Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 10, No.2, Juni 2020 Hal. 165-182 165 PENGARUH PELAPORAN KEUANGAN MELALUI INTERNET DAN TATA KELOLA PADA KESULITAN KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN THE EFFECT OF INTERNET FINANCIAL REPORTING AND CORPORATE GOVERNANCE TOWARDS FINANCIAL DISTRESS IN BANKING SECTOR Permata Ayu Widyasari 1) dan Evelyn Christina Kurniawan 2) Universitas Surabaya 1,2) ABSTRACT The research objective is to identify ownership structure, audit committee characteristics, and internet financial reporting impact on banking financial distress. Populations of this study are the banks registered in Indonesia Stock Exchange 2010-2018. This study use logistic regression method, which is done twice for the period 2010-2018 and the period 2018. The result shows a positive significant impact on audit committee financial literacy in is financial distress. The state ownership has a negative significant impact on financial distress for 2010-2018 data. This result is not supported by 2018 data, due to changes in government priority. Firm size as control variable has negative significant impact on financial distress. This research emphasizes that the practice of internet financial reporting need to be evaluated in banking sector. Keywords: Ownership Structure, Audit Committee Characteristic, Internet Financial Reporting, Financial Distress, Good Corporate Governance ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh struktur kepemilikan, karakteristik komite audit, dan internet financial reporting terhadap kesulitan keuangan sektor perbankan. Sample penelitian ini adalah bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2018. Peneliti menggunakan uji regresi logistik yang dilakukan dua kali untuk periode 2010-2018 dan periode 2018. Hasil dari penelitian menunjukkan terdapat pengaruh signifikan positif dari audit committee financial literacy terhadap financial distress. Variabel state ownership memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap financial distress pada data 2010-2018. Hasil ini tidak robust pada data 2018 karena adanya fenomena pergantian prioritas pada pemerintah. Variabel kontrol usia perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Kesimpulan dari penelitian ini adalah praktik internet financial reporting kurang optimal pada sektor perbankan di Indonesia. Kata Kunci: Struktur Kepemilikan, Karakteristik Komite Audit, Internet Financial Reporting, Kesulitan Keuangan, Tata Kelola Corresponding author: permataayu@staff.ubaya.ac.id Email : permataayu@staff.ubaya.ac.id 1) s130316052@student.ubaya.ac.id 2) DOI : https://doi.org/10.33369/j.akuntansi.9.3.165-182 PENDAHULUAN Latar Belakang Bank memiliki peran penting sebagai financial intermediary dan memiliki systematic risk sehingga memiliki peran yang penting dalam perekonomian negara. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 pasal satu mendefinisikan bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka mailto:permataayu@staff.ubaya.ac.id mailto:permataayu@staff.ubaya.ac.id mailto:s130316052@student.ubaya.ac.id https://doi.org/10.33369/j.akuntansi.9.3.165-182 PENGARUH PELAPORAN KEUANGAN MELALUI INTERNET DAN TATA KELOLA PADA KESULITAN KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN Permata Ayu Widyasari dan Evelyn Christina Kurniawan 166 meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Indonesia telah memperketat hukum pailit bank serta menerapkan tata kelola dalam rangka pencegahan financial distress dan agency conflict. Sektor perbankan memegang peran penting sebagai financial intermediaries. Kegagalan keuangan pada bank dapat dikatakan memiliki systematic risk ketika dampaknya merambat ke institusi lain (Fiordelisi dan Marqués-Ibañez, 2013). Systematic risk pada sektor bank merupakan ketergantungan dorongan oleh faktor-faktor umum (Muns dan Bijlsma, 2011). Menurut Claessens, Djankov, & Klapper (2003) karakteristik perusahaan dan negara mempengaruhi cara kesulitan keuangan perusahaan diselesaikan. Perusahaan berbeda dalam modal dan struktur kepemilikan, sementara perbedaan negara termasuk variasi dalam standar hukum dan kerangka kerja peraturan. Claessens et al. (2003) mengembangkan model interest coverage ratio untuk memprediksi financial distress khususnya untuk lima negara Asia timur (Indonesia, Korea, Malaysia, Philippines, and Thailand). Dalam era digital, Internet Financial Reporting (IFR) dapat menjadi mekanisme pangawasan kinerja bank. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) melakukan survey mengenai “Penetrasi dan Profil Perilaku Pengguna Internet Indonesia”. Berdasarkan hasil survey penetrasi pengguna internet dari tahun 2017 ke 2018 mengalami peningkatan 54,68% menjadi 64,8% (APJII 2018). Total penambahan jumlah pengguna internet adalah 27.91 juta jiwa. Internet dapat muncul terutama berkaitan dengan pelaporan keuangan, jaringan global yang membuat batas-batas fisik dan nasional berkurang dan dengan demikian menyediakan saluran pengiriman informasi yang lancar (Xiao, Jones, & Lymer, 2005). Indonesia sebagai negara berkembang juga harus memanfaatkan internet. Menurut Khan dan Ismail (2012) IFR memberikan manfaat positif bagi perusahaan seperti menarik investor asing, memberikan cakupan yang lebih luas, dan mempromosikan transparansi perusahaan. Namun penelitian oleh Pillai dan Al-Malkawi (2018) menemukan IFR berpengaruh secara negatif terhadap firm performance. Sejauh ini, penelitian mengenai pengaruh IFR terhadap financial distress pada sector perbankan di Indonesia masih sulit ditemukan. Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu pengaruh corporate governance dan internet financial reporting terhadap financial distress perbankan di Indonesia. Wardhani (2007) mengatakan bahwa strategi GCG dalam perusahaan dapat menentukan kondisi finansial perusahaan. Penelitian terdahulu menemukan ownership structure, yang merupakan komponen GCG, memiliki pengaruh terhadap financial distress (Kang dan Shivdasani 1997; Li et al. 2015). Sebaliknya, terdapat penelitian lain yang tidak menemukan pengaruh ownership structure terhadap financial distress (Hadad , Sugiarto, Purwanti, Hermanto, & Arianto, 2003; Shahwan 2015; Simpson dan Gleason 1999). Data ekonomi dan keuangan saja tidak memberikan daya prediksi yang cukup dari kebangkrutan di masa depan, oleh karena itu diperlukan untuk memasukkan variabel yang mewakili kepemilikan dan/atau karakteristik tata kelola perusahaan untuk meningkatkan daya prediksi model (Manzaneque, Priego, & Merino, 2016). Komite audit sebagai fungsi corporate governance bertanggung jawab untuk memastikan, bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika, melaksanakan pengawasannya secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan (FCGI, 2000). Namun dengan adanya kasus-kasus konflik kepentingan pada bank di Indonesia, menimbulkan pertanyaan mengenai fungsi komite audit. Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 10, No.2, Juni 2020 Hal. 165-182 167 KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Agency Theory Agency problem yang dimaksud oleh Jensen dan Meckling (1976) adalah konflik klasik antara pemilik dan manajer disebut Agency Problem I. Masalah Agency Problem I dapat diselesaikan dengan large shareholder yang akan terdorong untuk mengawasi manajemen. Masalah ini kemudian berkembang menjadi Agency Problem II saat pihak large shareholder berusaha mengendalikan manajemen untuk keuntungan pribadi. Agency Problem II membahas konflik kepentingan antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas. Villalonga dan Amit (2006) menyatakan bahwa Agency Problem II merupakan masalah yang timbul saat berusaha menutupi Agency Problem I. Selain large share holder, Moon Rao, & Bathala (1994) mengusulkan beberapa solusi untuk menyelesaikan masalah agency theory salah satunya adalah meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen. Signaling Theory Signaling theory menyatakan bahwa perusahaan dengan kualitas yang lebih tinggi akan memilih kebijakan akuntansi yang memungkinkan kualitas superiornya terungkap, sementara perusahaan dengan kualitas lebih rendah cenderung memilih metode akuntansi yang akan menyembunyikan kualitas yang buruk (Kirmani dan Rao 2000). Penggunaan internet dapat menjadi sinyal kepada investor bahwa perusahaan memiliki kualitas tinggi (Dolinšek , Tominc, & Skerbinjek, 2014). Sebaliknya, perusahaan tidak akan membuka banyak informasi ke internet apabila memiliki masalah keuangan. Menurut Kamalluarifin (2016) perusahaan dengan kualitas kinerja yang rendah cenderung menghindari perhatian publik dan membatasi informasi kepada user. Financial Distress Financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi (Widarjo dan Setiawan 2009). Onakoya dan Olotu (2017) memisahkan kebangkrutan menjadi kebangkrutan sukarela dan tidak sukarela. Insolvency (pailit) adalah ketidakmampuan suatu perusahaan untuk membayar utangnya. Di Indonesia, perusahaan akan dinyatakan bangkrut saat pengadilan telah memutuskan bahwa perusahaan pailit. Bank memiliki syarat khusus sebelum dinyatakan pailit. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa bank hanya bisa dinyatakan pailit apabila pernyataan pailit diajukan oleh Bank Indonesia. Tata Kelola Perusahaan Variabel tata kelola yang digunakan pada penelitian ini adalah struktur kepemilikan dan karakteristik komite audit. Struktur kepemilikan saham mencerminkan mengenai distribusi kekuasaan dan pengaruh di antara pemegang saham atas kegiatan operasional perusahaan (Kholis 2014). Semua pemegang saham biasa memiliki hak untuk berpartisipasi dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan memiliki jumlah suara yang sesuai dengan saham biasa (IFC, 2018). Varaiable struktur kepemilikan yang diteliti adalah persentase saham milik negara dan lembaga negara; jumlah persentase kepemilikan saham oleh lima pemegang saham terbesar; pemegang saham dengan kepemilikan diatas 5% dan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh pihak manajemen. Disamping itu, persentase jumlah ekuitas yang dimiliki oleh pihak dewan direksi juga diteliti. Direksi adalah organ perusahaan dengan wewenang penuh untuk mengelola perusahaan demi kepentingan terbaik perusahaan sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan (IFC, 2018). PENGARUH PELAPORAN KEUANGAN MELALUI INTERNET DAN TATA KELOLA PADA KESULITAN KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN Permata Ayu Widyasari dan Evelyn Christina Kurniawan 168 Komite Audit di Indonesia mengikuti Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55/POJK.04/2015 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit. Komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa: (i) Laporan keuangan disajikan dengan tepat sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, (ii) Struktur kontrol internal memadai dan efektif, (iii) Audit internal dan eksternal dilakukan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen (IFC, 2018). Peneliti menggunakan beberapa pengukuran mengenai komite audit, antara lain jumlah anggota komite audit yang aktif selama minimal enam bulan dalam satu tahun; rasio anggota komite audit non-eksekutif; jumlah rapat internal komite audit yang dilakukan selama satu tahun dan rasio anggota komite audit yang memiliki pengetahuan finansial. Internet Financial Reporting Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-431/Bl/2012 tentang penyampaian laporan tahunan emiten atau perusahaan pasal tiga mewajibkan perusahaan untuk memuat laporan tahunan pada laman (website) perusahaan. Perusahaan juga diwajibkan untuk memiliki website minimal satu tahun sejak peraturan tersebut dikeluarkan (BAPEPAM-LK 2012). Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan standar dari pelaporan bank yang diatur pada POJK Nomor 6/POJK.03/2015 tentang transparansi dan publikasi laporan bank. IFC (2018) menyebutkan bahwa perusahaan minimal harus mencantumkan: (i) Articles of Association dan semua amandemen, (ii) Informasi tentang strategi pengembangan perusahaan, (iii) Laporan bisnis dan keuangan, (iv) Dokumen Prospektus, (v) Laporan auditor eksternal, (vi) Informasi tentang peristiwa material, (vii) Informasi tentang RUPS, dan (viii) Keputusan penting Dewan Komisaris dan Direksi. Perusahaan dengan tanggung jawab publik, juga harus mengekspos laporan tahunan dan laporan keuangan pada website. Pengembangan Hipotesis Pengaruh state ownership terhadap financial distress Penelitian terdahulu menemukan state ownership memiliki pengaruh negatif terhadap financial distress (Hu dan Zheng 2015; Li et al. 2015). Menurut Li et al. (2015) manager yang dipilih secara birokratis akan melindungi prospek politik perusahaan. Hu dan Zheng (2015) memberikan contoh pemerintah China yang rela melakukan fund injection kepada perusahaan pemerintah. Perusahaan pemegang saham negara sering terbebani dengan beberapa tanggung jawab publik, seperti mengontrol tingkat pengangguran dan mempertahankan stabilitas ekonomi sehingga pemerintah akan melakukan kontrol administratif dan intervensi politik untuk mengeluarkan perusahaan milik pemerintah dari kesulitan keuangan (Udin , Khan, & Javid,2017). Dengan kata lain, ada nya state ownership meningkatkan kemungkinan adanya fund injection yang akan menurunkan kesulitan keuangan sebuah institusi, disamping itu, dan tanggung jawab publik merupakan tambahan beban bagi institusi sehingga institusi akan berusaha untuk menghindari kesulitan keuangan. H1: State ownership memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress Pengaruh ownership concentration terhadap financial distress Pemegang saham mayoritas memiliki voting power dan peran yang signifikan dalam mengambil keputusan. Struktur kepemilikan terkonsentrasi memiliki pemegang saham mayoritas yang dipercaya memiliki rasionalisasi untuk melakukan monitoring dan control terhadap pihak manajemen secara ketat (Shleifer et al. 1986). Berdasarkan terdahulu penelitian oleh (Ahmad, 2019; Li et al. 2015) ownership concentration memiliki pengaruh Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 10, No.2, Juni 2020 Hal. 165-182 169 negatif terhadap financial distress. Pemegang saham perusahaan dengan kepemilikan terkonsentrasi, cenderung memiliki kekuatan yang cukup untuk melindungi kepentingan mereka dan secara aktif memantau kinerja perusahaan (Li et al. 2015). H2: Ownership concentration memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress Pengaruh blockholder ownership terhadap financial distress Pemegang saham dapat