ISSN 2528-360X Volume 1 Nomor 2 April 2017 e-ISSN 2621-6159 Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perkawinan Walian Tondo (Turunan Raja) Berdasarkan Hukum Adat Page 129 Tinjauan Yuridis Pelakasanaan Perkawinan Walian Tondo (Turunan Raja) Berdasarkan Hukum Adat Kulisusu Utara Kabupaten Buton Utara (Studi Desa Waode Buri Kec. Kulisusu Utara Kab. Buton Utara) LA ODE HANIRU Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Buton Dosen Hukum Tata Negara ABSTRACT Marriage aims to form a happy family and everlasting. Marriage requires careful consideration in order to persevere in the long periods of time in a relationship as husband and wife. Indispensable attitude of tolerance and put yourself on the proper role. One example of such marriages, i.e. marriage down the bed. Marriage down bed (Walian tundra) frequently took place in the area of North Buton to the culture. Therefore, researchers are interested in writing a research on the status and validity of the marriage bed down according to customary law. (studies in North buton). In this study the author uses the method of normative legal research i.e. research approach the problems and legal norms in force. Legal norms that apply to that form of positive written legal norms such as the Constitution, laws, government regulations and so on. Research results show that implementation of the marriage walian tondro (down bunks) based on customary law Kulisusu Sub-district in Waode village of Buri North Kulisusu can occur if the following: a) the already existing agreement of husband and wife when the wife is still alive, that when I died (wife) then you (the husband) must be married with the sister of girs as a substitute for the mother of our children and this should be known to be mutually agreed by both parties in defense. In the sense that there must be a will from the wife. b) after it is accepted then the two sides will carry out walian tondro (mate's bed). C) Covenant of marriage anniversary match existing Covenant of marriage (islam). D) wedding reception. There are several reasons underlying the onset of mating walian tondro (down bed) so that the wife can provide replacements for descendants as the legitimate successor of the family. Keywords: Marriage, Walian Tondo, Customary Law A. PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu peritistiwa penting penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan yang terjadi dengan seorang pria dan seorang wanita, menimbulkan akibat lahir dan batin, baik terhadap keluarga masing-masing masyarakat dan juga dengan harta kekayaan yang diperoleh antara mereka baik sebelum maupun sesudah perkawinan berlangsung. Setiap manusia mempuanyai hak azasi manusia untuk mempunyai keturunan ISSN 2528-360X Volume 1 Nomor 2 April 2017 e-ISSN 2621-6159 Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perkawinan Walian Tondo (Turunan Raja) Berdasarkan Hukum Adat Page 130 melalui perkawinan. Ada perbedaan pelaksaan perkawinan yang di sebabkan beragamnya budaya di Indonesia. Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara sorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluaraga (rumah tangga) yang bahagiadan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Perkawinan di anggap sah apabila dlakukan berdasarkan hokum masing-masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang menurut undang- undang yang berlaku. Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang harus dijaga kesuciannya oleh suami dan istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal selamanya. Perkawinan memerlukan pertimbangan yang matang agar dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama di dalam menjalin hubungan sebagai suami istri. Sangat diperlukan sikap toleransi dan menempatkan diri pada peran yang semestinya. Sikap saling percaya dan saling menghargai satu sama lain, merupakan syarat mutlak untuk bertahannya sebuah perkawianan. Suami istri harus menjalankan hak dan kewajibannya secara seimbang, agar tidak muncul masalah dalam perkawinan. Administrasi perkawinan di Indonesia sesungguhnya sama sekali tidak dipermasalahkan asal usul atau etnis dari kedua mempelai. Salah satu contoh perkawinan tersebut yaitu perkawinan turun ranjang. Perkawianan turun ranjang (Walian tondro) yang sering dilakuan di daerah Buton Utara yang sudah menjadi budaya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menulis penelitian mengenai kedudukan dan keabsahan pernikahan turun ranjang menurut hukum adat. (studi di buton utara). Dari uraian latar belakang masalah di atas maka Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan perkawinan walian tondro (turun ranjang) berdasarkan hukum adat Kulisusu di Desa Waode Buri Kecamatan Kulisusu Utara?. Apa saja factor yang mempengaruhi perkawinan walian tondro (turun ranjang) berdasarkan hukum adat Kulisusu Di Desa Waode Buri Kecamatan Kulisusu Utara?. Adapun tujuan penelitian dalam tulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perkawinan walian tondro (turun ranjang) berdasarkan hukum adat Kulisusu ISSN 2528-360X Volume 1 Nomor 2 April 2017 e-ISSN 2621-6159 Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perkawinan Walian Tondo (Turunan Raja) Berdasarkan Hukum Adat Page 131 di Desa Waode Buri Kecamatan Kulisusu Utara dan untuk mengetahui apa saja factor yang mempengaruhi perkawinan walian tondro (turun ranjang) berdasarkan hukum adat Kulisusu Di Desa Waode Buri Kecamatan Kulisusu Utara. B. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mendekati masalah dan norma hukum yang berlaku. Norma hukum yang berlaku itu berupa norma hukum positif tertulis seperti undang-undang dasar, undang- undang, peraturan pemerintah dan seterusnya. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Metode yang digunakan adalah metode analisa deskriptif dengan teknik induksi, hal ini dilakukan terhadap data yang sifatnya data sekunder yang diperoleh melalui kajian kepustakaan. Teknik induksi digunakan untuk menganalisis data primer maupun data sekunder. C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pelaksanaan Perkawinan Walian Tondo (Turun Ranjang) Berdasarkan Hukum Adat di Desa Waode Buri Kecamatan Kulisusu Utara. Menurut Prof. Kusuma di Pudjosewajo, bahwa adat adalah tingkah laku yang oleh masyarakat diadatkan. Adat ini ada yang tebal ada yang tipis dan senantiasa menebal dan menipis. Aturan-aturan tingkah laku di dalam masyarakat ini adalah aturan adat dan bukan merupakan aturan hukum. Adat istia adalah sebuah aturan yang ada dalam suatu masyarakat yang di dalamnya terdapat aturan-aturan kehidupan manusi serta tingkah laku manusia di dalam masyarakat tersebut, tetapi bukan merupakan aturan hukum. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan beberapa tokoh adat desa Waode Buri La ode Matsuna dan La ode Muhammadin (26 September2016) perkawinan walian tondo (Turunan Raja). Bentuk perkawinan ini adalah apabila pada perkawinan pertama mengalami kegagalan serta terjadi perpisahan yang di sebabkan oleh istri meninggal dunia atau hal-hal seperti sakit menahun yang berkepanjangan. Setelah keluarga bermusyawarah lalu silaki-laki di jodohkan dengan kakak atau adik dari istrinya yang pertama. ISSN 2528-360X Volume 1 Nomor 2 April 2017 e-ISSN 2621-6159 Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perkawinan Walian Tondo (Turunan Raja) Berdasarkan Hukum Adat Page 132 Menikah kembali menjadi solusi yang dapat menbantu individu untuk menyelesaikan diri, tidak hanya untuk mendapatkan teman yang bias dipercayadan di ajak berbagi serta pasangan dalam hubungan seksual, tetapi menikah kembali juga dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi (A.D. Shapiro dalam De Genova, 2008). Hal ini juga di dukung oleh Bary (Craig, 2001) yang mengatakan menikah kembali dilakukan karena perasaan cinta, untuk mengatasi kesepian, perasaan tidak