Microsoft Word - 09-Gigih


Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan 
Volume 15, Nomor 2, Oktober 2014, hlm.182-189 

 

 

ADAPTASI NELAYAN PERIKANAN LAUT TANGKAP  
DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM 

Nurtjahja Moegni1, Ahmad Rizki2, Gigih Prihantono3 
 1,2,3 Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga 

Jalan Airlangga No.4 Surabaya 60286, Indonesia. Phone: (031) 5033642 
E-mail korespondensi: gigih.prihantono@yahoo.co.id 

 
Naskah diterima: Maret 2013; disetujui: Agustus 2014 

Abstract: This study presents the response of fisheries management to the extreme climatic 
affect marine fisheries in Jember district. Extreame weather LA NINA and EL NINO increasing 
sea wave and change wild fish population, causing increasing cost for fisherman. Quantitative 
methodology for use research in use data maritime ministry, the national oceanic and atmos-
pheres administration, BMKG and primery data. This study suggests that responding to 
extreme climatic influences on fisheries include (1) establishing an early warning system by 
connecting fisheries agencies and marine research institutions to assist decision makers in 
performing time-adaptive measures, (2) Temporarily suspending subsidy activity to help 
managing cost in extreame weather, (3) Develop research technology for managing extreme 
weather events. 

Keywords: fisheries; marine; climate change; extreme weather; updating; subsidies 
JEL Classification: D24, H23, Q22 

Abstrak: Studi ini menggambarkan respon dari managemen perikanan laut tangkat dengan 
kejadian cuaca ekstrim yang mempengaruhi perikanan laut tangkap di Kabupaten Jember. 
Kejadian LA NINA dan EL NINO menyebabkan semakin tingginya gelombang laut dan 
perubahan arus ikan sehingga meningkatkan biaya melaut nelayan. Metode penelitian yang 
digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung data-
data dari kementrian kelautan dan perikanan, the national oceanic and atmospheric 
administration (NOAA), BMKG dan survey. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa untuk 
merespon pengaruh cuaca ekstrim pada industry perikanan laut harus mencakup beberapa 
hal. Pertama, mendirikan sistem peringatan dini dengan menghubungkan lembaga perikanan, 
BMKG dan lembaga penelitian kelautan untuk membantu pengambilan keputusan dalam 
melakukan langkah-langkah adaptif dengan membentuk pusat monitoring lingkungan. 
Sementara waktu memberlakukan sistem subsidi pada kegiatan penangkapan ikan untuk 
mengurangi biaya yang timbul akibat cuaca ekstrim. Tiga, melakukan penelitian untuk 
mengembangkan tekonologi, guna mengelola perubahan cuaca ekstrim yang terjadi. 

Kata kunci: nelayan; perikanan; perubahan iklim; cuaca ekstrim; updating; subsidi 
Klasifikasi JEL: D24, H23, Q22 
 

PENDAHULUAN 

Industri pengelolaan perikanan laut 
merupakan industri yang rentan terhadap 
perubahan cuaca ekstrim yang diakibatkan oleh 
fenomena pemanasan global. Pengaruh tersebut 
berasal dari sisi supply di mana dapat terjadi 
penurunan jumlah tangkapan yang dihasilkan 

nelayan. Salah satu dampak dari perubahan 
iklim global adalah terjadinya fenomena El-
Nino (meningkatnya suhu samudera pasifik) 
dan La Nina (menurunnya suhu samudera 
pasifik) yang mempengaruhi samudera-samu-
dera di seluruh dunia. Terjadinya fenomena 
tersebut mengakibatkan suhu permukaan air 
laut berubah, sehingga mempengaruhi pola 



 

Adaptasi Nelayan Perikanan ... (Nurtjahja Moegni, Ahmad Rizki, Gigih Prihantono) 183

kehidupan ikan. Perubahan suhu akan mem-
pengaruhi zona upwelling (tempat mencari 
makan) ikan dapat mengakibatkan tidak hanya 
penurunan, tetapi juga pergeseran populasi 
spesies ikan ke laut yang lebih dingin atau 
panas. Selain itu terjadinya fenomena tersebut 
juga mengakibatkan kenaikan gelombang yang 
mempengaruhi biaya melaut nelayan. 

