ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 74 PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS TERKAIT PERSAINGAN TIDAK SEHAT SESAMA REKAN NOTARIS DITINJAU DARI PERATURAN KODE ETIK IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I)”. I FELISA HARYATI PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS TERKAIT PERSAINGAN TIDAK SEHAT SESAMA REKAN NOTARIS DITINJAU DARI PERATURAN KODE ETIK IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I)”. FELISA HARYATI Felisyaharyanti@yahoo.com Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Airlangga ABSTRAK Notaris merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah dalam hal ini negara, dimana negara telah memberikan kepercayaan kepada notaris untuk menjalankan sebagian urusan atau tugas negara, khususnya dalam bidang hukum perdata. Keberadaan notaris menjawab kebutuhan masyarakat akan bantuan hukum yang netral dan berimbang sehingga melindungi kepentingan hukum masyarakat. Selain itu, Notaris diharapkan dapat memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat serta memberikan penyuluhan hukum, khususnya dalam pembuatan akta, sehingga masyarakat akan mendapatkan perlindungan hukum dan kepastian hukum, sehubungan dengan semakin meningkatnya proses pembangunan sehingga meningkatkan puls kebutuhan hukum dalam masyarakat. Persaingan tidak sehat antar sesama rekan notaris dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan cara. Kemajuan teknologi juga berdampak pada terdapatnya beragam bentuk-bentuk persaingan yang tidak sehat. Dalam Pasal 18 UUJN, salah satu bentuk tindakan yang dilakukan oleh notaris yang dapat menyebabkan timbulnya persaingan tidak sehat adalah dengan cara menjalankan jabatan diluar wilayah kerjanya. Setiap notaris dalam menjalankan jabatannya telah mempunyai wilayah jabatan masing-masing, dan wilayah jabatannya telah mempunyai wilayah jabatan masing-masing, dan wilayah jabatan tersebut yang menjadi lingkup kewenangan dari notaris yang bersangkutan. Sama hal nya dengan UUJN, Kode Etik Notaris juga tidak menyebutkan secara tegas mengenai bentuk dan cara dari persaingan antar rekan notaris yang dapat menimbulkan persaingan tidak sehat tersebut. Dari beberapa uraian pasal dalam kode etik tersebut dapat terlihat bagaimana bentuk dan cara dari persaingan antar rekan notaris yang dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat tersebut bila ditinjau dari Kode Etik Notaris. A. PENDAHULUAN Dewasa ini tantangan yang dihadapi oleh ajaran-ajaran moral makin kompleks indoktrinasi dalam ajaran-ajaran moral akan sering dipertanyakan jika tidak lagi mampu memberikan orientasi yang jelas bagi penganutnya. Kekaburan orientasi itu muncul justru karena bertambah banyaknya ragam orientasi yang ada. Salah satu dari keragaman itu ditandai oleh berbagai ideologi yang saling menawarkan diri sebagai pilihan terbaik. Padahal, apa yang baik menurut satu pihak sering dianggap buruk oleh mailto:Felisyaharyanti@yahoo.com ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 75 PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS TERKAIT PERSAINGAN TIDAK SEHAT SESAMA REKAN NOTARIS DITINJAU DARI PERATURAN KODE ETIK IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I)”. I FELISA HARYATI yang lainnya. Bagi penyandang profesi hukum, hal ini sangat mungkin menimbulkan kebingungan untuk menentukan sikap karena kehilangan orientasi (disorientasi). Disinilah terletak arti penting mempelajari etika profesi hukum. Tantangan untuk mempelajari etika profesi hukum tentu ada, khususnya ketika pertimbangan-pertimbangan yang diungkapkan dianggap bertolak belakang dengan perilaku keseharian yang ditunjukan oleh para penyandang profesi hukum tersebut. Hal ini memunculkan sinisme yang berlebihan bahwa berbicara tentang etika profesi hukum tidak lain seperti berdiri di menara gading, tidak membumi, terlalu idealis, terlalu moralis, dan sebagainya. Franz Magnis Suseno menyatakan, etika profesi baru dapat ditegakkan apabila ada tiga ciri moralitas yang utama yaitu; 1) berani berbuat dengan bertekad bertindak sesuai dengan tuntutan profesi, 2) sadar akan kewajibannya; dan 3) memiliki idealisme yang tinggi. Jelaslah ciri-ciri moralitas demikian membutuhkan