Jurnal Akuntansi             ISSN 2303-0356 

Vol. 10, No.2, Juni 2020          Hal. 165-182 

165 
 

PENGARUH PELAPORAN KEUANGAN MELALUI INTERNET DAN TATA 

KELOLA PADA KESULITAN KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN  

 

THE EFFECT OF INTERNET FINANCIAL REPORTING AND CORPORATE 

GOVERNANCE TOWARDS FINANCIAL DISTRESS IN BANKING SECTOR 
 

Permata Ayu Widyasari 
1)

 dan Evelyn Christina Kurniawan
2)

 
Universitas Surabaya

1,2) 

 

 
ABSTRACT 

 
The research objective is to identify ownership structure, audit committee characteristics, and internet 

financial reporting impact on banking financial distress. Populations of this study are the banks registered in 

Indonesia Stock Exchange 2010-2018. This study use logistic regression method, which is done twice for the 

period 2010-2018 and the period 2018. The result shows a positive significant impact on audit committee 

financial literacy in is financial distress. The state ownership has a negative significant impact on financial 

distress for 2010-2018 data. This result is not supported by 2018 data, due to changes in government priority. 

Firm size as control variable has negative significant impact on financial distress. This research emphasizes that 

the practice of internet financial reporting need to be evaluated in banking sector. 

 

Keywords: Ownership Structure, Audit Committee Characteristic, Internet Financial Reporting, Financial 

Distress, Good Corporate Governance 

 

ABSTRAK 

 
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh struktur kepemilikan, karakteristik komite 

audit, dan internet financial reporting terhadap kesulitan keuangan sektor perbankan. Sample penelitian ini 

adalah bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2018. Peneliti menggunakan uji regresi 

logistik yang dilakukan dua kali untuk periode 2010-2018 dan periode 2018. Hasil dari penelitian menunjukkan 

terdapat pengaruh signifikan positif dari audit committee financial literacy terhadap financial distress. Variabel 

state ownership memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap financial distress pada data 2010-2018. Hasil ini 

tidak robust pada data 2018 karena adanya fenomena pergantian prioritas pada pemerintah. Variabel kontrol 

usia perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Kesimpulan dari penelitian ini 

adalah praktik internet financial reporting kurang optimal pada sektor perbankan di Indonesia. 

 

Kata Kunci: Struktur Kepemilikan, Karakteristik Komite Audit, Internet Financial Reporting, Kesulitan 

Keuangan, Tata Kelola 

 
 

Corresponding author: permataayu@staff.ubaya.ac.id  

Email : permataayu@staff.ubaya.ac.id 
1) 

s130316052@student.ubaya.ac.id 
2) 

DOI : https://doi.org/10.33369/j.akuntansi.9.3.165-182  

 

PENDAHULUAN 

Latar Belakang 

Bank memiliki peran penting sebagai financial intermediary dan memiliki systematic 

risk sehingga memiliki peran yang penting dalam perekonomian negara. Undang-Undang 

Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 pasal satu mendefinisikan bank sebagai badan 

usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya 

kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka 

mailto:permataayu@staff.ubaya.ac.id
mailto:permataayu@staff.ubaya.ac.id
mailto:s130316052@student.ubaya.ac.id
https://doi.org/10.33369/j.akuntansi.9.3.165-182


PENGARUH PELAPORAN KEUANGAN MELALUI INTERNET DAN TATA KELOLA PADA 

KESULITAN KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN 

Permata Ayu Widyasari dan Evelyn Christina Kurniawan 

166 

 

meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Indonesia telah memperketat hukum pailit bank 
serta menerapkan tata kelola dalam rangka pencegahan financial distress dan agency conflict. 

Sektor perbankan memegang peran penting sebagai financial intermediaries. 

Kegagalan keuangan pada bank dapat dikatakan memiliki systematic risk ketika dampaknya 

merambat ke institusi lain (Fiordelisi dan Marqués-Ibañez, 2013). Systematic risk pada sektor 

bank merupakan ketergantungan dorongan oleh faktor-faktor umum (Muns dan Bijlsma, 

2011). 

Menurut Claessens, Djankov, & Klapper (2003) karakteristik perusahaan dan negara 

mempengaruhi cara kesulitan keuangan perusahaan diselesaikan. Perusahaan berbeda dalam 

modal dan struktur kepemilikan, sementara perbedaan negara termasuk variasi dalam standar 

hukum dan kerangka kerja peraturan. Claessens et al. (2003) mengembangkan model interest 

coverage ratio untuk memprediksi financial distress khususnya untuk lima negara Asia timur 

(Indonesia, Korea, Malaysia, Philippines, and Thailand). 

Dalam era digital, Internet Financial Reporting (IFR) dapat menjadi mekanisme 

pangawasan kinerja bank. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) melakukan 

survey mengenai “Penetrasi dan Profil Perilaku Pengguna Internet Indonesia”. Berdasarkan 

hasil survey penetrasi pengguna internet dari tahun 2017 ke 2018 mengalami peningkatan 

54,68% menjadi 64,8% (APJII 2018). Total penambahan jumlah pengguna internet adalah 

27.91 juta jiwa. Internet dapat muncul terutama berkaitan dengan pelaporan keuangan, 

jaringan global yang membuat batas-batas fisik dan nasional berkurang dan dengan demikian 

menyediakan saluran pengiriman informasi yang lancar (Xiao, Jones, & Lymer, 2005). 

Indonesia sebagai negara berkembang juga harus memanfaatkan internet. Menurut Khan dan 

Ismail (2012) IFR memberikan manfaat positif bagi perusahaan seperti menarik investor 

asing, memberikan cakupan yang lebih luas, dan mempromosikan transparansi perusahaan. 

Namun penelitian oleh Pillai dan Al-Malkawi (2018) menemukan IFR berpengaruh secara 

negatif terhadap firm performance. Sejauh ini, penelitian mengenai pengaruh IFR terhadap 

financial distress pada sector perbankan di Indonesia masih sulit ditemukan. Penelitian ini 

dilakukan untuk mencari tahu pengaruh corporate governance dan internet financial 

reporting terhadap financial distress perbankan di Indonesia. 

Wardhani (2007) mengatakan bahwa strategi GCG dalam perusahaan dapat 

menentukan kondisi finansial perusahaan. Penelitian terdahulu menemukan ownership 

structure, yang merupakan komponen GCG, memiliki pengaruh terhadap financial distress 

(Kang dan Shivdasani 1997; Li et al. 2015). Sebaliknya, terdapat penelitian lain yang tidak 

menemukan pengaruh ownership structure terhadap financial distress (Hadad , Sugiarto, 

Purwanti, Hermanto, & Arianto, 2003; Shahwan 2015; Simpson dan Gleason 1999). Data 

ekonomi dan keuangan saja tidak memberikan daya prediksi yang cukup dari kebangkrutan di 

masa depan, oleh karena itu diperlukan untuk memasukkan variabel yang mewakili 

kepemilikan dan/atau karakteristik tata kelola perusahaan untuk meningkatkan daya prediksi 

model (Manzaneque, Priego, & Merino, 2016). 

Komite audit sebagai fungsi corporate governance bertanggung jawab untuk 

memastikan, bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang 

berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika, melaksanakan pengawasannya secara 

efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan 

perusahaan  (FCGI, 2000). Namun dengan adanya kasus-kasus konflik kepentingan pada bank 

di Indonesia, menimbulkan pertanyaan mengenai fungsi komite audit. 

 

 

 

 



Jurnal Akuntansi             ISSN 2303-0356 

Vol. 10, No.2, Juni 2020          Hal. 165-182 

167 
 

KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS 

 

Agency Theory 

Agency problem yang dimaksud oleh Jensen dan Meckling (1976) adalah konflik 

klasik antara pemilik dan manajer disebut Agency Problem I. Masalah Agency Problem I 

dapat diselesaikan dengan large shareholder yang akan terdorong untuk mengawasi 

manajemen. Masalah ini kemudian berkembang menjadi Agency Problem II saat pihak large 

shareholder berusaha mengendalikan manajemen untuk keuntungan pribadi. Agency Problem 

II membahas konflik kepentingan antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham 

minoritas. Villalonga dan Amit (2006) menyatakan bahwa Agency Problem II merupakan 

masalah yang timbul saat berusaha menutupi Agency Problem I. Selain large share holder, 

Moon Rao, & Bathala (1994) mengusulkan beberapa solusi untuk menyelesaikan masalah 

agency theory salah satunya adalah meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen. 