menyenangkan bagi pasangan yang ditinggalkan, masalah finansial, mendapat bantuan dalam pengasuhan anak, dan penerimaan sosial. Ada beberapa bentuk perkawinan di Indonesia. Menurut hadi kusuma (1987) yaitu perkawinan jujur, perkawinan semanda, dan perkawinan mentas. Menurut hadi kusuma (1987) latar belakang dari perkawinan walian Tondo (Turunan Ranjang) ini adalah antara lain: 1. Agar istri pengganti dapat memberikan keturunan sebagai penerus keluarga jika istri yang telah wafat belum mempunyai keturunan. Apabila sudah mempunyai keturunan agar supaya anak atau kemenakan dapat di urus dan di asuh dengan baik. 2. Agar tetap dapat memelihara hubungan kekerabatan antara kedua kerabat yang telah terikat dalam hubungan perkawinan sebelumnya. 3. Memperlihatkan harta warisan agar tidak jatuh ketangan orang lain diluar keluarga. Adapun tatacara /proses perkawinan Walian Tondo (Turun Ranjang) berdasarkan hukum adat di Desa Waode Buri, Kecamatan Kulisusu adalah sebagai berikut: 1. Setelah perempuan yang sudah meninggal tersebut maka pihak suami dan istrinya saling berbicara untuk melaksanakan perkawinan dengan Walian Tondo (Turun Ranjang) 2. Setelah tersetujui maka kedua belah pihak akan melaksanakan Walian Tondo (Turunan Ranjang). 2. Faktor Yang Mempengaruhi Perkawinan Walian Tondo (Turunan Ranjang) Berdasarkan Hukum Adat di Desa Waode Buri Kecamatan Kulisusu. Menurut Santrock (1995) perkawinan merupakan penyatuan dua pribadi yang unik dengan membawah masing-masing pribadi berdasarkan atas latar belakang budaya serta pengalaman yang di miliki. Dalam mencapai suatu kebahagiaan dalam perkawinan dibutuhkan adanya penyesuaian perkawinan. Penyesuaiaan perkawinan berarti bahwa ISSN 2528-360X Volume 1 Nomor 2 April 2017 e-ISSN 2621-6159 Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perkawinan Walian Tondo (Turunan Raja) Berdasarkan Hukum Adat Page 133 proses beradaptasi, dan mengubah pola prilaku dan interaksi pasangan ataupun individu untuk mencapai kepuasan maksimal dalam berhungan (degenona 2008) Semua bentuk perkawinan membutuhkan penyesuaiaan. Perkawinan jujur yaitu perkawinan yang dilakukan dengan membayar uang jujur (mahar) dari pihak pria kepihak wanita. Salah satu bentuk perkawinan jujur adalah perkawinan ganti istri atau perkawinan Walian Tondo (Turunan Ranjang). Menurut Hadi kusuma (1977) yang melatar belakangi seseorang melakukan perkawinan Walian Tondo (Turun Ranjang) agar istri pengganti dapat memberikan keturunan untuk meneruskan keluarga. Jika istri yang telah wafat belum memiliki keturunan, apabila sudah mempunyai keturunan agar anak atau kemanakan dapat di jaga dengan baik dan tetap dapat memelihara hubungan kekerabatan antara kedua belah pihak yang telah terikat dari hubungan perkawinan sebelumnya. Penyesuaian perkawinan pada perkawinan Walian Tondo (Turun Ranjang) dapat di lihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi, konflik yang terjadi, serta bagaimana proses penyesuaian perkawinan itu terjadi pada pasangan. Berdasarkan hasil Wawancara penulis dengan Toko Adat Desa Waode Buri La ode Uta (30 September 2016) menjelaskan bahwa perkawinan Walian Tondo (Turun Ranjang) di landasi karena permintaan keluarga atau wasiat dari suami/istri yang meninggal untuk menikahi saudaranya. Jadi dalam perkawinan Walian Tondo (Turun Ranjang) peran keluarga sangat besar dalam hubungan pasangan Walian Tondo (Turun Ranjang). Hal tersebut mengisyaratkan bahwa proses penyesuaian perkawinan pada pasangan Walian Tondo (Turun Ranjang) akan berbeda dibandingkan dengan pasangan bukan Walian Tondo (Turun Ranjang). Ada empat factor utama yang paling besar pengaruhnya terhadap penyesuaian perkawinan (Hurlock, 1999) yaitu penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian dengan keuangan dan penyesuaian dengan keluarga pasangan. Permasalahan- permasalahan diatas juga dialami oleh pasangan yang menikah dengan Walian Tondo (TurunRanjang). Penyesuaian pada