Paper Title (use style: paper title) Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 10, No.1, Februari 2020 Hal. 53-68 53 PENDEKATAN PENGAWASAN HORIZONTAL PADA ASPEK PERENCANAAN ANGGARAN DANA DESA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN TINDAK KORUPSI DANA DESA (ANALISIS META-SINTESIS PADA PENGAWASAN DANA DESA) HORIZONTAL SUPERVISION APPROACH TO THE ASPECT OF VILLAGE FUND BUDGET PLANNING AS AN EFFORT TO PREVENT VILLAGE FUND CORRUPTION (META-SYNTHESIS ANALYSIS OF VILLAGE FUND SUPERVISION) Rizky Wulandari1), dan Dina Natasari2) Program Studi Akuntansi/Departemen Ekonomika dan Bisnis/Sekolah Vokasi, UGM, Indonesia ABSTRACT The policy of the central government to provide sufficiently large amounts of village funds is a strategic step that must be responded by villages by promoting the principles of transparency and accountability. The principle of transparency and accountability in managing village funds is certainly the responsibility of the village head and his staff to the community. However, up to now cases of corruption and misuse of village fund management have increased. The role of supervision has become an urgent matter to be immediately corrected to prevent this. This study uses an analytical method with a meta-synthesis approach to supervision of village funds, to then form a conceptual framework of horizontal supervision of village fund planning as an effort to prevent corruption. The analysis process uses standard meta-analysis steps from determining problem questions to reporting results. The results of this study indicate that horizontal supervision by the village community is very necessary. Supervision in the aspect of village fund planning is not only from the financial side but also non-financial. Supervision starts from identifying needs, determining activities and preparing activity plans and budgets. Supervision in this aspect of the budget to ensure that village fund planning is by community needs. Keywords: Supervision, Village Funds, Accountability, transparency, corruption ABSTRAK Kebijakan pemerintah pusat untuk memberikan dana desa dalam jumlah yang cukup besar merupakan langkah strategis yang harus direspon oleh desa dengan mengedepankan prinsip transparan dan akuntabilitas. Prinsip transparan dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa tentunya merupakan tanggung jawab kepala desa dan jajarannya kepada masyarakat. Sampai dengan saat ini kasus korupsi dan penyalahgunaan pengelolaan dana desa semakin meningkat. Peran pengawasan sudah menjadi hal yang mendesak untuk segera diperbaiki untuk mencegah hal tersebut. Penelitian ini menggunakan metode analisis dengan pendekatan meta-sintesis pengawasan dana desa, untuk kemudian membentuk kerangka konseptual pengawasan horizontal perencanaan dana desa sebagai upaya pencegahan tindak korupsi. Proses analisis menggunakan langkah-langkah standar meta-analisis mulai dari penentuan pertanyaan permasalahan sampai dengan pelaporan hasil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengawasan horzontal oleh masyarakat desa sangat perlu dilakukan. Pengawasan di aspek perencanaan dana desa tidak hanya dari sisi keuangan, tetapi juga non keuangan. Pengawasan dimulai dari identifikasi kebutuhan, penentuan kegiatan dan penyusunan perencanaan kegiatan dan anggaran. Pengawasan di aspek anggaran ini untuk memastikan perencanaan dana desa telah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kata kunci: Pengawasan, Dana Desa, Akuntabilitas, transparansi, korupsi Corresponding author : Rizky Wulandari Email for author : rizky_wulandari@ugm.ac.id1), dina.natasari@ugm.ac.id2) Submission : 03 November 2019 Revised : 11 Maret 2020 Accepted : 19 Maret 2020 DOI : https://doi.org/10.33369/j.akuntansi.9.3.53-68 mailto:1rizky_wulandari@ugm.ac.id mailto:dina.natasari@ugm.ac.id2 PENDEKATAN PENGAWASAN HORIZONTAL PADA ASPEK PERENCANAAN ANGGARAN DANA DESA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN TINDAK KORUPSI DANA DESA (ANALISIS META-SINTESIS PADA PENGAWASAN DANA DESA) Rizky Wulandari dan Dina Natasari 54 PENDAHULUAN Negara Indonesia memiliki beberapa wilayah Propinsi, Kabupaten, Kota, Kelurahan dan Desa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah desa saat ini adalah 66.048 desa per 2018 (Badan Pusat Statistik (BPS), 2018). Kebijakan Pemerintah untuk memberikan dana desa dalam jumlah yang besar menjadikan desa memiliki peran strategis. Pemerintah mengalokasikan dana untuk masing-masing desa berkisar di angka Rp1 Milyar sampai dengan Rp1,3 Milyar. Dengan jumlah tersebut, setiap desa diharapkan dapat mempergunakan sesuai dengan kebutuhan desa yang didasarkan dengan peraturan yang berlaku. Komitmen, pengendalian dan pengawasan terkait tata kelola dana desa tersebut menjadi sebuah kebutuhan yang wajib untuk dilaksanakan baik oleh aparat desa serta masyarakat. Pemberian dana desa dalam jumlah yang besar ini memberikan dampak positif maupun negatif. Dampak positif yang diterima oleh desa adalah dapat mengembangkan potensi desa dengan optimal baik melalui pengadaan fasilitas maupun peningkatan tata kelola dan sumber daya desa. Banyak desa yang saat ini menjadi desa wisata, mempunyai produksi unggulan, ataupun peningkatan sumber daya manusia melalui keterampilan-keterampilan yang didanai dengan dana desa. Satu sisi lainnya, pemberian dana desa dengan jumlah besar ini membuka peluang adanya penyalahgunaan atas dana desa tersebut. Berbagai media cetak maupun media online, tidak henti-hentinya memberitakan adanya kasus-kasus korupsi yang dilakukan di tingkat desa. Pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sedang diwacanakan akan masuk sampai ke tingkat desa, walaupun secara aturan, BPK menjadi lembaga pengawas vertikal bagi desa. Saat ini, pengawasan dilakukan oleh masyarakat desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD. Pengawasan horizontal ini yang seharusnya sangat efektif dalam melakukan pengawasan. Keterbatasan pemahaman dan pengetahuan mengenai pengawasan menjadi permasalahan utama tidak berjalannya pengawasan horizontal secara efektif. Pengawasan horizontal dilakukan seharusnya mulai dari aspek perencanaan sampai dengan pelaksanaan serta pelaporan dan pertanggungjawaban. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN, Pasal 1, ayat 2 menyatakan bahwa”Dana Desa adalah Dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat”. Berdasarkan keterangan dari Eqi Primayoga peneliti ICW, semenjak tahun 2015 hingga semester I Tahun 2018, terjadi peningkatan kasus korupsi. Setidaknya 181 kasus korupsi dana desa yang melibatkan 184 tersangka korupsi dengan nilai kerugian sebesar Rp40,6 milyar. Sedangkan dari segi pelaku, kepala desa menjadi aktor terbanyak melakukan korupsi atas dana desa (sumber, www.nasional.kompas.com,”ICW : Ada 181 Kasus Korupsi Dana Desa, Rugikan Negara Rp40,6 Milyar”, diakses 01 April 2019). Jika melihat fenomena ini maka sangat memprihatinkan, bahwa dana desa yang diharapkan meningkatkan kapasitas desa menjadi penyalahgunaan oleh pihak-pihak tertentu. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 55 disebutkan bahwa “Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mempunyai fungsi (1) membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; (2) menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan (3) melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Ketentuan pasal 55 huruf c yang mengatakan bahwa BPD mempunyai fungsi melakukan pengawasan kinerja kepala Desa. Sehingga jika melihat pasal-pasal tersebut, maka peran BPD selaku pengawas horizontal dalam pengawasan dana desa menjadi peran yang sangat strategis. Permasalahan timbul ketika Sumber Daya Manusia (SDM) yang terdapat di Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 10, No.1, Februari 2020 Hal. 53-68 55 BPD kurang memahami pengawasan yang seharusnya dilaksanakan. Penelitian ini akan merumuskan langkah-langkah dan hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh BPD selaku pengawas horizontal dalam menjalankan fungsi pengawasan sebagai upaya pencegahan kasus korupsi atas dana desa tersebut. Perumusan langkah-langkah dan hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh BPD sebagai pengawas horizontal ini difokuskan di aspek perencanaan dana desa. Melalui penelitian ini BPD selaku pengawas horizontal akan memahami langkah-langkah pengawasan yang harus dilakukan dalam upaya pencegahan kasus korupsi dana desa khususnya di aspek perencanaan. KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS Penelitian ini merupakan penelitian konseptual yang menggunakan pendekatan meta- sintesis kualitatif. “Systematic review atau meta-syntesis adalah metode penelitian yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan menginterpretasi hasil penelitian yang relevan terkait pertanyaan penelitian, topik atau fenomena tertentu. Kitchenham (2004) pada Procedures for Performing Systematic Reviews”, pendekatan kualitatif dalam meta-sintesis ini digunakan untuk mensintesis hasil-hasil penelitian deskriptif kualitatif. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan aspek pengawasan dana desa antara lain: a. Hanifah & Sugeng (2015) pada “Akuntabilitas Dan Transparansi Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes)” memberi kesimpulan terdapat berbagai kendala yang dihadapi dalam Akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban APBDes yaitu (1) kualitas Sumber Daya Manusia yang ada umumnya tergolong rendah; (2) Faktor pendidikan dari aparatur pemerintah desa yang ada di tingkat desa tergolong rendah; (3) Faktor usia perangkat desa yang menyebabkan lambannya pengoperasian komputer; (4) Kurang adanya pembagian tugas yang merata dikarenakan posisi kepala bagian keuangan masih kosong; (5) kurangnya partisipasi warga desa Kepatihan dalam program pembanguna desa; (6) Banyaknya uraian dan kode rekening yang harus dihafalkan; (7) Minimnya sosialisasi perangkat desa terhadap informasi tentang program-program yang dijalankan Pemerintah Desa. b. Wibisono (2017) pada “Mengungkap Fenomena Pengawasan Publik Terhadap Dana Desa Di Kabupaten Madiun” memberi kesimpulan (1) Pendamping dana desa tidak berfungsi, (2) Unsur pembinanaan dan pengawasan pengelolaan Dana Desa yang dijalankan oleh Camat Lemah, (3) unsur pembinaan dan pengawasan oleh Tim Pengawalan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan (TP4) Lemah dan tidak berjalan efektif, (4) Pengawasan Dana Desa oleh BPD lemah dan kurang optimal, (5) Kurangnya Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Dana Desa, (6) biaya non budgeter yang dikeluarkan berkaitan dengan pengelolaan Dana Desa yang tidak bisa di pertanggungjawabkan sangat tinggi, (7) Kurang cakapnya aparat desa. c. Yulianah (2017) pada “Potensi Penyelewengan Alokasi Dana Desa Di Kaji Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa” memberi kesimpulan Potensi penyelewengan ADD terjadi disebabkan oleh berbagai hal antara lain, (1) menggunakan ADD untuk keperluan lain, mengalihkan dana untuk program lain, memasukan kegiatan baru yang sebelumnya tidak direncanakan, memanipulasi laporan ADD, menggunakan ADD untuk menutupi setoran PBB, pembelian untuk keperluan pribadi yang mengatasnamakan kebutuhan desa, pengalokasian ADD tidak sesuai dengan ketentuan, tidak melakukan kegiatan kemasyarakatan yang seharusnya dibiayai oleh ADD; (2) Upaya-upaya yang dapat dilakukan guna meminimalisir penyelewengan dana ADD antara lain: melakukan sosialisasi mengenai ADD, peningkatan PENDEKATAN PENGAWASAN HORIZONTAL PADA ASPEK PERENCANAAN ANGGARAN DANA DESA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN TINDAK KORUPSI DANA DESA (ANALISIS META-SINTESIS PADA PENGAWASAN DANA DESA) Rizky Wulandari dan Dina Natasari 56 peran serta masyarakat dan Sumber Daya Manusia (SDM) baik sebagai pelaku teknis maupun sebagai pihak yang melakukan pengawasan terhadap pengalokasian dana desa dari tahap awal sampai pelaporan. Penelitian ini akan mensintesis berbagai literatur yang berkaitan dengan pengawasan dana desa yang dilakukan khususnya oleh BPD sebagai pengawas horizontal atas dana desa untuk kemudian membuat sebuah kerangka konseptual pengawasan yang berisi langkah-langkah dan hal yang harus dilakukan oleh BPD sebagai upaya pencegahan tindak korupsi dana desa. Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat baik secara akademis maupun praktis untuk kalangan peneliti, dan pemangku kepentingan. Adapun tujuan penelitian ini secara spesifik adalah sebagai berikut: 1) Mengetahui peran BPD dalam pengawasan dana desa; 2) Mengidentifikasi fenomena, sebab dan latar belakang terjadinya kasus tindak korupsi atas dana desa; 3) Pengembangan konsep pengawasan horizontal dana desa bagi rumpun ilmu akuntansi; 4) Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam rangka pertanggungjawaban kepada stake holder, khususnya bagi BPD maupun perangkat desa, serta pihak-pihak terkait dengan dana desa. Tujuan dari penelitian ini adalah merumuskan skema pengawasan horizontal pada aspek perencanaan anggaran dana desa sebagai upaya pencegahan tindak korupsi dana desa melalui pendekatan analisis meta-sintesis pada pengawasan dana desa. Konsep Dana Desa Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, 2016, Pasal 1, ayat 2 menyebutkan bahwa “Dana Desa adalah Dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kab/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.” Pada pasal 6 dinyatakan bahwa dana desa ditransfer melalui APBD kabupaten/kota untuk selanjutnya ditransfer ke anggaran pendapatan belanja desa. Sehingga dari definisi tersebut dapat kita peroleh poin bahwa dana desa diperoleh melalui mekanisme transfer dari APBD Kabupaten/Kota yang kemudian menjadi APBDesa. Peruntukan dana desa dari definisi tersebut digunakaan untuk: 1) membiayai penyelenggaraan pemerintahan; 2) pelaksanaan pembangunan; 3) pembinaan kemasyarakatan; dan 4) pemberdayaan masyarakat. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, 2016 disebutkan pada Pasal 5: 1) Dana Desa dialokasikan oleh Pemerintah Untuk Desa; 2) Pengalokasian Dana dihitung berdasarkan jumlah Desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan tingkat kesulitan geografis; Pasal 6: Dana Desa ditransfer melalui APBD kabupaten/kota untuk selanjutnya ditransfer ke Anggaran Pendapatan Belanja Desa; Pasal 72 disebutkan : 1) Sumber Pendapatan Desa terdiri dari: pendapatan asli desa yang meliputi hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa yaitu a) alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b) bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota; c) alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota; d) bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran; e) Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota; f) hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan g) lain- Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 10, No.1, Februari 2020 Hal. 53-68 57 lain pendapatan Desa yang sah. Pasal 73: 1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa meliputi bagian pendapatan, belanja, dan pembiayaan Desa; 2) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa diajukan oleh Kepala Desa dan dimusyawarahkan bersama Badan Permusyawaratan Desa; 3) Sesuai dengan hasil musyawarah, Kepala Desa menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, dapat diketahui poin-poin yang menjadi sumber pendapatan desa yang harus dituangkan dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang merupakan hasil permusyawarahan antara Kepala Desa dan BPD selaku pengawas yang merupakan perwakilan dari masyarakat. Pengawasan Dana Desa Pemantauan dan pengawasan terhadap dana desa merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Tujuan pengawasan adalah memastikan bahwa pengelolaan dana desa telah dijalankan sesuai dengan ketentuan serta menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Pihak- pihak yang terlibat dalam mekanisme pengawasan atas dana desa meliputi Masyarakat, Camat, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2019). Pihak-pihak tersebut dapat dikategorikan ke dalam dua kategori besar yaitu pengawas vertikal yang meliputi APIP BPK, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Kecamatan, dan pengawas horizontal meliputi masyarakat desa dan BPD. Pengawasan horizontal merupakan pengawasan yang efektif dilakukan, karena pihak yang terlibat adalah masyarakat dan BPD yang dalam hal ini mewakili masyarakat, sebagai pihak yang merasakan langsung dampak dari pengelolaan dana desa tersebut. Berdasarkan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, 2014) Pasal 55 disebutkan bahwa Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi: a) melakukan pembahasan dan kesepakatan atas Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; b) mengumpulkan dan menyampaikan aspirasi masyarakat Desa; dan c) melakukan pengawasan terhadap kinerja aparat desa. Ketentuan pasal 55 huruf c yang mengatakan bahwa BPD mempunyai fungsi melakukan pengawasan kinerja aparat desa. Berdasarkan pasal-pasal ini maka peran BPD pada pengelolaan dana desa menjadi sangat strategis dikarenakan posisi BPD menjadi pengawas. Pengawasan baik dari aspek operasional dana desa maupun pengawasan terhadap kinerja kepala desa. Sedangkan pada Pasal 48 (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2O19 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2O14 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2O14 Tentang Desa, 2019) menyatakan bahwa “Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajibannya, kepala Desa wajib: 1) menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir tahun anggaran kepada bupati/walikota; 2) menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada bupati/walikota; 3) menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran”. Sedangkan pada Pasal 51 menyebutkan: “1) Kepala Desa menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir tahun anggaran kepada Badan Permusyawaratan Desa secara tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran; 2) Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa paling sedikit memuat pelaksanaan peraturan Desa; 3) Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa digunakan oleh Badan Permusyawaratan Desa dalam melaksanakan fungsi pengawasan kinerja kepala Desa.” PENDEKATAN PENGAWASAN HORIZONTAL PADA ASPEK PERENCANAAN ANGGARAN DANA DESA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN TINDAK KORUPSI DANA DESA (ANALISIS META-SINTESIS PADA PENGAWASAN DANA DESA) Rizky Wulandari dan Dina Natasari 58 Berdasarkan pasal-pasal tersebut, jelas bahwa BPD memiliki fungsi dan berperan strategis dalam mengawasi pengelolaan dana desa agar tidak disalahgunakan. BPD memiliki akses mengenai pelaksanaan APBDes dalam hal fungsinya sebagai pengawas. Dengan adanya payung hukum terkait BPD ini, diharapkan