proses, paling tidak harus terbina sejak calon penyandang profesi hukum itu dididik di bangku kuliah, bukan ketika yang bersangkutan sudah menjalankan tugasnya sebagai fungsionaris hukum. Secara jujur harus di akui, bahwa pengembangan etika profesi hukum di indonesia kurang berjalan dengan baik dalam dunia hukum kita. Banyak pelanggaran etika profesi yang tidak mendapat penyelesaian secara tuntas, bahkan terkesan didiamkan. Lembaga semacam dewan atau majelis pertimbangan profesi yang bertugas menilai pelanggaran etika masih belum berwibawa di mata para anggotanya. Kondisi demikian menyebabkan bahan kajian etika profesi hukum di inonesia menjadi sangat kering dan berhenti pada ketentuan-ketentuan normatif yang abstrak. Padahal, kajian ini pasti akan lebih menarik jika dibentangkan bersama contoh kasus nyata yang dihadapi para fungsionaris hukum kita. Munculnya berbagai organisasi profesi sejenis dengan kode etiknya sendiri-sendiri, semakin mengurangi nilai kajian ini di mata orang- orang yang mempelajari etika profesi hukum. Etika profesi hukum secara langsung bersinggungan dengan sumber daya manusia, tepatnya dari sudut psikis. Jika pembangunan indonesia diartikan sebagai ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 76 PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS TERKAIT PERSAINGAN TIDAK SEHAT SESAMA REKAN NOTARIS DITINJAU DARI PERATURAN KODE ETIK IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I)”. I FELISA HARYATI pembangunan manusia seutuhnya, maka jelas unsur psikis di sini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tujuan pembangunan itu sendiri, melupakan pembangunan dari unsur psikis, sama artinya dengan menggagalkan pembangunan. Kode etik profesi merupakan produk etika terapan karena dihasilkan berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesi. Kode etik profesi dapat berubah dan diubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga anggota kelompok profesi tidak akan ketinggalan zaman. Kode etik profesi hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri. Kode etik profesi merupakan rumusan norma moral manusia yang mengemban profesi itu. Kode etik profesi menjadi tolak ukur perbuatan anggota kelompok profesi. Kode etik profesi merupakan upaya pencegahan berbuat yang tidak etis bagi anggotanya. Setiap kode etik profesi selalu dibuat tertulis yang tersusun secara teratur, rapi lengkap, tanpa cacat, dalam bahasa yang baik, sehingga menarik perhatian dan menyenangkan pembacanya. Semua yang tergambar adalah perilaku yang baik-baik. Tetapi di balik semua itu terdapat kelemahan sebagai berikut: a) Idealisme yang terkandung dalam kode etik profesi tidak sejalan dengan fakta yang terjadi disekitar para profrsional, sehingga harapan sangat jauh dari kenyataan. Hal ini cukup menggelitik para profesional untuk berpaling kepada kenyataan dan mengabaikan idealisme kode etik profesi. Kode etik profesi tidak lebih dari pajangan tulisan berbingkai. b) kode etik profesi merupakan himpunan norma moral yang tidak dilengkapi dengan sanksi keras karena keberlakuannya semata-mata berdasarkan kesadaran profesional. Rupanya kekurangan ini memberi peluang kepada profesional yang lemah iman untuk berbuat menyimpang dari kode etik profesinya. Seorang yang menjabat notaris harus mematuhi Undang-undang Jabatan Notaris (UUJN) dan berpegang pada Kode Etik Notaris. Hubungan antara peraturan jabatan notaris dan kode etik notaris terletak pada ketentuan kode etik notaris yang diangkat dari ketentuan Peraturan Jabatan Notaris (PJN) dan penegakan sanksi terhadap pelanggar kedua-duanya. ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 77 PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS TERKAIT PERSAINGAN TIDAK SEHAT SESAMA REKAN NOTARIS DITINJAU DARI PERATURAN KODE ETIK IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I)”. I FELISA HARYATI Dari uraian-uraian latar belakang masalah di atas maka masalah yang di angkat dalam penelitian ini adalah apa Kriteria Notaris melakukan persaingan tidak sehat berdasarkan peraturan Kode Etik Notaris Indonesia dan apa sanksi bagi Notaris yang melakukan tindakan persaingan tidak sehat sesame rekan Notaris. B. METODE PENELITIAN Tipe penelitian tesis ini adalah