Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 9, No.3 2019 Hal. 201-218 201 Jurnal Akuntansi DOI : https://doi.org/10.33369/j.akuntansi.9.3.201-218 Vol. 9, No.3 2019 Hal. 201-218 FAKTOR YANG MENENTUKAN (DETERMINAN) AKUNTABILITAS KEUANGAN DANA DESA PASCA PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 Determining Factor Of Financial Accountability Post-Village Implementation Of Law Number 6 Of 2014 Veronika Wiratna Sujarweni1) dan I Made Laut Mertha Jaya2) Universitas Respatih Yogyakarta, D.I.Yogyakarta, Indonesia1) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bisnis dan Perbankan, D.I.Yogyakarta, Indonesia2) ABSTRACT Village existence is very important for national development. Thus, uneven development between the Village and the City can cause many villagers who try their fortune in the city, leaving the village and not returning to the Village. This study was conducted to determine the effect of human resource competence on village financial accountability and the influence of the role of village heads on village financial accountability. The population in this study are all villages in the Sleman Regency. This research uses incidental sampling. The sample size uses the Slovin formula, with a minimum number of respondents of 71 villages. The analysis method uses structural equation modeling (SEM) analysis test. The conclusion of this research is that there is a significant influence between HR competencies on village financial accountability, meaning that if HR competencies are higher, the financial accountability of village funds is more accountable. There is a significant influence between community participation on village financial accountability. The positive effect means that if the community participation is higher, the financial accountability of village funds will be more accountable. There is a significant influence between the role of the village head on the financial accountability of village funds, meaning that if the role of the village head is higher, then the financial accountability of village funds is more accountable. Keywords: Village Fund Accountability and Village Fund Finance. ABSTRAK Desa keberadaannya sangat penting untuk pembangunan nasional. Sehingga, pembangunan yang tidak merata antara Desa dan Kota dapat menyebabkan banyaknya penduduk desa yang mengadu nasib di kota, meninggalkan desa dan tidak mau kembali lagi ke Desa. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh antara kompetensi sumber daya manusia terhadap akuntabilitas keuangan dana desa dan pengaruh antara peran kepala desa terhadap akuntabilitas keuangan desa desa. Pada penelitian ini populasinya adalah semua desa yang ada di wilayah Kabupaten Sleman. Penelitian ini menggunakan sampling incidental. Ukuran sampel menggunakan rumus Slovin, dengan jumlah minimal responden sebanyak 71 desa. Metode analisisnya menggunakan uji analisis structural equation modelling (SEM). Kesimpulan penelitian ini, diantaranya terdapat pengaruh yang signifikan antara kompetensi SDM terhadap akuntabilitas keuangan dana desa, artinya apabila kompetensi SDM semakin tinggi, maka akuntabilitas keuangan dana desa semakin akuntabel. Terdapat pengaruh yang signifikan antara partisipasi masyarakat terhadap akuntabilitas keuangan dana desa. Pengaruhnya positif artinya apabila partisipasi masyarakat semakin tinggi maka akuntabilitas keuangan dana desa semakin akuntabel.Terdapat pengaruh yang signifikan antara peran kepala desa terhadap akuntabilitas keuangan dana desa, artinya apabila peran kepala desa semakin tinggi, maka akuntabilitas keuangan dana desa semakin akuntabel. Kata Kunci: Akuntabilitas Dana Desa dan Keuangan Dana Desa. Corresponding author: mad.jaya@yahoo.com Email addresses for corresponding author: nana_wiratna@yahoo.com1) , mad.jaya@yahoo.com2) First submission received: 20 Oktober 2019 Revised submission received: 07 Desember 2019 Accepted: 28 Desember 2019 https://doi.org/10.33369/j.akuntansi.9.3.201-218 mailto:mad.jaya@yahoo.com mailto:nana_wiratna@yahoo.com mailto:mad.jaya@yahoo.com FAKTOR YANG MENENTUKAN (DETERMINAN) AKUNTABILITAS KEUANGAN DANA DESA PASCA PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 Veronika Wiratna Sujarweni dan I Made Laut Mertha Jaya 202 PENDAHULUAN Desa keberadaannya sangat penting untuk pembangunan nasional. Desa berperan sebagai penghasil utama pertanian, perternakan, dan perkebunan. Sehingga, pembangunan yang tidak merata antara Desa dan Kota dapat menyebabkan banyaknya penduduk desa yang memilih bekerja dan hidup di kota, meninggalkan desa. Di kota, dengan banyaknya pendatang untuk mencari peruntungan akan menimbulkan masalah tersendiri diataranya adalah kemacetan, tata kota yang buruk, dan kepadatan penduduk, kriminalitas yang tinggi, bagi pendatang yang tidak berhasil mengadu nasib di kota akan menjadi masalah sosial untuk kota tersebut. Untuk itu pemerintah berinisiatif untuk mengubah pemikiran masyarakat tentang pedesaan, bahwa desa akan dijadikan pusat perokonomian sendiri untuk warganya, sehingga mereka tidak perlu mencari peruntungan di kota untuk memperbaiki perokonomian. Pembangunan desa menjadi solusi utama, pemerataan pembangunan harus sampai pelosok desa. Pembangunan fisik berupa jalan, irigasi, pengembangan pasar, pembangunan Sumber daya manusia dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat, menggali sumber wisata daerah, sumberdaya sosial yang dapat menguatkan desa sebagai pusat perekonomian warganya. Berdasarkan hal di atas, maka lahirlah UU No 6 tahun 2014. Penerapan Undang-Undang ini menjadi tantangan baru bagi pembangunan di desa dan membawa banyak perubahan bagi desa. UU No 6 tahun 2014 menggantikan UU sebelumnya, yaitu pada masa orde baru UU No. 