STUDI EFEKTIVITAS PELAYANAN PUBLIK DI KECAMATAN KEJAKSAN KOTA CIREBON


Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan 

Volume 9, Nomor 1, April 2008: 11 - 25 
 

STRATEGI PENGEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN 

PASCA GEMPABUMI KABUPATEN BANTUL 

Agus Tri Basuki 

 Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 

Jalan Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, Telp/Fax. 0274-387656 psw 184, 387646 

E-mail: agustribasuki@yahoo.com 

Abstrak: Penelitian ini bertujuan, pertama, menentukan prioritas rencana pembangunan 
pertanian sebagai dasar pembangunan daerah di masa depan. Kedua, mendapatkan gambaran 
yang komprehensif dan integral dalam pengembangan pertanian sebagai dasar penentuan 
kebijakan, program, kegiatan, dan pengendalian pembangunan di Kabupaten Bantul. Data 
dalam penelitian ini menggunakan data periode tahun 2001 hingga 2005. Data ini 
selanjutnya dianalisis dengan menggunakan Location Quotient (LQ). Hasilnya menunjukkan 
variasi di sebagian besar kecamatan, dengan prioritas pada basis pertanian, sedangkan di 
kecamatan yang lain pada basis non pertanian. Hasil penelitian ini ditunjukkan oleh 
distribusi nilai LQ yang lebih besar dari satu, yang ditemukan di sebagian besar kecamatan. 
Ini berarti bahwa hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Bantul sudah dapat terpenuhi 
kebutuhan wilayahnya melalui sektor pertanian. 

Kata kunci: PDRB, Location Quotient, sektor basis, sektor pertanian  

Abstract: This study aims, first, determine the priorities of agricultural development plans as 
a basis for regional development in the future. Secondly, to obtain a comprehensive and 
integrated delineation in the development of agriculture as the basis for determining policies, 
programs, activities, and monitor the development of Bantul. Data in this study using data 
period 2001 until 2005. These data then were analyzed using location quotient method (LQ). 
The results showed variation in most districts, with priority on the agricultural base, whereas 
in the other districts on the basis of non-agricultural. The results of this study is shown by the 
distribution of RI values greater than one, which is found in most districts. This means that 
almost all districts of Bantul Regency has met the needs of their territory from the agricultural 
sector. 

Keywords: PDRB, Location Quotient, base sector, agriculture sector 

PENDAHULUAN 

Perencanaan pembangunan wilayah dituju-

kan untuk mengupayakan keserasian dan 

keseimbangan pembangunan antardaerah 

sesuai dengan potensi alamnya dan meman-

faatkan potensi tersebut secara efisien, tertib 

dan aman. Untuk itu, berdasarkan UU No. 24 

Tahun 1992 tentang Penataan Ruang telah 

disusun Rencana Tata Ruang Wilayah 

Nasional (RTRWN) yang ditetapkan melalui 

Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1997 

sebagai acuan perencanaan pembangunan 

nasional. RTRWN berfungsi sebagai pedo-

man untuk: Perumusan kebijaksanaan pokok 

pemanfaatan ruang di wilayah nasional. 

Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan 

keseimbangan perkembangan antarwilayah 

serta keserasian antarsektor pembangunan 



Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 9, Nomor 1, April 2008: 11 - 25 12 

Pengarahan lokasi investasi yang dilaksana-

kan oleh pemerintah dan atau masyarakat 

Penataan ruang wilayah kabupaten. Pada 

prinsipnya, pendekatan pembagian ruang 

dapat dilakukan berdasarkan fungsi, kegia-

tan, dan aspek administrasi. Berdasarkan 

fungsi, ruang dibagi atas kawasan lindung, 

yaitu kawasan yang dapat menjamin keles-

tarian lingkungan; dan kawasan budidaya, 

yaitu kawasan yang pemanfaatannya diopti-

masikan bagi kegiatan budidaya. Berdasar-

kan kegiatannya, ruang dibagi atas dominasi 

kegiatan perkotaan, perdesaan dan tertentu. 

Termasuk dalam kawasan tertentu antara 

lain adalah kawasan cepat/berpotensi tum-

buh, kawasan kritis lingkungan, kawasan 

perbatasan, kawasan sangat tertinggal, dan 

kawasan strategis. Sedangkan berdasarkan 

administrasi, ruang dibagi atas ruang wila-

yah nasional, propinsi, dan kabupaten/ kota. 

Pada intinya, ruang harus dilihat sebagai satu 

kesatuan yang digunakan sebesar besarnya 

untuk kemakmuran rakyat yang perlu 

dipelihara kelestariannya. Untuk itu diperlu-

kan pendekatan wilayah sebagai strategi 

pengembangan ruang yang mengatur hubu-

ngan yang harmonis antara sumber daya 

alam, buatan, dan manusia agar kinerja ruang 

meningkat untuk kesejahteraan masyarakat. 

Gempabumi yang terjadi pada tanggal 27 

Mei 2006 yang lalu telah semakin membuka 

berbagai masalah ketimpangan pembangu-

nan daerah khususnya Kabupaten Bantul. 

Masalah tersebut antara lain adalah:  

1. Penurunan produksi pertanian akibat 

rusaknya irigasi di berbagai daerah. 

2. Kegagalan-kegagalan implementasi ber-

bagai program pembangunan sering 

disebabkan oleh karena lemahnya koor-

dinasi antarinstitusi baik di tingkat pusat, 

daerah maupun antarpusat dan daerah, 

dan kurang fleksibelnya perencanaan 

yang sering bersifat top-down. Berbagai 

masalah ketimpangan ini secara parsial 

telah disadari sebagai kegagalan pende-

katan pembangunan selama ini yang 

dinilai sering sentralistis dan kurang 

memperhatikan kondisi dan aspirasi 

daerah setempat dimana pembangunan 

dilaksanakan. 

Sejalan dengan proses demokratisasi 

yang semakin berkembang, tuntutan desen-

tralisasi juga semakin besar. Berbagai dinami-

ka dan perubahan yang terjadi di masyarakat 

menuntut perlunya reformasi dalam konsepsi 

dan operasionalisasi pembangunan daerah 

yang kemudian harus diformulasikan ke 

dalam bentuk strategi dan kebijaksanaan 

yang memuat keseimbangan antara kepenti-

ngan persatuan dan kesatuan bangsa (unity), 

dan kepentingan keanekaragaman (diversity). 