penelitian hukum (legal research) yaitu suatu penelitian untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin- doktrin hukum yang relevan dan melakukan telaah mengenai konsep-konsep hukum, pendapat para ahli hukum untuk meningkatkan daya interpretasi guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah pendekatan perundang undangan (statute aprroach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan kasus (case approach). Statute Approach adalah pendekatan berdasarkan peraturan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dengan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Penelitian ini bertitik tolak dari peraturan perundang-undangan dengan menekankan pada pencarian norma yang terkandung dalam ketentuan peraturan perundang-undangan maupun peraturan lain yang berkaitan dengan permasalahan. Conceptual approach ialah pendekatan yang beranjak dari pandangan dan doktrin- doktrin yang berkembang didalam ilmu hukum. Sedangkan Case Approach yaitu pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Notaris Sebagai Pejabat Umum Istilah pejabat umum merupakan terjemahan dari istilah Openbare Ambtenaren yang terdapat dalam Pasal PJN. Istilah Openbare Ambtenaren yang terdapat dalam Pasal 1 Reglement het Notaris Ambt ini Indonesia Staatsblad 1860 Nomor 3, diterjemahkan menjadi Pejabat Umum oleh G. H. S. Lumban ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 78 PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS TERKAIT PERSAINGAN TIDAK SEHAT SESAMA REKAN NOTARIS DITINJAU DARI PERATURAN KODE ETIK IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I)”. I FELISA HARYATI Tobing, sebagaimana dalam bukunya Peraturan jabatan Notaris. Demikian pula istilah Openbare Ambtenaren yang terdapat dalam Pasal 1868 BW diterjemahkan menjadi Pejabat Umum oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio dalam KUHPer. Dalam Kamus Hukum Fockema Andrea’s Rechtsgeleerd Handwoordenboek, bahwa salah satu arti dari Openbare adalah publik zaak, yang berarti kepentingan atau urusan publik. Sementara Ambtenaren adalah pejabat. Pasal 1 angka 1 UUJN menyebutkan; Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuatkan akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini. Di dalam UUJN perubahan Pasal 1 angka 1 UUJN ini mengalami perubahan yang berbunyi; notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau undang-undang lainnya. Secara substansif, tidak ada perubahan defenisi notaris di dalam UUJN tersebut, namun memuat penegasan bahwa kewenangan notaris, selain dimuat di dalam UUJN perubahan namun juga mencakup pula kewenangan lainnya, apabila undang-undang lain menegaskan bahwa suatu perbuatan hukum tertentu harus dibuat dalam akta notaris. Ketentuan di atas menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum. Defenisis yang diberikan oleh UUJN maupun UUJN Perubahan merujuk pada tugas dan wewenang yang dijalankan oleh notaris. Artinya notaris memiliki tugas sebagai pejabat umum dan memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaiman yang ditentukan oleh UUJN, UUJN perubahan, maupun peraturan perundang-undangan lainnya. Pemberian kualifikasi sebagai pejabat umum tidak hanya kepada notaris saja, tapi juga diberikan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) , dan Pejabat Lelang . Dengan demikian, kedudukan notaris sebagai pejabat umum dalam arti kewenangan yang ada pada notaris tidak diberikan kepada pejabat-pejabat ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 79 PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS TERKAIT PERSAINGAN TIDAK SEHAT SESAMA REKAN NOTARIS DITINJAU DARI PERATURAN KODE ETIK IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I)”. I FELISA HARYATI lainnya sepanjang kewenangan tersebut tidak menjadi kewenangan pejabat lain dalam membuat akta otentik dan kewenangan lainnya maka kewenangan tersebut menjadi kewenangan notaris. Seseorang menjadi pejabat umum jika dia diangkat dan diberhentikan oleh negara dan diberi wewenang berdasarkan undang-undang untuk melayani masyarakat dalam bidang tertentu. Menurut Philipus M. Hadjon, pejabat umum itu seharusnya diangkat oleh kepala negara bukan menteri. Pembentukan jabatan umum harus didasarkan pada undang-undang, karena peraturan pemerintah tidak boleh membentuk suatu jabatan umum tanpa delegasi undang- undang. Hal ini berkaitan dengan karakter hukum suatu akta yang dibuat oleh pejabat umum (notaris) sebagai suatu alat bukti otentik karena adanya publica fides. Kepercayaan umum (Publica fades) tersebut dianggap ada karena pengangkatan seorang pejabat umum dilakukan oleh kepala negara. 