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan desa pada waktu itu sifatnya lebih menyeragamkan desa baik nama, bentuk, susunan, dan kedudukan pemerintahannya. Proses penyeragaman tentu mengalami beberapa kendala, karena Indonesia sangat beragam dan mengakui serta menghormati hak asal-usul daerah yang bersifat istimewa. Kondisi ini juga terjadi pada Era Reformasi. Desa masih belum memiliki privilege untuk mengatur dirinya sendiri. UU No 22 tentang Otonomi Daerah yang direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang sebagian besar masih sama dalam hal pengaturan desa, terutama cara kerja Pemerintah Desa. Sehingga, hal ini membuat pemerintahan desa cenderung lebih mengutamakan mengerjakan ‘tugas pembantuan’ dari pemerintah di atasnya (dari kabupaten misalnya) dibandingkan dengan membangun tata kelola desa yang lebih demokratis dari diri mereka sendiri. Undang-Undang yang baru saja dikeluarkan tentang Desa pada tahun 2014 yaitu, Undang–Undang No. 6 Tahun 2014. Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa setiap desa mulai tahun 2015 akan memperoleh dana sebesar 10% dari APBN. Dana tersebut akan langsung disalurkan kepada semua desa di Indonesia. Akan tetapi, jumlah nominal yang diberikan kepada masing–masing desa berbeda tergantung dari geografis desa, jumlah penduduk, dan angka kematiannya. Undang-Undang desa tersebut merupakan salah satu komitmen besar untuk mendorong perluasan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Untuk itu, diperlukan pembangunan sampai ke desa-desa, agar tidak ada lagi desa yang tertinggal. Harapan lainnya yaitu dapat menjadi salah satu lompatan sejarah sebagai proses pembangunan di Indonesia yang sedang berlangsung saat ini. Undang-Undang desa dapat menjadi salah satu komitmen program yang berpihak pada rakyat sebagai dasar pembangunan 10 tahun terakhir. Undang-Undang ini juga akan memperjelas keberadaan Kepala desa sebagai pimpinan yang bertanggung jawab dengan dana desa, yang berisi tentang segala wewenang, masa jabataan yang bertambah, serta penghasilannya. Fenomena mengenai dana desa yang dikucurkan langsung oleh pemerintah pusat kepada desa melalui 3 tahap ini, sarat dengan kasus-kasus hukum yang menjerat para kepala desa. Menurut harian suara pembaharuan 6 Februari 2018 memberitakan bahwa Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai aktor utama yang terjerat dalam kasus penyalahgunaan dana desa adalah para kepala desa (kades). Dari hasil pantauan ICW per Agustus 2017, kades yang Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 9, No.3 2019 Hal. 201-218 203 menjadi aktor utama penyalahgunaan dana desa mencapai 112 orang. Jumlahnya meningkat sejak tahun 2015 yang terjerat ada sebanyak 15 orang, meningkat tahun 2016 menjadi 32 orang, dan 2017 meningkat lagi menjadi 65 orang. Pelakunya tidak seluruhnya kades ada 32 orang perangkat desa dan 3 orang keluarga dari kades (ICW, 2017). Selain itu, berdasarkan Sindonews.com 23 Juli 2018 Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman juga membidik tiga kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman salah satunya berhubungan dengan pengelolaan keuangan desa, dimana terdapat penyimpangan dana Desa Banyurejo. Menurut Harian Suara Mereka 1 Agustus 2018 Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman masih melakukan penyidikan atas kasus dugaan korupsi dana desa di Desa Banyurejo, Kecamatan Tempel tahun anggaran 2015-2017. Berdasarkan hitungan internal yang dilakukan pihak kejaksaan, dugaan kerugian negara dalam perkara ini ditaksir sekitar Rp 800 juta. Penelusuran di Desa Banyurejo didapati temuan pengelolaan keuangan tanpa melibatkan perangkat desa melainkan dikelola sendiri oleh oknum kepala desa. Yulianta selaku kepala desa juga tidak menampik adanya kemungkinan proyek fiktif. Dugaan penyelewengan dana desa ini muncul berdasar temuan BPKP yang mendapati dana desa di Desa Banyurejo dikelola tanpa melalui pembukuan bendahara desa. Disebutkan, catatan pengelolaan dana tersebut mulai tahun 2015 hingga 2017 di pembukuan kosong, serta tidak ada bukti pemasukan maupun pengeluaran. Mengacu regulasi, dana tersebut seharusnya ditransfer ke rekening kas desa melalui bendahara. Namun, berdasar keterangan awal, disinyalir sebagian pencairan dana desa diterima langsung oleh kades tanpa melewati jalur bendahara. Sampai saat ini, penyidik telah memeriksa setidaknya 15 orang saksi dari kalangan aparat pemerintah Desa Banyurejo, Pemkab Sleman, dan warga. Menurut BBC News 30 Agustus 2018 Alasan terbesar penyelewengan dana desa ini adalah akibat kurangnya kemampuan aparat desa terkait perencanaan. Jumlah pendapatan yang diterima desa menimbulkan kekhawatiran mengenai kesiapan desa dalam mengelola dana tersebut, dalam hal ini akuntabilitas menjadi penting dalam mengelola keuangan desa. Akuntabilitas dimaksudkan untuk memastikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta menjembatani kesenjangan antara masyarakat dengan pemerintah (Aucoin dan Heintzmen, 2000). Dalam membangun kepercayaan tersebut, organisasi sektor publik harus membangun akuntabilitasnya atas dasar harapan para prinsipal, bukan demi kepentingan agen semata (Randa dan Daromes, 2014). Akuntabilitas juga dimaksudkan sebagai mekanisme pertanggungjawaban atas kinerja pejabat publik yang dijabarkan melalui tindakan yang sesuai dengan peraturan dan perilaku etis (Mulgan 2000). Akuntabilitas bukan sekadar pertanggungjawaban keuangan secara formal suatu organisasi, tetapi merupakan pertanggungjawaban yang meliputi kepatuhan pada peraturan, lingkungan organisasi, masyarakat, dan pemerintah (Patton, 1992). Mardiasmo (2009) menjelaskan bahwa akuntabilitas publik sebagai suatu kewajiban bagi pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan laporan pertanggungjawaban, tentang segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal). Akuntabilitas publik terdiri dari dua (2) macam, yaitu: 1) pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi (akuntabilitas vertikal), dan 2) pertanggungjawaban kepada masyarakat luas (akuntabilitas horizontal) (Mardiasmo, 2009). Pengelolaan keuangan desa menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113 Tahun 2014 adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. Namun, cita-cita untuk mewujudkan akuntabilitas pengelolan keuangan desa tidak semudah membalikkan telapak