Untuk itu, pendekatan pertanian yang mem-

perhatikan hubungan harmonis antara unsur-

unsur pembentuk ruang (sumber daya alam, 

sumber daya buatan, dan sumber daya 

manusia) perlu diperhatikan dalam berbagai 

aspek pembangunan khusunya sektor perta-

nian. 

Adapun tujuan dari pekerjaan penyusu-

nan dan analisis prioritas pengembangan 

wilayah Kabupaten Bantul ini adalah: 

1. Menentukan rencana prioritas pengemba-

ngan pertanian sebagai dasar pembangu-

nan daerah di masa datang; 

2. Memperoleh gambaran yang komprehen-

sif dan integralistik dalam pengembangan 

pertanian sebagai dasar penentuan kebija-

kan, program dan kegiatan serta pengen-

dalian pembangunan di Kabupaten 

Bantul; 

Tinjauan pustaka dalam penelitian ini 

sebagai berikut: 

Konsep pengembangan wilayah perta-

nian dimaksudkan untuk memperkecil 

kesenjangan pertumbuhan dan ketimpangan 



Strategi Pengembangan Sektor Pertanian ... (Agus Tri Basuki) 13 

kesejahteraan antarwilayah dalam bidang 

pertanian. Untuk itu pengertian wilayah 

menjadi penting dalam pembahasan ini. 

Menurut PP Nomor 47 Tahun 1997 wilayah 

adalah ruang yang merupakan kesatuan 

geografis beserta segenap unsur terkait 

padanya yang batas dan sistemnya ditentu-

kan berdasarkan aspek administratif dan atau 

aspek fungsional. Jadi pengembangan wila-

yah merupakan upaya memberdayakan stake 

holders di suatu wilayah dalam memanfaat-

kan sumberdaya alam dengan teknologi 

untuk memberi nilai tambah atas apa yang 

dimiliki oleh wilayah administratif atau 

wilayah fungsional dalam rangka meningkat-

kan kualitas hidup rakyat di wilayah terse-

but. Dengan demikian dalam jangka panjang, 

pengembangan wilayah mempunyai target 

untuk pertumbuhan ekonomi dan peningka-

tan kesejahteraan  masyarakat. Cara menca-

painya bersandar pada kemampuan SDM 

dalam memanfaatkan lingkungan sekitar dan 

daya tampungnya serta kemampuan meman-

faatkan instrumen yang ada. Dengan target 

tersebut dirancang skenario-skenario tertentu 

agar kekurangan-kekurangan yang dihadapi 

dapat diupayakan melalui pemanfaatan 

resources. Apabila konsep tersebut diterapkan 

di Indonesia, muncul persoalan berupa keku-

rangan teknologi untuk mengolah resources 

yang melimpah. 

Kajian pengembangan wilayah di 

Indonesia selama ini selalu didekati dari 

aspek sektoral dan aspek spasial. Pada kajian 

aspek sektoral lebih menyatakan ukuran dari 

aktifitas masyarakat suatu wilayah dalam 

mengelola sumberdaya alam yang dimiliki-

nya. Sementara itu, kajian aspek spasial 

(keruangan) lebih menunjukkan arah dari 

kegiatan sektoral atau dimana lokasi serta 

dimana sebaiknya lokasi kegiatan sektoral 

tersebut. 

Dalam kaitan itu ada tiga kelompok kon-

sep pengembangan wilayah yaitu konsep 

pusat pertumbuhan, konsep integrasi fung-

sional dan konsep pendekatan desentralisasi 

(Alkadri et. al, Manajemen Teknologi Untuk 

Pengembangan Wilayah. 1999). Konsep pusat 

pertumbuhan menekankan pada perlunya 

melakukan investasi secara besar-besaran 

pada suatu pusat pertumbuhan atau wilayah/ 

kota yang telah mempunyai infrastruktur 

yang baik. Pengembangan wilayah di sekitar 

pusat pertumbuhan diharapkan melalui 

proses tetesan ke bawah (trickle down effect). 

Penerapan konsep ini di Indonesia telah 

melahirkan adanya 111 kawasan andalan 

dalam RTRWN. 

Konsep integrasi fungsional mengutama-

kan adanya integrasi yang diciptakan secara 

sengaja di antara berbagai pusat pertumbu-

han karena adanya fungsi yang komple-

menter. Konsep ini menempatkan suatu kota 

atau wilayah mempunyai hirarki sebagai 

pusat pelayanan relatif terhadap kota atau 

wilayah yang lain. Sedangkan konsep desen-

tralisasi dimaksudkan untuk mencegah tidak 

terjadinya aliran keluar dari sumberdana dan 

sumberdaya manusia. 

Pendekatan tersebut mempunyai berba-

gai kelemahan. Dari kondisi ini munculah 

beberapa konsep untuk menanggapi kelema-

han tersebut. Konsep tersebut antara lain 

people center approach yang menekankan pada 

pembangunan sumberdaya manusia, natural 

resources-based development yang menekankan 

sumberdaya alam sebagai modal pembangu-

nan, serta technology based development yang 

melihat teknologi sebagai kunci dari keberha-

silan pembangunan wilayah. Kenyataan 

menunjukkan bahwa aplikasi konsep tersebut 

kurang berhasil dalam membawa kese-

jahteraan rakyat.  