pasangan merupakan penyesuaian yang pertama sekali dilakukan pada pasangan setelah pernikahan (Hurlock, 1999) Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan dalam perkawinan adalah konsep mengenai bagaimana ISSN 2528-360X Volume 1 Nomor 2 April 2017 e-ISSN 2621-6159 Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perkawinan Walian Tondo (Turunan Raja) Berdasarkan Hukum Adat Page 134 perasaan suami istri dalam pernikahan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh (sever & balgi, 2006) pasangan yang menikah dengan Walian Tondo (Turun Ranjang) cukup sulit di lakukan. Kesulitannya terjadi karena adanya kebingungan peranya itu perubahan peran dari adik ipar berubah menjadi istri sehingga penyesuaian yang di lakukan berbeda dengan pernikahan pada umumnya .Jika harapan peran tidak terpenuhi maka akan menimbulkan konflik dan mengakibatkan penyesuaian perkawinan buruk. Penyesuaian keluarga pasangan juga memiliki pengaruh besar dalam menentukan keberhasilan pasangan dalam melakukan penyesuaian perkawinan terutama pada pasangan walian tondro karena pasangan harus beradaptasi kembali dengan anak tiri, mertua, ipar laki-laki, ipar perempuan (Hurlock, 1999). Salah satu bentuk perkawinan ganti istri atau perkawinan Wlian Tondo (Turun Ranjang). Perkawinan Walian Tondo (Turun Ranjang), turun atau naik ranjang pada Desa Waode Buri Kecamatan Kulisusu merupakan suatu perkawinan yang disebabkan oleh istri meninggal, maka suami menikah lagi dengan kakak atau adik wanita dari istri yang telah wafat (Hadi kusuma, 1987). Ada beberapa alasan yang mendasari terjadinya perkawinan Walian Tondo (Turun Ranjang) yaitu agar istri pengganti dapat memberikan keturunan untuk penerus keluarga dan apabila sudah memiliki keturunan agar anak atau kemanakan dapat diurus dan diasuh dengan baik. Alasan lain seseorang melakukan perkawinan kembali dengan Walian Tondo (Turun Ranjang) adalah untuk menjalani kembali system kekerabatan oleh kedua keluarga dari perkawinan terdahulu (Hadi kusuma, 1987) dalam penelitian yang dilakukan oleh Syafiriadi (2010) juga menambahkan bahwa perkawinan Walian Tondo (Turun Ranjang) dilakukan karena permintaan keluarga atau wasiat dari istri yang meninggal untuk menikahi saudaranya. Berdasarkan hasil wawancara di atas terlihat jelas bahwa perkawinan Walian Tondo (Turun Ranjang) terjadi bukan bersal dari keinginan pasangan, tetapi karena alasan anak dan permintaan dari keluarga. Umumnya alasan seseorang memutuskan untuk menikah, ISSN 2528-360X Volume 1 Nomor 2 April 2017 e-ISSN 2621-6159 Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perkawinan Walian Tondo (Turunan Raja) Berdasarkan Hukum Adat Page 135 apabila adanya perasaan saling menyukai dan karena adanya suatu kedekatan emosional yang terjadi pada pasangannya. Masing-masing keluarga pasangan sudah saling mengenal satu sama lain. Sehingga ketika perkawinan itu terjadi, maka pasangan walian tondro (turun ranjang) tidak mengalami kesulitan dalam melakukan adaptasi kembali dengan keluarga pasangan. Kondisi ini memberikan kemudahan bagi pasangan walian tondro (turun ranjang) dalam melakukan penyesuaian dengan kelurga. Penyesuaian perkawinan sangat penting dilakukan karena menentukan pasangan suami istri dalam mencapai suatu kebahagiaan dalam perkawinan. Menurut Atwater dan duffy (1999) kebahagiaan perkawinan tergantung pada apa yang terjadi saat pasangan memasuki kehidupan perkawinan yakni seberapa besar kecocokan dan kesesuaian antara suami dan istri. Menurut Hurlock (1999) salah satu penyesuaian diri dalam perkawinan adalah penyesuaian dengan pasangan. Penyesuaian dengan pasangan adalah masalah yang palik pokok yang dihadapi oleh pasangan yang baru menikah. Penyesuaian yang baik yaitu bagaimana pasangan suami dan istri berhubungan dengan mesra dan saling memberi dan menerima cinta. Ditambah lagi mengenai bagaimana konsep peran suami dan istri dalam menentukan sebuah keputusan. Dalam