritual (Nurrohman, 2010). Dalam pelaksanaannya, pembangunan di daerah-daerah kemudian menjadi bagian integral dari upaya pembangunan nasional dengan tujuan untuk mengembangkan potensi daerah tersebut agar mampu mencapai keseimbangan laju pertumbuhan antar daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang saat ini telah berubah menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menandakan lahirnya kebijakan desentralisasi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri segala urusan pemerintahannya yang disebut dengan otonomi daerah, yang mulai diberlakukan di Indonesia sejak 1 Januari 2001. Penyelenggaraan otonomi daerah ini kemudian didukung melalui penyediaan sumber-sumber pendanaan oleh pemerintah pusat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Adapun pendapatan daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Menurut Widjaja (2002) dalam Nurrohman (2010), kebijakan otonomi daerah menghendaki masing-masing daerah lebih berupaya meningkatkan sumber pendapatan daerah yang berasal dari PAD. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yang menyatakan tujuan PAD memang digunakan untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki sebagai perwujudan desentralisasi demi mailto:diiyanpurnama@gmail.com Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 6, No.1, Februari 2016 Hal. 75-84 76 meminimalisasikan ketergantungan kepada pemerintah pusat, sehingga PAD harus menjadi bagian keuangan sendiri yang terbesar. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa PAD merupakan sumber pendapatan daerah paling penting yang berasal dari pajak dan retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah untuk membantu membiayai pengeluaran pemerintah sebagai cerminan kemampuan daerah dalam meningkatkan pelayanan masyarakat, menumbuhkan kemandirian, dan meningkatkan daya saing dalam proses pertumbuhan. Komponen utama dari PAD berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 adalah pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (BUMN/BUMD), dan lain-lain PAD yang sah. Salah satu sumber pendapatan yang berperan penting dalam meningkatkan PAD adalah pajak daerah. Selain berperan sebagai sumber pendapatan daerah (budgetory), pajak juga merupakan alat pengatur (regulatory) alokasi dan distribusi kegiatan ekonomi dalam suatu daerah tertentu (UU 28/2009). Oleh karena itu, ditentukannya target perolehan pajak daerah setiap tahunnya bertujuan untuk memaksimalkan realisasi penerimaan pajak daerah itu sendiri agar kontribusinya terhadap PAD dapat optimal apabila realisasi penerimaannya melebihi target yang telah ditetapkan. Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai pembaharuan dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, dinyatakan bahwa adanya pengalihan pajak pusat menjadi pajak daerah. Adapun jenis pajak daerah ini terbagi menjadi dua, yaitu Pajak Provinsi yang terdiri dari pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan, dan pajak rokok; sedangkan Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2), dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Pajak BPHTB yang mulai dilaksanakan tanggal 1 Januari 2011 dan PBB-P2 yang baru dilaksanakan tanggal 1 Januari 2014 merupakan pajak pengalihan dengan tujuan sebagai tambahan sumber penerimaan pajak daerah guna meningkatkan PAD. Provinsi Bengkulu adalah salah satu daerah otonom yang terdiri dari 9 kabupaten dan 1 kota, dimana masing-masing mengelola potensi yang dimiliki agar menjadi daerah yang mandiri yang mampu membiayai pengeluaran khususnya keperluan rutin dan berhak memungut pajak daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan publikasi BDA (2014), diketahui rata-rata perolehan pajak daerah tiap kabupaten dan kota di provinsi Bengkulu mengalami peningkatan yang cukup baik meskipun masih terdapat penurunan pada tahun tertentu. Kota Bengkulu sebagai ibukota provinsi sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu, tentunya memiliki tingkat pendapatan pajak daerah paling tinggi mencapai Rp34,5M di tahun 2013, hal itu dikarenakan pusat kegiatan perekonomian dan pemerintahan terletak di kota Bengkulu. Akan