 Donnelly dan Woodruf (2007) menunjuk-
kan bahwa terjadinya El Nino atau La Nina 
mempengaruhi terjadinya intensitas badai di 
wilayah Atlantik Afrika Barat. Mereka menyim-
pulkan bahwa periode badai Atlantik intensi-
tasnya cenderung meningkat bersamaan dengan 
terjadinya El Nino atau La Nina. Terjadinya El 
Nino dan La Nina akan mengakibatkan per-
ubahan sirkulasi lautan dan menguah habitat 
laut (Allison, dkk; 2009). Mereka menemukan 
bahwa peningkatan suhu air laut akan mem-
batasi produksi primer, meningkatkan pemutih-
an karang dan mengurangi keanekaragaman 
hayati beberapa ekosistem. Temuan dari Chang, 
dkk (2009) dan Hsieh, dkk (2008) melaporkan 
terjadinya peristiwa perubahan suhu air yang 
ekstrim pada wilayah perairan kepulauan 
Penghu negara Taiwan bagian selatan meng-
akibatkan kematian ikan laut disekitar wilayah 
tersebut.  

Indonesia merupakan Negara maritime 
yang diapit oleh dua samudera yaitu samudera 
pasifik dan samudera hindia. Sehingga ketika 
terjadi perubahan suhu dan cuaca ekstirm di 
wilayah samudera pasifik akibat El Nino atau La 
Nina akan meningkatkan tinggi gelombang di 
seluruh laut wilayah Indonesia. Hasil penelitian 
Kurniawan (2012) menunjukkan bahwa ter-
dapat korelasi tinggi antara indeks Nino 
dengan peningkatan tinggi gelombang yang 
terjadi di wilayah perairan Indonesia. Wilayah 
perairan Indonesia yang mempunyai korelasi 
tinggi dengan terjadi El Nino dan La Nina 
adalah perairan utara Maluku dan perairan 
selatan Jawa. Sehingga ketika terjadi El Nino 
dan La Nina dapat diprediksi dua perairan 
tersebut akan mengalami kenaikan tinggi 
gelombang dari rata-rata tinggi normalnya. 

Wilayah pesisir selatan jawa terdiri dari 5 
provinsi dan 22 Kabupaten. Wilayah pesisir 
selatan jawa yang paling banyak dan paling 
luas dimiliki oleh Provinsi Jawa Timur dengan 
8 kabupaten, salah satunya adalah kabupaten 

Jember. Fokus penelitian ini ditetapkan di 
wilayah laut selatan Jatim tepatnya adalah 
Kabupaten Jember. Kabupaten Jember dipilih 
sebagai daerah penelitian dikarenakan bebe-
rapa alasan. Alasan pertama adalah selama 15 
tahun terakhir terhitung dari tahun 1998 sam-
pai tahun 2013 hasil tangkapan laut kabupaten 
ini cenderung konstan di angka 8000 sampai 
9000 ton. Alasan kedua diperkirakan kabupaten 
ini mempunyai potensi sektor perikanan men-
capai 40.000 ton per tahun namun potensi 
sektor perikanan yang ada saat ini belum 
dimanfaatkan secara optimal (www.DKP 
Jember.com). Alasan ketiga adalah jumlah nela-
yan kabupaten Jember selama 15 tahun terakhir 
terhitung dari tahun 1998 sampai tahun 2013 
cenderung konstan antara 14.000 sampai 15.000 
dibandingkan wilayah pesisir selatan Jawa 
Timur lain. Karena hal tersebut menarik untuk 
dicermati bagaimana pengaruh dampak per-
ubahan cuaca ekstrim terhadap kondisi sosial 
ekonomi nelayan di kabupaten Jember. 