Fenomena persaingan antarwilayah, tren 

perdagangan global yang sering memaksa 



Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 9, Nomor 1, April 2008: 11 - 25 14 

penerapan sistem outsourcing, kemajuan 

teknologi yang telah merubah dunia menjadi 

lebih dinamis, perubahan mendasar dalam 

sistem kemasyarakatan seperti demokratisasi, 

otonomi, keterbukaan dan meningkatnya 

kreatifitas masyarakat telah mendorong 

perubahan paradigma dalam pengembangan 

wilayah. Dengan semakin kompleksnya 

masalah tersebut dapat dibayangkan akan 

sangat sulit untuk mengelola pembangunan 

secara terpusat, seperti pada konsep-konsep 

yang dijelaskan di atas. Pilihan yang tepat 

adalah memberikan kewenangan yang lebih 

besar kepada daerah untuk mengelola pem-

bangunan di wilayahnya sendiri. Pemba-

ngunan ekonomi yang hanya mengejar per-

tumbuhan tinggi dengan mengandalkan 

keunggulan komparatif berupa kekayaan 

alam berlimpah, upah murah atau yang 

dikenal dengan bubble economics, sudah usang 

karena terbukti tak tahan terhadap gelom-

bang krisis. Walaupun teori keunggulan 

komparatif tersebut telah bermetamorfose 

dari hanya memperhitungkan faktor produk-

si menjadi berkembangnya kebijaksanaan 

pemerintah dalam bidang fiskal dan moneter, 

ternyata daya saing tidak lagi terletak pada 

faktor tersebut (Alkadri et al, 1999). Kenya-

taan menunjukkan bahwa daya saing dapat 

pula diperoleh dari kemampuan untuk mela-

kukan perbaikan dan inovasi secara menerus. 

Menurut Porter (1990) dalam  Tiga Pilar 

pengembangan Wilayah (1999) keunggulan 

komparatif telah dikalahkan oleh kemajuan 

teknologi. Namun demikian, setiap wilayah 

masih mempunyai faktor keunggulan khusus 

yang bukan didasarkan pada biaya produksi 

yang murah saja, tetapi lebih dari itu, yakni 

adanya inovasi untuk pembaruan. Suatu 

wilayah dapat meraih keunggulan daya saing 

melalui empat hal yaitu keunggulan faktor 

produksi, keunggulan inovasi, kesejahteraan 

masyarakat, dan besarnya investasi. Apabila 

dicermati maka paradigma pengembangan 

wilayah telah bergeser pada upaya yang 

mengandalkan tiga pilar yaitu sumberdaya 

alam, sumberdaya manusia dan teknologi. 

Ketiga pilar tersebut merupakan elemen 

internal wilayah yang saling terkait dan ber-

interaksi membentuk satu sistem. Hasil inte-

raksi elemen tersebut mencerminkan kinerja 

dari suatu wilayah. Kinerja tersebut akan 

berbeda dengan kinerja wilayah lainnya, 

sehingga mendorong terciptanya spesialisasi 

spesifik wilayah. Dengan demikian akan 

terjadi persaingan antarwilayah untuk menja-

di pusat spatial network dari wilayah-

wilayah lain secara nasional. Namun pende-

katan ini mempunyai kelemahan yang antara 

lain apabila salah di dalam mengelola spatial 

network tadi tidak mustahil menjadi awal dari 

proses disintegrasi. Untuk itu harus diterap-

kan konsep pareto pertumbuhan yang bisa 

mengendalikan keseimbangan pertumbuhan 

dan dikelola oleh Pemerintah Pusat. Konsep 

Pareto ini diharapkan mampu memberikan 

keserasian pertumbuhan antarwilayah 

dengan penerapan insentif-insentif kepada 

wilayah yang kurang berkembang.  

METODE 

Obyek Penelitian 

Penelitian akan dilakukan di wilayah Kabu-

paten Bantul, sesuai dengan tujuan yang 

hendak dicapai. Obyek penelitian ini adalah 

setiap sektor yang ada dalam perekonomian 

Kabupaten Bantul. Kajian difokuskan pada 

Sub Wilayah Pembangunan (SWP) sektor 

Perdi Kabupaten Bantul.  

Data-data yang digunakan dalam peneli-

tian adalah lima tahun, yaitu mulai tahun 

2001 hingga 2005. Dari hasil analisis yang 

dilakukan nantinya diturunkan strategi 

pengembangan dan kebijakan di setiap Sub 

Wilayah Pembangunan tersebut. Adanya 



Strategi Pengembangan Sektor Pertanian ... (Agus Tri Basuki) 15 

kajian ini, diharapkan proses pembangunan 

menjadi lebih fokus dan tepat sasaran. 

Sumber Data dan Sampel Penelitian 

Metode yang digunakan dalam penelitian ini 

merupakan kombinasi antara analisis data 

sekunder dan analisis data (informasi) 

primer. Data primer akan dikumpulkan oleh 

enumerator dengan mewawancarai respon-

den melalui kuesioner yang telah dipersiap-

kan sebelumnya. Sedangkan data sekunder 

dikumpulkan dari publikasi Badan Pusat 

Statistik (BPS), publikasi/laporan-laporan 

dari instansi terkait, serta hasil-hasil peneli-

tian yang pernah dilakukan oleh pihak-pihak 

terkait. 

Gambaran Umum Kabupaten Bantul 

Kabupaten Bantul merupakan bagian integral 

dari wilayah Propinsi Daerah Istimewa 

Yogyakarta yang meliputi empat kabupaten 

dan satu kota. Kabupaten Bantul memiliki 

wilayah seluas 506,85 km2, yang secara 

administratif terbagi dalam 17 kecamatan, 75 

desa dan 933 pedukuhan. 

Berdasarkan data registrasi penduduk, 

pada tahun 2005 jumlah penduduk Kabupa-

ten Bantul tercatat sejumlah 809.971 jiwa, 

yang terdiri dari 397.261 laki-laki dan 412.710 

perempuan, dengan laju pertumbuhan rata-

rata selama 5 tahun terakhir tercatat  0,74 

persen per tahun, dan kepadatan penduduk 

mencapai 1.598 jiwa per km2 serta jumlah 

pencari kerja (pengangguran) pada tahun 

2005 adalah sebesar 31.633 orang atau sebesar 

3,9 persen dari total jumlah penduduk. 

Sedangkan di tahun 2004 angka penganggu-

ran mencapai 19.095 orang atau sebesar 2,38 

persen dari total jumlah penduduk tahun 

2004 yang berjumlah 799.211 jiwa (sumber: 

Bantul dalam Angka, 2005).  

Secara topografis, Kabupaten Bantul ter-

bagi menjadi daerah dataran yang terletak di 

bagian tengah dan utara, daerah perbukitan 

di bagian timur dan daerah pantai di bagian 

selatan. Secara hidrologis, Kabupaten Bantul 

dilewati oleh tiga sungai utama yaitu Sungai 

Opak, Oya dan Sungai Progo yang diman-

faatkan untuk pasokan irigasi serta tambang 

pasir dan batu.  