fungsi pengawasan dapat berjalan dengan optimal. Hal ini mengingat jumlah dana desa yang bersumber dari APBN dialokasikan dengan jumlah yang cukup besar, maka diperlukan mekanisme pengawasan dari masyarakat agar peruntukan dana desa tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dilandasi dengan payung hukum yang tepat. Kasus Korupsi Dana Desa Dalam penyelenggaraan pemerintahannya, kepala desa dituntut melaksanakan dengan prinsip transparan dan akuntabel dikarenakan adanya dana yang dikelola pada entitas yang menjadi tanggung jawabnya. Posisi BPD juga dituntut dapat dijalankan dengan sungguh- sungguh sebagai fungsi pengawasan. Hal ini sesuai dengan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah yang mengatur terkait dengan fungsi BPD sebagai pengawas kinerja kepala desa. Berdasarkan hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) sejak tahun 2015 hingga semester I 2018, setidaknya 181 kasus korupsi yang berkaitan dengan dana desa, jumlah tersangka 184 orang dan menimbulkan kerugian keuangan negara setidaknya sebesar Rp40,6 milyar. Sedangkan dari segi pelaku, kepala desa menjadi aktor terbanyak yang melakukan korupsi dana desa (sumber, www.nasional.kompas.com, “ICW: ada 181 Kasus korupsi dana desa, rugikan negara Rp40,6 Milyar”, diakses 01 April 2019). Bahkan di beberapa daerah BPD turut serta dalam tindak korupsi dana desa ini. Menurut ICW banyak faktor yang mendasari kasus korupsi dana desa tersebut di antaranya kurangnya pemahaman dan kompetensi aparat pemerintah desa, tidak adanya transparansi ke masyarakat, kurangnya pengawasan dan minimnya pendampingan dari instansi vertikal di atasnya. Hal inilah yang seharusnya dapat kita cegah melalui fungsi pengawasan yang optimal, sehingga kasus korupsi dana desa tidak akan terjadi lagi di kemudian hari. Hasil penelitian ICW juga mengindikasikan salah satu faktor penghambat pengawasan anggaran dana desa disebabkan kurangnya akuntabilitas penggunaan anggaran. Padahal undang-undang telah mengamanatkan adanya transparnsi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa. Sehingga peran aktif masyarakat sangat diharapkan. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan meta-sintesis. Secara definisi, meta-sintesis adalah mensintesis (merangkum) hasil-hasil penelitian kualitatif ini disebut dengan "meta-sintesis". Secara definisi, meta-sintesis adalah teknik yang digunakan untuk mengintegrasikan data demi mendapatkan teori maupun konsep baru ataupun tingkat pemahaman yang lebih mendalam (Perry & Hammond, 2002) dalam Okditazeini & Irwansyah (2018). Pendekatan kualitatif menggunakan meta-sintesis untuk mensintesis (merangkum) hasil-hasil penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif. Sehingga data-data yang digunakan merupakan data sekunder yang berasal dari penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan peran pengawasan dana desa sebagai upaya pencegahan korupsi, literatur dan sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan topik dan permasalahan yang telah dirumuskan. Dalam penelitian ini data dikumpulkan dari data sekunder, yaitu berbagai penelitian- penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik dan permasalahan yang telah ditentukan, untuk mencari referensi-referensi yang berasal dari buku, artikel atau tulisan yang terkait. Data Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 10, No.1, Februari 2020 Hal. 53-68 59 yang telah dikumpulkan ini kemudian dilakukan proses screening dan selecting. Proses screening dan selecting ini dilakukan untuk mensortir data-data referensi yang dapat digunakan sebagai dasar penyusunan kerangka konseptual. Teknik analisis data dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah dalam melakukan meta- sintesis (Francis & Baldesari, 2006, p. 92 dalam (Okditazeini & Irwansyah, 2018) yaitu: 1) Memformulasikan pertanyaan penelitian (formulating the review question) Fokus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengawasan dana desa pada aspek perencanaan dalam mencegah tindak korupsi. Pada penelitian ini diformulasikan beberapa pertanyaan yang ingin diperoleh jawabannya dari hasil penelitian ini. Pertanyaan 1 (Q1) : Bagaimana peran pengawasan dana desa menurut peraturan terkait? Pertanyaan 2 (Q2) : Siapa saja pihak yang berperan dalam pengawasan dana desa? Pertanyaan 3 (Q3) : Bagaimana langkah-langkah pengawasan perencanaan dana desa untuk pencegahan tindak korupsi dana desa? 2) Melakukan pencarian literatur (conducting a systematic literature search) Pada kajian ini sumber pencarian literatur berasal dari penelitian-penelitian terdahulu dari berbagai sumber yang bereputasi. Pencarian jurnal melalui https://scholar.google.com/. Semakin banyak sumber yang digunakan, maka kemungkinan untuk menemukan literatur yang sesuai juga semakin besar. Pencarian dilakukan dengan menentukan kata kunci dan frase yang sesuai dengan fokus penelitian. 3) Melakukan screening dan seleksi jurnal, artikel dan referensi yang sesuai dengan topik penelitian (screening and selecting appropiate research articles) Penerapan pencarian jurnal, artikel dan referensi tersebut menghasilkan jumlah jurnal, artikel dan referensi yang cukup banyak. Oleh karena itu, identifikasi lebih lanjut diperlukan untuk memperoleh jurnal, artikel dan referensi yang dapat dijadikan studi primer. Identifikasi dapat dilakukan dengan menerapkan kriteria inklusi dan eksklusi. Penerapan kriteria inklusi dan eksklusi ini akan menjamin bahwa jurnal, artikel dan referensi yang digunakan adalah benar- benar sesuai dengan konteks kajian. a) Kriteria Inklusi Jurnal, artikel dan referensi yang menjelaskan konsep, manfaat, teknik, metode, strategi, dan segala sesuatu dalam pengawasan perencanaan dana desa dalam mencegah tindak korupsi. b) Kriteria Eksklusi i. jurnal, artikel dan referensi yang hanya fokus pada pembahasan pengawasan dana desa. ii. jurnal, artikel dan referensi yang hanya fokus pada pembahasan aspek perencanaan dana desa. iii. jurnal, artikel dan referensi yang fokus pada pembahasan penyimpangan dan potensi risiko dana desa. iv. jurnal, artikel dan referensi yang fokus pada pembahasan tindak korupsi dalam dana desa. 4) Melakukan analisis dan sintesis temuan-temuan kualitatif (analyzing and synthesizing qualitative findings) Prosedur pemilihan jurnal, artikel dan referensi dengan membaca seluruh nominasi studi primer. Kemudian berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi tersebut, ditentukan bahwa jurnal, artikel dan referensi yang fokus pada pembahasan tersebut dapat dijadikan studi primer. 