METODE PENELITIAN 

Untuk mengestimasi efek dari perubahan 
cuaca asing pada kondisi sosial ekonomi 
nelayan di kabupaten Jember, maka penelitian 
ini menggunakan survey lapangan kepada para 
nelayan di sana. Metode penarikan sampel 
dalam penelitian ini menggunakan random 
sampling sebanyak 100 nelayan. Untuk memper-
kirakan dampak pemanasan global bagi nela-
yan, maka penelitian ini menggunakan model 
pilihan lokasi (model of locational choice). Karena 
lokasi melaut berpindah-pindah secara random, 
maka yang bisa kami lakukan hanya melaku-
kan pengukuran asumsi berdasarkan wilayah 
rata-rata mencari ikan sebagai berikut: 
1) Daerah melaut yang dekat dari pantai atau 
masih terlihat untuk melaut; 2) Daerah melaut 
jauh dari pantai tetapi masih di wilayah 
Kabupaten Jember; 3) Daerah melaut di luar 
Kabupaten Jember. 

Pembagian wilayah tersebut diambil di-
karenakan, tiga kategori tersebut mewakili 
pilihan nelayan di wilayah Kabupaten Jember 
untuk melakukan pencarian ikan. Untuk 
memilih apakah nelayan memutuskan memilih 



 

Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 15, Nomor 2, Oktober 2014: 182-189 184 

salah satu tiga tempat tersebut, kami meng-
asumsikan terdapat dua faktor besar yaitu 
ekspektasi keuntungan pada pilihan lokasi dan 
biaya yang harus dikeluarkan. 

Untuk membentuk ekspektasi keuntungan 
pada pilihan lokasi, kami melakukan kalkusi 
berdasarkan keuntungan yang didapat ketika 
nelayan melakukan trip di lokasi tersebut dan 
diperbarui oleh informasi tentang berapa lama 
nelayan sering melakukan trip di daerah terse-
but sebelumnya. Perhitungan biaya dihitung 
berdasarkan, total cost yang harus dikeluarkan 
nelayan rata-rata setiap kali mereka melakukan 
trip. Selain itu pemilihan trip juga ditentukan 
oleh jenis kapal yang digunakan oleh nelayan. 
Model estimasi ekonometri menggunakan model 
nested logistik dari kondisi tersebut adalah seba-
gai berikut: 

 

	 	 	 	  1) 

 
Variabel Vi menggambarkan pilihan nela-

yan untuk melakukan kegiatan menangkap 
ikan atau tidak. Variabel profit menunjukkan 
rata-rata keuntungan pada lokasi-lokasi yang 
tersedia diwilayah tersebut. Variabel boat 
merupakan variabel dummy tentang perahu 
yang digunakan oleh nelayan. Jika perahu yang 
digunakan berjenis Jukung maka bernilai nol 
dan jika bukan jukung maka bernilai 1. TC 
adalah variabel yang menunjukkan total biaya 
pada saat nelayan berangkat satu kali melaut. 
Secara keseluruhan, jumlah nelayan yang 
diamati adalah 100 kapal dan melakukan trip 
berpindah adalah sebanyak 12 kali per kapal. 
Pengumpulan data menggunakan log book yang 

berisi informasi terkait tanggal, lokasi dan 
penggunaan input. Dari data tersebut maka 
bisa diketahui pola nelayan dalam melakukan 
penangkapan ikan. Data tinggi gelombang 
didadapat dari the national oceanic and atmosphe-
ric administration (NOAA) dan badan meteoro-
logy klimatologi dan geofisika (BMKG). 