tetapi, kota Bengkulu juga pernah mengalami penurunan drastis pajak daerahnya tahun 2008 sebesar Rp17M menjadi Rp13,5M di tahun 2009 dan menurun menjadi Rp13M di tahun 2010 (BDA, 2009-2013). Selain kota Bengkulu, penurunan pajak daerah di tahun 2010 juga dialami kabupaten Bengkulu Utara yaitu Rp2,5M dari Rp2,6M di tahun 2009, Muko-Muko yaitu Rp1,8M dari Rp1,9M di tahun 2009, dan Lebong yaitu Rp1,2M dari Rp1,4M di tahun 2009, dan kabupaten Bengkulu Selatan mengalami penurunan di tahun 2013 yaitu Rp3M dibanding tahun 2012 mencapai Rp3,2M (BDA, 2009-2013). Tabel 1 adalah urutan pendapatan pajak daerah tertinggi hingga terendah yang dimiliki oleh kabupaten/ kota di provinsi Bengkulu tahun 2013. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK ……. Dian Purnama Sari dan Fitrawati Ilyas 77 Tabel 1 Pajak Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu No. Nama Kabupaten /Kota Pajak Daerah (Rp) 1. Kota Bengkulu 34.543.028.246 2. Rejang Lebong 6.612.192.000 3. Seluma 6.275.528.000 4. Bengkulu Utara 6.060.700.000 5. Muko-Muko 5.868.120.000 6. Bengkulu Tengah 3.826.223.320 7. Bengkulu Selatan 3.082.430.000 8. Kepahiang 2.740.619.000 9. Lebong 2.492.910.000 10. Kaur 2.390.140.000 Sumber: BDA 2009-2013. Gejolak kenaikan maupun penurunan pajak daerah tersebut dikarenakan masih kurangnya pengelolaan potensi daerah menyebabkan tingkat kemandirian daerah sangat rendah dan masih bergantung pada transfer dana dari pusat (APBD, 2013). Data Deskripsi Analisis APBD 2013 menyebutkan bahwa PDRB sangat erat kaitannya dengan pajak daerah karena dapat menggambarkan kegiatan ekonomi masyarakat dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Pendapatan masyarakat menunjukkan kemampuan masyarakat untuk membayar pengeluarannya termasuk dalam hal pembayaran pajak. Data Statistik Keuangan Daerah Provinsi Bengkulu 2014 menunjukkan pertumbuhan PDRB per kapita tahun 2013 meningkat sebesar 11,6% jika dibandingkan di tahun 2012 dan yang memberikan kontribusi tinggi terletak pada sektor jasa sebesar 8,59% dan sektor perdagangan, hotel, restoran sebesar 8,04%. Oleh karena itu, diharapkan semakin besar pendapatan per kapita akan membantu meningkatkan perolehan pajak daerah di provinsi Bengkulu. Menurut teori perpajakan dari Musgrave (1989) dalam Haniz (2013) menyatakan bahwa besar kecilnya penerimaan di sektor pajak sangat ditentukan oleh jumlah penduduk, sehingga dapat dikatakan jumlah penduduk berpengaruh terhadap banyaknya jumlah penyetor pajak daerah berdasarkan pendapatan yang diperoleh masing-masing penyetor untuk membayar pajak daerah tersebut. Wantara (1997) dalam Haniz (2013) mengatakan bahwa besar kecilnya penerimaan di sektor pajak juga dipengaruhi oleh laju inflasi. Jika dikaitkan dengan kondisi provinsi Bengkulu yang menempati urutan ke-26 se-Indonesia yang cukup tinggi untuk tingkat inflasinya, gejolak harga yang sering berubah-ubah dapat mengakibatkan angka inflasi yang berubah-ubah pula dalam periode tertentu. Inflasi di provinsi Bengkulu pada tahun 2013 mencapai angka 9,94% jika dibandingkan tahun sebelumnya hanya sebesar 4,61% (BDA, 2014). Melihat kondisi ini, inflasi mungkin akan mempengaruhi penerimaan pajak daerah di provinsi Bengkulu. Beberapa penelitian terdahulu terkait analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah, Haniz (2013) menyatakan bahwa jumlah wajib pajak, pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak daerah di kota Tegal, sedangkan inflasi tidak berpengaruh positif terhadap pajak daerahnya. Helti (2010) menyatakan bahwa jumlah penduduk berpengaruh positif dan paling dominan terhadap penerimaan pajak daerah di kabupaten Karanganyar, sedangkan untuk PDRB dan inflasi tidak berpengaruh positif terhadap peningkatan pajak daerahnya. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Nurrohman (2010) mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah di kota Surakarta tahun 1994-2007. Dari hasil penelitiannya dinyatakan bahwa PDRB memiliki pengaruh positif terhadap penerimaan pajak daerah di kota Surakarta, sedangkan untuk inflasi Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 6, No.1, Februari 2016 Hal. 75-84 78 dan jumlah penduduk tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Perbedaan penelitian ini terletak pada lokasi yaitu kabupaten/kota di provinsi Bengkulu dengan data pengamatan (time series) dari tahun 2009-2013. Berdasarkan latar belakang di atas, diajukan beberapa rumusan masalah penelitian apakah pendapatan per kapita dan jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak daerah di provinsi Bengkulu dan apakah inflasi berpengaruh negatif terhadap penerimaan pajak daerah di provinsi Bengkulu. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberi bukti adanya pengaruh positif pendapatan per kapita dan jumlah penduduk terhadap penerimaan pajak daerah di provinsi Bengkulu dan untuk memberi bukti adanya pengaruh negatif inflasi terhadap penerimaan pajak daerah di provinsi Bengkulu. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Pajak Daerah Dari empat sumber pendapatan asli daerah, pajak merupakan salah satu sumber penerimaan yang paling potensial bagi daerah karena rata-rata sebesar 50% pendapatan asli daerah merupakan masukan dari pajak daerah (publikasi BPS, Provinsi Bengkulu Dalam Angka). Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah pada badan yang mewakili yaitu Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) ini akan digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintah daerah baik dari segi pembangunan, pengeluaran umum pemerintah daerah, maupun dengan tujuan peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat. Pungutan pajak ini tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan besaran tarif serta jenis pajak daerah ditetapkan melalui Peraturan Daerah (PERDA) sesuai kesepakatan pemerintah daerahnya. Pendapatan Per kapita dan Penerimaan Pajak Daerah Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pendapatan per kapita yang diukur melalui PDRB merupakan gambaran dari tingkat kesejahteraan masyarakat. Semakin besar pendapatan masyarakat diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dalam membayar pajak dari setiap kegiatan ekonomi yang dilakukan sehari-hari. Penelitian yang dilakukan Ayugustiningtyas (2003), Nurrohman (2010), dan Haniz (2013) telah membuktikan bahwa pendapatan per kapita memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak daerah kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah, kota Surakarta, dan kota Tegal. Hal ini sesuai dengan teori perpajakan (Musgrave, 1989) bahwa penerimaan pajak akan sangat ditentukan oleh pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Oleh karena itu, ditarik hipotesis sebagai berikut. H1 : PDRB berpengaruh positif terhadap penerimaan Pajak Daerah (PD). Jumlah Penduduk dan Penerimaan Pajak Daerah Di dalam Teori Perpajakan (Musgrave, 1989) juga mengatakan besar kecilnya penerimaan di sektor pajak sangat ditentukan oleh jumlah penduduk, pertambahan jumlah penduduk dianggap akan menciptakan atau meningkatkan permintaan agregatif terutama investasi maupun jumlah penyetor pajak daerah tersebut. Dalam penelitian Helti (2010) menyatakan adanya pengaruh positif variabel jumlah penduduk terhadap penerimaan pajak daerah di kabupaten Karanganyar. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ayugustinityas (2003) yang menyatakan bahwa jumlah penduduk yang diukur melalui jumlah wisatawan memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan pajak di kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dirumuskan suatu hipotesis sebagai berikut. H2 : Jumlah Penduduk (JP) berpengaruh positif terhadap penerimaan Pajak Daerah (PD). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK ……. Dian Purnama Sari dan Fitrawati Ilyas 79 Inflasi dan Penerimaan Pajak Daerah Inflasi bukan saja mempengaruhi keadaan mata uang atau harga yang mengalami kenaikan secara terus menerus, akan tetapi juga dapat berdampak pada laju perekonomian suatu wilayah. Suatu negara akan berusaha menstabilkan keuangannya sehingga kegiatan perekonomian masyarakatnya dapat berkembang. Nurrohman (2010) dan Helti (2010) menyatakan sebuah hasil penelitian yaitu tidak terdapat pengaruh positif pada inflasi terhadap penerimaan pajak daerah di kota Surakarta, dan sejalan dengan itu pula hasil penelitian dari Haniz (2013) menyatakan bahwa tidak adanya pengaruh positif pada inflasi terhadap penerimaan pajak daerah di kota Tegal. Oleh karena itu disusun hipotesis berikut. H3 : Inflasi (IF) berpengaruh negatif terhadap penerimaan Pajak Daerah (PD). METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan data sekunder yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bengkulu. Adapun variabel dependen yang digunakan adalah pajak daerah diukur dengan satuan rupiah, sedangkan pendapatan per kapita, jumlah penduduk, dan inflasi menjadi variabel independen yang diukur dengan satuan rupiah, jiwa, dan persen. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat bantu software SPSS versi 20 dengan beberapa teknik pengujian yaitu uji asumsi klasik meliputi uji normalitas, multikolinieritas, heterokedastisitas, dan autokorelasi; analisis regresi berganda; dan uji hipotesis meliputi uji kelayakan model (Goodness of Fit), koefisien determinasi (R 2 ), dan uji t. Adapun persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : PD = α0 + β1 PDRB + β2 JP – β3 IF + e Dimana : PD = Penerimaan Pajak Daerah α0 = Konstanta β1...3 = Koefisien regresi yang akan dihitung PDRB = Pendapatan Per Kapita JP = Jumlah Penduduk IF = Inflasi e = Variabel Pengganggu HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota di wilayah provinsi Bengkulu tahun 2009-2013 yang berjumlah 10, terdiri dari 9 Kabupaten dan 1 Kota. Setiap kabupaten/kota di provinsi Bengkulu mendapatkan peluang menjadi sampel. Berdasarkan kriteria pengambilan sampel, seluruh populasi yakni seluruh kabupaten/kota di provinsi Bengkulu dinyatakan dapat dijadikan sampel penelitian karena telah menyajikan dan mempublikasikan data keuangan daerah masing-masing secara lengkap, termasuk wilayah kabupaten Bengkulu Tengah walaupun tergolong daerah baru pemekaran di tahun 2008 mampu menyajikan data secara lengkap dan konsisten sesuai kriteria pemilihan sampel. Jadi, total sampel yang akan dilakukan penelitian berjumlah 9 Kabupaten dan 1 Kota dengan jumlah yang terpilih sebanyak 50 observasi. Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 6, No.1, Februari 2016 Hal. 75-84 80 Statistik Deskriptif Statistik deskriptif merupakan suatu alat analisis yang dapat menggambarkan data yang telah diperoleh sehingga data tersebut tersaji secara lebih ringkas dan sederhana, serta dapat memberikan informasi penting mengenai data tersebut. Untuk pengujian pajak daerah sebagai variabel dependen diperoleh nilai rata-rata (mean) setiap kabupaten dan kota adalah Rp4.707.942.128,00 yang berarti bahwa dalam kurun waktu 5 tahun setiap kabupaten/kota di provinsi Bengkulu memperoleh pendapatan pajak daerah rata-rata sebesar Rp4.707.942.128,00. Untuk pengujian terhadap variabel independen pertama, pendapatan per kapita (PDRB) diperoleh nilai rata-rata PDRB setiap kota dan kabupaten sebesar Rp860.888.642,80 yang berarti bahwa dalam kurun waktu 5 tahun setiap kabupaten/kota di provinsi Bengkulu menerima pendapatan per kapita sebesar Rp860.888.642,80. Kedua, pengujian terhadap jumlah penduduk (JP) diperoleh nilai mean (rata-rata) setiap kota dan kabupaten sebanyak 111.124 jiwa yang berarti bahwa dalam kurun waktu 5 tahun setiap kabupaten/kota di provinsi Bengkulu memiliki rata-rata penduduk sebanyak 111.124 jiwa. Ketiga, pengujian terhadap inflasi (IF) diperoleh nilai mean (rata-rata) setiap kota/kabupaten sebesar 6,09 persen yang berarti bahwa dalam kurun waktu 5 tahun setiap kabupaten/kota di provinsi Bengkulu mengalami inflasi rata-rata sebesar 6,09 persen. Pengujian Asumsi Klasik Berdasarkan pengujian terhadap normalitas data, seluruh data tidak terdistribusi secara normal. Untuk membuat data terdistribusi normal, maka data pajak daerah, pendapatan per kapita, jumlah penduduk akan ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma natural guna menyamakan dengan bentuk data inflasi. Namun, setelah dilakukan upaya ini ternyata data inflasi tetap tidak terdistribusi secara normal. Tetapi, merujuk pada asumsi central limit theorem yang menyatakan bahwa untuk sampel yang besar terutama dengan jumlah