2. Kewenangan, Kewajiban, dan Larangan Bagi Notaris A. Kewenangan Notaris Kebutuhan hukum dalam masyarakat dapat dilihat dengan semakin banyaknya bentuk perjanjian yang dituangkan dalam suatu akta notaris, dimana notaris merupakan salah satu pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang- undang. Adapun kewenangan notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN adalah sebagai berikut: 1. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. 2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. 3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan. ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 80 PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS TERKAIT PERSAINGAN TIDAK SEHAT SESAMA REKAN NOTARIS DITINJAU DARI PERATURAN KODE ETIK IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I)”. I FELISA HARYATI 4. Melakukan pengesahan kecocokan foto kopi dengan surat aslinya. 5. Memberikan penyuluhan hukum dalam pembuatan akta. 6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, atau; 7. Membuat akta risalah lelang. Melihat kewenangan dan peranan notaris yang sangat penting tersebut di atas maka notaris harus memiliki pengetahuan ataupun wawasan yang luas, salah satunya mengenai teknik pembuatan akta yang akan dibuat nantinya, karena apabila notaris itu melakukan pelanggaran terhadap ketentuan tertentu, akibat minimnya pengetahuan dan wawasan maka akan berakibat akta yang dibuatnya hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan, atau dapat pula akta itu menjadi batal demi hukum, sehingga bagi pihak yang menderita kerugian dapat menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada notaris. Keberadaan akta autentik yang dibuat oleh notaris digunakan untuk melindungi dan menjamin hak dan kewajiban dari para pihak yang mengadakan perjanjian sehingga apabila di kemudian hari ada salah satu pihak yang melanggarnya maka dapat dikenakan sanksi atau hukuman. Hal inilah yang membuat masyarakat percaya, bahwa notaris dapat menuangkan kehendak mereka dalam bentuk akta notaris serta memberikan perlindungan hukum. B. Kewajiban Notaris Notaris ddiharapkan mampu menyimpan atau merahasiakan segala keterangan atau ucapan yang diberikan di hadapannya sehubungan dengan pembuatan akta. Menjaga kerahasiaan itu merupakan salah satu bentuk kewajiban notaris sebagaimana ditetapkan oleh UUJN. Di samping itu, notaris harus bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, menjaga kepentingan yang terkait dalam perbuatan hukum, memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang kecuali ada alasan untuk menolaknya, serta menerima magang calon notaris yang juga merupakan kewajiban notaris dalam menjalankan jabatannya. ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 81 PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS TERKAIT PERSAINGAN TIDAK SEHAT SESAMA REKAN NOTARIS DITINJAU DARI PERATURAN KODE ETIK IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I)”. I FELISA HARYATI Bila dikaitkan dengan akta yang dibuat oleh notaris maka notaris berkewajiban untuk: 1. Membuat akta dalam bentuk minuta dan menyimpannya sebagi bagian dari protokol notaris. 2. Mengeluarkan grosse (pengakuan utang), salinan, kutipan akta berdasarkan minuta akta. 3. Menjilid akta yang telah dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta akta, bulan dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku. 4. Membuat daftar akta protes terhadap tidak bayar atau tidak diterimanya surat berharga. 5. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut waktu pembuatan akta setiap bulan. 6. Mengirim daftar akta atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya. 7. Mencatat dalam repertorium, tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan. 8. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan notaris. 9. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris. Akta yang telah dibuat wajib dibacakan oleh notaris pada waktu penandatanganan. Karena jika tidak dibacakan, maka yang telah dibuat hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Bila penghadap ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 82 PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS TERKAIT PERSAINGAN TIDAK SEHAT SESAMA REKAN NOTARIS DITINJAU DARI PERATURAN KODE ETIK IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I)”. I FELISA HARYATI menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, maka ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi agar akta yang bersangkutan tetap mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta autentik, sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat 7 dan 8 UUJN yaitu: 1. pada bagian akhir penutupan akta harus dinyatakan hal tersebut; 2. setiap halaman minuta akta wajib diparaf oleh penghadap, saksi, dan notaris. C. Larangan Terhadap Notaris Dalam menjalankan jabatan notaris ada beberapa larangan yang tidak boleh dilanggar oleh seorang notaris, sebagaimana yang telah ditetapkan dengan tegas dalam peraturan perundang-undangan, sebagaimana terdapat dalam Pasal 17 UUJN yaitu: 1. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya. 2. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut- turut tanpa ada alasan yang sah. 3. Merangkap sebagai pegawai negeri. 4. Merangkap sebagai pejabat negara. 5. Merangkap jabatan sebagai advokat. 6. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan Usaha Milik Negara, Badan usaha Milik daerah, atau Badan usaha Swasta. 7. Merangkap jabatan sebagai PPAT di luar wilayah jabatanntya. 8. Menjadi notaris pengganti, atau 9. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat memengaruhi kehormatan dan martabat jabatan notaris. Larangan itu bertujuan untuk meberikan kepastian hukum kepada masyarakat yang membutuhkan jasa notaris, serta mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat antara sesama notaris dalam menjalankan jabatannya. Seorang notaris dalam menjalankan jabatannya berada dalam pengawasan menteri yang dilimpahkan kepada ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 83 PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS TERKAIT PERSAINGAN TIDAK SEHAT SESAMA REKAN NOTARIS DITINJAU DARI PERATURAN KODE ETIK IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I)”. I FELISA HARYATI Majelis pengawas. Pengawasan itu bertujuan agar kewajiban, kewenangan, dan larangan yang telah ditetapkan oleh undang-undang (dalam hal ini UUJN) tidak dilanggar atau disalahgunakan. Sanksi Bagi Notaris yang Melanggar Ketentuan Peraturan Kode Etik Notaris Indonesia (INI) Sanksi merupakan alat pemaksa, selain hukuman, juga untuk menaati ketetapan yang ditentukan dalam peraturan atau perjanjian. Sanksi juga diartikan sebagai alat pemaksa sebagai hukuman jika tidak taat kepada perjanjian. Menurut Philipus M. Hadjon, sanksi merupakan alat kekuasaan yang bersifat hukum publik yang digunakan oleh penguasa sebagai reaksi terhadap ketidakpatuhan pada norma hukum administrasi. Dengan demikian unsur-unsur sanksi, yaitu: a. Sebagai alat kekuasaan. b. Bersifat hukum publik. c. Digunakan oleh penguasa. d. Sebagai reaksi terhadap ketidakpatuhan. Sanksi-sanksi merupakan bagian penutup yang penting dalam hukum, dan tiap aturan hukum yang berlaku di Indonesia selalu ada sanksi pada akhir aturan hukum tersebut. Pembebanan sanksi di Indonesia tidak hanya terdapat dalam bentuk undang- undang, tetapi bisa dalam bentuk peraturan lain, seperti keputusan menteri ataupun bentuk lain di bawah undang-undang. Pencantuman sanksi dalam berbagai aturan hukum tersebut merupakan kewajiban yang harus dicantumkan dalam tiap aturan hukum. Seakan-akan aturan hukum yang bersangkutan tidak bergigi atau tidak dapat ditegakkan atau tidak akan dipatuhi jika pada bagian akhir tidak mencantumkan sanksi. Tidak ada gunanya memberlakukan kaidah-kaidah hukum manakala kaidah-kaidah itu tidak dapat dipaksakan melalui sanksi dan menegakkan kaidah-kaidah dimaksud secara prosedural (hukum acara). Sanksi ini selalu ada pada pada aturan-aturan hukum yang dikualifikasikan sebagai aturan hukum