tangan. Berdasarkan Laporan Kajian Sistem Pengelolaan Keuangan Desa bulan Juni 2017 menyatakan bahwa Alokasi Dana Desa dan Dana Desa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan di lima sampel pada tahun 2015, yaitu FAKTOR YANG MENENTUKAN (DETERMINAN) AKUNTABILITAS KEUANGAN DANA DESA PASCA PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 Veronika Wiratna Sujarweni dan I Made Laut Mertha Jaya 204 Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah, kabupaten Kampar Provinsi Riau, Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah, diperoleh hasil bahwa akuntabilitas keuangan di desa masih rendah. KPK menemukan sejumlah temuan yang mengakibatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa di kelima sampel tersebut rendah. Temuan tersebut adalah potensi masalah regulasi, tata laksana, pengawasan, dan SDM. Sehingga, kemampuan administratif merupakan salah satu komponen penting dalam melaksanakan pemerintahan (Farazmand, 2009). Pemerintahan yang kemampuan administratifnya lemah, biasanya mengalami masalah dalam pengelolaan keuangannya (Hughes et. al., 2004). Nurjaman (2015) menyatakan keberhasilan pembangunan desa dipengaruhi sejumlah faktor, seperti kapasitas perangkat desa, partisipasi masyarakatnya, serta kepemimpinan dari kepala desa. Terdapat keterkaitan antara faktor sumber daya manusia dengan penguatan program alokasi dana desa (Tuan, 2009). Sehingga, untuk mengelola dana desa diperlukan seorang aparat pemerintah yang memiliki kemampuan serta bertanggung jawab mengelola dana tersebut (Fajri et. al., 2014). Faktor yang menjadi penghambat pengelolaan keuangan desa adalah terbatasnya kemampuan aparatur pemerintahan desa dan lemahnya kinerja pengelolaan keuangan desa (Diansari, 2013). Berdasarkan penelitian Ekasari dan Ivan (2017) menyimpulkan bahwa variabel kompetensi sumber daya manusia berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan alokasi dana desa. Sebagai pemimpin pemerintahan di tingkat yang paling bawah, kepala desa mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengarahkan dan memimpin perangkat desa serta masyarakat di desa menuju keberhasilan pembangunan baik secara moral maupun material. Namun, sampai saat ini sebagian masyarakat masih menganggap bahwa pemerintah desa dinilai masih belum dapat melayani kebutuhan masyarakat secara optimal. Hal ini dikarenakan kepala desa dalam memimpin penyelengaraan pemerintah desa dirasa kurang tegas berkaitan dengan disiplin kerja bagi para perangkat desanya. Oleh sebab itu, sejalan dengan meningkatnya tuntutan akan hak–hak yang harus diterima oleh masyarakat, maka kinerja pemerintah desa juga semakin banyak mendapatkan sorotan dari lembaga formal yang menjadi instansi atasnya. Penelitian yang dilakukan oleh Neny (2017) tentang peran perangkat desa dalam akuntabilitas pengelolaan keuangan desa, juga menyimpulkan bahwa perangkat desa sangat berperan dalam pengelolaan keuangan desa dan secara keseluruhan pelaksanaan pengelolaan keuangan desa sesuai dengan Permendagri No. 113 Tahun 2014. Berdasarkan uraian di atas, maka diperoleh beberapa rumusan, tentang pengaruh antara kompetensi sumber daya manusia terhadap akuntabilitas keuangan dana desa dan pengaruh antara peran kepala desa terhadap akuntabilitas keuangan desa desa. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Landasan Teori Desentralization Theory Oates menyebutkan bahwa efisiensi ekonomi secara mendasar dapat ditingkatkan melalui delegasi dalam bentuk desentralisasi fiskal kepada pemerintah level terendah, sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan pertumbuhan ekonomi baik pada tingkat nasional dan regional (Oates, 2006). Pelayanan publik paling efisien jika diselenggarakan ditingkatan terdekat, yaitu dengan masyarakat, karena pemerintah lokal sangat memahami kebutuhan masyarakatnya dan efisien dalam penggunaan dananya. Selain hal tersebut persaingan antar daerah juga dapat meningkatkan inovasi (Oates, 2006). Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 9, No.3 2019 Hal. 201-218 205 StewardshipTheory Teori stewardship diperkenalkan sebagai teori yang berdasarkan tingkah laku, perilaku manusia (behavior), pola manusia (model of man), mekanisme psikologis (motivasi, identifikasi dan kekuasaan) dalam sebuah organisasi yang mempraktikan kepemimpinan sebagai aspek yang memainkan peranan penting bagi sebuah pencapaian tujuan (Ikhsan dan Suprapto, 2008: 84). Stewardship (suatu sikap melayani), merupakan suatu pandangan baru tentang mengelola dan menjalankan organisasi yang bergeser dari konsep kepemimpinan dan manajemen yang mengendalikan (control) dan mengarahkan, ke arah konsep pengaturan, kemitraan, dan kepemilikan secara bersama oleh anggota organisasi, yang merasa organisasi menjadi sesuatu miliknya ataupun satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari diri sendiri. Berdasarkan teori stewardship, maka diasumsikan bahwa pemerintah desa dianggap sebagai pengelola yang meluruskan tujuan sesuai dengan tujuan pemerintah daerah dan pemerintah pusat serta keinginan dan kebutuhan masyarakat selaku principal. Pemerintah desa akan berperilaku sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh perundang-undangan, namun ketika terjadi benturan antara kepentingan dua pihak tersebut, maka pemerintah desa sebagai Steward akan berusaha bekerja sama dari pada menentangnya. Hal ini dikarenakan pemerintah desa merasa kepentingan bersama menjadi lebih utama dan berperilaku sesuai dengan aturan pemerintah daerah dan pusat serta sesuai keinginan dan kebutuhan masyarakat merupakan pertimbangan yang rasional karena pemerintah desa lebih melihat pada usaha untuk mencapai tujuan organisasi dan bukan pada tujuan individu. Teori Akuntabilitas Menurut Mardiasmo (2009), akuntabilitas publik diartikan sebagai suatu kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Beberapa tipe akuntabilitas menurut Mardiasmo (2009), yaitu: 1. Akuntabilitas Vertikal / Internal (vertical accountability) Akuntabilitas Vertikal adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit pengelolaan dana kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah dan kepada pemerintah pusat. 