5) Memberlakukan kendali mutu (maintaining quality control) PENDEKATAN PENGAWASAN HORIZONTAL PADA ASPEK PERENCANAAN ANGGARAN DANA DESA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN TINDAK KORUPSI DANA DESA (ANALISIS META-SINTESIS PADA PENGAWASAN DANA DESA) Rizky Wulandari dan Dina Natasari 60 Berdasarkan perencanaan review yang telah disusun, langkah selanjutnya adalah mengeksekusi rencana tersebut. Langkah yang dilakukan adalah melakukan reviu dari data studi primer yang telah dikumpulkan. 6) Menyusun laporan akhir (presenting findings) Langkah selanjutnya adalah menerapkan kriteria inklusi dan eksklusi dengan membaca bagian abstraksi dari seluruh nominasi studi primer. Berdasarkan hasil tersebut kemudian disusun kerangka konseptual mengenai pengawasan horizontal di aspek perencanaan dana desa sebagai upaya pencegahan tindak korupsi dana desa. Langkah-langkah tersebut di atas dapat digambarkan pada berikut : Gambar 1. Langkah-langkah dalam melakukan meta-sintesis HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan langkah-langkah dalam melakukan analisis menggunakan pendekatan meta- sintesis, maka pembahasan disajikan sesuai dengan tahapan tersebut : 1. Memformulasikan pertanyaan penelitian (formulating the review question) Penelitian ini dilakukan untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut: Pertanyaan 1 (Q1): Bagaimana peran pengawasan dana desa menurut peraturan terkait? Pertanyaan 2 (Q2): Siapa saja pihak yang berperan dalam pengawasan dana desa? Pertanyaan 3 (Q3): Bagaimana langkah-langkah pengawasan untuk pencegahan tindak korupsi dana desa? Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 10, No.1, Februari 2020 Hal. 53-68 61 Pertanyaan-pertanyaan ini yang menjadi dasar pembahasan untuk kemudian ditarik kesimpulan. 2. Melakukan pencarian literatur (conducting a systematic literature search) 3. Melakukan screening dan seleksi jurnal, artikel dan referensi penelitian yang sesuai (screening and selecting appropiate research articles) Langkah 2 (dua) dan 3 (tiga) dilaksanakan dengan menghasilkan dasar kerangka konseptual yang akan digunakan untuk menyusun kriteria inklusi dan ekslusi. Kerangka konseptual ini meliputi perencanaan dana desa, pengawasan dana desa di aspek perencanaan, pihak yang berperan dalam pengawasan APBDes, kelemahan pengawasan dana desa, korupsi dana desa dan pengawasan horizontal dana desa pada aspek perencanaan untuk pencegahan tindak korupsi. 1) Perencanaan Dana Desa Supriadi (2015) melakukan penelitian mengenai pertanggungjawaban kepala desa dalam pengelolaan keuangan desa mengemukakan bahwa terdapat perubahan konsep perencanaan desa di dalam UU Desa saat ini dibandingkan sebelumnya. Bahwa menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, 2005 pasal 63 disebutkan “perencanaan desa merupakan bagian dari perencanaan kabupaten/kota. Hal ini menggambarkan bahwa perencanaan desa dilakukan dengan mekanisme pengusulan ke atas, yang mungkin dapat disetujui atau tidak disetujui”. Pada pasal 79 ayat (4) disebutkan bahwa “peraturan desa tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di desa dan merupakan pedoman dalam penyusunan APBDesa”. Sedangkan pada Pasal 80 (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, 2014) menyebutkan bahwa “perencanaan pembangunan desa dilakukan dengan mengikut sertakan masyarakat desa”. Ketentuan ini kemudian dijabarkan lebih lanjut di dalam PP Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menyatakan bahwa “partisipasi masyarakat di dalam proses perencanaan pembangunan desa melalui Musyawarah Desa (Musdes) dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbang Desa)”. Di dalam pasal 81 ayat (4) ditegaskan bahwa pembangunan lokal berskala desa dilaksanakan sendiri oleh desa. Sedangkan pelaksanaan program sektoral yang masuk ke desa diinformasikan kepada pemerintah desa untuk diintegrasikan dengan pembangunan desa. Perubahan ini memiliki dampak yang signifikan karena desa menjadi obyek pembangunan yang mandiri dengan pengelolaan keuangan diserahkan ke desa. Di sisi lain, peraturan ini menimbulkan potensi risiko yang cukup besar, karena kebanyakan dari desa belum memiliki pengalaman dalam mengelola dana yang relatif besar. Potensi risiko ini yang kemudian terlihat dari adanya penyalahgunaan atau penyimpangan penggunaan dana desa oleh pihak tertentu dan adanya konflik baik vertikal maupun horizontal. Wibisono (2017) melakukan penelitian mengenai mengungkap fenomena pengawasan publik terhadap dana desa di kabupaten Madiun, yang menyatakan bahwa Perencanaan adalah proses merumuskan suatu kegiatan dalam rangka memperoleh hasil yang diharapakan dalam kegiatan tersebut. Sedangkan tahapan proses perencanaan APBDes adalah 1) Musyawarah perencanaan APBDes tingkat Dusun; 2) Musyawarah perencanaan Tingkat Desa; 3) Pengorganisasian APBDes; 4) Pembentukan panitia pembangunan berdasarkan kemampuan; 5) Pembagian tugas yang jelas; 6) Pelaksanaan APBDes; 7) Sosialisasi Pembangunan; 8) Partisipasi Masyarakat PENDEKATAN PENGAWASAN HORIZONTAL PADA ASPEK PERENCANAAN ANGGARAN DANA DESA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN TINDAK KORUPSI DANA DESA (ANALISIS META-SINTESIS PADA PENGAWASAN DANA DESA) Rizky Wulandari dan Dina Natasari 62 2) Pengawasan Dana Desa di aspek Perencanaan Supriadi (2015) melakukan penelitian mengenai pertanggungjawaban kepala desa dalam pengelolaan keuangan, menyatakan bahwa Pengawasan adalah proses mengarahkan dan menilai suatu pelaksanaan kegiatan. Pengawasan APBDes dilakukan guna menjamin bahwa pelaksanaan APBDes telah sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance) pada pengelolaan dana desa, maka prinsip-prinsip berikut harus tercakup yaitu: 1). Aspiratif, yaitu mendengarkan aspirasi dari masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan pengelolaan dana desa; 2). Partisipatif, yaitu bahwa keterlibatan masyarakat dalam pengambilan kebijakan pengelolaan keuangan harus dilaksanakan; 3). Transparan, yaitu bahwa