 

Signaling Theory 

Signaling theory menyatakan bahwa perusahaan dengan kualitas yang lebih tinggi 

akan memilih kebijakan akuntansi yang memungkinkan kualitas superiornya terungkap, 

sementara perusahaan dengan kualitas lebih rendah cenderung memilih metode akuntansi 

yang akan menyembunyikan kualitas yang buruk (Kirmani dan Rao 2000). Penggunaan 

internet dapat menjadi sinyal kepada investor bahwa perusahaan memiliki kualitas tinggi  

(Dolinšek , Tominc, & Skerbinjek, 2014). Sebaliknya, perusahaan tidak akan membuka 

banyak informasi ke internet apabila memiliki masalah keuangan. Menurut Kamalluarifin 

(2016) perusahaan dengan kualitas kinerja yang rendah cenderung menghindari perhatian 

publik dan membatasi informasi kepada user. 

 

Financial Distress 

Financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan sebelum terjadinya 

kebangkrutan atau likuidasi (Widarjo dan Setiawan 2009). Onakoya dan Olotu (2017) 

memisahkan kebangkrutan menjadi kebangkrutan sukarela dan tidak sukarela. Insolvency 

(pailit) adalah ketidakmampuan suatu perusahaan untuk membayar utangnya. Di Indonesia, 

perusahaan akan dinyatakan bangkrut saat pengadilan telah memutuskan bahwa perusahaan 

pailit. Bank memiliki syarat khusus sebelum dinyatakan pailit. Undang-Undang Republik 

Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa bank hanya bisa dinyatakan pailit 

apabila pernyataan pailit diajukan oleh Bank Indonesia. 

 

Tata Kelola Perusahaan 

Variabel tata kelola yang digunakan pada penelitian ini adalah struktur kepemilikan 

dan karakteristik komite audit. Struktur kepemilikan saham mencerminkan mengenai 

distribusi kekuasaan dan pengaruh di antara pemegang saham atas kegiatan operasional 

perusahaan (Kholis 2014). Semua pemegang saham biasa memiliki hak untuk berpartisipasi 

dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan memiliki jumlah suara yang sesuai 

dengan saham biasa (IFC, 2018). Varaiable struktur kepemilikan yang diteliti adalah 

persentase saham milik negara dan lembaga negara; jumlah persentase kepemilikan saham 

oleh lima pemegang saham terbesar; pemegang saham dengan kepemilikan diatas 5% dan 

persentase jumlah saham yang dimiliki oleh pihak manajemen. Disamping itu, persentase 

jumlah ekuitas yang dimiliki oleh pihak dewan direksi juga diteliti. Direksi adalah organ 

perusahaan dengan wewenang penuh untuk mengelola perusahaan demi kepentingan terbaik 

perusahaan sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan (IFC, 2018).  

 



PENGARUH PELAPORAN KEUANGAN MELALUI INTERNET DAN TATA KELOLA PADA 

KESULITAN KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN 

Permata Ayu Widyasari dan Evelyn Christina Kurniawan 

168 

 

Komite Audit di Indonesia mengikuti Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 
55/POJK.04/2015 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit. 

Komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa: (i) Laporan 

keuangan disajikan dengan tepat sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, (ii) 

Struktur kontrol internal memadai dan efektif, (iii) Audit internal dan eksternal dilakukan 

sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindak lanjut temuan hasil audit 

dilaksanakan oleh manajemen (IFC, 2018). Peneliti menggunakan beberapa pengukuran 

mengenai komite audit, antara lain jumlah anggota komite audit yang aktif selama minimal 

enam bulan dalam satu tahun; rasio anggota komite audit non-eksekutif; jumlah rapat internal 

komite audit yang dilakukan selama satu tahun dan rasio anggota komite audit yang memiliki 

pengetahuan finansial. 

Internet Financial Reporting 

Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Nomor: 

Kep-431/Bl/2012 tentang penyampaian laporan tahunan emiten atau perusahaan pasal tiga 

mewajibkan perusahaan untuk memuat laporan tahunan pada laman (website) perusahaan. 

Perusahaan juga diwajibkan untuk memiliki website minimal satu tahun sejak peraturan 

tersebut dikeluarkan (BAPEPAM-LK 2012). Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan standar 

dari pelaporan bank yang diatur pada POJK Nomor 6/POJK.03/2015 tentang transparansi dan 

publikasi laporan bank. IFC (2018) menyebutkan bahwa perusahaan minimal harus 

mencantumkan: (i) Articles of Association dan semua amandemen, (ii) Informasi tentang 

strategi pengembangan perusahaan, (iii) Laporan bisnis dan keuangan, (iv) Dokumen 

Prospektus, (v) Laporan auditor eksternal, (vi) Informasi tentang peristiwa material, (vii) 

Informasi tentang RUPS, dan (viii) Keputusan penting Dewan Komisaris dan Direksi. 

Perusahaan dengan tanggung jawab publik, juga harus mengekspos laporan tahunan dan 

laporan keuangan pada website. 

 

Pengembangan Hipotesis 

Pengaruh state ownership terhadap financial distress 

Penelitian terdahulu menemukan state ownership memiliki pengaruh negatif terhadap 

financial distress (Hu dan Zheng 2015; Li et al. 2015). Menurut Li et al. (2015) manager 

yang dipilih secara birokratis akan melindungi prospek politik perusahaan. Hu dan Zheng 

(2015) memberikan contoh pemerintah China yang rela melakukan fund injection kepada 

perusahaan pemerintah. Perusahaan pemegang saham negara sering terbebani dengan 

beberapa tanggung jawab publik, seperti mengontrol tingkat pengangguran dan 

mempertahankan stabilitas ekonomi sehingga pemerintah akan melakukan kontrol 

administratif dan intervensi politik untuk mengeluarkan perusahaan milik pemerintah dari 

kesulitan keuangan (Udin , Khan, & Javid,2017). Dengan kata lain, ada nya state ownership 

meningkatkan kemungkinan adanya fund injection yang akan menurunkan kesulitan keuangan 

sebuah institusi, disamping itu, dan tanggung jawab publik merupakan tambahan beban bagi 

institusi sehingga institusi akan berusaha untuk menghindari kesulitan keuangan. 

H1: State ownership memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress 

 

Pengaruh ownership concentration terhadap financial distress 

Pemegang saham mayoritas memiliki voting power dan peran yang signifikan dalam 

mengambil keputusan. Struktur kepemilikan terkonsentrasi memiliki pemegang saham 

mayoritas yang dipercaya memiliki rasionalisasi untuk melakukan monitoring dan control 

terhadap pihak manajemen secara ketat (Shleifer et al. 1986). Berdasarkan terdahulu 

penelitian oleh (Ahmad, 2019; Li et al. 2015) ownership concentration memiliki pengaruh 



Jurnal Akuntansi             ISSN 2303-0356 

Vol. 10, No.2, Juni 2020          Hal. 165-182 

169 
 

negatif terhadap financial distress. Pemegang saham perusahaan dengan kepemilikan 
terkonsentrasi, cenderung memiliki kekuatan yang cukup untuk melindungi kepentingan 

mereka dan secara aktif memantau kinerja perusahaan (Li et al. 2015). 

H2: Ownership concentration memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress 

 

Pengaruh blockholder ownership terhadap financial distress  

Pemegang saham dapat dikategorikan sebagai blockholder ownership jika memiliki 

saham perusahaan diatas 5%. Menurut Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) kepemilikan diatas 

5% memiliki kekuatan voting atau kekuatan investasi (kekuatan langsung atau tidak langsung 

untuk menjual sekuritas). Penelitian terdahulu menemukan blockholder ownership memiliki 

pengaruh negatif terhadap financial distress (Elloumi dan Gueyié 2001; Miglani , Ahmed, & 

Henry, 2015; Parker , Peters, & Turetsky, 2002). Blockholder memberikan pengaruh dengan 

cara yang melindungi operasi perusahaan dan mendukung pemulihan (Parker et al. 2002). 

Sebaliknya, Lee dan Yeh (2004) menemukan pengaruh positif karena blockholder Taiwan 

kebanyakan berasal dari keluarga manajemen. 

