Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol.8 No.1 Februari 2018 Hal 15 - 25 15 PENGARUH KOLEKTIVISME, KOMITMEN ORGANISASI, DAN PENALARAN MORAL TERHADAP INTENSI MELAKUKAN WHISTLEBLOWING PADA PT. BANK BRI (Persero), Tbk. CABANG BENGKULU THE INFLUENCES OF COLLECTIVISM, ORGANIZATIONAL COMMITMENT, MORAL REASONING ON WHISTLEBLOWING INTENTION IN PT BRI BANK (Persero), Tbk. BENGKULU BRANCH. Intan Tri Nurdianti 1), Fitrawati Ilyas , SE.,M.Bus., CPA 2) Universitas Bengkulu, Jl. WR. Supratman,Kandang Limun, Muara Bangkahulu, Bengkulu 1, 2 ) intantnp@gmail.com 1 )dan ilyasfitrawati@yahoo.com 2 ) ABSTARACT This research aims to examine the effect of collectivism, organizational commitment, and moral reasoning on whistleblowing intention. The primary data of this research are collected from bank officer at Bank BRI Bengkulu Branch by using a survey approach. The questionnaire distributed to 60 respondents, but only 52 questionnaires that can be analyzed or processed. Analysis of the data in this study using analyzed multiple regression analysis. The result of the research showed that: (1) collectivism has a positive effect on whistleblowing intention, (2) organizational commitment does not affect on whistleblowing intention, and (3) moral reasoning has a positive effect on whistleblowing intention. This research is expected to help the banks, particularly Bank BRI Bengkulu Branch in designing strategies to increase their employees whistleblowing intention or in enhancing the institution’s whistleblowing system by paying attention to factors that influence whistleblowing intentions . Key words: whistleblowing intention, collectivism, organizational commitment, moral reasoning ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kolektivisme, komitmen organisasi, dan penalaran moral terhadap intensi melakukan whistleblowing. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari pegawai Bank BRI Cabang Bengkulu menggunakan pendekatan survey dengan menyebarkan kuesioner. Kuesioner disebarkan kepada 60 responden, tetapi hanya 52 kuesioner yang dapat dianalisis atau diolah. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) kolektivisme berpengaruh positif terhadap intensi melakukan whistleblowing, (2) komitmen organisasi tidak berpengaruh terhadap terhadap intensi melakukan whistleblowing, (3) penalaran moral berpengaruh positif terhadap intensi melakukan whistleblowing. Penelitian ini diharapkan dapat membantu perbankan, khususnya Bank BRI Cabang Bengkulu dalam merancang strategi untuk meningkatkan intensi whistleblowing karyawannya serta meningkatkan whistleblowing system pada institusinya dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi intensi whistleblowing. Kata kunci: intensi melakukan whistleblowing, kolektivisme, komitmen organisasi, dan penalaran moral. PENDAHULUAN Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (UU No. 10 Tahun 1998). Beberapa kasus kecurangan yang terjadi di perbankan adalah pembobolan Kantor Kas Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tamini Square pada 13 Oktober 2010 yang melibatkan supervisor kantor kas tersebut dibantu empat tersangka dari luar bank. Modusnya adalah dengan mailto:intantnp@gmail.com1)dan mailto:ilyasfitrawati@yahoo.com2 PENGARUH KOLEKTIVISME, KOMITMEN ORGANISASI,... Intan dan Fitrawati 16 membuka rekening atas nama tersangka di luar bank kemudian uang ditransfer ke rekening tersebut. Selain itu, penggelapan dana nasabah yang dilakukan oleh Kepala Operasi Panin Bank Cabang Metro Sunter dengan mengalirkan dana ke rekening pribadi, sehingga bank mencapai kerugian Rp 2,5 miliar. Kemudian, kasus pencairan deposito dan pembobolan tabungan nasabah Bank Mandiri yang melibatkan lima tersangka, salah satunya adalah customer service bank tersebut. Modusnya adalah dengan memalsukan tanda tangan di slip penarikan dan kemudian ditransferkan ke rekening tersangka. Kerugian bank tersebut mencapai Rp 18 miliar (Djumena, 2011). Walaupun bank memiliki pengendalian internal yang ketat namun dengan adanya kasus diatas, menunjukkan kurang optimalnya pengawasan internal serta adanya kelemahan implementasi kebijakan sistem dan prosedur. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan yang dapat mengoptimalkan sistem pengawasan internal untuk menekan seminimal mungkin pelanggaran dan tindakan fraud yang dilakukan oleh pekerja. Merdikawati (2012) menyatakan whistleblowing merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya kecurangan akuntansi sehingga dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat. Hofstede dan Hofstede (2005) dalam penelitiannya menunjukkan Indonesia sebagai negara yang kolektivis. Hal ini diukur pada penelitian yang dilakukan pada karyawan IBM pada 74 negara, termasuk Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia, skor individualisme Indonesia menduduki peringkat ke 23 (Hofstede dan Hofstede, 2005). Skor ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia lebih merupakan masyarakat kolektivis dibandingkan dengan individualis. Pegawai yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi seharusnya akan loyal, peduli pada organisasi, siap membela organisasinya dan tidak ragu untuk mengungkap dugaan kecurangan (tindakan whistleblowing) yang terjadi demi melindungi organisasi tersebut (Kartika, 2015). Kreshastuti (2014) menyatakan bahwa tidak adanya pengaruh yang signifikan dari locus of commitment tehadap intensitas melakukan whistleblowing. Liyanarachchi dan Newdick (2009) menguji pengaruh tingkat penalaran moral mahasiswa akuntansi di New Zealand terhadap kecenderungan mereka untuk melaporkan kecurangan. Hasil penelitian menujukkan bahwa penalaran moral secara signifikan berpengaruh positif terhadap kecenderungan untuk melakukan whistleblowing. Dan hasil penelitian Dalimunthe (2015) menunjukkan bahwa penalaran moral dan kolektivisme berpengaruh dan signifikan terhadap niat melakukan whistleblowing. Di Indonesia penelitian mengenai whistleblowing memang sudah pernah dilakukan, namun perbankan masih jarang dijadikan sebagai objek penelitian ini. Peneliti mengembangkan penelitian dari Dalimunthe (2015) yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada studi empiris, responden dan variabel independenya. Penelitian ini akan dilakukan dengan metode survei kuesioner. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Theory of Planned Behavior Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) merupakan perluasan dari Theory of Reasoned Action (TRA) yang dikembangkan oleh Ajzen (1991). Menurut Ajzen niat untuk melakukan berbagai jenis perilaku dapat diprediksi dengan tingkat keakuratan yang tinggi dari sikap seseorang terhadap perilaku, norma subyektif, dan kontrol perilaku yang dirasakan. Dalam Theory of planned behavior dijelaskan bahwa niat individu untuk melakukan suatu tindakan atau berperilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sikap terhadap perilaku, norma subyektif, dan persepsi kontrol perilaku. Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol.8 No.1 Februari 2018 Hal 15 - 25 17 Penelitian ini menggunakan variabel kolektivisme yang merepresentasikan sikap terhadap perilaku. Seseorang yang memiliki kolektivisme yang baik akan membentuk keyakinan pada diri sendiri bahwa individu saling tergantung dengan individu lain, dan mendefinisikan diri sebagai bagian dari kelompok. Variabel komitmen organisasi merepresentasikan komponen norma subyektif. Dalam hal ini individu akan memikirkan suatu perilaku tertentu dengan sangat benar karena tindakan dan perilaku yang akan dilakukan akan berpengaruh pada penilaian orang lain. Variabel penalaran moral merepresentasikan persepsi kontrol perilaku. Seorang individu tidak dapat mengontrol perilaku sepenuhnya dibawah kendali individu tersebut atau dalam suatu kondisi dapat sebaliknya seorang individu dapat mengontrol perilakunya dibawah kendali individu tersebut. Intensi Melakukan Whitsleblowing Whistleblowing adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang untuk mengungkapkan kecurangan, entah yang dilakukan oleh perusahaan atau individu kepada pihak lain. Pihak yang dilaporkan itu bisa saja atasan ataupun masyarakat luas (Keraf, 1998). Whistleblowing