observasi lebih dari 30 (n>30), maka distribusi sampel telah dianggap normal (Ghozali, 2013). Untuk uji asumsi klasik yang meliputi uji multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi hanya dilakukan pada variabel independen. Hasil dari pengujian ini menyatakan bahwa seluruh variabel independen bebas dari masalah multikolinieritas dan heterokedastisitas, namun terjadi gejala adanya autokorelasi. Salah satu cara untuk memperbaiki gejala autokorelasi adalah dengan memasukkan lag masing-masing variabel dan residualnya, kemudian mencari koefisien beta untuk memperoleh variabel baru dengan rumus NPD=LnPD-(0,664*LagPD), dan seterusnya (Ghozali, 2013). Setelah dilakukan upaya perbaikan tersebut ternyata nilai Durbin Watson (dw) sebesar 1,536 lebih kecil dari nilai batas atas (dU) dan lebih besar dari nilai batas bawah (dL), sesuai kriteria dL signifikansi = 0,05 maka hipotesis ditolak, dan sebaliknya jika tingkat signifikansi t ≤ signifikansi = 0,05 maka hipotesis diterima. Dari tabel 2 diperoleh persamaan model menjadi : NPD = 0,338 + 0,761 NPDRB + 0,45 NJP + 0,029 NIF Hipotesis 1 Koefisien regresi pendapatan per kapita (NPDRB) sebesar 0,761 dengan nilai signifikansi sebesar 0,001. Maksud dari nilai tersebut adalah setiap kenaikan 1% dari PDRB akan meningkatkan pajak daerah sebesar 0,761. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi PDRB, maka akan meningkatkan penerimaan pajak daerah. Pernyataan dalam deskripsi APBD 2013 menyebutkan bahwa PDRB sangat erat kaitannya dengan pajak daerah karena dapat menggambarkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Bila pertumbuhan ekonomi suatu daerah meningkat, maka pendapatan dan kesejahteraan masyarakat akan meningkat pula. Dengan naiknya pendapatan yang dihasilkan masyarakat, maka tingkat konsumsi akan meningkat pula seiring dengan meningkatnya kemampuan seseorang untuk membayar pajak yang pada akhirnya dapat meningkatkan penerimaan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (Nurrohman, 2010). Pengaruh positif yang ditunjukkan dari nilai Beta tersebut searah dengan arah yang diajukan pada hipotesis. Dengan demikian H1 dari penelitian ini diterima. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ayugustiningtyas (2003), Nurrohman (2010), dan Haniz (2013) yang menyatakan bahwa kinerja PDRB berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak daerah kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah, kota Surakarta, dan kota Tegal. Hipotesis 2 Koefisien regresi jumlah penduduk (NJP) sebesar 0,45 dan nilai signifikansi sebesar 0,115. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk tidak berpengaruh positif terhadap pajak daerah karena memiliki nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Ini berarti semakin tinggi jumlah penduduk, belum tentu akan meningkatkan penerimaan pajak daerah. Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 6, No.1, Februari 2016 Hal. 75-84 82 Penduduk di provinsi Bengkulu dalam ruang lingkup usia produktif (15-64 tahun) yang dianggap merupakan masa pencapaian kinerja yang baik, masih terdapat pula penduduk yang tidak memiliki pekerjaan tetap untuk menyalurkan kemampuan mereka dengan harapan memiliki penghasilan yang memadai. Selain itu, tidak semua penduduk Bengkulu adalah wajib pajak yang berkewajiban menyetorkan pajak daerah dan pajak lainnya, masih adanya penduduk yang bersekolah, masih banyaknya pengangguran, dan tidak semua penduduk memiliki pekerjaan atau usaha yang dikenakan pajak daerah. Penduduk Bengkulu yang bukan merupakan penyetor pajak daerah hanya akan berkontribusi terhadap penerimaan pajak daerah dari konsumsi yang mereka lakukan sehari-hari. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk memiliki peran tidak langsung dalam membantu meningkatkan pendapatan pajak daerah di provinsi Bengkulu. Oleh karena itu, dinyatakan H2 penelitian ini ditolak. Hasil penelitian di atas membuktikan bahwa kondisi tersebut konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan Nurrohman (2010) dan Helti (2010) yang menyebutkan bahwa jumlah penduduk tidak berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak daerah karena jumlah penduduk yang dijadikan sampel belum mengkhususkan pada jumlah penyetor pajak daerah. Hipotesis 3 Koefisien regresi inflasi (NIF) sebesar 0,029 dan nilai signifikansi sebesar 0,025. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa inflasi tidak berpengaruh negatif terhadap pajak daerah walaupun memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Hal ini disebabkan karena arah positif yang ditunjukkan dari nilai βeta tidak searah dengan arah yang diajukan pada hipotesis. Ini berarti bahwa setiap kenaikan inflasi akan berdampak positif terhadap kenaikan pendapatan pajak daerah di provinsi Bengkulu, jika inflasi yang terjadi masih dalam kategori inflasi ringan yang tidak menyebabkan perubahan berarti pada kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam proses pembangunan ekonomi. Dalam penelitian ini, laju inflasi tertinggi yang terjadi di provinsi Bengkulu hanya mencapai angka 9,94 persen di tahun 2013. Inflasi yang berada di bawah angka 10 persen adalah inflasi yang tergolong inflasi ringan yang dapat memberikan dampak positif seperti mendorong perekonomian lebih baik dengan meningkatkan pendapatan nasional dan mendorong keinginan masyarakat untuk bekerja, menabung, dan mengadakan investasi. Dengan demikian, adanya gejolak inflasi yang masih ringan tidak menyebabkan penurunan nilai mata uang yang cukup berarti, sehingga aktivitas ekonomi yang terjadi akan otomatis mengikuti laju inflasi dan secara umum masyarakat tidak akan merasa dirugikan oleh laju inflasi karena masih merasakan aktivitas perekonomian seperti biasa. Dengan demikian H3 dari penelitian ini ditolak. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Nurrohman (2010) yang menyatakan tidak adanya pengaruh inflasi terhadap penerimaan pajak daerah di kota Surakarta. Tetapi hal yang berbeda terjadi di wilayah provinsi Bengkulu, hasil penelitian ini membuktikan bahwa adanya hubungan positif antara inflasi dan pajak daerah. Perbedaan hasil penelitian mungkin saja terjadi karena adanya perbedaan lokasi dan variasi pada data observasi. Pada pengujian sebelumnya dikatakan tidak bervariasinya data observasi inflasi ini disebabkan oleh kesamaan laju inflasi secara umum yang digunakan tiap kabupaten/kota adalah inflasi kota Bengkulu. PENUTUP SIMPULAN Dari hasil analisa dan pembahasan Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah di Provinsi Bengkulu dapat disimpulkan bahwa pertama, hasil peelitian membuktikan bahwa pendapatan per kapita (PDRB) berpengaruh positif terhadap pajak ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK ……. Dian Purnama Sari dan Fitrawati Ilyas 83 daerah di Provinsi Bengkulu. Hal ini berarti bahwa meningkatnya PDRB akan berpengaruh meningkatkan penerimaan pajak daerah. Kedua, hasil penelitian ini membuktikan bahwa jumlah penduduk tidak berpengaruh positif terhadap pajak daerah di Provinsi Bengkulu. Hal ini berarti bahwa banyaknya jumlah penduduk belum tentu akan meningkatkan pajak daerah karena tidak semua penduduk pada usia produktif 15-64 tahun memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap, terutama dalam ruang lingkup pembayaran pajak daerah. Dengan kata lain, penduduk memiliki peran tidak langsung terhadap peningkatan pajak daerah kecuali penduduk tersebut berada dalam ruang lingkup sebagai wajib pajak penyetor pajak daerah. Ketiga, hasil penelitian ini membuktikan bahwa inflasi tidak berpengaruh negatif terhadap pajak daerah di Provinsi Bengkulu. Hal ini berarti bahwa dampak yang ditimbulkan inflasi di provinsi Bengkulu adalah positif dan dapat membantu meningkatkan pendapatan pajak daerah dengan syarat inflasi yang terjadi masih ringan di bawah 10 persen, dengan tingkat inflasi yang terjadi diasumsikan sama untuk seluruh kabupaten dan kota Penelitian ini memiliki keterbatasan dengan melihat hasil penelitian yang menunjukkan bahwa variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen hanya sebesar 57,9%. Hal ini berarti terdapat faktor lainnya yang mempengaruhi pajak daerah tetapi tidak dimasukkan kedalam model penelitian dengan perolehan sebesar 42,1%. Penelitian selanjutnya diharapkan bisa menambah aspek-aspek lain yang lebih spesifik selain PDRB, jumlah penduduk, dan inflasi seperti jumlah penyetor pajak daerah guna memperkecil cakupan jumlah penduduk yang benar-benar memiliki peran langsung terhadap penerimaan pajak daerah dan memasukkan nilai pajak peralihan PBB (Pajak Bumi dan bangunan) yang baru dilaksanakan oleh pemerintah daerah di provinsi Bengkulu tertanggal 1 Januari 2014 sebagai potensi peningkatan PAD dalam ruang lingkup pajak daerah karena PBB merupakan salah satu sumber pungutan pajak yang besar, yang sebelumnya dipungut oleh pemerintah pusat. DAFTAR PUSTAKA Agustiningtyas, Veronika Winarti. 