Berdasarkan posisi geografisnya, wilayah 

Kabupaten Bantul merupakan salah satu 

wilayah terselatan di DIY, dan dengan jalur 

utama lalu lintas antardaerah yang terletak di 

bagian utara ini, maka mengakibatkan perce-

patan perkembangan wilayah Kabupaten 

Bantul di bagian utara lebih pesat dibanding 

wilayah lainnya. Dengan kondisi fisik 

wilayah Kabupaten Bantul tersebut memun-

culkan permasalahan pengembangan yang 

tidak merata di seluruh wilayah. Di samping 

itu, sebagai daerah hilir, maka wilayah 

Kabupaten Bantul banyak menerima aliran 

limbah dari wilayah yang lebih tinggi serta 

rawan terhadap banjir, sedang di wilayah 

perbukitan rawan terhadap kekeringan dan 

longsor. 

Pertumbuhan perekonomian daerah 

Bantul antara tahun 2003-2005 didukung oleh 

sektor-sektor utama yaitu pertanian (22,02 

persen); industri pengolahan (20,89 persen); 

perdagangan, hotel dan restoran (17,21 

persen); dan jasa-jasa (15,03 persen) (sumber: 

Bantul dalam Angka, 2005).  

Pengembangan wilayah dengan menda-

sarkan pada potensi yang dimiliki dan 

mengacu pada usaha untuk penanganan 

permasalahan yang ada di wilayah ini, maka 

diperlukan suatu struktur perencanaan 

pembangunan yang terarah. Sebagai petun-

juk dan penentu arah kebijakan pemba-

ngunan telah disusun Rencana Pembangunan 

Jangka Panjang (2006-2025) dan Jangka 

Menengah (2006-2010) Daerah Kabupaten 



Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 9, Nomor 1, April 2008: 11 - 25 16 

Bantul, yang telah ditetapkan dalam suatu 

Peraturan Daerah Kabupaten Bantul yaitu 

PERDA No. 14 Tahun 2005 Tentang RPJPD 

dan PERDA No. 15 Tahun 2005 Tentang 

RPJMD. 

1.  Letak Geografis 

Bantul memiliki wilayah seluas 506,85 km2, 

yang secara administratif pemerintahan ter-

bagi dalam 17 kecamatan, 75 desa, dan 933 

pedukuhan. 

Secara topografis, Kabupaten Bantul ter-

bagi menjadi daerah dataran yang terletak 

pada bagian tengah dan utara, daerah per-

bukitan yang terletak pada bagian timur dan 

barat serta daerah pantai yang terletak pada 

bagian selatan. Wilayah Kabupaten Bantul 

dilewati oleh tiga sungai utama yaitu sungai 

Opak, Oya, dan Progo. Ketiga sungai ini 

dimanfaatkan untuk pasokan irigasi serta 

tambang pasir dan batu. 

2.  Topografi 

Secara letak geografis, Kabupaten Bantul 

sebagian besar adalah berbentuk dataran, dan 

sebagian lagi adalah termasuk lereng pung-

gung bukit/slope of a hill dan pantai, serta 

kondisi topografinya sebagian besar adalah 

berbentuk dataran. 

Sebagian besar kondisi geografis dan 

topografi di semua kecamatan di Bantul 

adalah dataran. Hanya sebagian kecil kondisi 

geografis berupa lereng yaitu di kecamatan 

Dlingo, Seloharjo (Pundong) dan Piyungan. 

Sedangkan kondisi geografis pantai hanya di 

wilayah Sanden dan Srandakan. Untuk 

ketinggian tempat dari permukaan laut (dpl), 

Kabupaten Bantul memiliki tinggi tempat 

(elevasi) yang bervariasi. Untuk tinggi tempat 

lebih dari 100 meter dpl, terdapat di 

Kecamatan Dlingo dan Kecamatan Pajangan 

bagian timur. Untuk ketinggian tempat 7-24 

meter dpl, terdapat di Kecamatan Pundong, 

Kretek, Bambanglipuro, Srandakan bagian 

utara dan Sanden. Untuk ketinggian tempat 

0-6 meter dpl, terdapat di Kecamatan Kretek 

bagian selatan dan Srandakan. Sedang 

wilayah kabupaten Bantul lainnya berada 

pada ketinggian/elevasi 25-100 meter dpl.  

3.  Perekonomian  

Kegiatan perekonomian di wilayah Kabu-

paten Bantul sangat beragam. Dari kondisi 

ekonomi makro, di peroleh data bahwa PDRB 

Kabupaten Bantul sebesar Rp. 4.898.269.000,-. 

Pertumbuhan perekonomian daerah Bantul 

antara tahun 2003-2005 didukung oleh sektor-

sektor utama yaitu pertanian (22,02 persen); 

industri pengolahan (20,89 persen); perdaga-

ngan, hotel dan restoran (17,21 persen); dan 

jasa-jasa (15,03 persen).  

Pertumbuhan perekonomian Kabupaten 

Bantul dapat dilihat melalui indikator 

perkembangan Produk Domestik Regional 

Bruto (PDRB) dan PDRB per kapita. Pertum-

buhan PDRB selama lima tahun terakhir 

(tahun 2001 sampai dengan 2005), berdasar-

kan harga berlaku dan harga konstan tahun 

2000, dapat dilihat pada Tabel 1. 

Pada tahun 2001, lapangan usaha yang 

memberikan sumbangan signifikan kepada 

PDRB Kabupaten Bantul adalah pertanian 

sebesar 29,35 persen; industri pengolahan 

sebesar 18,46 persen; perdagangan, hotel, dan 

restoran sebesar 17,09 persen; dan jasa-jasa 

sebesar 14,50 persen. Pada tahun 2005 sum-

bangan keempat sektor di atas masih tetap 

dominan, dan terlihat selalu terjadi trend 

pergeseran dari sektor pertanian ke sektor 

non-pertanian. Secara berturut-turut, perge-

seran persentase kontribusi utama terhadap 

perekonomian dibandingkan dengan tahun 

2001 adalah sebagai berikut. Sektor pertanian 

memberikan kontribusi sebesar 22,02 persen 

(dibandingkan dengan tahun 2000 turun 

sebesar 24,97 persen); industri pengolahan 



Strategi Pengembangan Sektor Pertanian ... (Agus Tri Basuki) 17 

sebesar 20,89 persen (naik 13,16 persen); 

perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 

17,21 persen (naik 0,7 persen); dan jasa-jasa 

sebesar 15,03 persen (naik 3,67 persen) (lihat 

Gambar 3). Selanjutnya pertumbuhan PDRB 

selama lima tahun terakhir di Kabupaten 

Bantul secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.  