bisa dilakukan secara internal dan eksternal. Whistleblowing internal terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang dilakukan karyawan lainnya kemudian melaporkan kecurangan tersebut kepada atasannya. Sedangkan, whistleblowing eksternal terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang dilakukan organisasi atau anggota dalam organisasi, kemudian memberitahukannya kepada pihak di luar organisasi atau penegak hukum karena kecurangan tersebut merugikan masyarakat (Elias, 2008). Kolektivisme Hofstede (2005) mengartikan kolektivisme sebagai tatanan sosial yang memiliki ikatan emosional antar individu yang kuat. Kolektivisme merupakan budaya yang menekankan bahwa individu saling tergantung dengan individu lain, mendefinisikan diri sebagai bagian dari kelompok, dan memprioritaskan tujuan-tujuan kelompoknya sebagai prioritas di atas tujuan-tujuan pribadi (Triandis, 1995). Dalam Kolektivisme, sebuah organisasi adalah lebih penting dari seorang karyawan, yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dan keinginan sesuai dengan tujuan organisasi. Bagi kolektivis, kesejahteraan atau martabat organisasi dianggap di atas individu. Para karyawan ini percaya bahwa tujuan organisasi harus memiliki prioritas lebih dari tujuan pribadi mereka dan sebaliknya organisasi harus membayar loyalitas karyawan dengan semacam perlindungan dan rasa identitas. Komitmen Organisasi Menurut Aranya et al. (1981) dalam Elias (2008) komitmen organisasi didefinisikan sebagai perpaduan antara sikap dan perilaku yang menyangkut tiga sikap yaitu rasa mengidentifikasikan dengan tujuan organisasi, rasa keterlibatan dengan tugas organisasi dan rasa kesetiaan pada organisasi. Pernyataan tersebut didukung oleh Greenberg dan Baron (2003) dalam Elias (2008) bahwa komitmen organisasi didefinisikan sebagai derajat dimana karyawan terlibat dalam organisasinya dan berkeinginan untuk tetap menjadi anggotanya, dimana didalamnya mengandung sikap kesetiaan dan kesediaan karyawan untuk bekerja secara maksimal bagi organisasi tempatnya bekerja. PENGARUH KOLEKTIVISME, KOMITMEN ORGANISASI,... Intan dan Fitrawati 18 Penalaran Moral Menurut teori perkembangan moral kognitif, penalaran moral dapat dinilai dengan menggunakan tiga kerangka level yang terdiri dari tiga tahap pre-conventional level, conventional level dan post conventional level. The Defining Issues Test (DIT) telah muncul sebagai instrumen psikometrik yang populer dan reliable untuk mengukur perkembangan moral sebagaimana dideskripsikan oleh Kohlberg (Faisal, 2007). Dalam penelitian ini dipakai Multidimensional Ethics Scale (MES,, sebagai ganti DIT yang digunakan dalam penelitian sebelumnya (Dalimunthe, 2015) untuk mengukur penalaran moral. Menurut Cohen et al. (1996) dalam Faisal (2007) menyatakan berlawanan dengan DIT, MES menyediakan ukuran langsung atas orientasi etikal responden pada sejumlah konstruk moral (1996). Gambar 1. Kerangka Pemikiran Teoritis Variabel Independen Variabel Dependen Pengembangan Hipotesis Park et al. (2005) melakukan penelitian terhadap pegawai pemerintahan Korea Selatan mengenai pengaruh konfusianisme dan kolektivisme terhadap intensi melakukan whistleblowing. Penelitian tersebut memfokuskan pada efek keseluruhan atribut budaya pada kesediaan responden untuk melaporkan kecurangan. Hasil penelitian dari Dalimunthe (2015) menyebutkan efek dari sifat kolektivisme terhadap mahasiswa akuntansi dapat mempengaruhi niat untuk melakukan whistleblowing. Berdasarkan uraian tersebut hipotesis pertama dirumuskan sebagai berikut: H1: Kolektivisme berpengaruh positif terhadap intensi melakukan whistleblowing Penelitian yang dilakukan oleh Taylor dan Curtis (2010), Setiawati dan Sari (2016) yang menyebutkan bahwa komitmen organisasi terhadap organisasi, dapat meningkatkan dedikasi seseorang untuk melakukan pelaporan sampai masalah teratasi. Pegawai yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi di dalam dirinya akan timbul rasa memiliki organisasi (sense of belonging) yang tinggi sehingga ia tidak akan merasa ragu untuk melakukan whistleblowing karena ia