Efek El Nino dan La Nina Terhadap Tinggi 
Gelombang  

Selama periode amatan terhadap data-data 
tinggi gelombang laut Kabupaten Jember, kami 
melakukan pembagian perhitungan menjadi 
tiga kategori. Kategori pertama adalah perhi-
tungan rata-rata tinggi gelombang pada waktu 
normal tidak terdapat El Nino maupun La Nina. 
Kategori kedua adalah rata-rata tinggi 
gelombang pada waktu terjadinya El Nino dan 
kategori ketiga adalah rata-rata tinggi gelom-
bang pada waktu terjadinya La Nina. Grafik 
dari perhitungan tersebut dapat dilihat pada 
gambar 1.  

Data yang ditunjukkan pada gambar 1 
memberikan pesan bahwa terjadinya El Nino 
dan La Nina yang diukur dair tahun terjadinya 
El Nino dan La Nina serta data tinggi gelombang 
laut dari BMKG mempengaruhi terciptanya 
variasi tinggi gelombang. Data pada gambar, 
menunjukkan bahwa volatilitas gelombang yang 
disebabkan oleh El Nino lebih kecil dari pada 
gelombang yang disebabkan oleh La Nina. 
Nelayan Kabupaten Jember menghadapi gelom-
bang tinggi ketika terjadi pada bulan Februari 
serta bulan Juli sampai September, pada 
periode tersebut gelombang laut di perairan 
Jember rata-rata mencapai tinggi lebih dari 2 
meter. Ketika ketinggian gelombang mencapai 

 

Gambar 1. Rata-rata tinggi gelombang laut Kabupaten Jember 



 

Adaptasi Nelayan Perikanan ... (Nurtjahja Moegni, Ahmad Rizki, Gigih Prihantono) 185

2 meter maka hampir seluruh jenis kapal 
penangkapan ikan yang sedang berlayar akan 
terpengaruh (Guide Marine Meteorological 
Servce, 2001).  

Kondisi tersebut semakin buruk ketika 
wilayah laut kabupaten Jember terkena anomali 
La Nina. Anomali La Nina menyebabkan gelom-
bang laut rata-rata mencapai tiga meter pada 
periode April sampai September. Kondisi ini 
memiliki konsekuensi yang sangat besar bagi 
pencarian ikan bagi nelayan. Nelayan akan 
memerlukan lebih banyak bahan bakar untuk 
dapat berlayar dengan baik pada saat terjadi-
nya gelombang tinggi. Gelombang tinggi juga 
memberikan dampak tidak dapat berlayarnya 
jukung nelayan (Prihantono,2010). Kenaikan 
suhu permukaan air laut membawa konsekuensi 
terjadinya coral bleaching, bergesernya habitat 
dan dapat sampai hilangnya spesies laut. Selain 
dampak langsung terhadap perikanan, mening-
katnya tinggi gelombang laut berimplikasi pada 
kegiatan aquaculture dan water supplies masya-
rakat pesisir. 

Efek El Nino dan La Nina Terhadap Ling-
kungan Laut 

Terjadinya El Nino dan La Nina menye-
babkan perubahan suhu air laut yang signifi-
kan. Meskipun sebagian besar lautan meng-
alami suhu air yang tinggi di bawah pengaruh 
peruabahan iklim, namun kejadian cuaca 
dingin ekstrim juga telah banyak dilaporkan 
dalam beberapa tahun terakhir. Memahami 
efek lokal akibat dari perubahan iklim terhadap 
ekosistem laut sangat penting dikarenakan 
masyarakat pesisir membutuhkan informasi 
tersebut. Penelitian dari Kuo dan Ho (2004) 

menunjukkan bahwa angin muson timur di 
wilayah samudera Hinda jauh lebih kuat 
selama terjadinya La Nina pada musim dingin 
1998/1999 dari pada El Nino pada musim 
dingin 1997/1998. Chang, dkk (2009) melapor-
kan bahwa kecepatan angin di laut cina selatan 
meningkat tajam dan berlangsung dalam waktu 
yang lama selama terjadinya La Nina sehingga 
menyebabkan pergeseran arus hangat ke 
wilayah laut jawa sampai samudera hindia 
yang mengakibatkan penurunan suhu air yang 
signifikan.  