Melihat data perkembangan PDRB terse-

but maka dapat disimpulkan kondisi makro 

ekonomi Kabupaten Bantul sebagai berikut: 

1. Berdasarkan harga konstan tahun 2000, 

PDRB Kabupaten Bantul pada tahun 2003 

mengalami pertumbuhan sebesar 4,69 

persen, 2004 sebesar 5,04 persen, dan 

tahun 2005 sebesar 4,99 persen. 

2. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bantul 

selama 5 tahun terakhir (2002-2006) 

mengalami peningkatan rata-rata sebesar 

13,64 persen per tahun untuk harga ber-

laku dan 4,90  persen berdasarkan harga 

konstan tahun 2000. 

Pada lima tahun terakhir pertumbuhan 

PDRB per kapita Kabupaten Bantul menga-

lami pertumbuhan PDRB per kapita berda-

sarkan harga berlaku pada tahun 2002 adalah 

sebesar Rp 4.176.083,-, meningkat menjadi Rp 

5.919.788,- pada tahun 2005. Sementara PDRB 

per kapita berdasarkan harga konstan pada 

tahun 2002 adalah sebesar Rp 3.504.540,- 

meningkat menjadi Rp 3.908.649,- pada tahun 

2005. Selanjutnya pertumbuhan PDRB per 

kapita selama lima tahun terakhir berdasar-

kan harga berlaku mengalami peningkatan 

rata-rata sebesar 12,3 persen dan menurut 

harga konstan tahun 2000 rata-rata sebesar 

3,7 persen. Perkembangan PDRB per kapita 

selama lima tahun terakhir disajikan pada 

Tabel 2. 

Dengan adanya gempabumi yang melan-

da wilayah Bantul pada tanggal 27 Mei 2006, 

telah menyebabkan kemunduran kondisi 

maupun berbagai potensi yang dimiliki 

wilayah Kabupaten Bantul dibanding 

sebelum terjadi gempa. Dengan demikian 

dipandang perlu adanya suatu masukan 

untuk penyempurnaan perencanaan pemba-

ngunan mengacu pada kondisi, potensi dan 

permasalahan yang ada setelah terjadinya 

gempa tersebut. Konsepsi perencanaan 

pembangunan pascagempa ini tetap mengacu 

pada hasil-hasil perencanaan yang telah 

Tabel 1.  Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten  Bantul  

 Menurut Lapangan Usaha  2001-2005 

No. Lapangan Usaha Th 2001 

(%) 

Th 2002 

(%) 

Th 2003 

(%) 

Th2004 

(%) 

Th 2005 

(%) 

1 Pertanian  29,35 28,99 24,02 22,98 22,02 

2 Pertambangan dan Penggalian 1,42 1,40 1,19 1,07 1,01 

3 Industri Pengolahan 18,46 18,56 20,91 21,09 20,89 

4 Industri, Gas dan Air Bersih 0,43 0,45 1,04 1,18 1,21 

5 Bangunan 7,71 7,76 7,90 8,26 8,64 

6 Perdag, Hotel dan Restoran 17,09 17,09 17,68 17,43 17,21 

7 Pengangkutan dan Komunikasi 6,40 6,42 6,91 6,53 7,19 

8 Keu, PersW, dan Jasa Pers 4,65 5,07 6,37 6,55 6,81 

9 Jasa-jasa 14,50 14,27 13,97 14,91 15,03 

 Jumlah persen 100 100 100 100 100 

Sumber Data: RPJMD Bantul 2005  dan Bantul dalam Angka (2005) 

 



Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 9, Nomor 1, April 2008: 11 - 25 18 

disusun seperti tertuang dalam RPJM 

Kabupaten Bantul Tahun 2006-2010 dan RPJP 

Kabupaten Bantul Tahun 2006-2025, dan 

mengacu pada arahan pembangunan nasio-

nal maupun pembangunan regional, serta 

menggunakan basis data kondisi dan potensi 

yang masih dimiliki oleh wilayah Kabupaten 

Bantul pascagempa. 

3. Kontribusi Sektor 

Indikator lain yang digunakan untuk menge-

tahui bahwa suatu sektor merupakan sektor 

unggulan di Kabupaten Bantul adalah 

perbandingan antara kontribusi sektor 

tersebut terhadap perekonomian Kabupaten 

Bantul. Indikator yang digunakan sebagai 

petunjuk dalam menentukan sektor unggulan 

adalah jika kontribusi sektor terhadap total 

PDRB Kabupaten Bantul lebih besar dari 10 

persen, maka sektor tersebut memiliki peran 

besar terhadap perekonomian Kabupaten 

Bantul. Untuk dapat melihat hasil analisis 

melalui metode LQ ini dapat dilihat pada 

Tabel 3. 