yakin tindakan tersebut akan melindungi organisasi dari kehancuran (Bagustianto dan Kholis, 2015). Berdasarkan uraian tersebut hipotesis kedua dirumuskan sebagai berikut: H2: Komitmen Organisasi berpengaruh positif terhadap intensi melakukan whistleblowing. Penelitian Liyanarachchi dan Newdick (2009) menunjukkan bahwa individu yang memiliki tingkat penalaran moral yang lebih tinggi akan melakukan whistleblowing dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat penalaran moral yang lebih rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Dalimunthe (2015) yang menyatakan bahwa Kolektivisme Komitmen Organisasi Intensi Melakukan Whistleblowing Penalaran Moral Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol.8 No.1 Februari 2018 Hal 15 - 25 19 penalaran moral berpengaruh terhadap niat melakukan whisteblowing. Berdasarkan uraian tersebut hipotesis ketiga dirumuskan sebagai berikut: H3: Penalaran moral berpengaruh positif terhadap intensi melakukan Whistleblowing. METODE PENELITIAN Metode Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan Bank BRI Cabang Bengkulu. Dalam penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan metode non probability sampling yaitu purposive sampling. Berdasarkan survey awal yang telah dilakukan peneliti, maka kuesioner akan dikirim sebanyak 60 kuesioner yang akan disebarkan pada 1 cabang dan 9 unit Bank BRI di Kota Bengkulu yang meliputi: Kantor Cabang Bengkulu, Unit Gading Cempaka, Unit Lingkar Timur, Unit Padang Jati, Unit Pagar Dewa, Unit Panorama, Unit Pulau Baai, Unit Ratu Samban, Unit Rawa Makmur, dan Unit Tapak Paderi. Pengukuran dan Definis Operasional Variabel Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang diteliti, maka variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah intensi melakukan whistleblowing sebagai variabel dependen, serta penalaran moral, kolektivisme, dan komitmen organisasi sebagai variabel independen. Intensi untuk melakukan pelaporan (whistleblowing) diukur dengan menggunakan instrumen Taylor dan Curtis (2010). Instrumen ini terdiri dari 5 buah pernyataan dengan pilihan bergerak semakin tinggi melalui organisasi, dimulai dengan 'tidak akan memberitahukan kepada siapapun’ hingga 'akan melaporkan sampai ke tingkat manajemen yang paling tinggi'. Kolektivisme diukur dengan Collectivism Scale dari Singelis et al. (1995). Instrumen ini terdiri dari 11 buah pernyataan dalam kuesioner. Komitmen organisasi mempengaruhi tindakan untuk melakukan whistleblowing diukur dengan menggunakan instrumen Taylor dan Curtis (2010). Instrumen ini terdiri dari 3 buah pernyataan dalam kuesioner. Penalaran moral diukur dengan menggunakan Multidimensional Ethics Scale (MES). Instrumen ini terdiri dari 12 buah pernyataan dalam kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini memodifikasi kuesioner Al-fithrie (2015) dengan menyesuaikan kasus yang berhubungan dengan responden penelitian. Metode Analisis Data Untuk menganalisis pengaruh penalaran moral, koleketivisme, dan komitmen organisasi terhadap intensi melakukan whistleblowing dilakukan analisis regresi linier berganda dengan menggunakan bantuan program komputer yaitu IBM SPSS Statistics 24. Statistik deskriptif adalah statistik yang data yang telah terkumpul sebagaimana adanya, tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generelisasi. Pada penyusunan kuesioner, salah satu kriteria kuesioner yang baik adalah validitas dan reliabilitas kuesioner. Validitas menunjukkan kinerja kuesioner dalam mengukur apa yang diukur, sedangkan reliabilitas menunjukkan bahwa kuesioner tersebut konsisten apabila digunakan untuk mengukur gejala yang sama. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang mempunyai distribusi data normal atau mendekati normal. Penelitian ini menggunakan uji Kolmogrof- PENGARUH KOLEKTIVISME, KOMITMEN ORGANISASI,... Intan dan Fitrawati 20 Simonov (K-S) yang membandingkan nilai probabilitas dengan nilai signifikansinya dan dikatakan normal jika signifikansi berada di atas 0,05. Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui apakah tiap-tiap variabel independen saling berhubungan secara linier. Jika nilai Varian Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1, maka dapat dikatakan terbebas dari multikolinearitas. VIF = 1/tolerance. Semakin tinggi VIF, maka semakin rendah tolerance. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji ini menggunakan metode Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan cara meregresikan antara variabel independen dengan nilai absolut residualnya. Jika nilai signifikansi antara variabel independen dengan absolut residual lebih dari 0,05, maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Apabila koefisien determinasi semakin mendekati angka 1, maka variabel independen semakin mempunyai pengaruh yang kuat dimana 0 ≤ R2 ≤ 1. Nilai (R2) yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Pengujian analisis regresi linear berganda antara variabel dependen (niat melakukan whistleblowing) dengan variabel independen (penalaran moral dan kolektivisme) dengan menggunakan regresi linear berganda, yaitu untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tingkat Pengambilan Kuesioner Dalam penyebaran kuesioner yang dibagikan kepada 1 kantor cabang dan 9 unit Bank BRI di wilayah Kota Bengkulu dilakukan dengan menyebarkan 60 kuesioner. Jumlah kuesioner yang dikembalikan sebanyak 55 kuesioner dengan sedangkan sisanya sebanyak 5 kuesioner. Setelah dilakukan pengecekan pada setiap eksemplarnya, terdapat 3 kuesioner yang tidak mengisi data diri. Sehingga jumlah kuesioner yang dapat digunakan sebagai data penelitian untuk dianalisis lebih lanjut adalah 52 kuesioner. Statistik Deskriptif Data yang ditabulasi adalah sesuai jawaban responden atas pernyataan yang ada dalam kuesioner. Dalam pengolahan data, penyataan-pernyataan tersebut diberi skor yang menunjukkan tingkat setujunya responden dalam memilih jawaban dengan diberi skor dari 1 sampai 5. Statistik Deskriptif Variabel N Kisaran Teoritis Rata-rata Teoritis Kisaran Aktual Rata-rata Aktual Standar Deviasi Min Maks Min Maks Kolektivisme (X1) 52 11 55 33 24 51 29,89 5,38 Komitmen Organisasi (X2) 52 3 15 9 6 15 30,88 4,99 Penalaran Moral (X3) 52 10 50 30 22 43 22,61 7,77 Intensi Melakukan Whistleblowing (Y) 52 9 5 15 11 23 32,98 6,61 Sumber: Data primer diolah, 2017 Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol.8 No.1 Februari 2018 Hal 15 - 25 21 Berdasarkan statistik deskriptif yang telah dijabarkan dalam Tabel 4.2. Variabel kolektivisme memiliki nilai rata-rata teoritis sebesar 33, sedangkan untuk nilai rata-rata aktualnya sebesar 39,81. Artinya bahwa sifat kolektivisme pada Bank BRI sudah baik. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat kolektivisme pada Bank BRI tergolong tinggi, hal ini dikarenakan karyawan Bank BRI lebih mengutamakan tujuan kelompok/organisasi dibandingkan dengan tujuan pribadi. Variabel komiten organisasi memiliki nilai rata-rata teoritis sebesar 9, sedangkan untuk nilai rata-rata aktualnya sebesar 11,96. Artinya bahwa komitmen organisasi pada Bank BRI tergolong tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa karyawan Bank BRI telah memiliki komitmen yang tinggi terhadap Bank BRI. Variabel penalaran moral memiliki nilai rata-rata teoritis sebesar 30, sedangkan untuk nilai rata-rata aktualnya sebesar 33,42. Artinya bahwa penalaran moral pada Bank BRI cukup tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa karyawan Bank BRI memiliki penalaran moral yang cukup tinggi, artinya dalam mengambil suatu keputusan didasari atas prinsip moral yang berlaku di masyarakat Variabel intensi melakukan whistleblowing memiliki nilai rata-rata teoritis sebesar 15, sedangkan untuk nilai rata-rata aktualnya sebesar 18,62. Artinya bahwa intensi melakukan - whistleblowing pada Bank BRI cukup tinggi. Hal ini berarti responden memiliki niat yang tinggi dalam melaporkan kecurangan/penyimpangan dalam organisasi mereka. Uji Kualitas Data Uji kualitas data terdiri dari dua uji, yaitu uji validitas dengan teknik Pearson Correlation dan uji reabilitas dengan teknik Cronbach alpha. Uji tersebut masing-masing untuk mengetahui akurasi dan konsistensi data