2. Akuntabilitas Horizontal / Eksternal (horizontal accountability) Pertanggungjawaban Horisontal yaitu pertanggungjawaban kepada masyarakat luas. Peran Kepala Desa Menurut UU RI No 6 Tahun 2014, Kepala desa adalah pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain yang dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Kepala desa bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Peran Kepala Desa menurut pendapat Tjokroamidjojo (2000), diantaranya: 1. Peran Kepala Desa sebagai motivator Sebagai pendorong dan pemberi semangat kepada masyarakat setempat, agar agar ikut melakukan tindakantindakan yang positif, sehingga apa yang diharapkan dapat lebih berkembang dan suatu saat dapat menjadi penopang perekonomian yang ada 2. Peran Kepala Desa sebagai Fasilitator Orang yang memberikan bantuan dan menjadi nara sumber yang baik untuk berbagai permasalahan serta memfailitasi kegiatan-kegiatan pembangunan desa memberikan kemudahan dan kelancaran dalam proses pembangunan sehingga program pembangunan desa dapat berjalan dengan baik. 3. Peran Kepala Desa sebagai Mobilisiator FAKTOR YANG MENENTUKAN (DETERMINAN) AKUNTABILITAS KEUANGAN DANA DESA PASCA PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 Veronika Wiratna Sujarweni dan I Made Laut Mertha Jaya 206 Orang yang mengarahkan atau menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan sebuah pembangunan guna untuk kepentingan bersama. Jadi kepala desa sebagai mobilisator yaitu kepala desa menggerakkan atau mengajak masyarakat untuk bersama- sama melakukan tindakan yang nyata untuk membangun desa, misalanya melakukan gotong royong, memperbaiki tempat ibadah, serta memperbaiki tempat-tempat umum lainya. Pelaporan Dana Desa Kepala Desa wajib menyampaikan laporan realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa setiap tahap kepada bupati/walikota. Laporan realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa, terdiri atas: 1. Laporan realisasi penyerapan Dana Desa dan capaian output tahun anggaran sebelumnya; dan 2. Laporan realisasi penyerapan Dana Desa dan capaian output tahap I. Selanjutnya, Bupati/walikota menyampaikan laporan realisasi penyaluran dan laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa kepada Kepala KPPN dengan tembusan kepada gubernur, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Laporan realisasi penyaluran dan laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa terdiri atas : 1. Laporan realisasi penyaluran dan laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa tahun anggaran sebelumnya ; dan 2. Laporan realisasi penyaluran dan laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa tahap I. Sedangkan, untuk laporan Penggunaan Dana Desa diatur dalam Permenkeu Nomor 49/PMK.07/2016 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu, diantaranya Baiq (2018) yang berjudul Factors affecting of village financial management and its implications for stakeholders trust (Studi di desa Lombok tengah Indonesia). Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara SDM, dan partisipasi publik terhadap pengelolaan keuangan. Namun, tidak terdapat pengaruh komitmen organisasi terhadap pengelolaan keuangan desa. Saputra, (2016) yang berjudul Efektivitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa Pada Desa Lembean Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli Tahun 2009-2014. Hasilnya menunjukkan bahwa Efektivitas pengelolaan alokasi dana desa dari tahun 2009-2014 sudah berada dalam kategori efektif. Tingkat efektivitas pengelolaan alokasi dana desa pada Desa Lembean yaitu tahun 2009 (98,98%), 2010 (100%), 2011 (100%), 2012 (98,24%), 2013 (100%), dan 2014 (99,57%). Namun, hambatan yang dialami dalam merealisasi alokasi dana desa pada Desa Lembean, yaitu tingkat pemahaman masyarakat terhadap ADD yang masih kurang, miss komunikasi, dan pencairan alokasi dana desa yang terlambat. Untuk itu, guna menanggulangi hambatan dalam merealisasi alokasi dana desa dapat dilakukan dengan pelatihan bagi para staf desa agar dapat secara mandiri, baik dan benar dalam memahami pengalokasian dan pertanggung jawaban dana desa. Simangunsong dan Wicaksono (2017) Evaluasi Pengelolaan Dana Desa di Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua (Studi Kasus di Desa Pasir Putih, Kabupaten Yapen Selatan). Hasilnya menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia aparat Desa Pasir Putih tidak memadai dibandingkan dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya. Selain itu, Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 9, No.3 2019 Hal. 201-218 207 pendapatan Desa Kampung Putih pada tahun 2015 hanya berasal dari dana desa dan partisipasi masyarakat masih sangat rendah. Hipotesis Penelitian Hubungan Kompetensi Sumber daya manusia terhadap akuntabilitas keuangan Dana Desa Dalam kajiannya yang dilakukan sejak Januari 2015, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat 14 potensi penyelewengan dana desa yang meliputi aspek regulasi dan kelembagaan, tata laksana, pengawasan, dan sumber daya manusia (www.kpk.go.id). Penelitian Ekasari dan Ivan (2017) menyatakan bahwa variabel kompetensi sumber daya manusia berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan alokasi dana desa. Hasil tersebut sama dengan penelitiannya Baiq (2018) dimana variabel kompetensi sumber daya manusia berpengaruh signifikan terhadap pengelolaan keuangan. Sehingga, hipotesis yang diajukan sebagai berikut: H1 : Ada pengaruh antara kompetensi sumber daya manusia terhadap akuntabilitas keuangan dana desa Hubungan Partisipasi Masyarakat Terhadap Akuntabiliatas Keuangan Dana Desa Teori keagenan pada sektor publik menjelaskan tentang masyarakat sebagai prinsipal dalam hubungan keagenan mempunyai hak untuk mendapatkan pertanggungjawaban dari pengelolaan dana publik yang dilakukan oleh agen. Dalam pengelolaan keuangan desa, partisipasi masyarakat dapat meningkatkan pembangunan desa. Pembangunan masyarakat