Berdasarkan nilai LQ sektor ekonomi 

Kabupaten Bantul dapat diketahui bahwa 

sumber-sumber perekonomian yang merupa-

kan sektor unggulan dan menjadi sektor basis 

untuk mendukung pengembangan wilayah 

Kabupaten Bantul hingga tahun 2006, mem-

perlihatkan bahwa di Kabupaten Bantul 

terdapat 4 sektor basis, yaitu sektor perta-

nian, sektor industri pengolahan, sektor 

perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor 

Tabel 2. Perkembangan PDRB Per Kapita Kabupaten Bantul Tahun 2002 – 2005 

No Tahun 
Harga Berlaku Harga Konstan Tahun 2000 

Nilai (Rp) Pertumb. (%) Nilai (Rp) Pertumb. (%) 

1 2002 4.176.083 - 3.504.540 - 

2 2003 4.633.381 10,95% 3.627.279 3,50% 

3 2004 5.169.912 11,57% 3.757.004 3,57% 

4 2005 5.919.788 14,50% 3.908.649 4,03% 

 Sumber: BPS Kabupaten Bantul dalam RPJMD Bantul 2005  dan Bantul dalam Angka 2005 

 

Tabel 3. Analisis Sektor Ekonomi Kabupaten Bantul 2002-2006 

No Lapangan Usaha 
LQ 

2002 2003 2004 2005 2006 

1 Pertanian 1,25 1,2 1 1 1 

2 Pertambangan dan Penggalian 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 

3 Industri Pengolahan 1 1 0,98 0,98 0,98 

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 

5 Bangunan 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,93 0,93 1 1 1 

7 Pengangkutan & Komunikasi 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 

8 Keu, Persewaan & Jasa Persh 0,31 0,31 0,31 0,31 0,31 

9 Jasa-jasa 0,66 0,66 0,66 0,66 0,66 

Sumber: Hasil Perhitungan dan Analisis, 2007 

 



Strategi Pengembangan Sektor Pertanian ... (Agus Tri Basuki) 19 

jasa-jasa, dimana pada sektor-sektor ini nilai 

LQ-nya adalah > 1. Dalam kurun waktu 

antara tahun 2002-2006, sektor basis/unggu-

lan di Kabupaten Bantul tidak banyak beru-

bah, terkecuali adanya fluktuasi (peningkatan 

dan penurunan) nilai LQ pada setiap sektor-

nya, namun fluktuasi tersebut hanya dalam 

jumlah yang relatif kecil. Pada sisi lain, 

masuknya 4 (empat) sektor ini ke dalam 

sektor basis, sangatlah relevan sektor tersebut 

dalam membentuk PDRB Kabupaten Bantul 

yang begitu dominan. Dengan mengamati 

besarnya kontribusi setiap sektor dalam 

kurun waktu di atas, dapat dikelompokkan 

bahwa sektor yang kemungkinan memiliki 

kekuatan untuk menyokong perekonomian 

Kabupaten Bantul adalah sektor-sektor yang 

memberikan kontribusi lebih besar dari 10 

persen, seperti yang telah disajikan pada 

bagian sebelumnya. 

5. Laju Pertumbuhan Sektor Unggulan di 

Kabupaten Bantul 

Sektor unggulan di Kabupaten Bantul cende-

rung didominasi oleh kegiatan yang notabene 

berkembang di kawasan perkotaan. Hal ini 

menunjukkan karakteristik, yang kuat 

mengenai perkembangan perekonomian 

Kabupaten Bantul dalam skala regional. 

Sektor pertanian merupakan sektor yang 

memiliki peranan paling besar dan memiliki 

keunggulan yang relatif tinggi dibandingkan 

sektor lainnya, dimana pada tahun 2002 laju 

pertumbuhannya mencapai angka 25,78 

persen terhadap perekonomian Kabupaten 

Bantul. Selanjutnya diikuti oleh sektor. 

industri pengolahan, perdagangan, hotel dan 

restoran serta jasa jasa yang memiliki laju 

pertumbuhan kedua, ketiga dan keempat 

dalam menumbuhkan perekonomian Kabu-

paten Bantul. Tumbuhnya sektor-sektor terse-

but berkaitan erat dengan posisi Kabupaten 

Bantul yang berada di selatan Propinsi D.I.Y 

yang dilalui jalur jalan utama menuju objek 

pariwisata nasional Parangtritis serta fungsi 

dan perannya sebagai penyangga kebutuhan 

pangan dan pemasok hasil industri untuk 

provinsi. 

Dalam perkembangan selanjutnya, selu-

ruh sektor unggulan tersebut perlu dipacu 

pertumbuhannya sehingga perekonomian 

Kabupaten Bantul memiliki kekuatan untuk 

memposisikan wilayahnya sebagai Kabu-

paten Bantul sesuai dengan visi dan misi 

yang diembannya. Dengan mengamati laju 

pertumbuhan yang ada, sektor industri 

pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran 

Tabel 4. Laju Pertumbuhan Sektor Unggulan di Kabupaten Bantul 2002-2006 ADH 2000 

No Sektor Persentase Pertumbuhan per-tahun Rerata 

(%) 2002 2003 2004 2005 2006 

1 Pertanian 25,78 25,15 24,8 24,48 24,72 24,99 

2 Pertambangan & Penggaiian 1,19 1,18 1,06 1,01 1,03 1,09 

3 Industri Pengolahan 20, 17 20,33 20,29 20,12 17,03 19,65 

4 Listrik, Gas & Air Bersih 0,75 0,77 0,86 0,9 0,91 0,84 

5 Bangunan 8,11 8,16 8,32 8,35 11,47 8,88 

6 Perdagangan, Hotel, Resto 18,44 18,53 18,81 18,86 18,79 18,69 

7 Pengangkt & Komunikasi 6,6 6,67 6,65 6,88 6,23 6,61 

8 Keua, Persewaan & Jasa Pers 5,57 5,93 6,06 6,38 6,62 6,11 

9 Jasa-jasa 13,08 13,28 13,17 13,02 13,2 13,15 

Jumlah 100 100 100 100 100 100, 00 

Sumber: BPS Kab. Bantul, 2006 dan Hasil Analisis, 2007 

 



Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 9, Nomor 1, April 2008: 11 - 25 20 

serta jasa-iasa merupakan sektor yang memi-

liki laju yang lebih tinggi dibandingkan 

sektor lainnya. Kondisi ini sesuai dengan 

kedudukan Kabupaten Bantul sebagai kawa-

san pertanian, kota industri, perdagangan 

dan jasa yang telah terbentuk pada beberapa 

bagian wilayah kota/kabupaten. Lebih jelas-

nya laju pertumbuhan sektor unggulan di 

Kabupaten Bantul dapat dilihat pada Tabel 4. 