dikategorikan sebagai blockholder ownership jika memiliki saham perusahaan diatas 5%. Menurut Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) kepemilikan diatas 5% memiliki kekuatan voting atau kekuatan investasi (kekuatan langsung atau tidak langsung untuk menjual sekuritas). Penelitian terdahulu menemukan blockholder ownership memiliki pengaruh negatif terhadap financial distress (Elloumi dan Gueyié 2001; Miglani , Ahmed, & Henry, 2015; Parker , Peters, & Turetsky, 2002). Blockholder memberikan pengaruh dengan cara yang melindungi operasi perusahaan dan mendukung pemulihan (Parker et al. 2002). Sebaliknya, Lee dan Yeh (2004) menemukan pengaruh positif karena blockholder Taiwan kebanyakan berasal dari keluarga manajemen. H3: Blockholder ownership memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress Pengaruh management ownership terhadap financial distress Penelitian terdahulu menemukan management ownership memiliki pengaruh negatif terhadap financial distress (Abdullah 2006; Manzaneque et al. 2016). Seorang manager dengan tingkat kontrol yang signifikan akan memiliki tujuan yang selaras dengan pemegang saham (Simpson dan Gleason, 1999). Perasaan memiliki perusahaan mendorong manajemen untuk menghindari kesulitan finansial pada perusahaan. Kepemilikan saham oleh anggota dewan bisa menjadi ukuran yang tepat dari tata kelola perusahaan untuk mengendalikan tindakan dan kepentingan (Manzaneque et al. 2016). Udin, et.al (2017) menemukan pengaruh positif management ownership terhadap financial distress karena manajemen lebih selaras dengan kepentingan pribadi daripada kepentingan pemegang saham luar. H4: Management ownership memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress Pengaruh director ownership terhadap financial distress Menurut Jensen dan Ruback (1983) direksi harus memegang kepentingan ekuitas substansial di perusahaan untuk fungsi insentif sehingga direksi bertindak demi kepentingan pemegang saham. Penelitian sebelumnya menemukan kepemilikan direksi memiliki hubungan negatif terhadap financial distress (Manzaneque et al. 2016; Miglani et al. 2015). Menurut Manzaneque et al. (2016) kepemilikan direktur institusional dapat menyelaraskan kepentingan direksi dengan pemegang saham lain sehingga direksi lebih aktif dalam menghindari kegagalan bisnis. H5: Director ownership memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress Pengaruh audit committee size terhadap financial distress Menurut Nuresa dan Hadiprajitno (2013), efektivitas komite audit akan meningkat saat ukuran komite meningkat karena komite memiliki sumber daya yang lebih untuk menangani masalah-masalah perusahaan. Probabilitas anggota dengan beragam pengalaman pendidikan dan industri meningkat sehingga terdapat berbagai perspektif tentang strategi dan operasi perusahaan membuat kinerja keuangan meningkat (Pearce dan Zahra 1992). H6: Audit committee size memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress PENGARUH PELAPORAN KEUANGAN MELALUI INTERNET DAN TATA KELOLA PADA KESULITAN KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN Permata Ayu Widyasari dan Evelyn Christina Kurniawan 170 Pengaruh audit committee composition terhadap financial distress Komite audit cenderung lebih efektif dalam melindungi kredibilitas pelaporan keuangan perusahaan jika anggota komite independen (ACC) terhadap manajemen (Carcello dan Neal 2000). Independensi dalam komite audit bertujuan untuk memelihara integritas serta pandangan yang objektif dalam laporan serta penyusunan rekomendasi, individu independen cenderung lebih adil dan obyektif dalam menangani suatu permasalahan (FCGI, 2000). Anggota komite audit independen lebih suportif kepada fungsi internal audit sehingga perusahaan memiliki risk management yang baik (Alzeban dan Sawan 2015). Menurut Kallamu dan Saat (2015) ACC pada perusahaan sektor perbankan Malaysia memiliki pengaruh positif terhadap firm performance setelah dikeluarkan Malaysian Code on Corporate Governance (MCCG). H7: Audit committee composition memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress Pengaruh audit committee meeting frequency terhadap financial distress Penelitian terdahulu menemukan bahwa jumlah rapat komite audit secara signifikan berpengaruh negatif terhadap financial distress (Nuresa dan Hadiprajitno 2013; Salloum , Azzi, & Gebrayel, 2014). Semakin sering melakukan rapat maka komite audit dapat memastikan integritas pelaporan keuangan, memaksimalkan pemantauan, dan secara efektif memantau kegiatan operasional (Salloum et al. 2014). Frekuensi rapat komite audit (ACMF) yang tinggi akan membuat komite audit lebih cepat dalam menemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kebijakan sebelumnya dan komunikasi antar anggota lebih terstruktur (Nuresa dan Hadiprajitno 2013). H8: Audit committee meeting frequency memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress Pengaruh audit committee financial literacy terhadap financial distress Audit committee financial literacy berpengaruh negatif terhadap financial distress (Nuresa dan Hadiprajitno 2013; Rahmat, Iskandar, & Saleh, 2009). Menurut Nuresa dan Hadiprajitno (2013) tugas komite audit berhubungan erat dengan kebijakan keuangan, sehingga literasi keuangan komite audit dapat memperkecil upaya agent untuk memanipulasi masalah data-data yang berkaitan dengan keuangan dan prosedur akuntansi, sehingga dapat mengoptimalkan kinerja agent. Rahmat (2009) menemukan bahwa komite audit dengan financial literacy bersertifikat Malaysian Institute of Accountants (MIA) dapat menghindarkan perusahaan dari financial distress. H9: Audit committee financial literacy memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress Pengaruh internet financial report terhadap financial distress Internet financial reporting memiliki pengaruh positif terhadap profitability (Alsartawi 2018; Mokhtar 2017). Menurut Alsartawi (2018) hasil ini sesuai dengan signaling theory, yaitu manajer bank yang lebih memiliki profit ingin memberi sinyal keberhasilan untuk menarik perhatian calon investor dan mempertahankan posisinya sebagai manajer Argumen didukung. Hasil ini bertentangan dengan Pillai dan Al-Malkawi (2018) yang menemukan IFR berpengaruh negatif terhadap firm performance karena IFR dapat mengundang kompetitor dan mengurangi profit jangka panjang perusahaan. Jika IFR mengurangi profit dan mengundang kompetitor maka perusahaan dapat mengalami financial distress. H10: Internet financial report memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 10, No.2, Juni 2020 Hal. 165-182 171 METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian Peneliti menggunakan purposive sample. Populasi penelitian adalah bank yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2010-2018. Tabel 1 Hasil Seleksi Populasi Kriteria 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Jumlah Bank 45 45 45 45 46 45 45 45 45 Tidak tersedianya annual report (10) (8) (8) (1) (0) (0) (0) (0) (0) Tidak melaporkan karakteristik komite audit secara lengkap (12) (5) (4) (5) (1) (1) (0) (0) (0) Sampel 23 32 33 39 45 44 45 45 45 Total 351 Sumber: Data sekunder yang diolah dari https://www.idx.co.id/ Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Financial Distress (FD) Financial distress dinyatakan dalam bentuk dummy variable dan diukur menggunakan interest coverage ratio. Perusahaan dinyatakan mengalami financial distress, jika interest coverage kurang dari satu selama dua tahun terus-menerus. Interest coverage di bawah satu menyatakan bahwa pendapatan operasi perusahaan tidak cukup untuk menutupi kewajiban pembayaran bunga (Fan , Huang, & Zhu, 2013). 