desa adalah gerakan pembangunan yang didasarkan pada peran serta masyarakat. Atas dasar itu, maka kesadaran dan peran serta masyarakat perlu ditingkatkan, sehingga partisipasi masyarakat dalam pembangunan dirasakan sebagai suatu kewajiban bersama (Umboh, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Ekasari dan Ivan (2017) juga menyimpulkan bahwa variabel partisipasi anggaran berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan alokasi dana desa. Niluh Ayu (2017) juga menunjukkan bahwa variabel partisipasi masyarakat berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan dana desa. Hipotesis yang diajukan sebagai berikut: H2 : Ada pengaruh antara partisipasi masyarakat terhadap akuntabilitas keuangan dana desa Hubungan Peran Kepala Desa Terhadap Akuntabiliatas Keuangan Dana Desa Banyaknya kasus korupsi yang dilakukan oleh kepala desa pasca diterbitkannya UU No 6 tahun 2014 serta adanya kenaikan tingkat kemiskinan dari tahun 2013 sampai 2017 mengindikasikan ada hubungan antara peran perangkat desa dengan akuntabilitas keuangan dana desa dimana kepala desa tersebut memimpin. Penelitian yang dilakukan oleh Neny (2017) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara peran kepala desa terhadap kinerja aparatur pemerintahan desa. Sehingga, hipotesis yang diajukan sebagai berikut: H3 : Ada pengaruh antara peran kepala desa terhadap akuntabilitas keuangan dana desa Kerangka Berpikir Penelitian Berdasarkan uraian hipotesis sebelumnya, maka selanjutnya dibuat kerangka berpikir sebagai berikut. FAKTOR YANG MENENTUKAN (DETERMINAN) AKUNTABILITAS KEUANGAN DANA DESA PASCA PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 Veronika Wiratna Sujarweni dan I Made Laut Mertha Jaya 208 Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah semua desa yang ada di wilayah Sleman Yogyakarta. Menurut data BPS jumlah desa di wilayah DIY sebagai berikut: Tabel 1. Jumlah Desa di D.I.Yogyakarta No. Kabupaten/Kota Kec. Desa Kel. 1 Kabupaten Kulon Progo 12 87 1 2 Kabupaten Bantul 17 75 - 3 Kabupaten Gunungkidul 18 144 - 4 Kabupaten Sleman 17 86 - 5 Kota Yogyakarta 14 - 45 Daerah Istimewa Yogyakarta 78 392 46 Sumber data: Kemendagri Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintah. Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang digunakan untuk penelitian. Penelitian ini menggunakan sampling incidental yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan yang bersedia mengisi kuisioner dan cocok sebagai sumber data. Jumlah anggota sampel sering dinyatakan dengan ukuran sampel. Jumlah sampel yang diharapkan 100% mewakili populasi adalah jumlah anggota populasi itu sendiri. Untuk menentukan ukuran sample menggunakan rumus Slovin adalah sebagai berikut: n = N 1 + (N x e2) Dimana : n = Ukuran sampel N = Populasi e = Prosentasi kelonggaran ketidakterikatan karena kesalahan pengambilan sampel yang masih diinginkan Jumlah populasi Desa di Sleman ada 86, maka jumlah sampel minimal adalah n = 86 1 + (86 x 0,052) = 70,78 atau 71 Jadi, jumlah minimal responden adalah 71 desa. Setiap desa terdiri dari kepala desa, sekertaris desa, kaur keuangan, BPD, masyarakat untuk mendapatkan informasi horizontal. Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 9, No.3 2019 Hal. 201-218 209 Sedangkan, untuk mendapatkan informasi vertikal yaitu camat di kecamatan dimana desa tersebut bernaung. Untuk responden masyarakat menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria, yaitu masyarakat yang aktif di setiap kegiatan desa. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer. Peneliti dengan data primer dapat mengumpulkan data sesuai dengan yang diinginkan, karena data yang tidak relevan dengan tujuan penelitian dapat dieliminir atau setidaknya dikurangi, untuk mengumpulkan data primer menggunakan kuisioner berdasarkan indikator sebagai berikut : Tabel 2. Indikator Pengukuran Variabel Penelitian Variabel Dimensi Pengukuran Skala Kompetensi Sumber daya manusia (X1) Pengetahuan Skala Likert Keahlian Sikap Partisipasi masyarakat (X2) Pengambilan keputusan Skala Likert Pelaksanaan Pengambilan manfaat Evaluasi. Peran Kepala Desa (X3) Motivator Skala Likert Fasilitator Mobilisator Akuntabilitas Keuangan Dana Desa (Y) Akuntabilitas Finansial Skala Likert Teknik Analisis Data Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Hasil uji menunjukkan bahwa seluruh koefisien bobot factor yang distandarkan (standardized loading factor) seluruhnya sudah lebih dari cut off value yang diisyaratkan. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing indikator telah memiliki validitas dan reliabilitas yang memadai untuk mengukur kontrak yang digunakan dalam penelitian. Uji Statistik Deskriptif Statistik deskriptif dalam penelitian pada dasarnya merupakan proses transformasi data penelitian dalam bentuk tabulasi sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan. Tabulasi menyajikan ringkasan, pengaturan atau penyusunan data dalam bentuk nilai maksimal, nilai minimal, nilai rata-rata, nilai standar deviasi. Uji ini digunakan untuk mengetahui gambaran karakteristik responden dan variabel penelitian. Untuk mengubah skor rata-rata menjadi nilai dengan kriteria, maka data yang mula-mula berupa skor, diubah menjadi data kualitatif (data interval) dengan skala empat. Menurut Djemari Mardapi (2008) acuan pengubahan skor menjadi skala empat dapat dilihat pada tabel berikut ini: FAKTOR YANG MENENTUKAN (DETERMINAN) AKUNTABILITAS KEUANGAN DANA DESA PASCA PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 Veronika Wiratna Sujarweni dan I Made Laut Mertha Jaya 210 Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusinormal. Dalam uji normalitas, data dapat dikatakan berdistribusi normal apabila P-Value Skewness dan Kurtosis > 0,05. Normalitas menunjukkan hasil pengujian normalitas untuk semua variabel. Evaluasi Goodnes Of Fit Hasil uji kesesuaian model mengindikasikan model fit dengan data. Hal ini terlihat dari kriteria berikut ini : Untuk Chi-Square (p value) Chi-Square (p value) > 0,05 model fit Chi-Square (p value) < 