pengelolaan keuangan harus terbuka kepada masyarakat dengan memberkan informasi yang sebenar-benarnya mengenai pengelolaan dana desa; 4). Akuntabilitas, yaitu bahwa pengelolaan dana desa harus berdasarkan aturan yang berlaku. Sehingga fungsi BPD sebagai pengawas sangat penting dimulai dari proses awal yaitu perencanaan dan penganggaran desa. Pada tahapan ini kewenangan BPD dalam menjaring aspirasi masyarakat yaitu dengan menyelenggarakan musyawarah rencana pembangunan desa (musrenbangdes). Pada musrenbangdes harapannya perencanaan dan anggaran desa disusun sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi dari masyarakat desa. BPD harus mengetahui proses ini dalam rangka mengevaluas kesesuaian perencanaan dan anggaran yang disusun oleh manajemen desa dengan aspirasi masyarakat dan saat realisasi anggaran ke depannya. Konsistensi dan kesesuaian antara perencanaan, penganggaran, realisasi pelaksanaan dan pengawasan merupakan kunci keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Sehingga peran pengawasan pada tahapan perencanaan sampai dengan penyusunan RPJM Desa merupakan keharusan bagi pihak pengawas pada khususnya dan penyelenggara pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Setelah tersusunnya RPJM Desa dan anggaran desa, maka peranan BPD dalam pengawasan salah satunya di aspek anggaran pendapatan dan belanja desa tersebut. 3) Pihak yang Berperan dalam Pengawasan APBDes Pihak-pihak yang berperan dalam pengawasan APBDes, jika merujuk pada Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (2014) adalah Badan Permusyawaratan Desa (BPD), masyarakat dan melalui pertanggungjawaban tahunan yang dilakukan oleh Kepala Desa. Selain dari pihak-pihak internal, pengawasan dapat dilakukan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) maupun dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pihak-pihak tersebut kemudian dapat dikategorikan sebagai pengawas vertikal yaitu APP dan BPK, serta pengawas horizontal yaitu BPD dan masyarakat itu sendiri. Pengawasan horizontal ini memegang peranan sangat penting mengingat dampak langsung yang dapa dirasakan dari penyelenggaraan APBDes. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (2014) Pasal 55 menyebutkan bahwa “Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi: a) membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; b) menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan c) melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa”. Ketentuan pasal 55 huruf c mengatakan bahwa “BPD mempunyai fungsi melakukan pengawasan kinerja kepala Desa”. Berdasarkan uraian tugas dan tanggung jawab tersebut, BPD memiliki peran yang strategis dalam pengawasan APBdes. Pengawasan tidak hanya terhadap operasional dana desa, tetap juga Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 10, No.1, Februari 2020 Hal. 53-68 63 pengawasan terhadap kinerja dari kepala desa. Tuntutan akan kompetensi dan pemahaman yang mendalam mengenai pengawasan menjadi hal yang harus dikuasai oleh BPD agar pengawasan berjalan optimal dan terarah. 4) Kelemahan Pengawasan Dana Desa Wibisono (2017) melakukan penelitian dan menemukan penyebab lemahnya pengelolaan dana desa atau adanya kecenderungan penyalahgunaan dana desa yaitu: 1) peran pendamping desa tidak berfungsi, 2) unsur pembinaan dan pengawasan dari Camat lemah dan kurang optimal, 3) unsur pembinanaan dan pengawasan oleh Tim Pengawalan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan (TP4) Lemah dan kurang optimal, 4) pengawasan oleh BPD lemah dan belum optimal, 5) kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan Dana Desa, 6) biaya non budgeter yang tidak dapat dipertanggungjawabkan tinggi, dan 7) kurang cakapnya aparat desa dalam pengelolaan dana desa. Supriadi (2015) melakukan penelitian beberapa kelemahan dari Badan Permusyawaratan Desa, antara lain :1) Masyaraat tidak terlibat/berpartisipasi secara langsung; 2) Keanggotaan desa yang berbasis tokoh masyarakat tidak tercermin dengan jelas; 3) membuat peraturan desa tetapi kekuatan legitimasi lemah; 4) Fungsi pengendalian ada pada badan musyawarah desa, namun dalam hal pengambilan keputusan terkait sanksi diserahkan kepada Camat dan Bupati. 5) Korupsi Dana Desa Seputro et al., (2017) melakukan peneltian mengenai potensi fraud dan strategi anti fraud pengelolaan keuangan desa potensi fraud pada konteks pengawasan meliputi: 1) Rendahnya dan kurang Efektifnya Inspektorat Daerah dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan desa; 2) Tidak ada pengelolaan yang baik terhadap saluran pengaduan masyarakat; dan 3) Tidak jelasnya ruang lingkup evaluasi dan pengawasan yang dilakukan oleh camat. Dan potensi fraud pada sisi sumber daya manusia adalah potensi tenaga pendamping desa yang memanfaatkan ketidakpahaman apparat desa untuk melakukan fraud. Beberapa perbaikan dapat dilakukan guna mencegah potensi itu terjadi. 6) Pengawasan Horizontal Dana Desa pada Aspek Perencanaan untuk Pencegahan Tindak Korupsi Berdasarkan hasil eksekusi kriteria inklusi dan eksklusi, maka diperoleh hasil seperti tersaji pada gambar 2, yang menunjukkan jawaban atas pertanyaan yang menjadi kriteria inklusi dan eksklusi pengawasan horizontal pada aspek perencanaan dana desa. Gambar 2. Hasil Eksekusi Kriteria Inklusi dan Eksklusi PENDEKATAN PENGAWASAN HORIZONTAL PADA ASPEK PERENCANAAN ANGGARAN DANA DESA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN TINDAK KORUPSI DANA DESA (ANALISIS META-SINTESIS PADA PENGAWASAN DANA DESA) Rizky Wulandari dan Dina Natasari 64 Hasil eksekusi kriteria inklusi dan eksklusi atas pengawasan horizontal pada aspek perencanaan dana desa menjawab 3 (tiga) kriteria, yaitu Kriteria I, Peran pengawasan dana desa menurut UU No. 6 Tahun 2014 adalah pengawasan di aspek operasional dana desa dan pengawasan kinerja kepala desa. Pengawasan di aspek ini yaitu terkait dengan operasionalisasi dana desa seperti peruntukan, mekanisme penyaluran, skala prioritas, pelaksanaan atau realisasi program, sampai dengan pertanggungjawaban dan pelaporan. Dalam hal ini pengawasan dilakukan tidak hanya di aspek keuangan, tetapi juga di aspek non keuangan. Aspek keuangan lebih menitikberatkan pada besaran nilai rupiah yang disalurkan, ketepatan anggaran dan realisasi serta pertanggungjawaban