2. State Ownership (SO) Persentase saham milik negara dan lembaga negara. 3. Ownership Concentration (OC) Jumlah persentase kepemilikan saham oleh lima pemegang saham terbesar. 4. Blockholder’s Ownership (OB) Blockholder’s adalah pemegang saham dengan kepemilikan diatas 5%. Penentuan cut-off 5% berdasarkan SEC mengharuskan perusahaan untuk mengidentifikasi pemegang saham yang memiliki saham beredar lebih besar sama dengan 5%. 5. Management Ownership (MO) Persentase jumlah saham yang dimiliki oleh pihak manajemen. PENGARUH PELAPORAN KEUANGAN MELALUI INTERNET DAN TATA KELOLA PADA KESULITAN KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN Permata Ayu Widyasari dan Evelyn Christina Kurniawan 172 6. Director Ownership (DO) Persentase jumlah ekuitas yang dimiliki oleh pihak dewan direksi. 7. Audit Committee Size (ACS) Jumlah anggota komite audit yang aktif selama minimal enam bulan dalam satu tahun. 8. Audit Committee Composition (ACC) Rasio anggota komite audit non-eksekutif. 9. Audit Committee Meeting Frequency (ACMF) Jumlah rapat internal komite audit yang dilakukan selama satu tahun. 10. Audit Committee Financial Literacy (ACFL) Rasio anggota komite audit yang memiliki pengetahuan finansial. Anggota komite audit dapat dinyatakan memiliki literasi finansial saat memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang akuntansi, keuangan atau audit (Salloum et al. 2014). 11. Internet Financial Reporting (IFR) Peneliti mengadopsi indikator pengungkapan IFR yang dikembangkan oleh (Rizqiyah dan Lubis 2017). Indikator dimodifikasi dengan mengeluarkan indikator konten nomor 11-12 dan 29-32 karena indikator hanya berlaku untuk bank umum syariah. Skor IFR maksimal yang dapat diperoleh oleh bank adalah 104 poin. 12. Usia Perusahaan (AGE) Jumlah tahun dari tanggal pendirian sampai tahun laporan tahunan dikeluarkan. 13. Ukuran perusahaan (SIZE) Menggunakan natural log dari nilai total keseluruhan asset. 14. Audit Quality (AQ) Audit Quality dinyatakan dalam bentuk dummy variable. Jika perusahaan menggunakan jasa big-4 maka akan diberi skor satu (1). Sebaliknya, jika bank menggunakan jasa non big-4 makan akan diberi skor (0). Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi. Data yang digunakan adalah laporan tahunan, laporan keuangan, website perusahaan sektor perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2010-2018. Khusus untuk IFR, peneliti menggunakan offline explorer dan mengunduh 48 website dalam kurun waktu satu minggu pada minggu keempat bulan April. Akhir bulan April adalah waktu batas pelaporan pajak Indonesia dan idealnya Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 10, No.2, Juni 2020 Hal. 165-182 173 annual report telah terunggah di website bank. Supaya penilaian menjadi adil bagi semua bank, maka website disimpan secara offline. Menggunakan offline explorer, peneliti menentukan halaman awal menggunakan alamat URL perusahaan, dan mengarahkan program untuk mengunduh semua file yang terhubung ke halaman awal dari server mulai hingga level lima (Abdelsalam et al. 2007). Ditentukan lima klik dari home dengan asumsi bahwa semakin lama jumlah klik untuk menemukan informasi, maka semakin tidak berguna informasi tersebut bagi pengguna. Metode Analisis Data Penelitian menggunakan analisis regresi logistik karena variabel dependen financial distress merupakan variabel non-metrik dua kategori. Analisis dilakukan dua kali untuk data periode 2010-2018 dan data 2018 saja. Persamaan regresi yang digunakan adalah sebagai berikut: HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Regresi Logistik Tabel 2 Rangkuman Uji Model Indikator 2010-2018 2018 Model Summary Nagelkerke R Square .351 .661 Hosmer and Lemeshow Chi-square 6.500 2.093 Significance 0.591 0.894 Sumber: Data olahan SPSS 25 Hosmer and Lemeshow’s goodness of fit test menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok dengan model (Ghozali, 2018). Hasil dari uji Hosmer and Lemeshow test data 2010- 2018 memiliki tingkat signifikansi 0.591. Hasil Hosmer and Lemeshow test data 2018 memiliki tingkat signifikansi 0.894. Kedua uji hosmer and lemeshow memiliki signifikansi diatas 0.05, data diterima karena cocok dengan data observasi. Melalui hasil Nagelkerke R Square data 2010-2018 ditemukan variable independen SO, MO, BO, ACS, ACC, ACMF, dan ACFL dapat menjelaskan FD sebesar 35.1%. Uji Nagelkerke R Square data tahun 2018 menambahkan variable independen IFR. Setelah dilakukan uji kedua, terjadi peningkatan pada Nagelkerke R Square. Pada data 2018, variable dependen FD dapat dijelaskan oleh variable independen SO, MO, BO, ACS, ACC, ACMF, ACFL, dan IFR sebesar 66.1%. PENGARUH PELAPORAN KEUANGAN MELALUI INTERNET DAN TATA KELOLA PADA KESULITAN KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN Permata Ayu Widyasari dan Evelyn Christina Kurniawan 174 Hasil Regresi Logistik Biner Tabel 3 Rangkuman Hasil Regresi Logistik Biner 2010 – 2018 2018 Variable B Sig. Exp(B) Hasil B Sig. Exp(B) Hasil Robust SO -.030 .000 .971 - -.189 .711 .827 - X OC -.051 .312 .951 - -.141 .370 .869 - V BO .044 .362 1.045 + .107 .413 1.113 + V MO .744 .146 2.105 + .887 .673 2.427 + V DO .236 .834 1.267 + .661 .898 1.937 + V ACS -.421 .064 .656 - -1.455 .122 .233 - V ACC .000 .977 1.000 - -.762 1.000 .467 - V ACMF -.010 .684 .990 - .138 .289 1.148 + V ACFL .914 .001 2.493 + 2.627 .046 13.839 + V IFR -.005 .947 .995 - - AGE .000 .999 1.000 + .042 .302 1.043 + V SIZE -.796 .006 .451 - -2.783 .142 .062 - X AQ -.587 .150 .556 - -1.015 .539 .362 - V Sumber: Data olahan SPSS 25 Pengujian dilakukan dua kali yaitu pada tahun 2010-2018 dan untuk tahun 2018 saja. State ownership (SO) memiliki nilai koefisien negatif 0.030 dan tingkat signifikansi 0.000. Setiap peningkatan SO sebesar 1% akan menurunkan probabilitas financial distress sebesar atau 0.971 kali. Tingkat signifikansi dibawah alpha 0.05 sehingga SO memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress. H1 terbukti karena SO memiliki pengaruh yang negatif terhadap financial distress. Namun hal ini berbeda dengan hasil pada tahun 2018 saja, sehingga hasil data 2018 tidak robust dengan data 2010-2018. Ownership concentration (OC) memiliki nilai koefisien negatif 0.051 dan tingkat signifikansi 0.312. Setiap kenaikan 1% OC akan menurunkan probabilitas financial distress sebesar atau 0.951 kali. Tingkat signifikansi diatas dari alpha 0.05 sehingga pengaruhnya tidak signifikan. H2 ditolak karena OC memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap financial distress. Hasil robust pada sample 2010-2018 dan 2018 saja. Blockholder ownership (BO) memiliki nilai koefisien positif 0.044 dan tingkat signifikansi 0.362. Setiap 1% peningkatan BO akan meningkatkan probabilitas bank berstatus financial distress sebesar atau 1.045 kali. H3 ditolak karena memiliki BO pengaruh yang tidak signifikan pada financial distress. Hasil data 2018 juga menguatkan