0,05 model fit Untuk RMSEA RMSEA <= 0,08 model fit RMSEA > 0,08 model tidak fit Untuk p-value p-value > 0,05 model fit p-value < 0,05 model tidak fit Untuk GFI GFI > 0,90 model fit GFI < 0,90 model tidak fit Untuk AGFI AGFI > 0,90 model fit AGFI < 0,90 model tidak fit Untuk NFI NFI > 0,90 model fit NFI < 0,90 model tidak fit Uji Regresi Linier Berganda Setelah memenuhi uji valididtas reliabilitas, uji normalitas, uji asumsi klasik, data dapat dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier berganda. Teknik analisis ini diproses dengan bantuan program LISREL 8.0 dengan persamaan sebagai berikut: Persamaan regresi linier berganda pertama Y = α +β1X1+ β2X2+β3X3 + e Keterangan : Y = Akuntabilitas pengelolaan keuangan α = Konstanta β1- β3= Koefisien regresi X1 = Kompetensi sumber daya manusia X2 = Partisipasi masyarakat X3 = Peran kepala desa e = Error term Uji Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t) Uji t adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel bebas terhadap variabel terkait secara parsial. Taraf signifikansi 5%. H0 : tidak ada pengaruh antara variable x terhadap variable y Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 9, No.3 2019 Hal. 201-218 211 Ha : ada pengaruh antara variable X terhadap variabel Y Kriteria: T-value > 1,96 Signifikan T-value < 1,96 Tidak signifikan Analisis Koefisien Determinasi (𝑹𝟐) Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan variabel-variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi (R2) adalah antara nol dan satu. Jika nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas. Jika koefisien determinasi sama dengan nol, maka variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Jika besarnya koefisien determinasi mendekati angka 1, maka variabel independen berpengaruh sempurna terhadap variabel dependen. Dengan menggunakan model ini, maka kesalahan penganggu diusahakan minimum, sehingga R2 mendekati 1, dan perkiraan regresinya akan lebih mendekati keadaan yang sebenarnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang dikumpulkan akan dianalisis untuk membuktikan pengaruh kompetensi SDM, partisipasi masyarakat, peran kepala desa terhadap akuntabilitas keuangan dana desa. Data penelitian yang sudah terkumpul yang berasal dari kuesioner yang telah diisi oleh responden harus dilakukan uji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu. Agar, data yang diperoleh tersebut benar-benar andal, sehingga hasil penelitian dapat dipertanggung jawabkan. Hasil Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengetahui ketepatan atau ketelitian suatu alat ukur dalam mengukur apa yang sedang diukur. Dalam pengertian yang mudah dipahami, uji validitas adalah uji yang bertujuan untuk menilai apakah seperangkat alat ukur sudah tepat mengukur apa yang seharusnya diukur. Kriterianya sebagai berikut : Standarized > 0,40 maka valid Standarized < 0,40 maka tidak valid Atau T –value > 1,96 maka valid T-value < 1,96 maka tidak valid Hasil yang diperoleh dimasukan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 2. Hasil Uji Validitas No Variabel Indikator Loading > 0.4 (standarized) Loading >1,96 T- value Keputusan 1 X1 X11 0,86 18,20 Valid X12 0,94 20,92 Valid X13 0,84 17,61 Valid 2 X2 X21 0,60 10,56 Valid X22 0,77 14,24 Valid X23 0,68 12,24 Valid X24 0,74 13,57 Valid 3 X3 X31 0,91 20,39 Valid FAKTOR YANG MENENTUKAN (DETERMINAN) AKUNTABILITAS KEUANGAN DANA DESA PASCA PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 Veronika Wiratna Sujarweni dan I Made Laut Mertha Jaya 212 No Variabel Indikator Loading > 0.4 (standarized) Loading >1,96 T- value Keputusan X32 0,95 21,75 Valid X33 0,89 19,47 Valid 4 Y Y11 0,85 - Valid Y12 0,92 20,45 Valid Y13 0,88 19,27 Valid Gambar 2. Hasil Uji Validitas 2. Hasil Uji Realibilitas Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Teknik yang digunakan dalam pengukuran reliabilitas ini adalah teknik cronbach alpha. Suatu variabel dikatakan reliabel jika nilai cronbach alpha lebih besar dari 0.07 (Sujarweni, 2018). Tabel 3. Hasil Uji Reliabilitas Indikator CR > 0,70 Keputusan X1 0.80 Reliabel X2 0.73 Reliabel X3 0.85 Reliabel Y 0.80 Reliabel Hasil uji validitas menunjukkan bahwa seluruh item pertanyaan dalam kuesioner mempunyai nilai cronbach alpha CR > 0,70. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa semua variabel yang digunakan pada penelitian ini telah reliabel. Hasil Uji Statistik Deskriptif Berikut ini hasil uji statistik deskriptif responden berdasarkan jenis kelamin, jabatan dan umur. Tabel 4. Hasil Uji Deskriptif Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Pria 264 88.0 88.0 88.0 Wanita 36 12.0 12.0 100.0 Total 300 100.0 100.0 Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 9, No.3 2019 Hal. 201-218 213 Tabel 5. Hasil Uji Deskriptif Karakteristik Responden berdasarkan jabatan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Kepala desa 50 16.7 16.7 16.7 Sekertaris desa 50 16.7 16.7 33.3 Bendahara 50 16.7 16.7 50.0 BPD 50 16.7 16.7 66.7 Kecamatan 50 16.7 16.7 83.3 Masyarakat 50 16.7 16.7 100.0 Total 300 100.0 100.0 Tabel 6. Hasil Uji Deskriptif Karakteristik Responden berdasarkan umur Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 31-40 tahun 26 8.7 8.7 8.7 41-50 tahun 134 44.7 44.7 53.3 51-60 tahun 112 37.3 37.3 90.7 >60 tahun 28 9.3 9.3 100.0 Total 300 100.0 100.0 Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif, diperoleh hasil bahwa jumlah responden sebanyak 300 orang, lebih didominasi oleh responden pria sebanyak 264 orang. Jumlah responden tersebut juga dibagi rata berdasarkan jabatannya, peneliti mengambil sampelnya secara sama, sebanyak 50 orang di setiap wilayah di D.I.Yogyakarta. Selain itu, jumlah responden juga didominasi paling banyak di usia produktif yaitu 41-50 tahun sebanyak 134 orang responden. Hasil ini menunjukkan bahwa struktural organisasi di pemerintahan desa masih didominasi oleh kaum produktif tua yang mulai memasuki usia pensiun. Sedangkan, perangkat desa yang tergolong di usia 31-40 tahun sebanyak 26 orang. Hasil Uji Normalitas