yang diperoleh. Hasil uji ini disajikan dalam tabel 4.3 berikut: Uji Kualitas Data Variabel Pearson Cronbach's Correlation Alpha Kolektivisme (X1) 0,388*-0,700** 0,799 Komitmen Organisasi (X2) 0,836**-0,944** 0,884 Penalaran Moral (X3) 0,314*-0,697** 0,763 Intensi Melakukan Whistleblowing (Y) 0,463**-0,829** 0,617 Sumber: Data primer diolah, 2017 Dari tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa data kuesioner adalah valid, hal ini bisa dilihat dari nilai pearson correlation yang signifikan. Dari tabel juga ditunjukkan bahwa data kuesioner adalah reliabel, hal ini ditunjukkan dengan nilai alpha > 0,6 (Ghozali, 2009). Uji Asumsi Klasik Hasil Uji Asumsi Klasik Variabel Hasil Persyaratan Keterangan Normalitas 0,071 Sig > 0,05 Distribusi Normal Multikolinearitas (0,929/1,076); (0,974/1,029); (0,954/1,049) Toleransi > 0,1 dan VIF < 10 Bebas Multikolinearitas Heteroskedastisitas 0,163; 0,152; 0,054 Sig > 0,05 Bebas Heteroskedastisitas Sumber : Data primer diolah, 2017 PENGARUH KOLEKTIVISME, KOMITMEN ORGANISASI,... Intan dan Fitrawati 22 Hasil Uji Hipotesis Pengujian determinasi dilakukan untuk mengukur proporsi penurunan variabilitas Y sebagai akibat penggunaan variabel-variabel independen di dalam model regresi. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui atau memperoleh gambaran mengenai pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji ini dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh kolektivisme (X1), komitmen organisasi (X2), penalaran moral (X3), dan intensi melakukan whistleblowing (Y). Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat dalam Tabel berikut ini. Hasil Pengujian Hipotesis Unstandardized Standardized Model Coefficients Coefficients t Sig Keterangan Β Std.Error Beta (Constant) 8,990 2,980 3,017 0,004 Kolektivisme 0,146 0,055 0,328 2,655 0,011 Hipotesis (X1) Diterima Komitmen Hipotesis Organisasi -0,179 0,163 -0,133 -1,101 0,276 Ditolak (X2) Penalaran 0,196 0,060 0,396 3,251 0,002 Hipotesis Moral (X3) Diterima R Square 0,319 Adjusted R 0,277 Square Sumber: Data primer diolah, 2017 Berdasarkan Tabel 4.7 nilai Adjusted R Square sebesar 0,277 berarti bahwa variabel intensi melakukan whistleblowing (Y) dipengaruhi oleh variabel kolektivisme (X1), komitmen organisasi (X2), dan penalaran moral (X3) sebesar 27,7% dan sisanya sebesar 72,3% dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan ke dalam model. Berdasarkan hasil uji regresi linear berganda yang telah dilakukan, dapat di lihat pada Tabel 4.7 diatas, bahwa nilai signifikansi dari variabel kolektivisme adalah 0,011 < 0,05 yang mempunyai makna bahwa kolektivisme berpengaruh positif terhadap intensi melakukan whistleblowing, artinya semakin tinggi sifat kolektivisme karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. Cabang Bengkulu maka intensi melakukan whistleblowing juga akan semakin besar. Oleh karena, hasil hipotesis dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis diterima. Nilai signifikansi dari variabel komitmen organisasi adalah 0,276 > 0,05 yang mempunyai makna bahwa komitmen organisasi tidak berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing, artinya tidak terdapat hubungan antara komitmen organisasi karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. Cabang Bengkulu dan intensi melakukan whistleblowing. Oleh karena, hasil hipotesis dengan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka hipotesis ditolak. Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol.8 No.1 Februari 2018 Hal 15 - 25 23 Nilai signifikansi dari variabel penalaran moral adalah 0,002 < 0,05 yang mempunyai makna bahwa penalaran moral berpengaruh positif terhadap intensi melakukan whistleblowing, artinya semakin tinggi penalaran moral karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. Cabang Bengkulu maka intensi melakukan whistleblowing juga akan semakin meningkat. Oleh karena, hasil hipotesis dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis diterima. Pembahasan Pengaruh Kolektivitsme terhadap Intensi Melakukan Whistleblowing Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis diketahui bahwa kolektivisme berpengaruh terhadap intensi melakukan whislteblowing. Hasil pengujian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Park et al. (2005) dan Dalimunthe (2015) yang menunjukkan bahwa sifat kolektivisme berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing. Hal tersebut menunjukkan hasil penelitian sejalan dengan teori yang digunakan, bahwa semakin baik kolektivisme, maka semakin tinggi niat seseorang untuk melakukan whistleblowing. Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Intensi Melakukan Whistleblowing Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis diketahui bahwa komitmen organisasi tidak berpengaruh terhadap intensi melakukan whislteblowing. Hasil ini kurang sejalan dengan konsep komitmen organisasi yaitu bahwa apabila karyawan berkomitmen kepada organisasi maka ia memiliki niat melakukan whistleblowing. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Taylor dan Curtis (2010), Bagustianto dan Kholis (2015), serta Setiawati dan Sari (2016) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap intensi melakukan whistleblowing. Pengaruh Penalaran Moral terhadap Intensi Melakukan Whistleblowing Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis diketahui bahwa penalaran moral berpengaruh terhadap intensi melakukan whislteblowing. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yakni, Liyanarachchi dan Newdick (2009), dan Dalimunthe (2015) yang menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat penalaran moral individu, maka semakin besar kemungkinan ia melakukan whistleblowing. Hal ini berarti penalaran moral dari individu memiliki peranan penting serta berpengaruh terhadap kecenderungan karyawan untuk melakukan whistleblowing. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan, Kolektivisme memiliki pengaruh positif terhadap intensi melakukan whistleblowing. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan yang bekerja dan berdedikasi terhadap organisasi, akan bertanggung jawab pada reputasi organisasinya sehingga apabila menemukan kecurangan, ia akan memiliki niat untuk melakukan whistleblowing. Komitmen organisasi tidak berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi belum dapat dipastikan untuk melakukan whistleblowing. Penalaran moral memiliki pengaruh positif terhadap intensi melakukan whistleblowing. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki penalaran moral yang tinggi akan berniat untuk melakukan whistleblowing, karena whistleblowing menurutnya memiliki dampak yang baik yaitu untuk meminimalisir kecurangan yang terjadi dalam organisasi tersebut. PENGARUH KOLEKTIVISME, KOMITMEN ORGANISASI,... Intan dan Fitrawati 24 Saran Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut: 1) Pada penelitian mendatang sebaiknya menggunakan teknik random sampling sehingga tingkat generalisasi hasil penelitian lebih tinggi, dan dapat memperluas ruang lingkup penelitian, misalnya pengambilan sampel bisa dilakukan di lebih dari satu bank, sehingga diharapkan hasil dari penelitian selanjutnya dapat lebih meningkat. 2) Perlu dilakukan pengembangan instrumen penelitian, yaitu disesuaikan dengan kondisi dan lingkungan dari obyek yang akan diteliti. Selain itu perlu dilakukan pilot study untuk menjamin bahwa item-item pertanyaan dalam kuesioner dapat dipahami dengan baik oleh responden. Implikasi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat membantu perbankan, khususnya Bank BRI Cabang Bengkulu, dalam merancang strategi untuk meningkatkan intensi whistleblowing karyawannya serta meningkatkan whistleblowing system pada institusinya dengan memperhatikan faktor- faktor yang mempengaruhi intensi whistleblowing. Upaya peningkatan intensi whistleblowing dapat dilakukan misalnya melalui pelatihan etika (ethics training), mengadopsikan sifat kolektivisme dalam kehidupan organisasi melalui budaya perusahaan, dan sosialisasi yang komprehensif mengenai whistleblowing system. Melalui upaya tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan dampak kecurangan yang serius dan meningkatkan respon positif sikap karyawan