H3: Blockholder ownership memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress 

 

Pengaruh management ownership terhadap financial distress 

Penelitian terdahulu menemukan management ownership memiliki pengaruh negatif 

terhadap financial distress (Abdullah 2006; Manzaneque et al. 2016). Seorang manager 

dengan tingkat kontrol yang signifikan akan memiliki tujuan yang selaras dengan pemegang 

saham (Simpson dan Gleason, 1999). Perasaan memiliki perusahaan mendorong manajemen 

untuk menghindari kesulitan finansial pada perusahaan. Kepemilikan saham oleh anggota 

dewan bisa menjadi ukuran yang tepat dari tata kelola perusahaan untuk mengendalikan 

tindakan dan kepentingan (Manzaneque et al. 2016). Udin, et.al (2017) menemukan pengaruh 

positif management ownership terhadap financial distress karena manajemen lebih selaras 

dengan kepentingan pribadi daripada kepentingan pemegang saham luar. 

H4: Management ownership memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress 

 

Pengaruh director ownership terhadap financial distress 

Menurut Jensen dan Ruback (1983) direksi harus memegang kepentingan ekuitas 

substansial di perusahaan untuk fungsi insentif sehingga direksi bertindak demi kepentingan 

pemegang saham. Penelitian sebelumnya menemukan kepemilikan direksi memiliki 

hubungan negatif terhadap financial distress (Manzaneque et al. 2016; Miglani et al. 2015). 

Menurut Manzaneque et al. (2016) kepemilikan direktur institusional dapat menyelaraskan 

kepentingan direksi dengan pemegang saham lain sehingga direksi lebih aktif dalam 

menghindari kegagalan bisnis. 

H5: Director ownership memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress 

 

Pengaruh audit committee size terhadap financial distress 

Menurut Nuresa dan Hadiprajitno (2013), efektivitas komite audit akan meningkat saat 

ukuran komite meningkat karena komite memiliki sumber daya yang lebih untuk menangani 

masalah-masalah perusahaan. Probabilitas anggota dengan beragam pengalaman pendidikan 

dan industri meningkat sehingga terdapat berbagai perspektif tentang strategi dan operasi 

perusahaan membuat kinerja keuangan meningkat (Pearce dan Zahra 1992). 

H6: Audit committee size memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress 

 

 

 



PENGARUH PELAPORAN KEUANGAN MELALUI INTERNET DAN TATA KELOLA PADA 

KESULITAN KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN 

Permata Ayu Widyasari dan Evelyn Christina Kurniawan 

170 

 

Pengaruh audit committee composition terhadap financial distress 

Komite audit cenderung lebih efektif dalam melindungi kredibilitas pelaporan 

keuangan perusahaan jika anggota komite independen (ACC) terhadap manajemen (Carcello 

dan Neal 2000). Independensi dalam komite audit bertujuan untuk memelihara integritas serta 

pandangan yang objektif dalam laporan serta penyusunan rekomendasi, individu independen 

cenderung lebih adil dan obyektif dalam menangani suatu permasalahan (FCGI, 2000). 

Anggota komite audit independen lebih suportif kepada fungsi internal audit sehingga 

perusahaan memiliki risk management yang baik (Alzeban dan Sawan 2015). Menurut 

Kallamu dan Saat (2015) ACC pada perusahaan sektor perbankan Malaysia memiliki 

pengaruh positif terhadap firm performance setelah dikeluarkan Malaysian Code on 

Corporate Governance (MCCG).  

H7: Audit committee composition memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial 

distress 

 

Pengaruh audit committee meeting frequency terhadap financial distress 

Penelitian terdahulu menemukan bahwa jumlah rapat komite audit secara signifikan 

berpengaruh negatif terhadap financial distress (Nuresa dan Hadiprajitno 2013; Salloum , 

Azzi, & Gebrayel, 2014). Semakin sering melakukan rapat maka komite audit dapat 

memastikan integritas pelaporan keuangan, memaksimalkan pemantauan, dan secara efektif 

memantau kegiatan operasional (Salloum et al. 2014). Frekuensi rapat komite audit (ACMF) 

yang tinggi akan membuat komite audit lebih cepat dalam menemukan hal-hal yang tidak 

sesuai dengan kebijakan sebelumnya dan komunikasi antar anggota lebih terstruktur (Nuresa 

dan Hadiprajitno 2013).  

H8: Audit committee meeting frequency memiliki pengaruh signifikan terhadap financial 

distress 

 

Pengaruh audit committee financial literacy terhadap financial distress 

Audit committee financial literacy berpengaruh negatif terhadap financial distress 

(Nuresa dan Hadiprajitno 2013; Rahmat, Iskandar, & Saleh, 2009). Menurut Nuresa dan 

Hadiprajitno (2013) tugas komite audit berhubungan erat dengan kebijakan keuangan, 

sehingga literasi keuangan komite audit dapat memperkecil upaya agent untuk memanipulasi 

masalah data-data yang berkaitan dengan keuangan dan prosedur akuntansi, sehingga dapat 

mengoptimalkan kinerja agent. Rahmat (2009) menemukan bahwa komite audit dengan 

financial literacy bersertifikat Malaysian Institute of Accountants (MIA) dapat 

menghindarkan perusahaan dari financial distress. 

H9: Audit committee financial literacy memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial 

distress 

 

 

Pengaruh internet financial report terhadap financial distress 

Internet financial reporting memiliki pengaruh positif terhadap profitability (Alsartawi 

2018; Mokhtar 2017). Menurut Alsartawi (2018) hasil ini sesuai dengan signaling theory, 

yaitu manajer bank yang lebih memiliki profit ingin memberi sinyal keberhasilan untuk 

menarik perhatian calon investor dan mempertahankan posisinya sebagai manajer Argumen 

didukung. Hasil ini bertentangan dengan Pillai dan Al-Malkawi (2018) yang menemukan IFR 

berpengaruh negatif terhadap firm performance karena IFR dapat mengundang kompetitor 

dan mengurangi profit jangka panjang perusahaan. Jika IFR mengurangi profit dan 

mengundang kompetitor maka perusahaan dapat mengalami financial distress. 

H10: Internet financial report memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress 



Jurnal Akuntansi             ISSN 2303-0356 

Vol. 10, No.2, Juni 2020          Hal. 165-182 

171 
 

METODE PENELITIAN 
 

Populasi dan Sampel Penelitian 

Peneliti menggunakan purposive sample. Populasi penelitian adalah bank yang 

terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2010-2018.  

 

Tabel 1 
Hasil Seleksi Populasi 

Kriteria 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 

Jumlah Bank 45 45 45 45 46 45 45 45 45 

Tidak tersedianya annual report (10) (8) (8) (1) (0) (0) (0) (0) (0) 

Tidak melaporkan karakteristik komite 

audit secara lengkap 

(12) (5) (4) (5) (1) (1) (0) (0) (0) 

Sampel 23 32 33 39 45 44 45 45 45 

Total 351         

   Sumber: Data sekunder yang diolah dari https://www.idx.co.id/ 

 

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 

1. Financial Distress (FD) 
Financial distress dinyatakan dalam bentuk dummy variable dan diukur menggunakan 

interest coverage ratio. Perusahaan dinyatakan mengalami financial distress, jika interest 

coverage kurang dari satu selama dua tahun terus-menerus. Interest coverage di bawah 

satu menyatakan bahwa pendapatan operasi perusahaan tidak cukup untuk menutupi 

kewajiban pembayaran bunga (Fan , Huang, & Zhu, 2013). 

                  
           

                      
 

 

2. State Ownership (SO) 
Persentase saham milik negara dan lembaga negara. 

   
                                 

                         
       

 

3. Ownership Concentration (OC) 
Jumlah persentase kepemilikan saham oleh lima pemegang saham terbesar. 

   
                                                     

                         
       

 

 

4. Blockholder’s Ownership (OB) 
Blockholder’s adalah pemegang saham dengan kepemilikan diatas 5%. Penentuan cut-off 

5% berdasarkan SEC mengharuskan perusahaan untuk mengidentifikasi pemegang saham 

yang memiliki saham beredar lebih besar sama dengan 5%. 