Dalam uji normalitas di atas, data dapat dikatakan berdistribusi normal apabila P-Value Skewness dan Kurtosis > 0,05. Normalitas menunjukkan hasil pengujian normalitas untuk semua variabel / uji normalitas Multivariate. Berdasarkan hasil output di atas dapat dilihat bahwa variabel memenuhi normalitas. Evaluasi Goodnes of fit Hasil uji kesesuaian model mengindikasikan model fit dengan data. Berikut ini hasil ujinya. Tabel 7. Hasil uji Evaluasi Goodnes of fit Goodness of fit Hasil Keputusan Chi-Square (p-value) 0,065 Fit RMSEA 0,069 Fit FAKTOR YANG MENENTUKAN (DETERMINAN) AKUNTABILITAS KEUANGAN DANA DESA PASCA PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 Veronika Wiratna Sujarweni dan I Made Laut Mertha Jaya 214 Goodness of fit Hasil Keputusan p-value 0,000 Fit GFI 0,93 Fit AGFI 0,91 Fit NFI 0,97 Fit Dasar pengambilan kesimpulannya, didasarkan pada beberapa kriteria berikut ini. Untuk Chi-Square (p value) Chi-Square (p value) > 0,05 model fit Chi-Square (p value) < 0,05 model fit Untuk RMSEA RMSEA <= 0,08 model fit RMSEA > 0,08 model tidak fit Untuk p-value p-value > 0,05 model fit p-value < 0,05 model tidak fit Untuk GFI GFI > 0,90 model fit GFI < 0,90 model tidak fit Untuk AGFI AGFI > 0,90 model fit AGFI < 0,90 model tidak fit Untuk NFI NFI > 0,90 model fit NFI < 0,90 model tidak fit Sehingga, berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan menyimpulkan bahwa semua memenuhi goodness of fit. Hasil Uji Hipotesis Analisis data dilakukan dengan menggunakan pengujian untuk menjawab pengaruh kompetensi SDM, Partisipasi masyarakat, peran kepala desa terhadap akuntabilitas keuangan dana desa. Gambar 3. Hasil Uji Hipotesis Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 9, No.3 2019 Hal. 201-218 215 Kriteria: T-value > 1,96 Signifikan T-value < 1,96 Tidak signifikan Berdasarkan hasil uji, maka diperoleh persamaan model sebagai berikut. Y= 0,18*X1+0,17*X2+0,27*X3, Errorvar = 0,72 ; R 2 =0,28 (0,088) (0,087) (0,069) (0,083) 2,07 1,97 3,89 8,64 Dari perhitungan regresi linier berganda dengan menggunakan program IBM SPSS for windows, maka didapat hasil sebagai berikut : Y= 0,18*X1+0,17*X2+0,27*X3, Errorvar = 0,72 ; R 2 =0,28 Dari persamaan tersebut di atas dapat dijelaskan : 1. Hipotesis 1 menyebutkan bahwa variabel kompetensi SDM (X1) merupakan variabel yang diduga berpengaruh terhadap akuntabilitas keuangan dana desa. Hasil pengujian hipotesis diperoleh nilai thitung sebesar 2,07. Dengan demikian thitung berada pada daerah H0 ditolak dan Ha diterima, maka angka tersebut menunjukkan nilai yang signifikan yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara kompetensi SDM terhadap akuntabilitas keuangan dana desa. Pengaruhnya positif artinya apabila kompetensi SDM semakin tinggi maka akuntabilitas keuangan dana desa semakin akuntabel. Pernyataan H1 diterima. 2. Hipotesis 2 menyebutkan bahwa variabel partisipasi masyarakat (X2) merupakan variabel yang diduga berpengaruh terhadap akuntabilitas keuangan dana desa. Hasil pengujian hipotesis diperoleh nilai thitung sebesar 1,97. Dengan demikian thitung berada pada daerah H0 ditolak dan Ha diterima, maka angka tersebut menunjukkan nilai yang signifikan yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara partisipasi masyarakat terhadap akuntabilitas keuangan dana desa. Pengaruhnya positif artinya apabila partisipasi masyarakat semakin tinggi maka akuntabilitas keuangan dana desa semakin akuntabel. Pernyataan H2 diterima. 3. Hipotesis 3 menyebutkan bahwa variabel peran kepala desa (X3) merupakan variabel yang diduga berpengaruh terhadap akuntabilitas keuangan dana desa. Hasil pengujian hipotesis diperoleh nilai probabilitas kesalahan sebesar 0,000 dibawah 0,05. Hasil perhitungan pada regresi berganda diperoleh nilai thitung sebesar 5,428. Dengan demikian thitung berada pada daerah H0 ditolak dan Ha diterima maka angka tersebut menunjukkan nilai yang signifikan yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara peran kepala desa terhadap akuntabilitas keuangan dana desa. Pengaruhnya positif artinya apabila peran kepala desa semakin tinggi maka akuntabilitas keuangan dana desa semakin akuntabel. Pernyataan H3 diterima. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) Y= 0,18*X1+0,17*X2+0,27*X3, Errorvar = 0,72 ; R 2 =0,28 (0,088) (0,087) (0,069) (0,083) 2,07 1,97 3,89 8,64 Hasil analisis regresi linier berganda tersebut dapat terlihat dari nilai R square sebesar 0,28 yang menunjukkan bahwa akuntabilitas keuangan dana desa dipengaruhi oleh 3 variabel yaitu kompetensi SDM, partisipasi masyarakat, peran kepala desa sebesar 28%, sisanya yaitu 72% akuntabilitas keuangan dana desa dipengaruhi variabel lain yang belum diteliti dalam penelitian ini. FAKTOR YANG MENENTUKAN (DETERMINAN) AKUNTABILITAS KEUANGAN DANA DESA PASCA PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 Veronika Wiratna Sujarweni dan I Made Laut Mertha Jaya 216 PENUTUP Berdasarkan hasil pembahasan analisis data yang telah dijelaskan, maka diperoleh kesimpulan, diantaranya terdapat pengaruh yang signifikan antara kompetensi SDM terhadap akuntabilitas keuangan dana desa. Pengaruhnya positif artinya apabila kompetensi SDM semakin tinggi, maka akuntabilitas keuangan dana desa semakin akuntabel. Terdapat pengaruh yang signifikan antara partisipasi masyarakat terhadap akuntabilitas keuangan dana desa. Pengaruhnya positif artinya apabila partisipasi masyarakat semakin tinggi maka akuntabilitas keuangan dana desa semakin akuntabel. Terdapat pengaruh yang signifikan antara peran kepala desa terhadap akuntabilitas keuangan dana desa. Pengaruhnya positif artinya apabila peran kepala desa semakin tinggi, maka akuntabilitas keuangan dana desa semakin akuntabel. Keterbatasan penelitian ini terletak pada sulitnya memberikan pemahaman kepada SDM di pemerintahan desa perihal peraturan pelaporan pertanggungjawaban keuangannya dana desa, sehingga peneliti membutuhkan tambahan waktu di dalam penyelesaian penelitian ini, dengan berfokus pada pemberian pemahaman tentang dana desa dan pertanggung