Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 9, No.1 2019 Hal. 33-46 33 Jurnal Akuntansi DOI: https://doi.org/10.33369/j.akuntansi.9.1.33-46 Vol. 9, No.1 2019 Hal. 33-46 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN (FRAUD): PERSEPSI PEGAWAI PADA DINAS KOTA TEGAL ANALYSIS OF THE FACTORS THAT INFLUENCE THE TRACK TRENDS (FRAUD): PERCEPTION OF EMPLOYEES IN TEGAL CITY OFFICE Fitria Febriani dan Dhini Suryandari Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang ABSTRACT Fraud is a form of action carried out intentionally by an individual or a group that causes harm to the parties concerned and provides benefits to the perpetrators of fraud. The form of fraud that often occurs in government sector is corruption. This research aims to explore the perceptions of employees in Tegal City government agencies about the factors that influence to fraud tendency as internal control effectiveness, regulations enforcement, compensation compliance, and organizational commitment. This population research is all of civil employees (PNS) who work in 14 Department of Tegal City with convenience sampling technique for the sample research. Respondents in this research as many as 139 employees who work in 14 Department of Tegal City. Data analysis in this research using a model full analysis Structural Equation Modelling (SEM) with a smartPLS2.0 analysis tool. The results showed the internal control effectiveness , regulations enforcement, and compensation compliance had negative effect to fraud tendency in the government sector. While between the organizational commitment there is no effect to fraud tendency in the government sector. Keywords: Fraud Diamond Theory, Fraud Tendency, Employee. ABSTRAK Kecurangan atau yang sering dikenal dengan istilah fraud merupakan suatu bentuk tindakan yang dilakukan secara sengaja oleh pihak individu maupun kelompok yang menimbulkan kerugian bagi pihak yang terkait dan memberikan keuntungan bagi pelaku tindak kecurangan. Secara umum, bentuk kecurangan (fraud) yang banyak terjadi di entitas pemerintahan adalah korupsi Penelitian ini bertujuan untuk menggali persepsi para pegawai di instansi pemerintahan Kota Tegal mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan kecurangan (fraud) seperti keefektifan pengendalian internal, penegakan peraturan, kesesuaian kompensasi, dan komitmen organisasi. Populasi penelitian ini adalah seluruh pegawai negeri sipil (PNS) yang bekerja di 14 Dinas Kota Tegal dengan menggunakan teknik pengambilan sampel convenience sampling. Responden dalam penelitian ini sejumlah 139 pegawai yang bekerja di 14 Dinas Kota Tegal. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan full model Structural Equation Modeling (SEM) dengan alat analisis smartPLS 2.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keefektifan pengendalian internal, penegakan peraturan, dan kesesuaian kompensasi berpengaruh negatif terhadap kecurangan (fraud) di sektor pemerintahan. Sedangkan, komitmen organisasi tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) di sektor pemerintahan. Kata Kunci: Teori Fraud Diamond, Kecenderungan Kecurangan, Pegawai. Corresponding author: Fitria Febriani Email addresses for author: fitriafebriani146@gmail.com, dhini.surya@mail.unnes.ac.id First submission received: 09th Mei 2019 Revised submission received: 04th June 2019 Accepted: 21nd June 2019 https://doi.org/10.33369/j.akuntansi.9.1.33-46 mailto:fitriafebriani146@gmail.com mailto:dhini.surya@mail.unnes.ac.id ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN (FRAUD): PERSEPSI PEGAWAI PADA DINAS KOTA TEGAL Fitria Febriani dan Dhini Suryandari 34 PENDAHULUAN Pada era globalisasi saat ini, kecurangan telah banyak dilakukan oleh pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan pribadi maupun kelompok. Kecurangan atau yang sering dikenal dengan istilah fraud merupakan suatu bentuk tindakan yang dilakukan secara sengaja oleh pihak individu maupun kelompok yang menimbulkan kerugian bagi pihak yang terkait dan memberikan keuntungan bagi pelaku tindak kecurangan. Terdapat dua jenis tindak kecurangan, yakni kecurangan secara eksternal dan internal. Kecurangan eksternal adalah kecurangan yang dilakukan oleh pihak luar terhadap suatu perusahaan atau entitas, seperti kecurangan yang dilakukan pelanggan terhadap usaha, wajib pajak terhadap pemerintah, sedangkan kecurangan internal adalah tindakan tidak legal yang dilakukan oleh karyawan, manager, dan eksekutif terhadap perusahaan tempat mereka bekerja (Shintadevi, 2015). Secara umum, bentuk kecurangan (fraud) yang banyak terjadi di sektor pemerintahan adalah korupsi (corruption). Korupsi adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dipercayakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Wilopo (2006) mengungkapkan bahwa dalam korupsi, tindakan yang lazim dilakukan diantaranya adalah memanipulasi pencatatan, penghilangan dokumen, dan mark-up yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Kota Tegal menjadi salah satu satu kota yang terkena kasus korupsi di Jawa Tengah. Pada tahun 2014 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Wali Kota Tegal sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tukar guling lahan tempat pembuangan akhir (TPA) Bokongsemar, Tegal, Jawa Tengah. Selaku Wali Kota Tegal periode 2008-2013, yang merangkap sebagai Penasihat Tim Pengarah Pemidahtanganan Tanah Milik Pemerintah Kota (Pemkot) Tegal itu, diduga melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi terkait pelaksanaan tukar guling (ruislag) antara Pemkot Tegal dengan CV Tri Daya Pratama pada 2012. Selain mantan Wali Kota Tegal, KPK menetapkan Direktur CV Tri Daya Pratama sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Atas perbuatan keduanya, negara mengalami kerugian sekitar Rp 8 miliar (TribunJateng.com, 2014). Pada tahun 2017 KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wali Kota Tegal. Operasi tangkap tangan itu berlangsung di Rumah Dinas Wali Kota, kompleks Balai Kota, Jalan Ki Gede Sebayu, Kota Tegal. KPK menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus suap terkait pengelolaan dana jasa kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kardinah Tegal dan pengadaan barang jasa di lingkungan Pemerintahan Kota Tegal tahun anggaran 2017. Tiga orang tersangka itu, yakni Wali Kota Tegal, Ketua DPD Partai Nasdem Brebes, dan Wakil Direktur Keuangan RSUD Kardinah. Total nilai dugaan suap ini Rp 5,1 miliar (Republika.co.id, 2018). Motivasi seseorang melakukan tindak kecurangan relatif berbeda-beda. Faktor penyebab terjadinya kecurangan diantaranya yang dijelaskan oleh Wolfe & Hermanson (2004) dimana fraud disebabkan oleh empat faktor yaitu tekanan (pressure), peluang (opportunity), rasionalisasi (rationalization) dan kemampuan (capability). Keempat faktor ini biasa disebut dengan istilah fraud diamond. Tekanan (pressure) adalah dorongan yang ada pada umumnya dalam bentuk tekanan kebutuhan atau masalah finansial, gaya hidup, serta tekanan dari pihak lain yang menyebabkan seseorang melakukan fraud. Peluang (opportunity) adalah adanya kesempatan atau peluang yang memungkinkan terjadinya fraud, biasanya disebabkan karena internal control suatu entitas yang lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan wewenang. Rasionalisasi (rationalization) adalah pemikiran individu yang menjustifikasi tindakannya sebagai suatu perilaku yang wajar, dimana pelaku Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 9, No.1 2019 Hal. 33-46 35 tindak kecurangan mencari pembenaran atas tindakannya tersebut. Kemampuan (capability) merupakan unsur yang penting untuk melakukan aksi tindak kecurangan. Banyaknya kasus kecurangan (fraud) disebabkan karena kurangnya atau tidak adanya sistem pengendalian internal sehingga lemahnya pengawasan atau kontrol, tidak adanya kejujuran, peraturan dan kinerja kerja lemah sehingga pelaku tindak kecurangan dapat leluasa melakukan tindakan kecurangannya tersebut. Sistem pengendalian internal yang efektif dapat membantu dalam mendapatkan hasil monitoring yang baik. American Institute of Certifield Public Accountant (AICPA) pada tahun 1947 menjelaskan bahwa pengendalian internal sangat penting, antara lain untuk mengendalikan kegiatan operasi secara efektif bagi entitas, menyediakan perlindungan bagi entitas terhadap kelemahan manusia dan mengurangi kemungkinan terjadinya kekeliruan dan ketidakberesan (Boynton, Johnson, & Kell, 2003:371) Penelitian yang dilakukan oleh Chandra (2015), Shintadevi (2015) dan Purnomo (2017) yang menyatakan bahwa keefektifan pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Joseph & Albert (2015) dan Alou, Ilat, & Gamaliel (2017) dengan hasil bahwa keefektifan pengendalian internal berpengaruh positif terhadap kecenderungan kecurangan. Terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh Mustika, Hastuti, & Heriningsih (2016) yang menyimpulkan bahwa keefektifan pengendalian internal tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan. Agar kegiatan dalam suatu organisasi dapat berjalan efektif dan efisien maka diberlakukan adanya peraturan organisasi. Penegakan peraturan ini harus bersifat tegas agar dipatuhi oleh semua pegawai. Jika seorang pegawai melanggar peraturan yang telah dibuat maka akan diberikan hukuman atau sanksi dengan tujuan pelanggaran tersebut tidak terjadi lagi di masa mendatang. Adni (2017) mengungkapkan ketika persepsi terhadap penegakan dirasa kurang tegas, maka pada umumnya terdapat peluang untuk melakukan tindakan menyimpang seperti melakukan kecurangan yang akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya. Penelitian yang dilakukan oleh Adinda (2015) penegakan peraturan tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Najahningrum (2013) menyatakan hal sebaliknya, penegakan peraturan berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan. Penelitian ini mempunyai hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Chandra (2015) bahwa penegakan peraturan berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan. Kesesuaian kompensasi juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecenderungan kecurangan (fraud). Bagi seorang pegawai, kompensasi merupakan suatu outcome atau reward yang penting karena dengan kompensasi yang diperoleh seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Adinda, 2015). Kompensasi tersebut akan memberikan sebuah dorongan yang dapat memacu pegawai agar segera menyelesaikan tugas atau pekerjaannya untuk mendapatkan reward tersebut. Namun, ketika kompensasi yang diterima pegawai dirasa tidak sesuai dengan kerja keras yang dilakukan, timbul persepsi adanya ketidakadilan didalamnya. Hal ini menyebabkan pegawai merasa perlu adanya kompensasi lebih sesuai dengan kerja keras yang selama ini telah dilakukan. Sehingga kejadian ini dapat menyebabkan terjadinya pelanggaran dengan melakukan kecurangan (fraud). Adni (2017) dan Alou et al. (2017) melakukan penelitian yang menyatakan bahwa kesesuaian kompensasi tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnain (2013) Purnomo (2017) menghasilkan hal yang berbeda, bahwa kesesuaian kompensasi berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan. Faktor selanjutnya yang dapat mempengaruhi terjadinya fraud adalah komitmen organisasi. Komitmen seorang pegawai merupakan hal yang penting bagi organisasi, terutama untuk menjaga kelangsungan dan pencapaian tujuan organisasi (Sutrisno, 2010:296). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN (FRAUD): PERSEPSI PEGAWAI PADA DINAS KOTA TEGAL Fitria Febriani dan Dhini Suryandari 36 Komitmen organisasi dapat mengarahkan seorang pegawai untuk melakukan berbagai tindakan, dalam hal ini adalah tindak kecurangan. Apabila seorang pegawai di suatu organisasi mempunyai komitmen organisasi yang tinggi terhadap organisasinya, hal ini dapat menurunkan tingkat terjadinya tindakan kecurangan. Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Chandra (2015) komitmen organisasi tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan Adi, Ardiyani, & Ardianingsih (2016) komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh Adinda (2015) dan Adni (2017) menyimpulkan bahwa komitmen organisasi berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan. Berbagai penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan kecurangan (fraud) yang telah dilakukan, masih terdapat penelitian yang hasilnya belum konsisten (research gap). Dengan adanya research gap, maka penelitian ini bertujuan untuk menguji kembali faktor-faktor seperti keefektifan pengendalian internal, penegakan peraturan, kesesuaian kompensasi dan komitmen organisasi apakah berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Teori Atribusi Teori Atribusi (Attribution Theory) merupakan sebuah teori yang diterapkan dalam mengkaji inkonsistensi sikap-perilaku setiap individu. Teori atribusi mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya (Lubis, 2014:90). Teori ini merupakan salah satu teori dalam penelitian keperilakuan yang diperkenalkan pertama kali oleh Fritz Heider (1958), dimana Fritz Heider beragumentasi bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi kekuatan internal (internal forces) dan kekuatan eksternal (external forces). Fraud Diamond Theory Fraud diamond theory dikemukakan oleh Wolfe & Hermanson (2004), yang merupakan bentuk penyempurnaan dari teori fraud triangle yang dikemukakan oleh Cressey (1953). Di dalam fraud triangle terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi fraud, yaitu tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), dan rasionalisasi (rationalization). Wolfe & Hermanson (2004) menambahkan satu faktor yang diyakini dapat mempengaruhi adanya fraud, yakni faktor kemampuan (capability), sehingga menjadi empat faktor. Pada intinya fraud diamond adalah suatu faktor yang menjadikan alasan bagi setiap individu untuk melakukan tindak kecurangan karena adanya tekanan, kesempatan dan rasionalisasi dimana ketiga faktor tersebut dapat terjadi jika individu memiliki kemampuan (capability) dalam melakukan fraud. Gambar 1. Fraud Diamond Theory Sumber: Wolfe dan Hermason (2004) Pressure Fraud Diamond Rationalization Capability Opportunity Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 9, No.1 2019 Hal. 33-46 37 Keefektifan Pengendalian Internal Sistem pengendalian internal yang berhasil tidak hanya bertumpu pada rancangan pengendalian yang memadai untuk mencapai tujuan organisasi saja, melainkan juga kepada semua orang yang berada di dalam suatu organisasi tersebut. Keefektifan pengendalian internal dapat mempengaruhi perilaku dan kemampuan seseorang dalam bertindak. Hal ini berkaitan dengan teori atribusi dan juga fraud diamond theory. Apabila pengendalian internal suatu organisasi tidak efektif maka cenderung mudah bagi seorang pegawai bertindak melakukan kecurangan yang menguntungkan dirinya sendiri. Karena pegawai akan memanfaatkan kemampuannya dengan adanya ketidakefektifan pengendalian internal tersebut sebagai titik lemah suatu organisasi dan melancarkan aksinya dalam melakukan tindak kecurangan (fraud). Untuk menutup kemungkinan terjadinya kecurangan dalam suatu organisasi, maka dapat diberlakukan pengendalian internal secara efektif. Penelitian yang dilakukan Najahningrum (2013), Chandra (2015) dan Shintadevi (2015) menunjukkan bahwa keefektifan pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Jadi dengan sistem pengendalian internal yang baik dapat mencegah dan mengurangi tindak kecurangan yang dilakukan oleh pegawai. H1: Keefektifan pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Penegakan Peraturan Semua kegiatan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku agar dapat meminimalisir adanya pelanggaran. Untuk dapat meminimalisir pelanggaran tersebut, maka harus ada penegakan peraturan yang tegas dalam lingkungan organisasi. Dalam suatu instansi, apabila penegakan peraturan yang berlaku lemah atau kurang tegas maka akan membuka peluang bagi pegawai yang bekerja pada instansi tersebut untuk melakukan pelanggaran peraturan yang bisa saja mengarah pada perilaku menyimpang, salah satu nya melakukan tindakan kecurangan. Seorang pegawai yang bekerja dalam suatu organisasi sebenarnya cenderung telah mengerti dan paham akan adanya peraturan yang berlaku di dalam organisasi. Namun, mereka juga yang cenderung melakukan pelanggaran peraturan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya peluang atau kesempatan sebagai celah untuk melanggar peraturan yang dapat mengarah dalam melakukan tindak kecurangan. Dalam hal ini berkaitan dengan teori atribusi dan juga fraud diamond theory, dimana terdapat persepsi bahwa peluang yang ada dapat menjadi faktor seseorang cenderung melakukan tindak kecurangan (fraud). Penelitian yang dilakukan Chandra (2015), Mustika et al. (2016), dan Adni (2017) menunjukkan bahwa penegakan peraturan berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Jadi dengan semakin tegakknya peraturan yang berlaku dalam organisasi, kecenderungan kecurangan (fraud) dapat diminimalisir. H2: Penegakan peraturan berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Kesesuaian Kompensasi Bagi seorang pegawai, kompensasi merupakan suatu outcome atau reward yang penting karena dengan kompensasi yang diperoleh seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Adinda, 2015). Seorang pegawai dalam menerima kompensasi akan mengatribusikan kompensasi tersebut dengan penyebab yang mendasar. Ketika persepsi pegawai mengenai kompensasi yang diterima telah sesuai dikarenakan hasil kerja dan kontribusi yang diberikannya kepada organisasi, maka di masa mendatang pegawai akan menjadikan kompensasi sebagai motivasi untuk bekerja lebih produktif dan efektif dalam menyelesaikan pekerjaannya. Namun berbeda ketika kompensasi yang diterima tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka muncul adanya tekanan dalam diri pegawai. Hal ini ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN (FRAUD): PERSEPSI PEGAWAI PADA DINAS KOTA TEGAL Fitria Febriani dan Dhini Suryandari 38 berkaitan dengan teori atribusi dan juga fraud diamond theory, dimana terdapat tekanan bagi pegawai yang dapat menjadi faktor untuk melakukan tindak kecurangan (fraud). Penelitian yang dilakukan Zulkarnain (2013) dan Purnomo (2017) menunjukkan bahwa kesesuaian kompensasi berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Jadi dengan pemberian kompensasi yang sesuai akan membuat pegawai merasa puas dan merasa kebutuhannya dapat terpenuhi sehingga kecenderungan kecurangan (fraud) dapat diminimalisir. H3: Kesesuaian kompensasi berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Komitmen Organisasi Komitmen organisasi merupakan bentuk kesetiaan atau loyalitas yang dimiliki pegawai terhadap organisasi tempat mereka bekerja. Komitmen organisasi mengarahkan seorang individu dalam melakukan berbagai tindakan (Adi et al., 2016). Seorang pegawai apabila mempersepsikan tingkat komitmen atau loyalitas yang dimilikinya tinggi terhadap suatu organisasi namun hal tersebut tidak berpengaruh dengan keadaan dan kondisi organisasi atau tidak diapresiasi oleh organisasi, maka seorang pegawai akan menganggap wajar jika pegawai tersebut tidak peduli terhadap organisasinya. Hal ini berkaitan dengan teori atribusi dan juga fraud diamond theory, dimana terdapat rasionalisasi bagi pegawai terhadap tingkat komitmen organisasi yang rendah sehingga dapat menjadi faktor untuk melakukan tindak kecurangan (fraud). Penelitian yang dilakukan oleh Najahningrum (2013) dan Adinda (2015) menyatakan bahwa komitmen organisasi berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Adi et al. (2016) menemukan adanya pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan (fraud). Jadi semakin tinggi komitmen pegawai terhadap organisasinya, maka kecenderungan kecurangan (fraud) dapat diminimalisir. H4: Komitmen organisasi berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif dengan sumber data yang digunakan adalah data primer. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai negeri sipil (PNS) yang bekerja di 14 Dinas Pemerintah Kota Tegal, dengan sampel sebanyak 139 pegawai. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan convenience sampling. Pada penelitian ini sebanyak 155 kuesioner sebagai sampel disebar kepada para pegawai di 14 Dinas Pemerintah Kota Tegal. Dari kuesioner yang disebar tersebut, kuesioner yang kembali dan dapat diolah sebanyak 139 kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis inferensial. Penelitian ini menggunakan full model Structural Equation Modeling (SEM) dengan alat analisis berupa software SmartPLS 2.0. Pengukuran dan Definisi Operasional Variabel Variabel pada penelitian ini menggunakan lima variabel yaitu, kecenderungan kecurangan (fraud) sebagai variabel dependen (variabel endogen), serta keefektifan pengendalian internal, penegakan peraturan, kesesuaian kompensasi, dan komitmen organisasi sebagai variabel independen (variabel eksogen). Berikut ini merupakan definisi operasional dan pengukuran dari masing-masing variabel: 1. Kecenderungan Kecurangan (Fraud) Kecenderungan kecurangan (fraud) merupakan suatu keinginan untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan cara tidak jujur, seperti menutupi kebenaran, melakukan Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 9, No.1 2019 Hal. 33-46 39 penipuan, memanipulasi atau mengelabuhi yang dapat menyebabkan salah saji laporan keuangan, penyalahgunaan aset, dan korupsi. Pengukuran variabel ini menggunakan skala likert 1–5, dimana 1 sangat tidak setuju sampai 5 sangat setuju. Instrumen yang digunakan dalam mengukur kecenderungan kecurangan (fraud) terdiri sembilan item pertanyaan yang dikembangkan dari jenis-jenis kecurangan menurut Association of Certified Fraud Examinations (ACFE) dalam penelitian Najahningrum (2013). 2. Keefektifan Pengendalian Internal Keefektifan pengendalian internal adalah keberhasilan manajemen dalam suatu organisasi atau instansi yang berkaitan dengan keandalan penyajian laporan keuangan, kegiatan operasional yang efektif dan efisien serta kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pengukuran variabel ini menggunakan skala likert 1–5, dimana 1 sangat tidak setuju sampai 5 sangat setuju. Instrumen yang digunakan dalam mengukur keefektifan pengendalian internal terdiri dari lima item pertanyaan yang dikembangkan dari PP No. 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah. 3. Penegakan Peraturan Penegakan peraturan adalah proses dalam menegakkan peraturan yang ada agar mencegah terjadinya tindakan menyimpang yang akan merugikan pihak lain maupun organisasi dan untuk memastikan bahwa aturan yang berlaku berjalan sebagaimana mestinya. Pengukuran variabel ini menggunakan skala likert 1–5, dimana 1 sangat tidak setuju sampai 5 sangat setuju. Instrumen yang digunakan dalam mengukur penegakan peraturan terdiri dari lima item pertanyaan yang dikembangkan dari penelitian Zulkarnain (2013). 