   
                                                    

                         
       

 

5. Management Ownership (MO) 
Persentase jumlah saham yang dimiliki oleh pihak manajemen. 

   
                                    

                         
       

 



PENGARUH PELAPORAN KEUANGAN MELALUI INTERNET DAN TATA KELOLA PADA 

KESULITAN KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN 

Permata Ayu Widyasari dan Evelyn Christina Kurniawan 

172 

 

6. Director Ownership (DO) 
Persentase jumlah ekuitas yang dimiliki oleh pihak dewan direksi. 

   
                                             

                         
       

 

7. Audit Committee Size (ACS) 
Jumlah anggota komite audit yang aktif selama minimal enam bulan dalam satu tahun. 

                                
 

8. Audit Committee Composition (ACC) 
Rasio anggota komite audit non-eksekutif. 

    
                                               

                           
       

 

9. Audit Committee Meeting Frequency (ACMF) 
Jumlah rapat internal komite audit yang dilakukan selama satu tahun. 

                                        
 

10. Audit Committee Financial Literacy (ACFL) 
Rasio anggota komite audit yang memiliki pengetahuan finansial. Anggota komite audit 

dapat dinyatakan memiliki literasi finansial saat memiliki pengetahuan dan keahlian di 

bidang akuntansi, keuangan atau audit (Salloum et al. 2014). 

     
                                                       

                           
       

 

11. Internet Financial Reporting (IFR) 
Peneliti  mengadopsi indikator pengungkapan IFR yang dikembangkan oleh (Rizqiyah 

dan Lubis 2017). Indikator dimodifikasi dengan mengeluarkan indikator konten nomor 

11-12 dan 29-32 karena indikator hanya berlaku untuk bank umum syariah. Skor IFR 

maksimal yang dapat diperoleh oleh bank adalah 104 poin. 

 

12. Usia Perusahaan (AGE) 
Jumlah tahun dari tanggal pendirian sampai tahun laporan tahunan dikeluarkan. 

                                                    
 

13. Ukuran perusahaan (SIZE) 
Menggunakan natural log dari nilai total keseluruhan asset. 

                      
14. Audit Quality (AQ) 

Audit Quality dinyatakan dalam bentuk dummy variable. Jika perusahaan menggunakan 

jasa big-4 maka akan diberi skor satu (1). Sebaliknya, jika bank menggunakan jasa non 

big-4 makan akan diberi skor (0). 

 

Metode Pengumpulan Data 

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi. Data yang 

digunakan adalah laporan tahunan, laporan keuangan, website perusahaan sektor perbankan 

yang terdaftar di BEI tahun 2010-2018. Khusus untuk IFR, peneliti menggunakan offline 

explorer dan mengunduh 48 website dalam kurun waktu satu minggu pada minggu keempat 

bulan April. Akhir bulan April adalah waktu batas pelaporan pajak Indonesia dan idealnya 



Jurnal Akuntansi             ISSN 2303-0356 

Vol. 10, No.2, Juni 2020          Hal. 165-182 

173 
 

annual report telah terunggah di website bank. Supaya penilaian menjadi adil bagi semua 
bank, maka website disimpan secara offline. Menggunakan offline explorer, peneliti 

menentukan halaman awal menggunakan alamat URL perusahaan, dan mengarahkan program 

untuk mengunduh semua file yang terhubung ke halaman awal dari server mulai hingga level 

lima (Abdelsalam et al. 2007). Ditentukan lima klik dari home dengan asumsi bahwa semakin 

lama jumlah klik untuk menemukan informasi, maka semakin tidak berguna informasi 

tersebut bagi pengguna. 

 

Metode Analisis Data 

 

Penelitian menggunakan analisis regresi logistik karena variabel dependen financial 

distress merupakan variabel non-metrik dua kategori. Analisis dilakukan dua kali untuk data 

periode 2010-2018 dan data 2018 saja. Persamaan regresi yang digunakan adalah sebagai 

berikut: 

 

                                                         
                                             

                                                    
                                                

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN 

 

Uji Regresi Logistik 
Tabel 2 

Rangkuman Uji Model 
Indikator 2010-2018 2018 

Model Summary 

Nagelkerke R Square .351 .661 

Hosmer and Lemeshow 

Chi-square 6.500 2.093 

Significance 0.591 0.894 

            Sumber: Data olahan SPSS 25 
 

Hosmer and Lemeshow’s goodness of fit test menguji hipotesis nol bahwa data empiris 

cocok dengan model (Ghozali, 2018). Hasil dari uji Hosmer and Lemeshow test data 2010-

2018 memiliki tingkat signifikansi 0.591. Hasil Hosmer and Lemeshow test data 2018 

memiliki tingkat signifikansi 0.894. Kedua uji hosmer and lemeshow memiliki signifikansi 

diatas 0.05, data diterima karena cocok dengan data observasi. 

Melalui hasil Nagelkerke R Square data 2010-2018 ditemukan variable independen 

SO, MO, BO, ACS, ACC, ACMF, dan ACFL dapat menjelaskan FD sebesar 35.1%. Uji 

Nagelkerke R Square data tahun 2018 menambahkan variable independen IFR. Setelah 

dilakukan uji kedua, terjadi peningkatan pada Nagelkerke R Square. Pada data 2018, variable 

dependen FD dapat dijelaskan oleh variable independen SO, MO, BO, ACS, ACC, ACMF, 

ACFL, dan IFR sebesar 66.1%. 

 

 

 

 

 



PENGARUH PELAPORAN KEUANGAN MELALUI INTERNET DAN TATA KELOLA PADA 

KESULITAN KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN 

Permata Ayu Widyasari dan Evelyn Christina Kurniawan 

174 

 

Hasil Regresi Logistik Biner 

 
Tabel 3 

Rangkuman Hasil Regresi Logistik Biner 
 2010 – 2018 2018  

Variable B Sig. Exp(B) Hasil B Sig. Exp(B) Hasil Robust 

SO -.030 .000 .971 - -.189 .711 .827 - X 

OC -.051 .312 .951 - -.141 .370 .869 - V 

BO .044 .362 1.045 + .107 .413 1.113 + V 

MO .744 .146 2.105 + .887 .673 2.427 + V 

DO .236 .834 1.267 + .661 .898 1.937 + V 

ACS -.421 .064 .656 - -1.455 .122 .233 - V 

ACC .000 .977 1.000 - -.762 1.000 .467 - V 

ACMF -.010 .684 .990 - .138 .289 1.148 + V 

ACFL .914 .001 2.493 + 2.627 .046 13.839 + V 

IFR     -.005 .947 .995 - - 

AGE .000 .999 1.000 + .042 .302 1.043 + V 

SIZE -.796 .006 .451 - -2.783 .142 .062 - X 

AQ -.587 .150 .556 - -1.015 .539 .362 - V 

Sumber: Data olahan SPSS 25 

 

Pengujian dilakukan dua kali yaitu pada tahun 2010-2018 dan untuk tahun 2018 saja. 

  
 

   
                                                    

                                                    
                                             

 

State ownership (SO) memiliki nilai koefisien negatif 0.030 dan tingkat signifikansi 

0.000. Setiap peningkatan SO sebesar 1% akan menurunkan probabilitas financial distress 

sebesar        atau 0.971 kali. Tingkat signifikansi dibawah alpha 0.05 sehingga SO memiliki 
pengaruh yang signifikan terhadap financial distress. H1 terbukti karena SO memiliki 

pengaruh yang negatif terhadap financial distress. Namun hal ini berbeda dengan hasil pada 

tahun 2018 saja, sehingga hasil data 2018 tidak robust dengan data 2010-2018. 

Ownership concentration (OC) memiliki nilai koefisien negatif 0.051 dan tingkat 

signifikansi 0.312. Setiap kenaikan 1% OC akan menurunkan probabilitas financial distress 

sebesar        atau 0.951 kali. Tingkat signifikansi diatas dari alpha 0.05 sehingga 
pengaruhnya tidak signifikan. H2 ditolak karena OC memiliki pengaruh tidak signifikan 

terhadap financial distress. Hasil robust pada sample 2010-2018 dan 2018 saja. 

Blockholder ownership (BO) memiliki nilai koefisien positif 0.044 dan tingkat 

signifikansi 0.362. Setiap 1% peningkatan BO akan meningkatkan probabilitas bank berstatus 

financial distress sebesar       atau 1.045 kali. H3 ditolak karena memiliki BO pengaruh 
yang tidak signifikan pada financial distress. Hasil data 2018 juga menguatkan uji data 2010-

2018. 