Kondisi perubahan iklim juga berdampak 
pada interaksi antara laut dan udara. Pada 
gambar 2 menunjukkan hasil statistik dari 
distribusi kekuatan yang lebih dari 6 m/s. 
Periode kecepatan angin yang kuat (6 m/s <) 
selama terjadinya La Nina berlangsung 8 sampai 
19 hari dan ketika terjadi El-Nino durasi 
waktunya hanya 2-8 hari. Terjadinya kondisi 
tersebut, membuat produksi ikan menurun 
yang berujung pada menurunnya pendapatan 
dan ketahanan pangan, sehingga nelayan men-
cari mata pencaharian alternatif atau menggu-
nakan teknik memancing yang dapat mengha-
silkan lebih banyak tangkapan tetapi membe-
bani ekosistem laut (Brashares, 2004).  

Perubahan ekstrim pada lingkungan laut 
dapat merubah tata cara pengelolaan pesisir 
dan stabilitas sosial ekonomi disana. Kondisi 
tersebut membuat pengelolaan perikanan laut 
tangkap harus berubah untuk dapat beradap-
tasi dengan adanya perubahan iklim (Allison, 
dkk: 2006; Grafton, 2010 dan Mcilgorm, dkk: 
2010). Namun untuk mengubah kondisi terse-
but, pemerintah daerah belum menyediakan 
langkah-langkah adaptif dan belum terdapat 

 
Gambar 2 Variasi kekuatan angin pada wilayah Pesisir Kabupaten Jember 



 

Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 15, Nomor 2, Oktober 2014: 182-189 186 

payung hukum di dalamya. Khususnya peratur-
an yang mengatur pengelolaan ekosistem pesi-
sir di mana memang pengaruh perubahan iklim 
tidak dapat dirasakan secara langsung. Untuk 
itu yang bisa kami lakukan adalah melakukan 
model estimasi dan memperkirakan dampak 
kesejahteraannya agar memperkuat argumen-
tasi perlu yang memerlukan mitigasi terhadap 
perubahan iklim.  

HASIL DAN PEMBAHASAN 

Masalah empiris yang harus dipecahkan 
ketika terjadi perubahan iklim, bagaimana 
perubahan perilaku nelayan dalam melakukan 
kegiatan melaut. Untuk mengatasi hal tersebut 
maka digunakanlah pengukuran tempat alter-
natif tangkapan yang disusun berdasarkan tiga 
alternatif. Pada model pertama diasumsikan 
bahwa nelayan dapat memperbarui harapan 
mereka untuk kembali ke tempat tangkapan 
meskipun mereka mempunyai pengalaman 
bahwa tempat tersebut tidak memberikan hasil 
yang tangkapan yang bagus (updating). Dalam 
model berikutnya, diasumsikan bahwa nelayan 
tidak akan kembali ke tempat penangkapan 
yang tidak memberikan hasil tangkapan yang 
bagus dalam jangka satu bulan. Model terakhir 
adalah “mixed model” di mana asumsi yang 
digunakan nelayan selalu melakukan update 
informasi untuk mendapatkan harapan pada 
hasil yang diperoleh. Bisa saja nelayan tersebut 
datang pada situs memancing yang tidak 
menghasilkan dalam waktu dekat atau nelayan 
tersebut mendengar informasi dari nelayan lain 
dan kemudian mendatangi lokasi yang tidak 
menghasilkan pada saat sedang berada di 
tengah laut.  