4. Kesesuaian Kompensasi Kesesuaian kompensasi merupakan tolak ukur kepuasan karyawan atau pegawai atas pekerjaan yang telah dilakukan pada suatu organisasi dalam bentuk materi biasanya gaji atau tunjangan maupun non materi biasanya penghargaan atau reward. Pengukuran variabel ini menggunakan skala likert 1–5, dimana 1 sangat tidak setuju sampai 5 sangat setuju. Instrumen yang digunakan dalam mengukur kesesuaian kompensasi terdiri dari enam item pertanyaan yang dikembangkan Gibson (1997) perihal reward dalam Wilopo (2006) dan dalam penelitian Chandra (2015). 5. Komitmen Organisasi Komitmen organisasi adalah sikap atau bentuk perilaku seorang individu tentang rasa kepercayaan, keterlibatan, dan loyalitasnya terhadap organisasi yang bersangkutan. Komitmen organisasi menunjukkan penerimaan seseorang terhadap nilai-nilai serta tujuan organisasi (Najahningrum, 2013). Pengukuran variabel ini menggunakan skala likert 1–5, dimana 1 sangat tidak setuju sampai 5 sangat setuju. Instrumen yang digunakan dalam mengukur komitmen organisasi terdiri dari delapan item pertanyaan yang dikembangkan Luthans (2006) dalam penelitian Najahningrum (2013). HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data kuesioner yang didapatkan dari responden sejumlah 139 pegawai, berikut disajikan tabel statistik deskriptif variabel dan distribusi kategori variabel pada penelitian ini. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN (FRAUD): PERSEPSI PEGAWAI PADA DINAS KOTA TEGAL Fitria Febriani dan Dhini Suryandari 40 Tabel 1. Statistik Deskriptif Variabel Variabel N Minimum Maksimum Mean Std. Deviation Kecenderungan Kecurangan (Fraud) 139 9 36 16,53 8,171 Keefektifan Pengendalian Internal 139 12 25 21,40 3,078 Penegakan Peraturan 139 9 25 20,51 3,627 Kesesuaian Kompensasi 139 10 30 22,87 4,248 Komitmen Organisasi 139 10 40 31,40 5,966 Sumber: Data diolah tahun 2019 Tabel 2. Distribusi Kategori Variabel Variabel No Interval Frekuensi Persentase Kategori Kecenderungan kecurangan (fraud) 1 9 – 16 71 51,09% Sangat jarang terjadi 2 17 – 23 45 32,37% Jarang terjadi 3 24 – 30 13 9,35% Kadang-kadang terjadi 4 31 – 37 10 7,19% Sering terjadi 5 38 – 45 0 0% Sangat sering terjadi Jumlah 139 100% - Keefektifan pengendalian internal 1 5 – 9 0 0% Sangat tidak efektif 2 10 – 13 0 0% Tidak efektif 3 14 – 17 6 4,32% Cukup efektif 4 18 – 21 80 57,55% Efektif 5 22 – 25 53 38,13% Sangat efektif Jumlah 139 100% - Penegakan peraturan 1 5 – 9 0 0% Sangat tidak taat 2 10 – 13 0 0% Tidak taat 3 14 – 17 18 12,95% Cukup taat 4 18 – 21 77 55,40% Taat 5 22 – 25 44 31,65% Sangat taat Jumlah 139 100% - Kesesuaian kompensasi 1 5 – 10 0 0% Sangat tidak sesuai 2 11 – 15 2 1,44% Tidak sesuai 3 16 – 20 24 17,27% Cukup sesuai 4 21 – 25 97 69,78% Sesuai 5 26 – 30 16 11,51% Sangat sesuai Jumlah 139 100% - Komitmen organisasi 1 8 – 13 0 0% Sangat tidak berkomitmen 2 14 – 20 0 0% Tidak berkomitmen 3 21 – 27 20 14,39% Cukup berkomitmen 4 28 – 34 98 70,50% Berkomitmen 5 35 – 40 21 15,11% Sangat berkomitmen Jumlah 139 100% - Sumber: Data diolah tahun 2019 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai standar deviasi kecenderungan kecurangan (fraud) sebesar 8,171 lebih kecil dari nilai mean. Artinya, nilai sampel dominan berkumpul di sekitar nilai rata-rata hitungnya sebesar 16,53. Dari hasil tersebut kemudian disesuaikan dengan tabel kategori kecenderungan kecurangan (fraud). Sehingga dapat dikatakan bahwa kecenderungan kecurangan (fraud) yang terjadi pada sektor pemerintahan Kota Tegal dalam kondisi atau kategori sangat jarang terjadi. Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 9, No.1 2019 Hal. 33-46 41 Nilai standar deviasi keefektifan pengendalian internal sebesar 3,078 lebih kecil dari nilai mean. Artinya, nilai sampel dominan berkumpul di sekitar nilai rata-rata hitungnya sebesar 21,40. Dari hasil tersebut kemudian disesuaikan dengan tabel kategori keefektifan pengendalian internal. Sehingga dapat dikatakan bahwa keefektifan pengendalian internal yang diterapkan pada sektor pemerintahan Kota Tegal dalam kondisi atau kategori efektif. Nilai standar deviasi penegakan peraturan sebesar 3,627 lebih kecil dari nilai mean. Artinya, nilai sampel dominan berkumpul di sekitar nilai rata-rata hitungnya sebesar 20,51. Dari hasil tersebut kemudian disesuaikan dengan tabel kategori penegakan peraturan. Sehingga dapat dikatakan bahwa penegakan peraturan yang diterapkan pada sektor pemerintahan Kota Tegal dalam kondisi atau kategori taat. Nilai standar deviasi kesesuaian kompensasi sebesar 4,248 lebih kecil dari nilai mean. Artinya, nilai sampel dominan berkumpul di sekitar nilai rata-rata hitungnya sebesar 22,87. Dari hasil tersebut kemudian disesuaikan dengan tabel kategori kesesuaian kompensasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa kesesuaian kompensasi yang diterapkan pada sektor pemerintahan Kota Tegal dalam kondisi atau kategori sesuai. Nilai standar deviasi komitmen organisasi sebesar 5,966 lebih kecil dari nilai mean. Artinya, nilai sampel dominan berkumpul di sekitar nilai rata-rata hitungnya sebesar 31,40. Dari hasil tersebut kemudian disesuaikan dengan tabel kategori komitmen organisasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa komitmen organisasi yang diterapkan pada sektor pemerintahan Kota Tegal dalam kondisi atau kategori berkomitmen. Uji Outer Model Evaluasi outer model dilakukan dengan menggunakan PLS Algorithm. Pengukuran yang digunakan untuk menilai outer model terdiri dari tiga kriteria pengukuran, diantaranya adalah: convergent validity, composite