uang yang telah diterima. Sedangkan aspek non keuangan lebih menitikberatkan pada kebijakan aparat desa, peruntukan bagi masyarakat, kesesuaian program dan kebutuhan, skala prioritas pemilihan program, strategi penyusunan perencanaan; Kriteria II, Pihak-pihak yang berperan dalam pengawasan horizontal dana desa yatu masyarakat dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Pada pengawasan horizontal, pengawasan dilakukan oleh masyarakat selaku anggota dari desa yang memiliki kepentingan dan hak yang sama, serta BPD selaku lembaga pengawas horizontal formal di tingkat desa; dan Kriteria III. Indikator keberhasilan pengawasan perencanaan dana desa yaitu: 1. Sasaran yang jelas dan dapat diukur, 2. Keterkaitan rencana dengan program dan anggaran, 3. Berkurangnya penyalahgunaan wewenang, 4. Berkurangnya kebocoran, pemborosan dan pungutan liar. Indikator-indikator ini akan menjadi tolak ukur bagi pengawas horizontal dalam menjalankan peran pengawasannya. 4. Penyusunan Kerangka Konseptual Langkah terakhir setelah teridentifikasi hasil kriteria inklusi dan eksklusi, adalah merancang kerangka konseptual pengawasan horizontal pada aspek perencanaan sebagai upaya pencegahan tindak korupsi. Kerangka konseptual disusun dari indikator keberhasilan perencanaan dana desa. Indikator ini merupakan standar yang ditentukan untuk sebuah pengawasan berjalan dengan optimal. Berkaitan dengan indikator tersebut, maka diidentifikasi langkah-langkah minimal yang harus dilakukan oleh pengawas horisontal. Langkah-langkah tersebut tersaji pada gambar berikut : Gambar 3. Kerangka Konseptual Pengawasan Horizontal Dana Desa pada Aspek Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 10, No.1, Februari 2020 Hal. 53-68 65 Perencanaan untuk Pencegahan Tindak Korupsi.Kerangka konseptual tersebut menyajikan hal-hal atau langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pengawas horizontal. Peran aktif dan kepedulian dari pengawas horizonal menjadi kunci optimalnya pengawasan dana desa. Setidaknya terdapat empat indikator keberhasilan pengawasan horizontal di aspek perencanaan dana desa. Indikator pertama, adalah Sasaran yang jelas dan dapat diukur. Pada saat penyusunan anggaran, telah dirumuskan terlebih dahulu sasaran-sasaran yang jelas serta sasaran tersebut dapat terukur tingkat ketercapaiannya. Hal ini dapat terlihat dari beberapa subindikator yaitu: a) Perencanaan program telah melalui tahap diskusi dengan masyarakat melalui musrenbang desa. Program-program yang akan tertuang dalam anggaran telah dilakukan musyawarah dan diskusi dengan anggota masyarakat. Program adalah yang memenuhi kebutuhan serta memberikan tambahan nilai baik finansial maupun non finansial bagi masyarakat. b) Penentuan skala prioritas dilakukan dengan pertimbangan yang logis, adil dan terbuka. Skala prioritas menjadi hal yang penting pada saat penentuan program yang akan tertuang dalam rencana anggaran. Skala priorotas yang ditentukan telah melalui pertimbangan yang adil, logis serta terbuka diketahui oleh masyarakat. c) Ketercapaian program dapat diukur. Penting merumuskan tingkat ketercapaian program. Hal ini menjadi indikator bahwa program yang akan dilaksanakan memiliki dasar standar yang jelas dan terukur. d) BPD terlibat dalam perumusan program. BPD selaku pengawas horizontal terlibat dalam perumusan program, bukan berarti mengintervensi penyusunan program dalam anggaran. Peran BPD di sini adalah mengawasi program yang tercantum dalam anggaran benar adalah program yang dibutuhkan masyarakat serta memberi nilai tambah bagi desa. Indikator kedua, yaitu Indikator Keterkaitan rencana dengan program dan anggaran. Kesesuaian antara rencana, progran dan anggaran yang tersedia merupakan hal yang sangat penting. Hal ini untuk menghindari adanya pemborosan anggaran serta ketidaktepatan alokasi anggaran ke dalam rencana dan program. Indikator ini terlihat dari subindikator yaitu: a) Partisipasi masyarakat telah terakomodir dalam rencana dan program yang tertuang. Rencana dan program yang akan dituangkan dalam anggaran telah mengakomodir aspirasi masyarakat dan sesuai kebutuhan masyarakat dan desa berdasar pertimbangan skala prioritas. b) pos-pos dan anggaran yang dituangkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB) Desa jelas dan sesuai standar biaya yang ditentukan. Penyusunan RAPB didasarkan pada standar biaya yang telah ditentukan, serta pos-pos yang digunakan jelas dan sesuai dengan ketentuan. c) BPD terlibat dalam perumusan anggaran yang akan digunakan untuk membiayai program. BPD dalam hal ini dilibatkan untuk mengawasi penuangan program telah disertai dengan kesesuaian anggaran yang dialokasikan. Indikator ketiga, yaitu berkurangnya penyalahgunaan wewenang. Pengelolaan dana desa diharapkan tidak terjadi adanya penyalahgunaan atau penyelewengan wewenang dari aparat desa. Pengawasan pada aspek perencanaan anggaran ini juga termasuk pelaksanaan tugas dan wewenang dari aparat desa. Indikator ini terlihat dari subindikator yaitu: a) Musyawarah perencanaan pembangunan desa (Musrenbangdes) merupakan forum pembahasan usulan rencana kegiatan pembangunan di tingkat desa. Pembahasan rencana kegiatan dan program dilakukan di forum musrenbangdes. Tidak ada keputusan-keputusan yang terkait dengan masyarakat yang dilakukan di forum khusus tanpa sepengetahuan masyarakat. Hal ini untuk menghindari adanya keputusan yang tidak sesuai dengan kehendak dan kebutuhan masyarakat dan desa. b) Prinsip-prinsip Perencanaan Pembangunan Partisipasi Masyarakat Desa (P3MD) mengharuskan keterlibatan masyarakat bukan hanya perangkat desa. Pihak yang PENDEKATAN PENGAWASAN HORIZONTAL PADA ASPEK PERENCANAAN ANGGARAN DANA DESA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN TINDAK KORUPSI DANA DESA (ANALISIS META-SINTESIS PADA PENGAWASAN DANA DESA) Rizky Wulandari dan Dina Natasari 66 berkepentingan pada pembangunan desa adalah masyarakat desa bukan hanya pada aparat desa. Sehingga keterlibatan masyarakat secara aktif pada saat penyusunan rencana, program, sasaran dan anggaran merupakan keharusan. c) Masyarakat terlibat dalam pengambilan keputusan. Keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan desa dilakukan di musrenbangdes. Hal ini untuk menghindari adanya keputusan yang diambil tidak