Tabel 1 menunjukkan hasil estimasi kepu-
tusan nelayan pada pilihan situs perikanan 
untuk masing-masing model menunjukkan ting-
kat signifikan sebesar 0,05. Tanda pada koefi-
sien pada semua variabel sesuai dengan teori 
yang ada. Secara khusus variabel Sprofit mem-
punyai efek positif meningkatkan probabilitas 
keputusan nelayan pada ketiga tempat tersebut. 
Hal tersebut mempunyai arti bahwa keputusan 
nelayan untuk memilih kembali, tidak kembali 
atau nanti kembali dalam waktu dekat pada 
suatu situs ditentukan oleh seberapa besar eks-

pektasi keuntungan yang akan didapat.  
Variabel boat juga berpengaruh signifikan 

positif terhadap pengambilan keputusan nelayan 
dalam menentukan pilihan situs penangkapan 
ikan. Ketika nelayan mendapatkan informasi 
tentang suatu situs penangkapan, nelayan 
mempertimbangkan jenis kapal yang mereka 
punya. Semakin kapal tersebut memiliki kapa-
sitas gross ton yang lebih besar maka semakin 
besar kemungkinan para nelayan berpindah 
situs mengikuti informasi yang ada. Kondisi ini 
juga menjelaskan bahwa semakin tinggi tekno-
logi yang digunakan maka nelayan akan lebih 
mampu beradaptasi terhadap kondisi per-
ubahan iklim. Variabel TC (Total Cost) membe-
rikan gambaran negatif terhadap keputusan 
nelayan dalam menentukan pilihan situsnya. 
Dapat dilihat pada ketiga model, bahwa nilai 
negatif variabel TC paling besar pada model no 
updating, hal ini memberikan indikasi bahwa 
kemungkinan besar nelayan tidak mau kembali 
ke situs yang tidak menghasilkan dikarenakan 
biaya untuk kembali lebih besar, meskipun 
mereka mendapat informasi tambahan bahwa 
situs tersebut memiliki panen ikan yang besar 
pada saat ini.  

 
 

Tabel 1. Hasil Empiris Model Nested Logistik 

 Updating No 
Updating 

Mixed 

Sprofit 0,03473 
(18,273)** 

0,0083 
(14,821)** 

0,00573 
(15,102)** 

Boat 0,1372 
(11,912)** 

0,6681 
(24,891)** 

0,0834 
(20,356)** 

TC -0,427 
(32,283)* 

-0,735 
(39,101)** 

-0,524 
(41,621)* 

Site Pseudo R2 0,68 0,54 0,73 

Fishery/Target 
Pseudo R2 

0,42 0,37 0,52 

Percentage of 
Choice 

Occasions 
Correctly 
Predicted 

62,6 64,1 72,7 

* t-statistic value significant in level 0,05 

 
 
Uji tambahan dari model tersebut adalah 

kemampuan prediksi model dalam mempre-
diksi keputusan nelayan dalam memilih. Dari 
hasil R2 memperlihatkan bahwa mixed model 



 

Adaptasi Nelayan Perikanan ... (Nurtjahja Moegni, Ahmad Rizki, Gigih Prihantono) 187

memiliki persentase tertinggi dalam mempre-
diksi perubahan tersebut. Kondisi ini menun-
jukkan bahwa adaptasi nelayan dalam era 
perubahan iklim ini adalah melakukan perhi-
tungan-perhitungan yang lebih rasional dalam 
menentukan keputusan untuk menangkap ikan 
disuatu situs. Para nelayan akan mengelola 
informasi baik dari ekspektasi keuntungan 
yang diperoleh, kapal yang digunakan dan biaya 
yang harus dikeluarkan ketika terjadi tambahan 
informasi tentang suatu situs. Ketika pertim-
bangan tiga variabel tersebut dirasa masih dapat 
mendatangkan keuntungan, para nelayan akan 
pergi ke suatu situs yang diinformasikan meski-
pun berdasarkan pengalaman mereka sebelum-
nya situs tersebut tidak memberikan keuntung-
an yang lebih. 

Berdasarkan model pada tabel 1 maka 
dapat diperkirakan perkiraan subsidi yang 
dapat diberikan akibat terjadinya dampak 
perubahan iklim pada masing-masing model. 
Perkiraan nilai subsidi diukur dalam mata uang 
Rupiah untuk sekali melaut. Hasil estimasi 
tingkat kesejahteraan secara lengkap dapat 
dilihat pada tabel 2.  