Management ownership (MO) memiliki nilai koefisien sebesar positif 0.744 dan 

tingkat signifikansi sebesar 0.146. Setiap peningkatan 1% MO akan meningkatkan 

probabilitas bank berstatus financial distress sebesar       atau 2.105 kali. H4 ditolak karena 
MO memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap financial distress. Hasil data 2018 sesuai 

dengan hasil data 2010-2018. 

Director ownership (DO) memiliki nilai koefisien positif 0.236 dan tingkat 

signifikansi 0.834. Setiap kenaikan DO 1% akan meningkatkan probabilitas bank berstatus 



Jurnal Akuntansi             ISSN 2303-0356 

Vol. 10, No.2, Juni 2020          Hal. 165-182 

175 
 

financial distress sebesar       atau 1.267 kali. H5 ditolak karena DO memiliki pengaruh 
tidak signifikan terhadap financial distress. Hasil data 2018 menguatkan uji data 2010-2018. 

Audit committee structure (ACS) memiliki nilai koefisien negatif 0.421 dan tingkat 

signifikansi 0.064. Setiap peningkatan 1 anggota komite audit akan menurunkan probabilitas 

bank berstatus financial distress sebesar        atau 0.656 kali. H6 ditolak karena ACS 
memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap financial distress. Hasil data 2018 

mendukung data 2010-2018 

Audit committee composition (ACC) memiliki nilai koefisien 0.000 dan tingkat 

signifikansi 0.977. Setiap kenaikan 1% peningkatan ACC akan menaikkan probabilitas bank 

berstatus financial distress sebesar       atau 1.000 kali. H7 ditolak karena ACC memiliki 
pengaruh yang tidak signifikan terhadap financial distress. Hasil data 2018 robust dengan 

data 2010-2018 

Audit committee meeting frequency (ACMF) memiliki nilai koefisien negatif 0.010 

dan tingkat signifikansi 0.684. Setiap kenaikan 1 kali rapat akan menurunkan probabilitas 

bank berstatus financial distress sebesar        atau 0.990 kali. H8 ditolak karena ACMF 
memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap financial distress. Hasil data 2018 robust dengan 

data 2010-2018 

Audit committee financial literacy (ACFL) memiliki nilai koefisien positif 0.914 dan 

tingkat signifikan 0.001. Setiap kenaikan 1 ACFL maka probabilitas bank berstatus financial 

distress akan naik sebesar       atau 2.493 kali. H9 diterima karena memiliki ACFL pengaruh 
positif terhadap financial distress. 

 

  
 

   
                                                     

                                                    
                                                 

 

Internet financial reporting (IFR) memiliki nilai koefisien negatif 0.005 dan tingkat 

signifikansi 0.947. Setiap kenaikan 1% IFR akan menaikkan probabilitas financial distress 

sebesar        atau 0.995 kali. H10 ditolak karena pengaruh IFR tidak signifikan terhadap 
financial distress. 

 

PEMBAHASAN 

 

Sample tahun 2010-2018 

Hipotesis pertama, diterima karena states ownership memiliki pengaruh negatif 

terhadap financial distress. Hasil ini sesuai dengan oleh Li et al. (2015). Perusahaan dengan 

kepemilikan negara sering dibebani dengan tanggung jawab publik, salah satunya 

mempertahankan stabilitas ekonomi (Li et al. 2015). Dampak buruk dari kesulitan keuangan 

akan mengganggu fungsi publik perusahaan, sehingga pemerintah akan berusaha menjauhkan 

perusahaan dari kondisi financial distress. Para manajer perusahaan pemegang saham negara 

juga memiliki insentif untuk mengambil tindakan pencegahan financial distress untuk 

melindungi kepentingan dan posisi mereka dari risiko (Li et al. 2015). Pemerintah akan 

berusaha untuk mendapatkan kepercayaan rakyat melalui kondisi perusahaan yang sehat. Jika 

pemerintah sebagai pengelola negara gagal mengelola bank, maka rakyat yang menitipkan 

uang akan kehilangan kepercayaan terhadap kinerja pemerintah. Di Indonesia sudah umum 

apabila pemerintah melakukan penyuntikan dana terhadap bank milik negara. Penyuntikan 

dana dapat diterima melalui anggaran pemerintah atau antar badan usaha milik pemerintah.  



PENGARUH PELAPORAN KEUANGAN MELALUI INTERNET DAN TATA KELOLA PADA 

KESULITAN KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN 

Permata Ayu Widyasari dan Evelyn Christina Kurniawan 

176 

 

Hipotesis kedua, ditolak karena OC memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap 
financial distress. Hasil ini sesuai dengan Lee dan Yeh (2004). Lima perusahaan dengan 

kepemilikan tertinggi merupakan produk keputusan oleh banyak pemegang saham, semuanya 

berusaha memaksimalkan kekayaan individu, dan sebagai konsekuensinya tidak ada 

hubungan yang sistematis antara OC dan kinerja keuangan (Demsetz dan Villalonga 2001). 

Pada negara-negara berkembang, sifat terbelakang di pasar keuangan dan banyaknya 

perusahaan keluarga dapat membuat dampak OC menjadi tidak signifikan. Menurut Omran , 

Bolbol, & Fatheldin (2008) untuk menilai tata kelola identitas pemegang lebih penting dari 

persentase OC.  

Hipotesis ketiga, ditolak karena BO memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap 

financial distress. Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh Manzaneque et al. (2016). 

Pemegang saham besar bersifat pasif sehubungan dengan peningkatan pengawasan 

manajemen dan, sebagai alternatif, mereka tidak memiliki insentif yang cukup untuk menahan 

kesulitan keuangan (Manzaneque et al. 2016). Hipotesis kedua dan hipotesis ketiga saling 

menguatkan, kedua hipotesis hanya memiliki perbedaan dalam cara pengukuran pemegang 

saham besar atau controlling shareholders. Melalui hasil H2 dan H3, dapat disimpulkan 

bahwa larger shareholder di bank Indonesia memiliki pengaruh yang tidak signifikan 

terhadap status financial distress. 

Hipotesis keempat, ditolak karena pengaruh MO tidak signifikan terhadap financial 

distress. Hasil ini menguatkan penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Lee dan 

Yeh 2004; Li et al. 2015). Menurut Lee dan Yeh (2004) the bankruptcy law Taiwan tidak 

perlu mengatur mengenai pemegang saham pengendali dari posisi manajerial karena dalam 

praktik MO tidak berpengaruh terhadap kondisi kesulitan keuangan. Hasil tidak signifikan 

bisa disebabkan oleh kemungkinan bahwa saham manajemen merupakan saham yang 

diberikan untuk benefit daripada skema insentif (Xu dan Wang 1999). Pihak manajemen dapat 

menjual sahamnya ke pasar setelah vesting period berakhir. Sehingga pada kasus ini, tidak 

timbul rasa memiliki perusahaan dalam hati pihak manajemen.  

Hipotesis kelima, ditolak karena DO memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap 

financial distress. Penelitian sesuai dengan penelitian terdahulu (Simpson dan Gleason 1999; 

Wardhani 2007). Bank memiliki firm behavior yang terlalu kompleks untuk structural 

characteristics yang sederhana (Simpson dan Gleason 1999). Wardhani (2007) melakukan 

penelitian di Indonesia dan mengatakan bahwa kecilnya persentase kepemilikan oleh direksi 

menyebabkan dampak yang tidak signifikan. Selain itu sama dengan MO, bahwa saham 

manajemen bisa jadi merupakan saham yang diberikan untuk benefit daripada skema insentif, 

sehingga tidak memiliki dampak terhadap financial distress. 

Hipotesis keenam, ditolak karena ukuran komite audit memiliki hubungan yang tidak 

signifikan terhadap financial distress. Rahmat et al. (2009) dan Salloum et al. (2014) juga 

menemukan ukuran komite audit memiliki pengaruh yang tidak signifikan. Dalton, Daily, 

Johnson, & Ellstrand (1999) mengungkapkan bahwa komite audit menjadi tidak efektif 

apabila ukurannya terlalu kecil atau terlalu besar. Saat ukuran komite audit terlalu besar, maka 

anggota lebih mudah kehilangan fokus dan lebih sedikit berpartisipasi. Sebaliknya, apabila 

jumlahnya terlalu sedikit maka anggota akan memiliki kelemahan pada keterampilan dan 

pengetahuan. Pada sampel terdapat beberapa bank yang memiliki jumlah anggota komite 

audit hingga lebih dari tiga anggota, namun sebenarnya jumlah tersebut tinggi karena ada 

turnover anggota komite audit.  