2003. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah (tahun 1998- 2001). Tesis (Tidak Dipublikasikan). Universitas Diponegoro Semarang. Aliandi, Vidya Dwi Anggitasari. 2013. Pengaruh Jumlah Wisatawan, Jumlah Hotel, dan Tingkat Hunian Hotel Terhadap Penerimaan Pajak Hotel (Studi Kasus Pada Kota Yogyakarta). Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Universitas Diponegoro Semarang Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. Badan Pusat Statistik. 2014. Provinsi Bengkulu Dalam Angka, 2009-2013. BPS Provinsi Bengkulu : Bengkulu. Badan Pusat Statistik. 2014. Kota Bengkulu Dalam Angka, 2009-2013. BPS Kota Bengkulu : Bengkulu. Bengkulu Today. 2014. “Pemkot Sosialisasikan Pajak Daerah dan Pembinaan Terhadap Wajib Pajak Se-Kota Bengkulu”. http://bengkulu today.com/pemkot-sosialisasikan- pajak-daerah-dan-pembinaan-terhadap-wajib-se-kota-bengkulu/. Diakses : 14 Oktober 2014 Ganie, Djupiansyah. 2012. Analisis Beberapa Variabel yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah dan Prospek Peningkatannya di Kabupaten Berau. Working Paper. Samarinda :Universitas Mulawarman. https://www .academia.edu/4312686/JURNAL DJUPIANSYAH GANIE. Diakses : 09 Oktober 2014. Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21 Update PLS Regresi. Cetakan Ketujuh. Badan Penerbit Universitas Diponegoro : Semarang. http://bengkulutoday.com/pemkot-sosialisasikan-pajak-daerah-dan-pembinaan-terhadap-wajib-se-kota-bengkulu/ http://bengkulutoday.com/pemkot-sosialisasikan-pajak-daerah-dan-pembinaan-terhadap-wajib-se-kota-bengkulu/ Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 6, No.1, Februari 2016 Hal. 75-84 84 Haniz, Nadya Fazriana. 2013. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah Kota Tegal. Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Universitas Diponegoro Semarang. Haniz, Nadya Fazriana. 2013. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah Kota Tegal. Journal Of Economics. Volume 3, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 1-13. Helti, Kristiana Advina. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pajak Daerah Serta Tingkat Efisiensi Dan Efektivitas Dalam Pemungutan (Studi Kasus Di Kabupaten Karanganyar). Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak. 2012. b http://www.pajak.go.id/content/ pengalihan-pbb-perdesaan-dan-perkotaan. Diakses : 14 Oktober 2014. Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. 2013. “Deskripsi dan Analisis APBD 2013”. www.djpk.depkeu.go.id. Diakses : 01 April 2014. Nurrohman, Alfian. 2010. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah di Kota Surakarta (tahun 1994-2007). Skripsi (Tidak Dipublikasikan). UNS Surakarta. Resmi, Siti. 2011. Perpajakan. Edisi 6. Jakarta : Salemba Empat. Sekaran, Uma. 2006. Research Methods For Bussiness, Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Edisi 4. Jakarta : Salemba Empat. Sukirno, Sadono. 2010. Makro Ekonomi. Edisi 3. Jakarta : Rajawali Pers. Tahwin, Muhammad. 2013. Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah. Jurnal Studi Ekonomi. Fakultas Ekonomi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ‘YPPI’ Rembang. Volume 18, Nomor 2, Agustus 2013, Halaman 1-8. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 Ayat 2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 Tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Wikipedia. 2014. “Inflasi”. (www.google.com). Diakses : 02 Februari 2015. http://www.pajak.go.id/content/%20pengalihan-pbb-perdesaan-dan-perkotaan http://www.djpk.depkeu.go.id/