 
 
Tabel 2. Estimasi Besarnya Subsidi Akibat 

  Perubahan Iklim 

 Updating No 
Updating 

Mixed 

Melaut 
Dekat 
Pantai 

Rp. 19.340 Rp. 15.000 Rp. 25.270 

Melaut 
Wilayah 
Jember 

Rp. 26.820 Rp. 17.420 Rp. 34.810 

Melaut 
Luar 

Wilayah 
Jember 

Rp. 36.715 Rp. 21.250 Rp. 49.800 

 

Secara keseluruhan, perhitungan model 
menghasilkan suatu estimasi bagi nelayan di 
Kabupaten Jember perlu diberikan subsidi 
untuk menutupi keuntungan yang hilang 
akibat dampak perubahan iklim. Untuk nelayan 
yang wilayah melautnya dekat pantai dapat 
diberikan bantuan subsidi antara Rp15.000 
sampai Rp25.270 untuk setiap melaut. Untuk 
nelayan yang melaut jauh dari pantai tetapi 

masih di wilayah Kabupaten Jember dapat 
diberikan bantuan subsidi antara Rp17.420 
sampai Rp34.810. Untuk nelayan yang melaut 
di luar wilayah Kabupaten Jember dapat diberi-
kan bantuan subsidi antara Rp21.250 – 
Rp49.800. 

Bentuk dari subsidi tidak hanya berupa 
uang tunai, tetapi lebih pada subsidi barang. 
Seperti harga bahan bakar nelayan yang 
diberikan subsidi untuk pembeliannya, sehingga 
kondisi tersebut lebih efektif dalam mengu-
rangi biaya melaut nelayan akibat cuaca 
ekstrim.  

Penelitian menunjukkan bahwa langkah-
langkah adaptif harus dilakukan dengan meli-
hat perilaku nelayan dalam melaut. Sebagai 
contoh, bahwa nelayan yang cenderung mene-
tap dalam mencari ikan di suatu tempat dengan 
nelayan yang sering berpindah disuatu tempat 
harus dibedakan cara penangannya. Selain itu 
kapal dengan kapasitas GT yang kecil dengan 
kapasitas GT besar juga harus dibedakan cara 
penangannya. Dilihat dari sisi lingkungan, 
penelitian ini menyarankan perlunya pengelo-
laan sumber daya perikanan berbasis ekosis-
tem, dengan menyediakan data dan melakukan 
edukasi pada nelayan tentang ketahanan 
biofisik laut dan dampaknya bagi kehidupan 
sosial-ekonomi mereka (Mcilgrom dkk, 2010). 
Bentuk dari pengurangan dampak perubahan 
iklim/cuaca yang ekstrim adalah membentuk 
sebuah unit teknis sebagai “Pusat Monitoring 
Lingkungan”. Di dalamnya berisi informasi 
biofisik laut, sosial-ekonomi nelayan dan peme-
rintah. Penjabaran dari konsep tersebut ditam-
pilkan pada gambar 3.   

Pusat monitoring lingkungan mempunyai 
inti manfaat pada ketersediaan data biofisik 
lautan untuk membantu nelayan dalam meng-
ambil keputusan melaut. Pusat monitoring 
lingkungan ini dalam cara kerjanya terdiri dari 
tiga langkah terpisah. Langkah pertama adalah 
mengkoordinasikan pengumpulan data ling-
kungan, cuaca dan biofisik lautan. Langkah 
kedua adalah melakukan identifikasi potensi 
anomali iklim berdasarkan informasi dari data 
yang didapat. Langkah ketiga adalah membuat 
keputusan adaptif pada tingkat pemerintah 
daerah. Kemudian sumber daya manusia pada 
Pusat Monitoring Lingkungan melakukan edu-
kasi atau pengumuman kepada nelayan terkait 



 

Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 15, Nomor 2, Oktober 2014: 182-189 188 

peristiwa anomali iklim, sehingga nelayan 
dapat mengambil langkah-langkah yang tepat 
untuk menanggapi peristiwa tersebut. 