reliability, dan discriminant validity. Gambar 2 Uji Full Model SEM Algorithm PLS Sumber: Output SmartPLS, 2019 Berdasarkan hasil pengujian outer model yang dilakukan dengan menggunakan PLS Algorithm sebagaimana ditunjukan pada Gambar 2, dapat diketahui bahwa tidak terdapat nilai loading factor di bawah 0.50 (selain untuk indikator KPI yang menggunakan indikator ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN (FRAUD): PERSEPSI PEGAWAI PADA DINAS KOTA TEGAL Fitria Febriani dan Dhini Suryandari 42 formatif) sehingga tidak harus dilakukan drop data untuk menghapus indikator yang bernilai loading di bawah 0.50 agar memperoleh model yang baik. Dari uji reliabilitas semua variabel dalam penelitian ini dinyatakan reliabel karena composite reliability dan cronbach alpha masing-masing variabel lebih besar dibandingkan nilai standar umum yang dibentuk, yaitu 0,70. Berikut ini adalah hasil dari uji reliabilitas: Tabel 3. Uji Reliabilitas Composite Reliability Cronbach Alpha F KK KO KPI PP 0.976 0.851 0.859 0.844 F KK KO KPI PP 0.973 0.823 0.816 0.789 Sumber: Output smartPLS, 2019 Hasil uji discriminant validity atau uji korelasi antarvariabel menunjukkan nilai akar kuadrat ave setiap konstruk lebih besar daripada nilai korelasi antarkonstruk dalam model pada correlation of latent variable, maka dapat dikatakan data penelitian ini memiliki nilai discriminant validity yang baik yang disajikan dalam tabel 4. Tabel 4. AVE & Correlation of Latent Variables AVE Akar AVE F KK KO KPI PP F KK KO KPI PP 0.825 0.493 0.434 0.524 0.908 0.702 0.659 0.724 F KK KO KPI PP 1.000 -0.326 -0.219 -0.488 -0.402 1.000 0.594 0.329 0.469 1.000 0.277 0.404 1.000 0.435 1.000 Sumber: Output smartPLS, 2019 Uji Inner Model Nilai R-square kecenderungan kecurangan (fraud) adalah 0.295165. Nilai R-square sebesar 0.295165 memiliki arti bahwa variabilitas konstruk kecenderungan kecurangan (fraud) dapat dijelaskan oleh variabilitas konstruk keefektifan pengendalian internal (KPI), penegakan peraturan (PP), kesesuaian kompensasi (KK), dan komitmen organisasi (KO) sebesar 29,51%. Sedangkan 70,49% dijelaskan oleh konstruk lain di luar penelitian. Tabel 5. Uji Hipotesis berdasarkan Path Coefficients Original Sample (O) Sample Mean (M) Standard Deviation (STDEV) Standard Error (STERR) T Statistics (|O/STERR|) KPI -> F -0.371 -0.386 0.064 0.064 5.756 PP -> F -0.194 -0.194 0.092 0.092 2.102 KK -> F -0.140 -0.132 0.082 0.082 1.711 KO -> F 0.045 0.001 0.074 0.074 0.599 Sumber: Output SmartPLS, 2019 Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat diketahui bahwa variabel keefektifan pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Hal ini dibuktikan dari nilai koefisien parameter untuk variabel keefektifan pengendalian internal Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 9, No.1 2019 Hal. 33-46 43 sebesar -0,370 dan nilai t-statistik sebesar 5,759 atau lebih besar dibandingkan dengan nilai t- tabel sebesar 1,659 (signifikan pada p < 0,05). Sehingga hipotesis pertama diterima. Hasil uji hipotesis kedua, variabel penegakan peraturan berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Hal ini dibuktikan dari nilai koefisien parameter untuk variabel penegakan peraturan sebesar -0,193 dan nilai t-statistik sebesar 2,102 atau lebih besar dibandingkan dengan nilai t-tabel sebesar 1,659 (signifikan pada p < 0,05). Sehingga hipotesis kedua diterima. Hasil uji hipotesis ketiga, variabel kesesuaian kompensasi berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Hal ini dibuktikan dari nilai koefisien parameter untuk variabel kesesuaian kompensasi sebesar -0,140 dan nilai t-statistik sebesar 1,711 atau lebih besar dibandingkan dengan nilai t-tabel sebesar 1,659 (signifikan pada p < 0,05). Sehingga hipotesis ketiga diterima. Sedangkan hasil uji hipotesis keempat, variabel komitmen organisasi tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) Hal tersebut dibuktikan dengan nilai t-statistik sebesar 0,599 lebih kecil dibandingkan nilai t-tabel sebesar 1,659 (signifikan pada p < 0,05). Sehingga hipotesis keempat ditolak. Pembahasan Keefektifan pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa keefektifan pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Hal ini berarti semakin efektif sistem pengendalian internal dalam suatu instansi, maka semakin rendah pula kemungkinan terjadinya fraud dalam instansi tersebut. Dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa keefektifan pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Dengan demikian hipotesis pertama (H1) diterima. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern (SPI) Pemerintah, SPI adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem pengendalian internal yang berhasil tidak hanya bertumpu pada rancangan pengendalian yang memadai untuk mencapai tujuan entitas saja, melainkan juga kepada semua orang yang berada di dalam suatu entitas tersebut. Dengan adanya sistem pengendalian yang efektif, maka kegiatan operasional suatu entitas dapat berjalan secara efektif dan efisien sehingga kemungkinan adanya penyimpangan dalam kegiatan operasional suatu entitas dapat diminimalisir. Artinya, apabila sistem pengendalian internal suatu entitas sudah berjalan dengan efektif dan efisien, maka kecenderungan kecurangan (fraud) yang mungkin terjadi akan semakin kecil. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Najahningrum (2013) dan Chandra (2015). Penelitian Shintadevi (2015) juga menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif dan signifikan antara keefektifan pengendalian internal dengan kecenderungan kecurangan. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin efektif sistem pengendalian internal yang diterapkan dalam suatu instansi maka akan semakin rendah kecenderungan kecurangan (fraud) yang mungkin terjadi. Penegakan peraturan berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa penegakan peraturan berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Dengan kata lain, semakin tinggi penegakan peraturan dalam suatu instansi maka semakin rendah pula kecenderungan untuk melakukan kecurangan (fraud) dalam suatu instansi tersebut. Dari hasil pengolahan ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN (FRAUD): PERSEPSI PEGAWAI PADA DINAS KOTA TEGAL Fitria Febriani dan Dhini Suryandari 44 data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penegakan peraturan berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Dengan demikian hipotesis kedua (H2) diterima. Menurut Alpinista (2013), tidak ada organisasi yang terbebas dari fraud (kecurangan) karena pada dasarnya permasalahan ini bersumber dan bermuara pada masalah manusia, “the man behind the gun”. Apapun aturan dan prosedur yang diciptakan, sangat dipengaruhi oleh manusia yang memegang kuasa untuk menjalankannya, karena tidak semua orang jujur dan berintegritas tinggi. Suatu peraturan yang diterapkan oleh instansi dapat dikatakan tegak atau tidak tergantung kepada pejabat yang berwenang mengenai hal tersebut. Apabila pejabat tidak tegas dalam menangani masalah penegakan peraturan, maka pegawai akan dengan mudah melakukan pelanggaran peraturan, salah satunya kecurangan (fraud) tersebut. Peraturan yang sudah dianggap tegas dapat mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berbuat curang dikarenakan tidak adanya peluang untuk melakukan kecurangan. Sebaliknya, apabila penegakan peraturan suatu instansi lemah maka akan membuka peluang bagi pegawai yang bekerja di instansi tersebut untuk melakukan kecurangan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Chandra (2015) dan Mustika et al. (2016). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Adni (2017) menyimpulkan hasil yang sama, bahwa penegakan peraturan berpengaruh negatif signifikan terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin tegak peraturan yang diterapkan suatu instansi maka semakin rendah kecenderungan kecurangan (fraud) yang mungkin terjadi. Kesesuaian kompensasi berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) Hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa kesesuaian kompensasi berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Dengan kata lain, semakin sesuai kompensasi yang diberikan suatu instansi kepada pegawai maka semakin kecil kecenderungan untuk melakukan kecurangan (fraud) pada instansi tersebut. Dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kesesuaian kompensasi berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Dengan demikian hipotesis ketiga (H3) diterima. Pentingnya kompensasi bagi pegawai sangat berpengaruh terhadap perilaku dan kinerjanya saat melakukan pekerjaan. Pemberian kompensasi yang sesuai kepada pegawai dapat memberikan kepuasan dan motivasi kepada pegawai dalam bekerja, sehingga mendorong pegawai untuk memberikan yang terbaik bagi instansi tempatnya bekerja. Dengan adanya pemberian kompensasi yang sesuai, maka dapat meminimalisir kecenderungan pegawai untuk melakukan kecurangan karena kesejahteraan pegawai sudah tercukupi dan diperhatikan dengan baik oleh instansi. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2017) yang menyatakan bahwa kesesuaian kompensasi berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan. Hal ini didukung oleh penelitian Zulkarnain (2013) yang menyatakan bahwa semakin tinggi persepsi kesesuaian kompensasi pegawai instansi di pemerintahan maka dapat menekan tingkat terjadinya fraud di sektor pemerintahan. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin sesuai pemberian kompensasi kepada pegawai maka semakin rendah kecenderungan kecurangan (fraud) yang mungkin terjadi dalam suatu instansi tersebut. Komitmen organisasi berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) Hipotesis keempat yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa komitmen organisasi berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Dengan kata lain, semakin tinggi komitmen organisasi dalam suatu instansi, maka semakin rendah kecenderungan kecurangan (fraud) yang mungkin terjadi. Dari hasil pengolahan data yang Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 9, No.1 2019 Hal. 33-46 45 telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh antara komitmen organisasi dengan kecenderungan kecurangan (fraud). Dengan demikian komitmen organisasi tidak dapat meminimalisir terjadinya kecurangan (fraud), sehingga hipotesis keempat (H4) ditolak. Seorang pegawai yang memiliki komitmen organisasi tinggi ataupun rendah tidak dapat dijadikan acuan seorang pegawai melakukan kecenderungan kecurangan (fraud). Seorang pegawai berasumsi untuk dapat mencapai prestasi dan prinsip kinerjanya, memungkinkan akan dapat terjadi secara alamiah seiring dengan berjalannya waktu. Sehingga pegawai dalam melakukan pekerjaannya cenderung memiliki komitmen organisasi yang tetap. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat loyalitas pegawai tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) pada suatu instansi. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi seorang individu dalam berperilaku, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal berasal dari berupa rangsangan atau pengaruh faktor lingkungan. Sedangkan faktor internal berasal dari faktor-faktor yang ada dalam diri individu, seperti pengalaman, perasaan, kemampuan berpikir, kerangka acuan, dan motivasi (Bologna, 1993 dalam Pramudita, 2013). Pengaruh terbesar dari dalam diri seorang individu berasal dari faktor internal tersebut. Hal ini yang dapat mempengaruhi pegawai untuk berbuat curang, seperti keserakahan, keinginan pola hidup yang mewah, dan pengakuan lebih atas hasil kerja. Hal tersebut merupakan pengaruh terbesar untuk melakukan tindakan kecurangan (fraud). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chandra (2015) yang menyimpulkan tidak terdapat pengaruh komitmen organisasi terhadap kecenderungan kecurangan di sektor pemerintahan. Sehingga pada penelitian ini, komitmen organisasi tidak dapat menekan atau meminimalisir terjadinya kecurangan (fraud). PENUTUP Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini bahwa terdapat pengaruh negatif antara keefektifan pengendalian internal, penegakan peraturan, dan kesesuaian kompensasi terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) di sektor pemerintahan, dan tidak terdapat pengaruh komitmen organisasi terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) di sektor pemerintahan. Saran bagi penelitian selanjutnya, diharapkan tidak hanya menggunakan metode angket atau kuesioner saja tetapi menambahkan metode lain seperti metode wawancara dalam memperoleh data, dan memperbarui indikator untuk menyusun daftar pertanyaan kuesioner yang sesuai dengan kondisi penelitian khususnya pada sektor publik. DAFTAR PUSTAKA Adi, Moh Risqi Kurnia., Ardiyani, Komala, & Ardianingsih, Arum. (2016). Analisis Faktor- faktor Penentu Kecurangan (Fraud) pada Sektor Pemerintahan (Studi Kasus pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Pekalongan). Jurnal Litbang Kota Pekalongan, Vol.10. Adinda, Yanita Maya. (2015). Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kecurangan (Fraud) di Sektor Pemerintahan Kabupaten Klaten. Accounting Analysis Journal, 4(3). Adni, Lisa Zahratul. 2017. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kecenderungan Kecurangan (Fraud): Persepsi Pegawai pada Dinas Kota Semarang. Skripsi,Universitas Negeri Semarang. Alpinista, Elly. (2013). Peran dan Tanggungjawab Internal Auditor dalam Masalah Kecurangan. http://alpinistaelly.blogspot.com/2013/04/normal-0-false-false-false-in-x- none-x_5.html. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN (FRAUD): PERSEPSI PEGAWAI PADA DINAS KOTA TEGAL Fitria Febriani dan Dhini Suryandari 46 Alou, Shelby Defiany., Ilat, Ventje., & Gamaliel, Hendrik. 2017. Pengaruh Kesesuaian Kompensasi, Moralitas Manajemen, dan Keefektifan Pengendalian Internal Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi pada Perusahaan Konstruksi di Manado. Jurnal Riset Akuntansi Going Concern, 12 (1), 139-148. Boynton, William C., Johnson, Raymond N., & Kell Walter G. (2003). Modern Auditing. Edisi Ketujuh. Jakarta: Erlangga. Chandra, Devia Prapnalia. (2015). Determinan Terjadinya Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Fraud) pada Dinas Pemerintah Se Kabupaten Grobogan. Accounting Analysis Journal, 4(3). Semarang: Universitas Negeri Semarang. Joseph, Oguda Ndege., & Albert, Odhiambo. (2015). Effect of Internal Control on Fraud Detection and Prevention in District Treasuries of Kakamega Country. International Journal of Business and Management Invention, 4(1). Lubis, Arfan Ikhsan. (2014). Akuntansi Keperilakuan. Edisi Kedua. Jakarta: Salemba Empat. Mustika, Dian., Hastuti, Sri, & Heriningsih, Sucahyo. 2016. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Kecurangan (Fraud): Persepsi Pegawai Dinas Kabupaten Way Kanan Lampung. Makalah disajikan dalam Simposium Nasional Akuntansi XIX, Lampung, 24-27 Agustus. Najahningrum, Anik Fatun. 2013. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Kecurangan (Fraud): Persepsi Pegawai Dinas Provinsi DIY. Skripsi.Universitas Negeri Semarang. Pramudita, Aditya. 2013. Analisis Fraud di Sektor Pemerintahan Kota Salatiga. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Purnomo, Yanuar Dwi. (2017). Analysis of Factors Affecting The Tendency of Accounting Fraud with The Mediation of Ethical Behavior. Accounting Analysis Journal, 6(2). Semarang: Universitas Negeri Semarang. Republika.co.id. 2018. Kronologi OTT Wali Kota Tegal. 8 Desember 2018.https://republika.co.id/berita/nasional/hukum/17/08/31/ovi6bg-kronologi-ott- wali-kota-tegal. Republik Indonesia. 2008. Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah. Shintadevi, Prekanida Farizqa. (2015). Pengaruh Keefektifan Pengendalian Internal, Ketaatan Aturan Akuntansi dan Kesesuaian Kompensasi Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi dengan Perilaku Tidak Etis sebagai Variabel Intervening. Jurnal Nominal,4(2). Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Sutrisno, Edy. 2010. Budaya Organisasi. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana. TribunJateng.com. 2014. Tersangkut Bokongsemar, Mantan Wali Kota Tegal Jadi Tersangka. 9 Januari 2019. http://jateng.tribunnews.com/2014/04/14/tersangkut-bokongsemar- mantan-wali-kota-tegal-jadi-tersangka. Wilopo. 2006. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Kecurangan Akuntansi: Studi pada Perusahaan Publik dan Badan Usaha Milik Negara di Indonesia. Makalah disajikan dalam Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang, 23- 26 Agustus. Wolfe, David T., and Hermanson, Dana R. (2004). The Fraud Diamond : Considering the Four Elements of Fraud. CPA Journal, 74(12), 38–42. Zulkarnain, Rifqi Mirza. (2013). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Fraud pada Dinas Kota Surakarta. Accounting Analysis Journal, 2(2). Semarang: Universitas Negeri Semarang. http://jateng.tribunnews.com/2014/04/14/tersangkut-bokongsemar-mantan-wali-kota-tegal-jadi-tersangka http://jateng.tribunnews.com/2014/04/14/tersangkut-bokongsemar-mantan-wali-kota-tegal-jadi-tersangka