terhadap whistleblowing. Keterbatasan Penelitian Beberapa keterbatasan yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Pemilihan sampel yang tidak acak. Pemilihan responden non random sampling yaitu dengan pengambilan sampel menurut purposive sampling kemungkinan juga dapat mengurangi kemampuan menggeneralisasikan hasil penelitian. Selain itu, sampel dalam penelitian ini hanya terbatas pada karyawan yang bekerja di Bank BRI Cabang Bengkulu saja. 2) Penelitian ini belum dapat menjelaskan seluruh faktor yang mungkin dapat mempengaruhi intensi melakukan whistleblowing, maka penelitian yang akan datang diharapkan dapat meneliti faktor lain. Jumlah indikator dalam penelitian ini ada yang hanya menggunakan sedikit indikator yaitu variabel komitmen organisasi dan intensi melakukan whistleblowing, sehingga ada kemungkinan karena sedikitnya indikator dalam variabel ini menghasilkan ketidaksignifikanan ketika dilakukan pengujian hipotesis komitmen organisasi terhadap intensi melakukan whistleblowing. DAFTAR PUSTAKA Al-Fithrie, N. L. 2015. Pengaruh Moral Reasoning Dan Ethical Sensitivity Terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi Dengan Gender Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus pada Mahasiswa Akuntansi UNY). Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta. Vol. 3, No. 6 (2015). Ajzen, I. 1991. The Theory of Planned Behavior. In: Organizational Behavior and Human Decision Process. Amherst, MA: Elsevier, 50: 179-211. Dalimunthe, R. N. 2015. Pengaruh Penalaran Moral dan Kolektivisme Terhadap Niat Melakukan Whistleblowing (Studi Empiris Pada Mahasiswa Akuntansi S1 FEB UGM). Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol.8 No.1 Februari 2018 Hal 15 - 25 25 Simposium Nasional Akuntansi 18. Elias, R. 2008. Auditing Students’ Profession Their Relationship to Whistleblowing. Managerial Auditing Journal, 23, 283-294. Faisal, 2007. Investigasi Tekanan Pengaruh Sosial dalam Menjelaskan Hubungan Komitmen dan Moral Reasoning Terhadap Keputusan Auditor. Simposium Nasional Akuntansi 10. 26-28 Juli 2007. Makasar. Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi Keempat. Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro. Hofstede, G., and Hofstede, G. J. 2005. Cultures and organizations: Software of the mind. New York: McGraw Hill. Keraf, A Sonny. 1998. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius. Kohlberg, L. 2006. The Cognitive-Development Approach to Moral Education. Issues in adolescent psychology. New Jersey: Printice Hall, Inc. Kreshastuti, D. K. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Auditor Untuk Melakukan Tindakan Whistleblowing ( Studi Pada Kantor Akuntan Publik Semarang). Jurnal Universitas Diponegoro Semarang, Vol 3, No.2, 1-15. Liyanarachchi, G., and Newdick, C. 2009. The Impact of Moral Reasoning and Retaliation on Whistle-Blowing: New Zealand Evidence. Journal of Business Ethics, 89, 37-57. Merdikawati, R., & Prastiwi, A. 2012. Hubungan Komitmen Profesi dan Sosialisasi Antisipatif Mahasiswa Akuntansi dengan Niat Whistleblowing. Diponegoro Journal Of Accounting: Vol. I, No. 1. Park, H., Rehg, M. T., and Lee, D. 2005. The Influence of Confucian Ethics and Collectivism on Whistleblowing Intentions: A Study of South Korean Public Employees. Journal of Business Ethics, 58, 387-403. Setiawati, L.P dan Sari, M.R. 2016. Profesionalisme, Komitmen Organisasi, Intensitas Moral dan Tindakan Akuntan Melakukan Whistleblowing. Jurrnal Akuntansi Universitas Udayana. Vol. 17. 1, Oktober 2016: 257-282. Singelis, T. M., Triandis, H. C., Bhawuk, D.P.S., Gelfand, M. J. 1995. Horizontal and Vertical Dimensions of Individualism and Collectivism: A Theoretical and Measurement Refinement. Cross-Cultural Research, 29, 240–275. Taylor, E.Z and Mary B. Curtis. 2010. An Examination Of The Layers Workplace Influence In Ethical Judgement: Whistleblowing Likelihood and Perseverance in Public Accounting. Journal of Business Ethics. 93, 21-37. Triandis, H. C. 1995. Individualism and Collectivism. Boulder, CO: Westview. Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.