perkawinan walian tondro (turun ranjang) kadang timbul permasalahan yakni kebingungan peran dari suami maupun istri. Dahulu istri merupakan adik ipar kemudian berubah menjadi seorang istri menggantikan peran dari perkawinan sebelumnya sehingga dibutuhkan penyesuaian yang berbeda dengan pasangan yang menikah secara umum. Perkawianan walian tondro (turun ranjang) seorang suami wajib memperlakukan istri sama halnya dengan istri dalam pernikahan terdahulu. Pada faktanya ada juga suami yang tidak menerapkan kesetaraan tersebut yang akhirnya menimbulkan masalah dalam rumah tangga perkawinan hasil walian tondro (turun ranjang). Masalah lainnya adalah penyesuaian sikap yang sudah terbiasa dengan panggilan adik ipar ataupun kakak ipar menjadi istri dan suami dan hal ini memerlukan waktu yang cukup lama agar terbiasa sebagai suami istri. ISSN 2528-360X Volume 1 Nomor 2 April 2017 e-ISSN 2621-6159 Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perkawinan Walian Tondo (Turunan Raja) Berdasarkan Hukum Adat Page 136 Penyesuaian perkawinan walian tondro (turun ranjang), penyesuaian seksual menjadi salah satu faktor penting keberhasialan perkawinan walian tondro (turun ranjang), ini disebabkan karena pihak istri dilanda kecemburuan terhadap pernikahan suami yang sebelumnya. Oleh karena itu penyesuaian seksual ini juga penting demi keberlangsungan rumah tangga hasil perkawinan waliuan tondro (turun ranjang). D. PENUTUP Adapun kesimpulan dari uraian pada pembahasan yang telah di jelaskan pada bab sebelumnya adalah sebgai berikut: 1. Pelaksanaan perkawinan walian tondro (turun ranjang) berdasarkan hukum adat Kulisusu di Desa Waode Buri Kecamatan Kulisusu Utara, bisa terjadi apabila sebagai berikut: a. Sudah ada kesepakatan dari suami dan istri ketika istri masih hidup, bahwa ketika saya (istri) meninggal maka kamu (suami) harus menikah dengan adik perempuanku sebagai pengganti ibu dari anak-anak kita dan hal ini harus diketahui disepakati bersama oleh keluarga kedua bela pihak. Dalam artian harus ada wasiat dari istri. b. Setelah disetujui maka kedua belah pihak akan melaksanakan walian tondro (kawin ranjang). c. Akad nikah ulang sesuai akad nikah yang ada (islam) d. Resepsi pernikahan. 2. Ada beberapa alasan yang mendasari terjadinya perkawinan walian tondro (turun ranjang) yaitu agar istri pengganti dapat memberikan keturunan untuk sebagai penerus keluarga. Apabila sudah memiliki keturunan dari istri pertama maka anak tersebut dapat di rawat oleh oleh adik yang menjadi istri kedua suami almarhum tersebut. Alasan lain seseorang melakukan perkawianan walian tondro (turun ranjang) adalah untuk menjalin hubungan kekerabatan oleh kedua keluarga dari perkawinan pertama. DAFTAR PUSTAKA Achmad Kuzari, 1995. Nikah Sebagai Perikatan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Ahmad Rofiq. 1995. Hukum Islam Di Indonesia. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. ISSN 2528-360X Volume 1 Nomor 2 April 2017 e-ISSN 2621-6159 Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perkawinan Walian Tondo (Turunan Raja) Berdasarkan Hukum Adat Page 137 Al-Hamdani, 2002. Risalah an-Nikah. Pustaka Amani. Jakarta. Aminuddin. 2008. Pendidikan Agama Islam. Bumi Aksara. Jakarta. Amir Syamsuddin. 2007. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia. Kencana Jakarta. Arikunto S. 2003.Prosedur Penelitian. Rineka Cipta. Bandung. Miles dan Herman. 2002. Metode Penelitian. Gunung Agung. Jakarta Moleong. Tarsito. 1997. Metode Penelitian. Remaja Rosdakarya. Bandung. Nasution S. 1999. Metode Penelitian Naturalistik. Bandung. Nawawi. H. 2007. Metode Penelitian UGM Press. Yogyakarta. Poerdawarminta. W.J.S. 2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Subagyo. Joko. 2006. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. Jakarta Rineke Cipta. Sumber lainnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Kompilasi Hukum Islam Kitab Undang-undang Hukum Perdata