 

SIMPULAN 

Dampak perubahan iklim pada ekosistem 
laut dapat berpengaruh terhadap sektor 
perikanan laut tangkap. Akibat yang 
ditimbulkan bagi kehidupan sosial ekonomi 
nelayan adalah meningkatnya biaya melaut dan 
berubahnya perilaku melaut nelayan. 
Berdasarkan hasil estimasi model secara 
keseluruhan, memperlihatkan bahwa perilaku 
nelayan menangkap ikan akan berpindah 
tempat berdasarkan informasi yang selalu 
diperbaruhi. Namun nelayan tidak mengetahui 
apakah informasi yang mereka terima dapat 
benar-benar memberikan keuntungan pada 
mereka atau malah merugikan. Untuk itu 
pemerintah daerah perlu melakukan langkah-
langkah adaptif baik dalam jangka pendek 
maupun dalam jangka panjang. Untuk jangka 
pendek pemerintah daerah perlu memberikan 
subsidi biaya melaut pada nelayan yang 
disesuaikan dengan kategori mereka. Dalam 
jangka panjang pemerintah daerah dapat 

membangun Pusat Monitoring Lingkungan 
untuk memberikan peringatan bagi para 
nelayan tentang kondisi biofisik laut saat ini, 
sehingga menghindarkan mereka dari kerugian. 

 

DAFTAR PUSTAKA 

Allison EH, Perry AL, Badjeck MC, Adger WN, 
Brown K, Conway D. (2009). Climate 
change and fisheries: a comparative anal-
ysis of the relative vulnerability of 132 
countries. Fish Fish, Vol 10(2): 173–96. 

Allison EH, Horemans B. (2006). Putting the 
principles of the sustainable livelihoods 
approach into fisheries development pol-
icy and practice. Mar Policy Vol 30(6): 757–
66 

Brashares J, Arcese P, Sam M, Coppolillo P, Sin-
clair A, Balmford A.(2004) Bushmeat, 
hunting, wildlife declines, and fish supply 
in West Africa. Science Vol 306:1180–3.  

Chang Y, Lee KT, Lee MA, Lan KW. (2009) Sat-
ellite observation on the exceptional in-
trusion of cold water in the Taiwan Strait. 
Terr Atmos Oceanic Sci Vol 20(4): 661–9. 

Donnelly JP, Woodruff JD. (2007). Intense hur-
ricane activity over the past 5, 000 years 

 
Gambar 3. Flowchart manfaat pusat monitoring lingkungan sebagai pertimbangan nelayan 

 dalam memutuskan berlayar 



 

Adaptasi Nelayan Perikanan ... (Nurtjahja Moegni, Ahmad Rizki, Gigih Prihantono) 189

controlled by El Niño and the West Afri-
can monsoon. Nature 447 : 465–468. 

Grafton RQ. (2010). Adaptation to climate 
change in marine capture fisheries. Mar 
Policy Vol 34: 606–15. 

Hsieh HJ, Hsien YL, Tsai WS. (2008). Tropical 
fishes killed by the cold. Coral Reefs Vol 
27(3) : 599. 

Kurniawan, Roni. (2012). Karakteristik gelom-
bang laut dan daerah rawan gelombang 
tinggi di perairan Indonesia. Tesis: Uni-
versitas Indonesia. Tidak Dipublikasikan. 

 Kuo NJ, Ho CR. (2004) ENSO effect on the sea 
surface wind and sea surface temperature 

in the Taiwan Strait. Geophys Res Lett Vol 
31: L13309. 

McIlgorm A, Hanna S, Knapp G, Floc 0 HP, 
Millerd F, Pan M. (2010). How will cli-
mate change alter fishery governance? in-
sights from seven international case 
studies. Mar Policy Vol 34: 170–7.