Apabila dilihat dari persentase laju per-

tumbuhan pertahunnya, maka untuk kecen-

derungan di masa yang akan datang sektor-

sektor unggulan ini akan terus meningkat 

pertumbuhannya. Hal ini berkaitan pula 

dengan karakteristik wilayah Kabupaten 

Bantul yang pertama: memang memiliki 

kawasan andalan pertanian dan produkti-

vitas yang semakin meningkat pertahunnya, 

kedua: seluruh jenis dan macam industri 

yang tidak pernah mati keberadaaannya dan 

semakin berkembang seiring dengan permin-

taan ekspor baik domestik maupun mancane-

gara, ketiga: perdagangan, hotel dan restoran 

yang kebutuhannya semakin bertambah 

seiring dengan bertambahnya jumlah pendu-

duk lokal dan semakin minatnya pendatan/ 

lpengunjung yang berdatangan ke wilayah 

Bantul dengan berbagai kepentingan. Dengan 

melihat kecenderungan ketiga hal tersebut, 

maka memungkinkan untuk sektor unggulan 

akan terus terpacu pertumbuhannya. 

HASIL DAN PEMBAHASAN 

Pada bagian ini berisi kajian persebaran eko-

nomi dalam wilayah Kabupaten Bantul gang 

ditinjau berdasarkan analisis sektoral yang 

telah dilakukan pada bab sebelumnya. 

Dengan melakukan kajian terhadap sektor-

sektor perekonomian yang berkembang di-

harapkan dapat diketahui pola perwilayahan 

komoditas di Kabupaten Bantul. 

Dalam model ekonomi basis, perekono-

mian terbagi menjadi dua yaitu sektor basis 

dan non basis. Untuk mengetahui sektor 

basis dan non basis digunakan metode perhi-

tungan Location Quotient (LQ). Metode LQ ini 

dapat mengidentifikasikan sektor yang 

terspesialisasi di wilayah yang bersangkutan. 

Selain itu, dari metode LQ ini dapat diketahui 

potensi sektor yang ada dalam wilayah yang 

bersangkutan untuk diekspor ke wilayah 

lainnya ataupun tidak (dalam arti hanya me-

layani/memenuhi kebutuhan sendiri).  

Ada tiga kondisi dari kisaran nilai LQ 

hasil perhitungan dengan metode in pada 

suatu wilayah, yaitu: 

1. Nilai LQ > 1, spesialisasi tinggi 

Maka sektor yang bersangkutan di 

samping dapat memenuhi kebutuhannya 

sendiri juga memberikan peluang untuk 

diekspor ke wilayah lainnya. Dapat 

dikatakan pula bahwa wilayah tersebut 

terspesialisasi pada sektor yang bersang-

kutan (sektor basis); 

2. Jika nilai LQ = 1, self sufficient, spesialisasi 

sama 

Maka sektor yang bersangkutan hanya 

dapat memenuhi kebutuhan wilayah itu 

sendiri; 

3. Jika nilai LQ < 1,  spesialisasi rendah 

Maka sektor yang bersangkutan tidak 

cukup untuk memenuhi kebutuhan 

wilayahnya sendiri. Dapat dikatakan juga 

bahwa wilayah tersebut tidak terspesiali-

sasi pada sektor tersebut. 

 

 

 

 



Strategi Pengembangan Sektor Pertanian ... (Agus Tri Basuki) 21 

 

 

  



Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 9, Nomor 1, April 2008: 11 - 25 22 

Hasil perhitungan Location Quotient (LQ) 

yang ditunjukkan pada Tabel 5 mengindi-

kasikan bahwa sektor basis yang memiliki 

potensi besar untuk ekspor adalah produk 

pertanian. Dengan kata lain sektor pertanian 

merupakan sektor basis/sektor unggulan 

yang mampu memenuhi kebutuhan wilayah 

Bantul sendiri dan berpeluang untuk di 

ekspor ke luar wilayah. Hampir sebagian 

besar Kecamatan di Bantul memiliki nilai LQ 

di sektor pertanian lebih besar dari 1 yang 

berarti terspesialisasi tinggi. Berdasarkan 

Tabel 5 dapat diketahui bahwa spesialisasi 

(basis) sektor pertanian yang tinggi pada 

daerah Bantul mengindikasikan bahwa 

banyak lahan yang digunakan sebagai basis 

pertanian. Nilai LQ tertinggi berada di Keca-

matan Piyungan dan Dlingo, sehingga 

peluang terbesar pengembangan sektor per-

tanian dapat dilakukan di Kecamatan 

Piyungan dan Dlingo yang telah siap untuk 

memenuhi kebutuhan wilayah itu sendiri dan 

wilayah lain. Dari 17 kecamatan, 9 kecamatan 

di antaranya yang memiliki basis/unggulan 

di sektor pertanian antara lain Srandakan, 

Sanden, Pundong, Bambanglipuro, Jetis, 

Dlingo, Piyungan, Pajangan, dan Sedayu. 

Tabel 6. Hasil Sektor Basis Kecamatan di Kabupaten Bantul 

No Kecamatan Sektor Basis 

1. SRANDAKAN Pertanian, Industri 

2. SANDEN Pertanian, Industri, Keuangan, dan ’Persewaan dan Jasa 

Perusahaan’ 

3. KRETEK Perdagangan, Hotel dan Restauran, ‘Keuangan, 

Persewaan dan Jasa Perusahaan’, Jasa dan Bangunan 

4. PUNDONG Pertanian 

5. BAMBANG 

LIPURO 

Pertanian, ‘Perdagangan, Hotel dan Restauran’ dan 

‘Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan’ 

6. PANDAK Bangunan 

7. BANTUL Industri, ‘Perdagangan, Hotel & Restauran’, ‘Keuangan, 

Persewaan & Jasa Perusahaan’, Jasa, ‘Transport & 

Komunkasi’ dan Bangunan 

8. JETIS Pertanian, ‘Perdagangan, Hotel & Restauran’,  

9. IMOGIRI Industri 

10. DLINGO Pertanian, Industri 

11. PLERET ‘Transport & Komunkasi’, Bangunan 

12. PIYUNGAN Pertanian, ‘Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan’ 

13. BANGUNTAPAN Industri, ‘Perdagangan, Hotel & Restauran’, ‘Keuangan, 

Persewaan & Jasa Perusahaan’, Jasa, ‘Transport & 

Komunkasi’, Bangunan 

14. SEWON Industri, ‘Perdagangan, Hotel & Restauran’, Jasa, 

‘Transport & Komunkasi’, Bangunan 

15. KASIHAN ‘Perdagangan, Hotel & Restauran’, Jasa, ‘Transport & 

Komunkasi’, Bangunan 

16. PAJANGAN Pertanian 

17. SEDAYU Pertanian 

Sumber: Hasil Olah Data dan Analisis, 2007 

 



Strategi Pengembangan Sektor Pertanian ... (Agus Tri Basuki) 23 

  

 



Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 9, Nomor 1, April 2008: 11 - 25 24 

Sektor lain yang mampu menyangga 

perekonomian wilayah di beberapa Kecama-

tan di Bantul adalah ‘Bangunan’, ‘Industri’, 

‘Perdagangan, Hotel, dan Restaurant’, dan 

‘Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan’. 