diketahui masyarakat dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa. d) Keberadaan BPD yang aktif diperlukan untuk lebih mempersempit kemungkinan terjadinya keputusan yang merugikan masyarakat. BPD selaku pengawas horizontal seharusnya bisa menjembatani antara masyarakat dan aparat. Sehingga keputusan-keputusan yang diambil oleh aparat desa telah diketahui dan disetujui oleh BPD. Indikator keempat, yaitu berkurangnya kebocoran, pemborosan dan pungutan liar. Indikator ini adalah indikator penting yang mencegah terjadinya tindak korupsi dana desa. Penyusunan anggaran partisipasif diharapkan dapat menghindari terjadinya kebocoran, pemborosan dan pungutan liar. Keaktifan semua anggota masyarakat desa menjadi kunci efektif berjalannya indikator ini. Indikator ini dapat terlihat melalui subindikator berikut: a) BPD harus mampu menciptakan check and balance agar keputusan anggaran yang dibuat oleh kepala desa tidak berlebihan atau tidak boros check and balance harus dilakukan untuk menghindari pengambilan keputusan yang tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat dan desa. b) BPD berhak untuk menolak rancangan anggaran yang diajukan oleh kepala desa jika berisiko terjadinya penyimpangan atau celah untuk memanfaatkan dana desa demi kepentingan pihak- pihak tertentu. Posisi BPD di sini menjadi sangat strataegis dan memegang peran penting karena rancangan anggaran bisa menjadi tidak disetujui jika terindikasi adanya penyelewengan atau penyalahgunaan. BPD harus memanfaatkan peran ini seefektif mungkin untuk menghindari tindak korupsi dalam pengelolaan dana desa. c) Anggaran haruslah ekonomis dan digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk pembiayaan rutin perangkat desa. Anggaran dana desa ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan desa. Program-program yang direncanakan dalam RAPB bukanlah pembiayaan operasional rutin desa, tapi berisi program- program peningkatan kualitas dan kesejahteraan masyarakat dan desa. Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 10, No.1, Februari 2020 Hal. 53-68 67 PENUTUP Peran Masyarakat dan BPD selaku pengawas horizontal dalam pengawasan dana desa pada aspek perencanaan memiliki peran penting. Pengawasan dilakukan tidak hanya di aspek keuangan tapi juga aspek non keuangan. Pengawasan perencanaan dana desa yang dilakukan oleh pengawas dana desa dilakukan mulai dari perencanaan program sampai dengan tertuangnya pada RAPB Desa yang harus bersifat partisipatif, terarah, akomodatif dan representative secara politis bagi masyarakat. Indikator keberhasilan pengawasan adalah sasaran yang jelas dan dapat diukur, keterkaitan rencana dengan program dan anggaran, berkurangnya penyalahgunaan wewenang, dan berkurangnya kebocoran, pemborosan dan pungutan liar. Kerangka konseptual pengawasan horizontal dana desa pada aspek perencanaan menyajikan hal-hal atau langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pengawas horizontal. Langkah ini menekankan pada peran aktif dan kepedulian dari pengawas horizonal sebagai kunci optimalnya pengawasan dana desa, dan pada akhirnya diharapkan dengan optimalnya pengawasan dari pengawas horizontal maka tindak korupsi bisa diminimalkan dan sebagai upaya pencegahan. Keterbatasan dari penelitian ini adalah baru mencakup pengawasan horizontal di aspek perencanaan. Masih terdapat aspek pelaksanaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban yang belum dilakukan. Saran bagi penelitian selanjutnya adalah melihat aspek pelaksanaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, serta menambah indikator keberhasilan pengawasan horizontal di aspek perencanaan. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik (BPS). (2018). Output Tabel Dinamis. Hanifah, S. I., & Sugeng, P. (2015). Akuntabilitas dan Transparansi Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes). Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi, 4(8), 1– 15. https://www.academia.edu/36640091/AKUNTABILITAS_DAN_TRANSPARANSI_PE RTANGGUNGJAWABAN_ANGGARAN_PENDAPATAN_BELANJA_DESA_APBD es_Sugeng_Praptoyo_Sekolah_Tinggi_Ilmu_Ekonomi_Indonesia_STIESIA_Surabaya Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2019). Buku Pintar Dana Desa. In Proposal SIMLITAMAS. https://drive.google.com/open?id=1_noSAVSk9r0fSwkPSxzMLUcN- 0NQ0hbL Kitchenham, B. (2004). Procedures for Performing Systematic Reviews. Annals of Saudi Medicine, 37(1), 79–83. https://doi.org/10.5144/0256-4947.2017.79 Okditazeini, V., & Irwansyah, I. (2018). Ancaman Privasi dan Data Mining di Era Digital: Analisis Meta-Sintesis pada Social Networking Sites (SNS). Jurnal Studi Komunikasi Dan Media, 22(2), 109. https://doi.org/10.31445/jskm.2018.220202 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1985 Tentang Jalan 1 (2005). https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2007.03.021 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, 2014 1 (2014). https://doi.org/10.1038/132817a0 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, (2016). PENDEKATAN PENGAWASAN HORIZONTAL PADA ASPEK PERENCANAAN ANGGARAN DANA DESA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN TINDAK KORUPSI DANA DESA (ANALISIS META-SINTESIS PADA PENGAWASAN DANA DESA) Rizky Wulandari dan Dina Natasari 68 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2O19 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2O14 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2O14 Tentang Desa, Pp Ri (2019). Seputro, Wahyuningsih, & Sunrowiyati. (2017). (Potensi Fraud Dan Strategi Anti Fraud Pengelolaan Keuangan Desa. 1(1), 7–8. Supriadi. (2015). Pertanggungjawaban Kepala Desa Dalam Pengelolaan Keuangan Desa Berdasarkan Undangundang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Liability Of The Head Of The Village In The Village Financial Management According To Law Number 6 Of 2014 Concerning Village. 6, 330–346. Wibisono, N. (2017). Mengungkap Fenomena Pengawasan Publik Terhadap Dana Desa Di Kabupaten Madiun. Jurnal AKSI (Akuntansi Dan Sistem Informasi), 1(2), 8–19. https://doi.org/10.32486/aksi.v1i2.115 Yulianah, Y. (2017). Potensi Penyelewengan Alokasi Dana Desa Di Kaji Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Jurnal Hukum Mimbar Justitia, 1(2), 608. https://doi.org/10.35194/jhmj.v1i2.43