Hipotesis ketujuh, ditolak karena komposisi komite audit tidak signifikan berpengaruh 

terhadap financial distress. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh (Haji-

Abdullah dan Wan-Hussin 2011; Rahmat et al. 2009; Salloum et al. 2014). Penelitian pada 

perusahaan Yunani menemukan bahwa perusahaan-perusahaan membentuk komite audit 



Jurnal Akuntansi             ISSN 2303-0356 

Vol. 10, No.2, Juni 2020          Hal. 165-182 

177 
 

untuk memenuhi persyaratan peraturan daripada untuk melayani tujuan lain, seperti 
meningkatkan laba (Zhou , Owusu-Ansah, & Maggina, 2018). ACC yang dibentuk karena 

formalitas saja menjadi tidak signifikan terhadap kondisi keuangan bank. Dari data yang 

tersedia ACC selalu memiliki komposisi diatas 60%, setiap komite audit selalu memiliki 

anggota yang independen. Anggota komite audit independen menimbulkan kurangnya 

senioritas sehingga menyebabkan limitasi pada kemampuan mengawasi manajemen dan 

skeptisme praktik akuntansi yang ambigu (Haji-Abdullah dan Wan-Hussin 2011). 

Hipotesis kedelapan, ditolak karena ACMF memiliki pengaruh yang tidak signifikan 

terhadap financial distress. Penelitian dengan hasil ACMF tidak signifikan ditemukan juga 

oleh (Haji-Abdullah dan Wan-Hussin 2011; Rahmat et al. 2009). Terdapat faktor kualitatif 

lain yang dapat menjadi alasan dari hasil tidak signifikan. Faktor kualitatif lain yang 

dimaksud dapat berupa level komitmen, kualitas isi pembahasan rapat, dan lingkungan 

organisasi yang bisa mempengaruhi performa komite audit (Rahmat et al. 2009). Menurut 

Collier (1993) faktor yang paling berkontribusi untuk meeting komite audit adalah 

ketersediaan informasi yang relevan, penyediaan agenda dan materi terkait sebelum 

pertemuan, dan akses kepada auditor eksternal dan auditor internal. 

Hipotesis kesembilan, diterima karena ACFL memiliki pengaruh yang positif terhadap 

financial distress. Hasil ini bertentangan dengan hasil penelitian (Haji-Abdullah dan Wan-

Hussin 2011; Nuresa dan Hadiprajitno 2013; Rahmat et al. 2009; Salloum et al. 2014) yang 

menunjukkan pengaruh negatif. Sebelumnya belum ada hasil yang menyatakan secara 

langsung ACFL berpengaruh positif terhadap financial distress. Terdapat dua penyebab 

ACFL memiliki pengaruh positif pada financial distress bank. Pertama, anggota komite audit 

dengan keahlian keuangan memiliki rasa tanggung jawab yang besar untuk menyajikan 

ethical reporting dan meningkatkan transparansi terutama anggota komite audit yang 

memiliki Certified Public Accountants (CPAs) (Lisic , Myers, Seidel, & Zhou, 2019). Hal ini 

membuat bank tidak ragu untuk mempublikasikan keadaan financial distress ke publik. 

Kedua, pemanfaatan financial literacy yang berlebihan. Orang dengan financial literacy yang 

lebih tinggi cenderung mengeluarkan dana yang besar untuk investasi, menabung, dan 

memilih asuransi saat ini untuk menikmati keuntungan di masa depan dengan resiko 

mengalami financial distress (Awallia dan Dewi 2019). 

 

Sample tahun 2018 

Setelah melakukan penelitian terhadap data tahun 2018, ditemukan bahwa hipotesis 

dua sampai sembilan robust terhadap data 2010-2018. Hasil kedua data sesuai dan saling 

menguatkan. Sebaliknya, hipotesis satu dan variable control SIZE mengalami pertentangan. 

Hipotesis pertama, ditolak memiliki pengaruh yang tidak signifikan. Pada data 2018, 

SO memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap financial distress. Hasil ini mendukung 

penelitian terdahulu (Shahwan 2015; Udin et al. 2017). Bank dengan SO yang tinggi memiliki 

tanggungjawab pelayanan publik. Hasil tidak signifikan bisa disebabkan oleh tujuan 

perusahaan pemerintah yang mengutamakan kesejahteraan sosial daripada profit 

maximization sehingga kepemilikan negara tidak berpengaruh signifikan (Udin et al. 2017). 

Bank tidak hanya menjadi penerima fund injection, tapi sebaliknya dapat berperan sebagai 

pemberi fund injection. Hal ini memiliki arti bahwa pada tahun 2018, bank dengan struktur 

kepemilikan pemerintah Indonesia lebih mengutamakan fungsi publik daripada memiliki 

kondisi finansial yang baik. Hasil tidak robust dapat dijelaskan melalui fenomena di bidang 

politik yaitu pergantian presiden. 

Indonesia adalah negara yang memiliki sistem pergantian presiden tiap lima tahun. 

Pada tahun 2014, terjadi pergantian dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan 

kabinet “Indonesia Bersatu II” menjadi Presiden Joko Widodo dengan kabinet “Kerja”. Setiap 

https://id.wikipedia.org/wiki/Kabinet_Indonesia_Bersatu_II
https://id.wikipedia.org/wiki/Joko_Widodo


PENGARUH PELAPORAN KEUANGAN MELALUI INTERNET DAN TATA KELOLA PADA 

KESULITAN KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN 

Permata Ayu Widyasari dan Evelyn Christina Kurniawan 

178 

 

pergantian, presiden dan kabinetnya akan membuat “Rencana Pembangunan Jangka 
Menengah Nasional” (RPJMN) yang salah satu tujuannya adalah menentukan kebijakan 

prioritas (Parhusip, 2018).  

Pada era Presiden Susilo, beliau lebih memperhatikan bagian keuangan akibat krisis 

global di tahun 2008. Pada tahun 2008 pemerintah mengeluarkan kebijakan penting 

perbankan yaitu memberi bantuan perbankan yang mengalami kesulitan keuangan yang 

berdampak sistemik serta menimbulkan potensi krisis yang akan dibiayai oleh pemerintah 

melalui APBN (BAPPENAS 2010). RPJMN 2010-2014, pemerintah memiliki 11 prioritas, 

salah satunya adalah peningkatan kesejahteraan rakyat. Peningkatan kesejahteraan rakyat 

kemudian dirinci lagi menjadi 13 prioritas bidang termasuk stabilitas keuangan dan stabilitas 

moneter (BAPPENAS 2010). 

Pada era Presiden Jokowi, beliau memiliki fokus pada bidang lain. Pada RPJMN 

2015-2019, disebutkan 9 agenda prioritas yang disebut NAWA CITA. Sasaran sektor 

keuangan RPJMN adalah  (BAPPENAS 2014): 

1. Meningkatnya daya saing sektor keuangan nasional ditopang oleh ketahanan dan stabilitas 
sistem keuangan yang sehat, mantap dan efisien;  

2. Meningkatnya fungsi intermediasi dan kedalaman sektor keuangan untuk memenuhi 
kebutuhan pendanaan pembangunan.  

3. Meningkatnya akses masyarakat dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) terhadap 
layanan jasa keuangan formal dalam kerangka pembangunan ekonomi yang inklusif dan 

berkeadilan. 

Dua dari tiga poin tersebut mengutamakan fungsi publik bank yaitu pembangunan 

infrastruktur dan fungsi pendanaan kepada masyarakat dan UMKM. Laporan 4 tahun 

pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla juga menyatakan bahwa pada tahun 2018, fokus 

NAWA CITA adalah Pembagunan Manusia. Pemerintah mengalami kenaikan alokasikan 

dana untuk infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan (Sekretariat Kabinet RI 2018). 