jawabannya. Beberapa saran yang dapat diusulkan untuk penelitian selanjutnya dan bagi pemerintah desa diantaranya, yaitu: pemerintah daerah diharapkan aktif menyelenggarakan pembinaan dan pelatihan kepada pemerintah desa tentang pengelolaan dana desa, agar SDM yang bekerja di bidangnya, terutama di desa dapat memiliki pengetahuan yang sama dengan desa lainnya. Sebagai pengendali atau controlling, maka setiap kepala desa diharapkan dapat lebih ekstra di dalam memantau laporan pertanggungjawaban keuangannya, agar lebih akuntabel di depan khalayak umum. DAFTAR PUSTAKA Aucoin, P., & Heintzman, R. (2000). The Dialetics of Accountability for Performance in Public Management Reform. International Review if Administration Science, 66, 45- 55. Baiq Wiwik Widarnawati. (2018). Factors affecting of village financial management and its implications for stakeholders trust (Studi di desa Lombok tengah Indonesia). International Journal of Economics, Commerce and Management United Kingdom, 6 (3), 534 Bintoro, Tjokroamidjojo. (2000). Pembangunan Desa dan Masalah Kepemimpinannya. Rajawali. Jakarta. Carl V. Patton. (1992). Basic Methods Of Policy Analysis and Planning. Prentice-Haal. Engewood 1992. Diansari, E. R. (2013). Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Pengelola Alokasi Dana Desa (ADD) Kasus Seluruh Desa di Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung Tahun 2013 Tesis.Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Djemari, Mardapi. (2008). Tekhnik penyusunan instrumen tes dan nontes. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press Ekasari Sugiarti, Ivan Yudianto. (2017). Analisis Faktor Kompetensi Sumber Daya Manusia, Pemanfaatan Teknologi Informasi, dan Partisipasi Penganggaran Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa (Survei Pada Desa-Desa di Wilayah Kecamatan Klari, Kecamatan Karawang Timur, Kecamatan Majalaya dan Kecamatan Rengasdengklok Kabupaten Karawang). Proseding IAI 2017. Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 9, No.3 2019 Hal. 201-218 217 Fajri R., Setyowati E., dan Siswidiyanto. (2014). Akuntabilitas Pemerintahan Pada Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) (studi pada Kantor Desa Ketindan, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang). Jurnal Administrasi Publik (JAP), 3(7), 1099-1104. Farazmand, A. (2009). Building Administrative Capacity for The Age of Rapid Globalization: A Modest Prescription for The Twenty-First Century. Public Administration Review, 69 (6), 1007 – 1020. Hughes, J., Sasse, G., & Gordon, C. (2004). Conditionality and Compliance in The EU’s Eastward Enlargement: Regional Policy and The Reform of Sub-national Government. Journal of Common Market Studies, 42 (3), 523–551. Ikhsan, A. dan H. B. Suprapto. (2008). Teori Akuntansi dan Riset Multiparadigma. Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta. Indrianasari, Neny Tri. (2017) Peran Perangkat Desa Dalam Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa (Studi Pada Desa Karangsari Kecamatan Sukodono). Jurnal Ilmiah Ilmu Akuntansi, Keuangan dan Pajak,1(2). Mahayani, Ni Luh Ayu. (2017). Prosocial Behaviour dan Persepsi Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa Dalam Konteks Budaya Tri Hita Karana. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, 12(2). Mardiasmo. (2009). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Nurjaman, R. (2015). Dinamika dan Problematika Implementasi UU Desa: Pembelajaran dari 3 Daerah di Jawa Barat. Jurnal Desentralisasi, 13 (1). Mulgan, Richard. (2000). Accountability:An Ever-Expanding Concept?, Public Administration, 78(3). Oates, W, (2006), Fiscal Decentralization and Economic Development, National Tax Journal, XLVI. 237-243. Randa, F. dan F.E. Daromes. (2014).Transformasi Nilai Budaya Lokal dalam Membangun Akuntabilitas Organisasi Sektor Publik. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 5(3), 477- 484 Saputra, I Wayan. (2016). Efektivitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa Pada Desa Lembean Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli Tahun 2009-2014. Jurnal Jurusan Pendidikan Ekonomi (JJPE),6(1) Simangunsong, Fernandes dan Wicaksono, Satrio. (2017). Evaluation of Village Fund Management in Yapen Islands Regency Papua Province (Case Study at PasirPutih Village, South Yapen District). Journal of Social Science, 5 (9). pp. 250-269. ISSN 2327- 5960. Sujarweni, V. Wiratna. (2018). SEM - Panduan Mudah Olah Data Struktural Equations Modeling dengan Lisrel. Yogyakarta : Pustaka Baru Press. Tuan, B. H. (2009). Partisipasi Masyarakat dalam Pemanfaatan Alokasi Dana Desa melalui Penguatan Kelembagaan di Kabupaten Mappi. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Umboh, F. A. (2004). Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa di Desa Pinili Kecamatan Dimembe Kabupaten Minahasa. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. FAKTOR YANG MENENTUKAN (DETERMINAN) AKUNTABILITAS KEUANGAN DANA DESA PASCA PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 Veronika Wiratna Sujarweni dan I Made Laut Mertha Jaya 218 LAMPIRAN Analisis deskriptif kompetensi SDM, partisipasi masyarakat, peran kepala desa, akuntabilitas keuangan dana desa digunakan IBM SPSS untuk mengetahui analisis deskriptif dengan kriteria sebagai berikut (Djemari Mardapi, 2008) : X > = 3,5 = Sangat Tinggi/ Sangat Baik 3,5 > X > = 2,5 = Tinggi / Baik 2,5 > X > = 1,5 = Rendah / Kurang X < 1,5 = Sangat Rendah / Sangat Kurang Tabel 8. Hasil Uji Deskriptif N Minimum Maximum Mean Std. Deviation x1 300 2.00 4.00 3.2168 .35815 x2 300 2.75 4.00 3.2138 .24384 x3 300 2.33 4.00 3.1618 .30834 y 300 2.50 4.00 3.1872 .29826 Valid N (listwise) 300 Statistika deskriptif untuk variabel kompetensi SDM nilai rata-rata sebesar 3,2168 berkategori baik. Variabel partisipasi masyarakat mempunyai nilai rata-rata 3,2138 berkategori baik. Variabel peran kepala desa mempunyai nilai rata-rata sebesar 3,1618 berkategori baik, Variabel akuntabilitas keuangan dana desa mempunyai nilai rata-rata 3,1872 berkategori baik.