uji data 2010- 2018. Management ownership (MO) memiliki nilai koefisien sebesar positif 0.744 dan tingkat signifikansi sebesar 0.146. Setiap peningkatan 1% MO akan meningkatkan probabilitas bank berstatus financial distress sebesar atau 2.105 kali. H4 ditolak karena MO memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap financial distress. Hasil data 2018 sesuai dengan hasil data 2010-2018. Director ownership (DO) memiliki nilai koefisien positif 0.236 dan tingkat signifikansi 0.834. Setiap kenaikan DO 1% akan meningkatkan probabilitas bank berstatus Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 10, No.2, Juni 2020 Hal. 165-182 175 financial distress sebesar atau 1.267 kali. H5 ditolak karena DO memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap financial distress. Hasil data 2018 menguatkan uji data 2010-2018. Audit committee structure (ACS) memiliki nilai koefisien negatif 0.421 dan tingkat signifikansi 0.064. Setiap peningkatan 1 anggota komite audit akan menurunkan probabilitas bank berstatus financial distress sebesar atau 0.656 kali. H6 ditolak karena ACS memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap financial distress. Hasil data 2018 mendukung data 2010-2018 Audit committee composition (ACC) memiliki nilai koefisien 0.000 dan tingkat signifikansi 0.977. Setiap kenaikan 1% peningkatan ACC akan menaikkan probabilitas bank berstatus financial distress sebesar atau 1.000 kali. H7 ditolak karena ACC memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap financial distress. Hasil data 2018 robust dengan data 2010-2018 Audit committee meeting frequency (ACMF) memiliki nilai koefisien negatif 0.010 dan tingkat signifikansi 0.684. Setiap kenaikan 1 kali rapat akan menurunkan probabilitas bank berstatus financial distress sebesar atau 0.990 kali. H8 ditolak karena ACMF memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap financial distress. Hasil data 2018 robust dengan data 2010-2018 Audit committee financial literacy (ACFL) memiliki nilai koefisien positif 0.914 dan tingkat signifikan 0.001. Setiap kenaikan 1 ACFL maka probabilitas bank berstatus financial distress akan naik sebesar atau 2.493 kali. H9 diterima karena memiliki ACFL pengaruh positif terhadap financial distress. Internet financial reporting (IFR) memiliki nilai koefisien negatif 0.005 dan tingkat signifikansi 0.947. Setiap kenaikan 1% IFR akan menaikkan probabilitas financial distress sebesar atau 0.995 kali. H10 ditolak karena pengaruh IFR tidak signifikan terhadap financial distress. PEMBAHASAN Sample tahun 2010-2018 Hipotesis pertama, diterima karena states ownership memiliki pengaruh negatif terhadap financial distress. Hasil ini sesuai dengan oleh Li et al. (2015). Perusahaan dengan kepemilikan negara sering dibebani dengan tanggung jawab publik, salah satunya mempertahankan stabilitas ekonomi (Li et al. 2015). Dampak buruk dari kesulitan keuangan akan mengganggu fungsi publik perusahaan, sehingga pemerintah akan berusaha menjauhkan perusahaan dari kondisi financial distress. Para manajer perusahaan pemegang saham negara juga memiliki insentif untuk mengambil tindakan pencegahan financial distress untuk melindungi kepentingan dan posisi mereka dari risiko (Li et al. 2015). Pemerintah akan berusaha untuk mendapatkan kepercayaan rakyat melalui kondisi perusahaan yang sehat. Jika pemerintah sebagai pengelola negara gagal mengelola bank, maka rakyat yang menitipkan uang akan kehilangan kepercayaan terhadap kinerja pemerintah. Di Indonesia sudah umum apabila pemerintah melakukan penyuntikan dana terhadap bank milik negara. Penyuntikan dana dapat diterima melalui anggaran pemerintah atau antar badan usaha milik pemerintah. PENGARUH PELAPORAN KEUANGAN MELALUI INTERNET DAN TATA KELOLA PADA KESULITAN KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN Permata Ayu Widyasari dan Evelyn Christina Kurniawan 176 Hipotesis kedua, ditolak karena OC memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap financial distress. Hasil ini sesuai dengan Lee dan Yeh (2004). Lima perusahaan dengan kepemilikan tertinggi merupakan produk keputusan oleh banyak pemegang saham, semuanya berusaha memaksimalkan kekayaan individu, dan sebagai konsekuensinya tidak ada hubungan yang sistematis antara OC dan kinerja keuangan (Demsetz dan Villalonga 2001). Pada negara-negara berkembang, sifat terbelakang di pasar keuangan dan banyaknya perusahaan keluarga dapat membuat dampak OC menjadi tidak signifikan. Menurut Omran , Bolbol, & Fatheldin (2008) untuk menilai tata kelola identitas pemegang lebih penting dari persentase OC. Hipotesis ketiga, ditolak karena BO memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap financial distress. Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh Manzaneque et al. (2016). Pemegang saham besar bersifat pasif sehubungan dengan peningkatan pengawasan manajemen dan, sebagai alternatif, mereka tidak memiliki insentif yang cukup untuk menahan kesulitan keuangan (Manzaneque et al. 2016). Hipotesis kedua dan hipotesis ketiga saling menguatkan, kedua hipotesis hanya memiliki perbedaan dalam cara pengukuran pemegang saham besar atau controlling shareholders. Melalui hasil H2 dan H3, dapat disimpulkan bahwa larger shareholder di bank Indonesia memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap status financial distress. Hipotesis keempat, ditolak karena pengaruh MO tidak signifikan terhadap financial distress. Hasil ini menguatkan penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Lee dan Yeh 2004; Li et al. 2015). Menurut Lee dan Yeh (2004) the bankruptcy law Taiwan tidak perlu mengatur mengenai pemegang saham pengendali dari posisi manajerial karena dalam praktik MO tidak berpengaruh terhadap kondisi kesulitan keuangan. Hasil tidak signifikan bisa disebabkan oleh kemungkinan bahwa saham manajemen merupakan saham yang diberikan untuk benefit daripada skema insentif (Xu dan Wang 1999). Pihak manajemen dapat menjual sahamnya ke pasar setelah vesting period berakhir. Sehingga pada kasus ini, tidak timbul rasa memiliki perusahaan dalam hati pihak manajemen. Hipotesis kelima, ditolak karena DO memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap financial distress. Penelitian sesuai dengan penelitian terdahulu (Simpson dan Gleason 1999; Wardhani 2007). Bank memiliki firm behavior yang terlalu kompleks untuk structural characteristics yang sederhana (Simpson dan Gleason 1999). Wardhani (2007) melakukan penelitian di Indonesia dan mengatakan bahwa kecilnya persentase kepemilikan oleh direksi menyebabkan dampak yang tidak signifikan. Selain itu sama dengan MO, bahwa saham manajemen bisa jadi merupakan saham yang diberikan untuk benefit daripada skema insentif, sehingga tidak memiliki dampak terhadap financial distress. Hipotesis keenam, ditolak karena ukuran komite audit memiliki hubungan yang tidak signifikan terhadap financial distress. Rahmat et al. (2009) dan Salloum et al. (2014) juga menemukan ukuran komite audit memiliki pengaruh yang tidak signifikan. Dalton, Daily, Johnson, & Ellstrand (1999) mengungkapkan bahwa komite audit menjadi tidak efektif apabila ukurannya terlalu kecil atau terlalu besar. Saat ukuran komite audit terlalu besar, maka anggota lebih mudah kehilangan fokus dan lebih sedikit berpartisipasi. Sebaliknya, apabila jumlahnya terlalu sedikit maka anggota akan memiliki kelemahan pada keterampilan dan pengetahuan. Pada sampel terdapat beberapa bank yang memiliki jumlah anggota komite audit hingga lebih dari tiga anggota, namun sebenarnya jumlah tersebut tinggi karena ada turnover anggota komite audit. Hipotesis ketujuh, ditolak karena komposisi komite audit tidak signifikan berpengaruh terhadap financial distress. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh (Haji- Abdullah dan Wan-Hussin 2011; Rahmat et al. 2009; Salloum et al. 2014). Penelitian pada perusahaan Yunani menemukan bahwa perusahaan-perusahaan membentuk komite audit Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 10, No.2, Juni 2020 Hal. 165-182 177 untuk memenuhi persyaratan peraturan daripada untuk melayani tujuan lain, seperti meningkatkan laba (Zhou , Owusu-Ansah, & Maggina, 2018). ACC yang dibentuk karena formalitas saja menjadi tidak signifikan terhadap kondisi keuangan bank. Dari data yang tersedia ACC selalu memiliki komposisi diatas 60%, setiap komite audit selalu memiliki anggota yang independen. Anggota komite audit independen menimbulkan kurangnya senioritas sehingga menyebabkan limitasi pada kemampuan mengawasi manajemen dan skeptisme praktik akuntansi yang ambigu (Haji-Abdullah dan Wan-Hussin 2011). Hipotesis kedelapan, ditolak karena ACMF memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap financial distress. Penelitian dengan hasil ACMF tidak signifikan ditemukan juga oleh (Haji-Abdullah dan Wan-Hussin 2011; Rahmat et al. 2009). Terdapat faktor kualitatif lain yang dapat menjadi alasan dari hasil tidak signifikan. Faktor kualitatif lain yang dimaksud dapat berupa level komitmen, kualitas isi pembahasan rapat, dan lingkungan organisasi yang bisa mempengaruhi performa komite audit (Rahmat et al. 2009). Menurut Collier (1993) faktor yang paling berkontribusi untuk meeting komite audit adalah ketersediaan informasi yang relevan, penyediaan agenda dan materi terkait sebelum pertemuan, dan akses kepada auditor eksternal dan auditor internal. Hipotesis kesembilan, diterima karena ACFL memiliki pengaruh yang positif terhadap financial distress. Hasil ini bertentangan dengan hasil penelitian (Haji-Abdullah dan Wan- Hussin 2011; Nuresa dan Hadiprajitno 2013; Rahmat et al. 2009; Salloum et al. 2014) yang menunjukkan pengaruh negatif. Sebelumnya belum ada hasil yang menyatakan secara langsung ACFL berpengaruh positif terhadap financial distress. Terdapat dua penyebab ACFL memiliki pengaruh positif pada financial distress bank. Pertama, anggota komite audit dengan keahlian keuangan memiliki rasa tanggung jawab yang besar untuk menyajikan ethical reporting dan meningkatkan transparansi terutama anggota komite audit yang memiliki Certified Public Accountants (CPAs) (Lisic , Myers, Seidel, & Zhou, 2019). Hal ini membuat bank tidak ragu untuk mempublikasikan keadaan financial distress ke publik. Kedua, pemanfaatan financial literacy yang berlebihan. Orang dengan financial literacy yang lebih tinggi cenderung mengeluarkan dana yang besar untuk investasi, menabung, dan memilih asuransi saat ini untuk menikmati keuntungan di masa depan dengan resiko mengalami financial distress (Awallia dan Dewi 2019). Sample tahun 2018 Setelah melakukan penelitian terhadap data tahun 2018, ditemukan bahwa hipotesis dua sampai sembilan robust terhadap data 2010-2018. Hasil kedua data sesuai dan saling menguatkan. Sebaliknya, hipotesis satu dan variable control SIZE mengalami pertentangan. Hipotesis pertama, ditolak memiliki pengaruh yang tidak signifikan. Pada data 2018, SO memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap financial distress. Hasil ini mendukung penelitian terdahulu (Shahwan 2015; Udin et al. 2017). Bank dengan SO yang tinggi memiliki tanggungjawab pelayanan publik. Hasil tidak signifikan bisa disebabkan oleh tujuan perusahaan pemerintah yang mengutamakan kesejahteraan sosial daripada profit maximization sehingga kepemilikan negara tidak berpengaruh signifikan (Udin et al. 2017). Bank tidak hanya menjadi penerima fund injection, tapi sebaliknya dapat berperan sebagai pemberi fund injection. Hal ini memiliki arti bahwa pada tahun 2018, bank dengan struktur kepemilikan pemerintah Indonesia lebih mengutamakan fungsi publik daripada memiliki kondisi finansial yang baik. Hasil tidak robust dapat dijelaskan melalui fenomena di bidang politik yaitu pergantian presiden. Indonesia adalah negara yang memiliki sistem pergantian presiden tiap lima tahun. Pada tahun 2014, terjadi pergantian dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan kabinet “Indonesia Bersatu II” menjadi Presiden Joko Widodo dengan kabinet “Kerja”. Setiap https://id.wikipedia.org/wiki/Kabinet_Indonesia_Bersatu_II https://id.wikipedia.org/wiki/Joko_Widodo PENGARUH PELAPORAN KEUANGAN MELALUI INTERNET DAN TATA KELOLA PADA KESULITAN KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN Permata Ayu Widyasari dan Evelyn Christina Kurniawan 178 pergantian, presiden dan kabinetnya akan membuat “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional” (RPJMN) yang salah satu tujuannya adalah menentukan kebijakan prioritas (Parhusip, 2018). Pada era Presiden Susilo, beliau lebih memperhatikan bagian keuangan akibat krisis global di tahun 2008. Pada tahun 2008 pemerintah mengeluarkan kebijakan penting perbankan yaitu memberi bantuan perbankan yang mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistemik serta menimbulkan potensi krisis yang akan dibiayai oleh pemerintah melalui APBN (BAPPENAS 2010). RPJMN 2010-2014, pemerintah memiliki 11 prioritas, salah satunya adalah peningkatan kesejahteraan rakyat. Peningkatan kesejahteraan rakyat kemudian dirinci lagi menjadi 13 prioritas bidang termasuk stabilitas keuangan dan stabilitas moneter (BAPPENAS 2010). Pada era Presiden Jokowi, beliau memiliki fokus pada bidang lain. Pada RPJMN 2015-2019, disebutkan 9 agenda prioritas yang disebut NAWA CITA. Sasaran sektor keuangan RPJMN adalah (BAPPENAS 2014): 1. Meningkatnya daya saing sektor keuangan nasional ditopang oleh ketahanan dan stabilitas sistem keuangan yang sehat, mantap dan efisien; 2. Meningkatnya fungsi intermediasi dan kedalaman sektor keuangan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan pembangunan. 3. Meningkatnya akses masyarakat dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) terhadap layanan jasa keuangan formal dalam kerangka pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Dua dari tiga poin tersebut mengutamakan fungsi publik bank yaitu pembangunan infrastruktur dan fungsi pendanaan kepada masyarakat dan UMKM. Laporan 4 tahun pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla juga menyatakan bahwa pada tahun 2018, fokus NAWA CITA adalah Pembagunan Manusia. Pemerintah mengalami kenaikan alokasikan dana untuk infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan (Sekretariat Kabinet RI 2018). Hipotesis kesepuluh, ditolak karena IFR memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap financial distress. Belum ada penelitian yang secara langsung mencari pengaruh IFR terhadap financial distress. IFR memiliki pengaruh yang tidak signifikan karena lagging effect of disclosure. Sebagian besar perusahaan terlebih dahulu menyampaikan laporan keuangan ke Bursa Efek Indonesia (BEI) daripada mempublikasikan laporan keuangan melalui internet atau website perusahaan (Mooduto, 2013). Mooduto (2013) menemukan bahwa kecepatan reaksi pasar di Indonesia tidak memiliki pengaruh terhadap IFR. Hal ini juga dapat disebut lagging effect of disclosure. Al-Sartawi dan Reyad (2019) mendefinisikan lagging effect of disclosure sebagai pengungkapan tahun t mungkin memiliki pengaruh pada profitabilitas perusahaan di t+1. Padahal pengungkapan annual report memiliki kontribusi yang besar pada poin content dan timeliness. PENUTUP Tujuan dari penelitian ini adalah mencari pengaruh ownership structure, audit committee, dan internet financial reporting terhadap financial distress. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa state ownership memiliki pengaruh yang negatif signifikan terhadap data tahun 2010-2018. Bank dengan kepemilikan negara memiliki fungsi publik sehingga pemerintah akan melakukan fund injection saat bank mengalami financial distress. Data 2018 tidak robust karena terdapat fenomena pergantian presiden dan kabinet. Perbedaan visi-misi, prioritas, dan sasaran pemerintah baru membuat bank lebih banyak memberikan fund injection pada prioritas lain. Peneliti menemukan audit committee financial literacy memiliki Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 10, No.2, Juni 2020 Hal. 165-182 179 pengaruh positif signifikan terhadap financial distress. Anggota komite audit dengan literasi keuangan memiliki kesadaran yang tinggi akan ethical reporting dan meningkatkan transparansi. Selain itu, individu dengan financial literacy yang tinggi cenderung mengeluarkan dana yang besar untuk investasi, menabung, dan asuransi walaupun harus mengalami resiko financial distress. Variabel lainnya yaitu ownership concentration, blockholder ownership, management ownership, director ownership, audit committee structure, audit committee composition, audit committee meeting frequency, dan internet financial reporting memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap financial distress. Hal ini menunjukkan bahwa ownership structure, audit committee, dan internet financial reporting sebagai komponen yang seharusnya dapat mencegah financial distress kurang berperan secara maksimal terutama di sektor perbankan Indonesia. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, pertama, penelitian ini hanya menggunakan sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sehingga tidak bisa mewakili seluruh perbankan di Indonesia. Bank di BEI melewati peraturan-peraturan yang lebih ketat dibanding bank non BEI. Penelitian berikutnya dapat menambahkan perbankan-perbankan selain yang terdaftar di BEI untuk mengetahui lebih luas kondisi perbankan di Indonesia. Perbankan diluar BEI tentu memiliki probabilitas untuk pailit atau likuiditas lebih tinggi dibanding yang terdaftar di BEI. Keterbatan kedua, peneliti menggunakan data sekunder sehingga terdapat perusahaan- perusahaan yang tereliminasi di tahun 2010-2015 sehingga tidak dapat menggambarkan keadaan seluruh bank di BEI tahun 2010-2018. Saat data sekunder mengalami tidak akurat, maka akan terjadi penyimpangan pada hasil penelitian. Peneliti berikutnya dapat menambahkan alternatif data primer seperti membagi kuesioner kepada perusahaan untuk melengkapi data yang dibutuhkan. Keterbatan ketiga, Peneliti hanya menggunakan data satu periode yaitu tahun 2018 untuk internet financial reporting (IFR). Selain itu karena IFR diambil dari data online, perubahan pada IFR bersifat real-time. Sehingga input dari IFR tidak sepenuhnya adil bagi 48 bank. Peneliti membutuhkan waktu 1 minggu untuk menyimpan konten website bank. Penelitian berikutnya dapat menggunakan lebih banyak media dan koneksi internet yang lebih cepat agar dapat menyimpan informasi website dalam waktu yang lebih singkat. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, S. N. (2006). Board Structure and Ownership in Malaysia : The Case of Distressed Listed Companies. The International Journal of Business In Society, 6(5), 582–594. Ahmad, A. H. (2019). What Factors Discriminate Reorganized and Delisted Distressed Firms: Evidence from Malaysia. Finance Research Letters, 29(October 2018), 50–56. Al-Sartawi, A. M. A. M., & Reyad, S. M. R. (2019). The Relationship between the Extent of Online Financial Disclosure and Profitability of Islamic Banks. Journal of Financial Reporting and Accounting, 17(2), 343–362. Alsartawi, A. M. (2018). Online Financial Disclosure and Firms’ Performance. World Journal of Entrepreneurship, Management and Sustainable Development, 14(2), 178–190. Alzeban, A., & Sawan, N. (2015). The Impact of Audit Committee Characteristics on the Implementation of Internal Audit Recommendations. Journal of International Accounting, Auditing and Taxation, 24, 61–71. Asosiasi Penyelengara Jasa Internet Indonesia (APJII). (2018). Penetrasi & Profil Perilaku Pengguna Internet Indonesia. PENGARUH PELAPORAN KEUANGAN MELALUI INTERNET DAN TATA KELOLA PADA KESULITAN KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN Permata Ayu Widyasari dan Evelyn Christina Kurniawan 180 Awallia, A. F., & Dewi, A. S. (2019). Analisis Hubungan antara Financial Literacy dan Financial Distress Pada Dewasa Muda di Kota Bandung. Jurnal Wawasan dan Riset Akuntansi, 6(2), 64–73. Carcello, J. V, & Neal, T. L. (2000). Audit Committee Composition and Auditor Reporting. The Accounting Review, 75(4), 453–467. Claessens, S., Djankov, S., & Klapper, L. (2003). Resolution of Corporate Distress in East Asia. Journal of Empirical Finance, 10, 199–216. Collier, P. A. (1993). Audit Committees in Major UK companies. Managerial Auditing Journal, 8(3), 25–30. Dalton, D. R., Daily, C. M., Johnson, J. L., & Ellstrand, A. E. (1999). Number of Directors and Financial Performance: A Meta-Analysis. Academy of Management Journal, 42(6), 674–686. Demsetz, H., & Villalonga, B. (2001). Ownership Structure and Corporate Performance. Journal of Corporate Finance, 7, 209–233. Dolinšek, T., Tominc, P., & Skerbinjek, A. L. (2014). The Determinants of Internet Financial Reporting in Slovenia. Online Information Review, 38(7), 842–860. Elloumi, F., & Gueyié, J. P. (2001). Financial Distress and Corporate Governance: An Empirical Analysis. Corporate Governance: The International Journal of Business In Society, 1(1), 15–23. Fan, J. P. H., Huang, J., & Zhu, N. (2013). Institutions, Ownership Structures , and Distress Resolution in China. Journal of Corporate Finance, 23, 71–87. Elsevier B.V. Fiordelisi, F., & Marqués-Ibañez, D. (2013). Is Bank Default Risk Systematic? Journal of Banking and Finance, 37(6), 2000–2010. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI). (2000). The Roles of the Board of Commissioners and the Audit Committee in Corporate Governance (2nd ed.). Hadad, M. D., Sugiarto, A., Purwanti, W., Hermanto, M. J., & Arianto, B. (2003). Kajian Mengenai Struktur Kepemilikan Bank di Indonesia. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan. Haji-Abdullah, N. M., & Wan-Hussin, W. N. (2011). Audit Committee Attributes, Financial Distress and the Quality of Financial Reporting in Malaysia. SSRN Electronic Journal, (November), 1–40. Hu, D., & Zheng, H. (2015). Does Ownership Structure Affect The Degree of Corporate Financial Distress in China? Journal of Accounting in Emerging Economies, 5(1), 35–50. International Finance Corporation IFC. (2018). Indonesia Corporate Governance Manual, Second Edition. International Finance Corporation. Jakarta. Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3(4), 305–360. Jensen, M. C., & Ruback, R. S. (1983). The Market for Corporate Control: The Scientific Evidence. Journal of Financial Economics, 11(1–4), 5–50. Kallamu, B. S., & Saat, N. A. M. (2015). Audit Committee Attributes and Firm Performance: Evidence from Malaysian Finance Companies. Asian Review of Accounting, 23(3), 206– 231. Kamalluarifin, W. F. S. W. (2016). The Influence of Corporate Governance and Firm Characteristics on the Timeliness of Corporate Internet Reporting By Top 95 Companies in Malaysia. Procedia Economics and Finance, 35(16), 156–165. Kang, J.-K., & Shivdasani, A. (1997). Corporate Restructuring During Performance Declines in Japan. Journal of Financial Economics, 46, 29–65. Khan, M. N. A. A., & Ismail, N. A. (2012). Bank Officers’ Views of Internet Financial Jurnal Akuntansi ISSN 2303-0356 Vol. 10, No.2, Juni 2020 Hal. 165-182 181 Reporting in Malaysia. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 57, 75–84. Kholis, N. (2014). Analisis Struktur Kepemilikan dan Perannya terhadap Praktik Manajemen Laba Perusahaan. ADDIN, 8(1), 203–222. Kirmani, A., & Rao, A. R. (2000). No Pain, No Gain: A Critical Review Of the Literature on Signaling Unobservable Product Quality No Pain, No Gain: A Critical Review of the Literature on Signaling Unobservable Product Quality. Journal of Marketing, 64(2), 66– 79. Lee, T. S., & Yeh, Y. H. (2004). Corporate Governance and Financial Distress: Evidence from Taiwan. Corporate Governance: An International Review, 12(3), 378–388. Li, H., Wang, Z., & Deng, X. (2015). Ownership , independent directors , agency costs and financial distress : evidence from Chinese listed companies. Corporate Governance: The international journal of business in society, 8(5), 622–636. Lisic, L. L., Myers, L. A., Seidel, T. A., & Zhou, J. (2019). Does Audit Committee Accounting Expertise Help to Promote Audit Quality? Evidence from Auditor Reporting of Internal Control Weaknesses. Contemporary Accounting Research. Manzaneque, M., Priego, A. M., & Merino, E. (2016). Corporate Governance Effect on Financial Distress Likelihood: Evidence from Spain. Spanish Accounting Review, 19(1), 111–121. Miglani, S., Ahmed, K., & Henry, D. (2015). Voluntary Corporate Governance Structure and Financial Distress: Evidence from Australia. Journal of Contemporary Accounting and Economics, 11(1), 18–30. Elsevier Ltd. Mokhtar, E. S. (2017). Internet Financial Reporting Determinants: A Meta-Analytic Review. Journal of Financial Reporting and Accounting, 15(1), 116–154. Mooduto, W. I. S. (2013). Reaksi Investor atas Pengungkapan Internet Financial Reporting. Jurnal Reviu Akuntansi dan Keuangan, 3(2), 479–492. Moon, P., Rao, R. P., & Bathala, T. (1994). Managerial Ownership, Debt Policy, and Impact of Institutional Holdings : An Agency Perspective. Financial Management, 23(3), 38–50. Muns, S., & Bijlsma, M. (2011). Systemic Risk Across Sectors: Are Bank Different? CPB Discussion Paper, 175, 24. Nuresa, A., & Hadiprajitno, B. (2013). Pengaruh Efektivitas Komite Audit Terhadap Financial Distress. Diponegoro Journal of Accounting, 2, 1–10. OJK, O. J. K. (2015). Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55/POJK.04/2015 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit. Omran, M. M., Bolbol, A., & Fatheldin, A. (2008). Corporate Governance and Firm Performance in Arab Equity Markets: Does Ownership Concentration Matter? International Review of Law and Economics, 28(1), 32–45. Onakoya, A. B., & Olotu, A. E. (2017). Bankruptcy and Insolvency: An Exploration of Relevant Theories. International Journal of Economics and Financial Issues, 7(3), 706– 712. Parhusip, B. (2018). Implementasi Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) di Indonesia. Simposium Nasional Keuangan Negara, (20), 958–977. Parker, S., Peters, G. F., & Turetsky, H. F. (2002). Corporate Governance and Corporate Failure: A Survival Analysis. Corporate Governance: The international journal of business in society, 2(2), 4–12. Pearce, J. A., & Zahra, S. A. (1992). Board Composition From a Strategic Contingency Perspective. Journal of Management Studies, 29(4), 411–438. Pillai, R., & Al-Malkawi, H. A. N. (2018). On The Relationship between Corporate Governance and Firm Performance: Evidence from GCC Countries. Research in International Business and Finance, 44(February 2017), 394–410. Elsevier. PENGARUH PELAPORAN KEUANGAN MELALUI INTERNET DAN TATA KELOLA PADA KESULITAN KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN Permata Ayu Widyasari dan Evelyn Christina Kurniawan 182 Presiden Republik Indonesia. (1998). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Rahmat, M. M., Iskandar, T. M., & Saleh, N. M. (2009). Audit Committee Characteristics in Financially Distressed and Non-Distressed Companies. Managerial Auditing Journal, 24(7), 624–638. Republik Indonesia. (2004). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayarana Utang. Rizqiyah, R. N., & Lubis, A. T. (2017). Penerapan Internet Financial Reporting (IFR) Pada Bank Umum Syariah di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Islam, 5(1), 63–82. Salloum, C., Azzi, G., & Gebrayel, E. (2014). Audit Committee and Financial Distress in the Middle East Context : Evidence of the Lebanese Financial Institutions. International Strategic Management Review, 2, 39–45. Shahwan, T. M. (2015). The Effects of Corporate Governance on Financial Performance and Financial Distress: Evidence from Egypt. Corporate Governance, 15(5), 641–662. Shleifer, A., Vishny, R. W., Journal, T., Jun, P., Shleifer, A., & Vishny, R. W. (1986). Large Shareholders and Corporate Control. The Journal ofPolitical Economy, 94(3), 461–488. Simpson, W. G., & Gleason, A. E. (1999). Board structure , ownership , and financial distress in banking firms, 8, 281–292. Udin, S., Khan, M. A., & Javid, A. Y. (2017). The Effects of Ownership Structure on Likelihood of Financial Distress: An Empirical Evidence. Corporate Governance: The International Journal of Business in Society, 17, 589–612. Villalonga, B., & Amit, R. (2006). How do Family Ownership, Control and Management Affect Firm Value? Journal of Financial Economics, 80(2), 385–417. Wardhani, R. (2007). Mekanisme Corporate Governance Dalam Perusahaan Yang Mengalami Permasalahan Keuangan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 4(1), 95–114. Widarjo, W., & Setiawan, D. (2009). Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Kondisi Financial Distress Perusahaan Otomotif. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 11(2), 107–119. Xu, X., & Wang, Y. (1999). Ownership Structure and Corporate Governance in Chinese Stock Companies. China Economic Review, 10(1), 75–98. Zhou, H., Owusu-Ansah, S., & Maggina, A. (2018). Board of Directors, Audit Committee, and Firm Performance: Evidence from Greece. Journal of International Accounting, Auditing and Taxation, 31(May 2013), 20–36.