Hipotesis kesepuluh, ditolak karena IFR memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap 

financial distress. Belum ada penelitian yang secara langsung mencari pengaruh IFR terhadap 

financial distress. IFR memiliki pengaruh yang tidak signifikan karena lagging effect of 

disclosure. Sebagian besar perusahaan terlebih dahulu menyampaikan laporan keuangan ke 

Bursa Efek Indonesia (BEI) daripada mempublikasikan laporan keuangan melalui internet 

atau website perusahaan (Mooduto, 2013). Mooduto (2013) menemukan bahwa kecepatan 

reaksi pasar di Indonesia tidak memiliki pengaruh terhadap IFR. Hal ini juga dapat disebut 

lagging effect of disclosure. Al-Sartawi dan Reyad (2019) mendefinisikan lagging effect of 

disclosure sebagai pengungkapan tahun t mungkin memiliki pengaruh pada profitabilitas 

perusahaan di t+1. Padahal pengungkapan annual report memiliki kontribusi yang besar pada 

poin content dan timeliness.  

 

 

PENUTUP 

 

Tujuan dari penelitian ini adalah mencari pengaruh ownership structure, audit 

committee, dan internet financial reporting terhadap financial distress. Hasil penelitian ini 

membuktikan bahwa state ownership memiliki pengaruh yang negatif signifikan terhadap 

data tahun 2010-2018. Bank dengan kepemilikan negara memiliki fungsi publik sehingga 

pemerintah akan melakukan fund injection saat bank mengalami financial distress. Data 2018 

tidak robust karena terdapat fenomena pergantian presiden dan kabinet. Perbedaan visi-misi, 

prioritas, dan sasaran pemerintah baru membuat bank lebih banyak memberikan fund 

injection pada prioritas lain. Peneliti menemukan audit committee financial literacy memiliki 



Jurnal Akuntansi             ISSN 2303-0356 

Vol. 10, No.2, Juni 2020          Hal. 165-182 

179 
 

pengaruh positif signifikan terhadap financial distress. Anggota komite audit dengan literasi 
keuangan memiliki kesadaran yang tinggi akan ethical reporting dan meningkatkan 

transparansi. Selain itu, individu dengan financial literacy yang tinggi cenderung 

mengeluarkan dana yang besar untuk investasi, menabung, dan asuransi walaupun harus 

mengalami resiko financial distress. 

Variabel lainnya yaitu ownership concentration, blockholder ownership, management 

ownership, director ownership, audit committee structure, audit committee composition, audit 

committee meeting frequency, dan internet financial reporting memiliki pengaruh yang tidak 

signifikan terhadap financial distress. Hal ini menunjukkan bahwa ownership structure, audit 

committee, dan internet financial reporting sebagai komponen yang seharusnya dapat 

mencegah financial distress kurang berperan secara maksimal terutama di sektor perbankan 

Indonesia. 

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, pertama, penelitian ini hanya 

menggunakan sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sehingga tidak 

bisa mewakili seluruh perbankan di Indonesia. Bank di BEI melewati peraturan-peraturan 

yang lebih ketat dibanding bank non BEI. Penelitian berikutnya dapat menambahkan 

perbankan-perbankan selain yang terdaftar di BEI untuk mengetahui lebih luas kondisi 

perbankan di Indonesia. Perbankan diluar BEI tentu memiliki probabilitas untuk pailit atau 

likuiditas lebih tinggi dibanding yang terdaftar di BEI. 

Keterbatan kedua, peneliti menggunakan data sekunder sehingga terdapat perusahaan-

perusahaan yang tereliminasi di tahun 2010-2015 sehingga tidak dapat menggambarkan 

keadaan seluruh bank di BEI tahun 2010-2018. Saat data sekunder mengalami tidak akurat, 

maka akan terjadi penyimpangan pada hasil penelitian. Peneliti berikutnya dapat 

menambahkan alternatif data primer seperti membagi kuesioner kepada perusahaan untuk 

melengkapi data yang dibutuhkan.  

Keterbatan ketiga, Peneliti hanya menggunakan data satu periode yaitu tahun 2018 

untuk internet financial reporting (IFR). Selain itu karena IFR diambil dari data online, 

perubahan pada IFR bersifat real-time. Sehingga input dari IFR tidak sepenuhnya adil bagi 48 

bank. Peneliti membutuhkan waktu 1 minggu untuk menyimpan konten website bank. 

Penelitian berikutnya dapat menggunakan lebih banyak media dan koneksi internet yang lebih 

cepat agar dapat menyimpan informasi website dalam waktu yang lebih singkat. 

 

 

DAFTAR PUSTAKA 

 

Abdullah, S. N. (2006). Board Structure and Ownership in Malaysia : The Case of Distressed 

Listed Companies. The International Journal of Business In Society, 6(5), 582–594. 

Ahmad, A. H. (2019). What Factors Discriminate Reorganized and Delisted Distressed Firms: 

Evidence from Malaysia. Finance Research Letters, 29(October 2018), 50–56. 

Al-Sartawi, A. M. A. M., & Reyad, S. M. R. (2019). The Relationship between the Extent of 

Online Financial Disclosure and Profitability of Islamic Banks. Journal of Financial 

Reporting and Accounting, 17(2), 343–362. 

Alsartawi, A. M. (2018). Online Financial Disclosure and Firms’ Performance. World Journal 

of Entrepreneurship, Management and Sustainable Development, 14(2), 178–190. 

Alzeban, A., & Sawan, N. (2015). The Impact of Audit Committee Characteristics on the 

Implementation of Internal Audit Recommendations. Journal of International 

Accounting, Auditing and Taxation, 24, 61–71. 

Asosiasi Penyelengara Jasa Internet Indonesia (APJII). (2018). Penetrasi & Profil Perilaku 

Pengguna Internet Indonesia. 



PENGARUH PELAPORAN KEUANGAN MELALUI INTERNET DAN TATA KELOLA PADA 

KESULITAN KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN 

Permata Ayu Widyasari dan Evelyn Christina Kurniawan 

180 

 

Awallia, A. F., & Dewi, A. S. (2019). Analisis Hubungan antara Financial Literacy dan 
Financial Distress Pada Dewasa Muda di Kota Bandung. Jurnal Wawasan dan Riset 

Akuntansi, 6(2), 64–73. 

Carcello, J. V, & Neal, T. L. (2000). Audit Committee Composition and Auditor Reporting. 

The Accounting Review, 75(4), 453–467. 

Claessens, S., Djankov, S., & Klapper, L. (2003). Resolution of Corporate Distress in East 

Asia. Journal of Empirical Finance, 10, 199–216. 

Collier, P. A. (1993). Audit Committees in Major UK companies. Managerial Auditing 

Journal, 8(3), 25–30. 

Dalton, D. R., Daily, C. M., Johnson, J. L., & Ellstrand, A. E. (1999). Number of Directors 

and Financial Performance: A Meta-Analysis. Academy of Management Journal, 42(6), 

674–686. 

Demsetz, H., & Villalonga, B. (2001). Ownership Structure and Corporate Performance. 

Journal of Corporate Finance, 7, 209–233. 

Dolinšek, T., Tominc, P., & Skerbinjek, A. L. (2014). The Determinants of Internet Financial 

Reporting in Slovenia. Online Information Review, 38(7), 842–860. 

Elloumi, F., & Gueyié, J. P. (2001). Financial Distress and Corporate Governance: An 

Empirical Analysis. Corporate Governance: The International Journal of Business In 

Society, 1(1), 15–23. 

Fan, J. P. H., Huang, J., & Zhu, N. (2013). Institutions, Ownership Structures , and Distress 

Resolution in China. Journal of Corporate Finance, 23, 71–87. Elsevier B.V. 

Fiordelisi, F., & Marqués-Ibañez, D. (2013). Is Bank Default Risk Systematic? Journal of 

Banking and Finance, 37(6), 2000–2010. 

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI). (2000). The Roles of the Board of 

Commissioners and the Audit Committee in Corporate Governance (2nd ed.). 

Hadad, M. D., Sugiarto, A., Purwanti, W., Hermanto, M. J., & Arianto, B. (2003). Kajian 

Mengenai Struktur Kepemilikan Bank di Indonesia. Direktorat Penelitian dan 

Pengaturan Perbankan. 