Ketiga sektor tersebut merupakan sektor 

basis di beberapa Kecamatan di Bantul.  

Dari 17 kecamatan di Bantul hampir 

setengahnya berbasis pada sektor Bangunan, 

Industri, Perdagangan, Hotel, dan Restoran, 

dan Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusa-

haan. Dengan mengamati Tabel 5, maka 

besarnya kontribusi setiap sektor di kecama-

tan Bantul pada tahun 2006 dapat dikelom-

pokkan bahwa sektor yang memiliki 

kekuatan untuk menyokong perekonomian 

Kabupaten Bantul adalah sektor yang 

memiliki nilai LQ>1.  

Adanya 5 (lima) sektor ini (1. Pertanian, 

2. Bangunan, 3. Industri, 4. Perdagangan, 

Hotel, dan Restourant, dan 5. Keuangan, 

Persewaan dan Jasa Perusahaan) ke dalam 

sektor basis/unggulan, sangat relevan jika 

sektor tersebut membentuk PDRB di Kabu-

paten Bantul yang begitu dominan. Adanya 

kelima sektor yang menjadi sektor basis 

diharapkan sektor basis berkembang cepat di 

Kabupaten Bantul dan pada gilirannya akan 

meningkatkan pula kegiatan sektor non basis. 

KESIMPULAN 

Dari Tabel 8 dapat disimpulkan bahwa pada 

sebagian besar kecamatan, basis pertanian 

menjadi prioritas utama dan pada kecamatan 

yang lain lebih condong ke basis non perta-

nian. Hal ini dapat diketahui dari persebaran 

Tabel 8. Tabel Analisis LQ Sektor Basis Pertanian 

No Kecamatan Sektor basis 

1. SRANDAKAN perkebunan 

2. SANDEN sayuran, perkebunan 

3. KRETEK sayuran, buah-buahan 

4. PUNDONG padi, ketela, kacang tanah 

5. BAMBANG LIPURO padi, kedelai, kacang tanah 

6. PANDAK padi, kedelai, kacang tanah 

7. BANTUL kedelai, perkebunan 

8. JETIS padi, kedelai, kacang tanah 

9. IMOGIRI padi, kedelai, ketela 

10. DLINGO ketela, sayuran, buah-buahan, tanaman obat 

11. PLERET padi, jagung, kacang tanah 

12. PIYUNGAN jagung, ketela, buah-buahan, tanaman obat 

13. BANGUNTAPAN padi, kacang tanah 

14. SEWON padi, jagung, kacang tanah 

15. KASIHAN padi, buah-buahan, perkebunan 

16. PAJANGAN jagung, kedelai, ketela 

17. SEDAYU ketela, buah-buahan 

 Sumber: Hasil Olah Data dan Analisis, 2007 

 

 



Strategi Pengembangan Sektor Pertanian ... (Agus Tri Basuki) 25 

nilai LQ di atas 1 yang hampir ada di setiap 

kecamatan, ini berarti hampir seluruh 

kecamatan di Kabupaten Bantul sudah dapat 

terpenuhi kebutuhan wilayahnya melalui 

sektor pertanian dan bahkan siap untuk di 

ekspor ke wilayah lain. Secara rinci di 

Kecamatan Piyungan jenis tanaman yang 

menjadi unggulan dalam memberikan kontri-

businya di wilayah tersebut adalah ketela, 

jagung, buah-buahan dan tanaman obat. 

Sedangkan di Kecamatan Dlingo jenis yang 

menjadi unggulan adalah sayuran, tanaman 

obat, ketela, dan buah-buahan. Jenis tanaman 

padi yang menjadi basis di sektor pertanian 

berada di Kecamatan Sewon, Banguntapan, 

Jetis, Pandak, Imogiri, Pundong, Kasihan, 

Pleret dan Bambanglipuro. Padi merupakan 

tanaman yang menjadi basis di beberapa 

kecamatan, lebih dari setengah kecamatan di 

Bantul menjadikan padi sebagai tanaman 

unggulan sebagai pemenuh kebutuhan pere-

konomian. Tanaman lain yang berpotensi 

sebagai sektor basis adalah ketela, kacang 

tanah dan kedelai. 

DAFTAR PUSTAKA 

Aronoft, S. 1989. Geographic Informations Sys-

tem: A Manajement Perspective. Ottawa, 

Canada: WDL Publications. 

Lincolin, Arsyad. 1999. Pengantar Perencanaan 

dan Pengembangan Ekonomi Daerah. 

Yogyakarta: BPFE. 

Bendavid, Avrom. 1991. Regional and Economy 

Analysis for Practitioner. New York: 

Praeger Publisher.  

Blakely, Edward J. 1994. Planning Local Eco-

nomic Development Theory and Practice. 

2th edition. California: Sage Publication 

Inc. 

Borrough, PA. 1988. Principle of Geograptical 

Information System for Land Reserses 

Assessment. New York: Oxford Univer-

sity Press. 

Jhingan. M.L. 1993. Ekonomi Pembangunan dan 

Perencanaan. Jakarta: PT Raja Grafindo 

Persada. 

Prayitno. 2000. Pengantar Sistem Informasi 

Geografi. Fakultas Geografi Universitas 

Gadjah Mada. Yogyakarta. 

Tarigan, Robinson. 2005. Perencanaan Pemba-

ngunan Wilayah. Edisi Revisi. Jakarta: 

Bumi Aksara.