Haji-Abdullah, N. M., & Wan-Hussin, W. N. (2011). Audit Committee Attributes, Financial 

Distress and the Quality of Financial Reporting in Malaysia. SSRN Electronic Journal, 

(November), 1–40. 

Hu, D., & Zheng, H. (2015). Does Ownership Structure Affect The Degree of Corporate 

Financial Distress in China? Journal of Accounting in Emerging Economies, 5(1), 35–50. 

International Finance Corporation IFC. (2018). Indonesia Corporate Governance Manual, 

Second Edition. International Finance Corporation. Jakarta. 

Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency 

Costs and Ownership Structure Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs 

and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3(4), 305–360. 

Jensen, M. C., & Ruback, R. S. (1983). The Market for Corporate Control: The Scientific 

Evidence. Journal of Financial Economics, 11(1–4), 5–50. 

Kallamu, B. S., & Saat, N. A. M. (2015). Audit Committee Attributes and Firm Performance: 

Evidence from Malaysian Finance Companies. Asian Review of Accounting, 23(3), 206–

231. 

Kamalluarifin, W. F. S. W. (2016). The Influence of Corporate Governance and Firm 

Characteristics on the Timeliness of Corporate Internet Reporting By Top 95 Companies 

in Malaysia. Procedia Economics and Finance, 35(16), 156–165. 

Kang, J.-K., & Shivdasani, A. (1997). Corporate Restructuring During Performance Declines 

in Japan. Journal of Financial Economics, 46, 29–65. 

Khan, M. N. A. A., & Ismail, N. A. (2012). Bank Officers’ Views of Internet Financial 



Jurnal Akuntansi             ISSN 2303-0356 

Vol. 10, No.2, Juni 2020          Hal. 165-182 

181 
 

Reporting in Malaysia. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 57, 75–84. 
Kholis, N. (2014). Analisis Struktur Kepemilikan dan Perannya terhadap Praktik Manajemen 

Laba Perusahaan. ADDIN, 8(1), 203–222. 

Kirmani, A., & Rao, A. R. (2000). No Pain, No Gain: A Critical Review Of the Literature on 

Signaling Unobservable Product Quality No Pain, No Gain: A Critical Review of the 

Literature on Signaling Unobservable Product Quality. Journal of Marketing, 64(2), 66–

79. 

Lee, T. S., & Yeh, Y. H. (2004). Corporate Governance and Financial Distress: Evidence 

from Taiwan. Corporate Governance: An International Review, 12(3), 378–388. 

Li, H., Wang, Z., & Deng, X. (2015). Ownership , independent directors , agency costs and 

financial distress : evidence from Chinese listed companies. Corporate Governance: The 

international journal of business in society, 8(5), 622–636. 

Lisic, L. L., Myers, L. A., Seidel, T. A., & Zhou, J. (2019). Does Audit Committee 

Accounting Expertise Help to Promote Audit Quality? Evidence from Auditor Reporting 

of Internal Control Weaknesses. Contemporary Accounting Research. 

Manzaneque, M., Priego, A. M., & Merino, E. (2016). Corporate Governance Effect on 

Financial Distress Likelihood: Evidence from Spain. Spanish Accounting Review, 19(1), 

111–121. 

Miglani, S., Ahmed, K., & Henry, D. (2015). Voluntary Corporate Governance Structure and 

Financial Distress: Evidence from Australia. Journal of Contemporary Accounting and 

Economics, 11(1), 18–30. Elsevier Ltd. 

Mokhtar, E. S. (2017). Internet Financial Reporting Determinants: A Meta-Analytic Review. 

Journal of Financial Reporting and Accounting, 15(1), 116–154. 

Mooduto, W. I. S. (2013). Reaksi Investor atas Pengungkapan Internet Financial Reporting. 

Jurnal Reviu Akuntansi dan Keuangan, 3(2), 479–492. 

Moon, P., Rao, R. P., & Bathala, T. (1994). Managerial Ownership, Debt Policy, and Impact 

of Institutional Holdings : An Agency Perspective. Financial Management, 23(3), 38–50. 

Muns, S., & Bijlsma, M. (2011). Systemic Risk Across Sectors: Are Bank Different? CPB 

Discussion Paper, 175, 24. 

Nuresa, A., & Hadiprajitno, B. (2013). Pengaruh Efektivitas Komite Audit Terhadap 

Financial Distress. Diponegoro Journal of Accounting, 2, 1–10. 

OJK, O. J. K. (2015). Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55/POJK.04/2015 tentang 

pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit. 

Omran, M. M., Bolbol, A., & Fatheldin, A. (2008). Corporate Governance and Firm 

Performance in Arab Equity Markets: Does Ownership Concentration Matter? 

International Review of Law and Economics, 28(1), 32–45. 

Onakoya, A. B., & Olotu, A. E. (2017). Bankruptcy and Insolvency: An Exploration of 

Relevant Theories. International Journal of Economics and Financial Issues, 7(3), 706–

712. 

Parhusip, B. (2018). Implementasi Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) di 

Indonesia. Simposium Nasional Keuangan Negara, (20), 958–977. 

Parker, S., Peters, G. F., & Turetsky, H. F. (2002). Corporate Governance and Corporate 

Failure: A Survival Analysis. Corporate Governance: The international journal of 

business in society, 2(2), 4–12. 

Pearce, J. A., & Zahra, S. A. (1992). Board Composition From a Strategic Contingency 

Perspective. Journal of Management Studies, 29(4), 411–438. 

Pillai, R., & Al-Malkawi, H. A. N. (2018). On The Relationship between Corporate 

Governance and Firm Performance: Evidence from GCC Countries. Research in 

International Business and Finance, 44(February 2017), 394–410. Elsevier. 



PENGARUH PELAPORAN KEUANGAN MELALUI INTERNET DAN TATA KELOLA PADA 

KESULITAN KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN 

Permata Ayu Widyasari dan Evelyn Christina Kurniawan 

182 

 

Presiden Republik Indonesia. (1998). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 
1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang 

Perbankan. 

Rahmat, M. M., Iskandar, T. M., & Saleh, N. M. (2009). Audit Committee Characteristics in 

Financially Distressed and Non-Distressed Companies. Managerial Auditing Journal, 

24(7), 624–638. 

Republik Indonesia. (2004). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 

Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayarana Utang. 

Rizqiyah, R. N., & Lubis, A. T. (2017). Penerapan Internet Financial Reporting (IFR) Pada 

Bank Umum Syariah di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Islam, 5(1), 63–82. 

Salloum, C., Azzi, G., & Gebrayel, E. (2014). Audit Committee and Financial Distress in the 

Middle East Context : Evidence of the Lebanese Financial Institutions. International 

Strategic Management Review, 2, 39–45. 

Shahwan, T. M. (2015). The Effects of Corporate Governance on Financial Performance and 

Financial Distress: Evidence from Egypt. Corporate Governance, 15(5), 641–662. 

Shleifer, A., Vishny, R. W., Journal, T., Jun, P., Shleifer, A., & Vishny, R. W. (1986). Large 

Shareholders and Corporate Control. The Journal ofPolitical Economy, 94(3), 461–488. 

Simpson, W. G., & Gleason, A. E. (1999). Board structure , ownership , and financial distress 

in banking firms, 8, 281–292. 

Udin, S., Khan, M. A., & Javid, A. Y. (2017). The Effects of Ownership Structure on 

Likelihood of Financial Distress: An Empirical Evidence. Corporate Governance: The 

International Journal of Business in Society, 17, 589–612. 

Villalonga, B., & Amit, R. (2006). How do Family Ownership, Control and Management 

Affect Firm Value? Journal of Financial Economics, 80(2), 385–417. 

Wardhani, R. (2007). Mekanisme Corporate Governance Dalam Perusahaan Yang Mengalami 

Permasalahan Keuangan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 4(1), 95–114. 

Widarjo, W., & Setiawan, D. (2009). Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Kondisi Financial 

Distress Perusahaan Otomotif. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 11(2), 107–119. 

Xu, X., & Wang, Y. (1999). Ownership Structure and Corporate Governance in Chinese 

Stock Companies. China Economic Review, 10(1), 75–98. 

Zhou, H., Owusu-Ansah, S., & Maggina, A. (2018). Board of Directors, Audit Committee, 

and Firm Performance: Evidence from Greece. Journal of International Accounting, 

Auditing and Taxation, 31(May 2013), 20–36.