yang memaksa. Ketidak taatan atau pelanggaran terhadap suatu kewajiban yang tercantum dalam aturan hukum mengakibatkan ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 84 PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS TERKAIT PERSAINGAN TIDAK SEHAT SESAMA REKAN NOTARIS DITINJAU DARI PERATURAN KODE ETIK IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I)”. I FELISA HARYATI terjadinya ketidakteraturan yang sebenarnya tidak diinginkan oleh aturan hukum yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan fungsi sanksi yang dipakai untuk penegakan hukum terhadap ketentuan-ketentuan yang biasanya berisi suatu larangan atau yang mewajibkan. Dengan demikian pada sanksi pada hakikatnya merupakan instrumen yuridis yang biasanya diberikan apabila kewajiban –kewajiban atau larangan-larangan yang ada dalam ketentuan hukum telah dilanggar, dan di balik pintu ketentuan perintah dan larangan tersedia sanksi untuk memaksa kepatuhan. Hakikat sanksi sebagai suatu paksaan berdasarkan hukum, juga untuk memberikan penyadaran kepada pihak yang melanggarnya, bahwa suatu tindakan yang dilakukannya telah tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, dan untuk mengembalikan yang bersangkutan agar bertindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, juga untuk menjaga keseimbangan berjalannya suatu aturan hukum. Sanksi yang ditujukan terhadap notaris juga merupakan sebagai penyadaran, bahwa notaris dalam melakukan tugas jabatannya telah melanggar ketentuan-ketentuan mengenai pelaksanaan tugas jabatan notaris sebagaimana tercantum dalam UUJN, dan untuk mengembalikan tindakan notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya untuk tertib sesuai dengan UUJN. Disamping itu, pemberian sanksi terhadap notaris juga untuk melindungi masyarakat dari tindakan notaris yang dapat merugikan masyarakat, misalnya membuat akta yang tidak melindungi hak-hak yang bersangkutan sebagaimana yang tersebut dalam akta notaris. Sanksi tersebut untuk menjaga martabat lembaga notaris sebagai lembaga kepercayaan, karena jika notaris melakukan pelanggaran, dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap notaris. Sanksi terhadap notaris menunjukan notaris bukan sebagai subjek yang kebal terhadap hukum. Terhadap notaris dapat dijatuhi sanksi perdata dan sanksi administratif seperti tersebut di atas, juga dapat dijatuhi sanksi etika dan sanksi pidana. Sanksi etika dapat dijatuhkan terhadap notaris, karena notaris melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik jabatan Notaris. Sanksi tersebut dijatuhkan oleh Majelis Kehormatan Notaris (MKN), bahwa sanksi tertinggi dari MKN ini berupa pemberhentian secara tidak hormat atau secara hormat dari keanggotaan Organisasi Jabatan Notaris (OJN). ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 85 PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS TERKAIT PERSAINGAN TIDAK SEHAT SESAMA REKAN NOTARIS DITINJAU DARI PERATURAN KODE ETIK IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I)”. I FELISA HARYATI UUJN tidak mengatur kumulasi sanksi sebagaimana tersebut diatas. UUJN hanya mengatur sanksi perdata dan sanksi administrasi, dan kedua sanksi ini tidak dapat dikumulasikan dan tidak dapat dilakukan secara bersama-sama, karena masing-masing sanksi tersebut dapat dijatuhkan karena melakukan jenis pelanggaran yang berbeda yang tersebut dalam Pasal 84 UUJN dan 85 UUJN. Demikian pula dengan sanksi yang lainnya, yaitu sanksi pidana dan kode etik. Sanksi-sanksi tersebut berdiri sendiri yang dapat dijatuhkan oleh instansi yang diberikan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi tersebut. Jika notaris terbukti melakukan pelanggaran dan dijatuhi sanksi tersebut di atas, dapat dijadikan dasar notaris yang bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatannya atau diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya, seperti: 1.Sanksi perdata berupa: a. Dalam proses pailit atau penundaan pembayaran. b. Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 2. Sanksi pidana, berupa dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dengan ancaman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. 3. Sanksi kode etik, berupa: a. Melakukan perbuatan tercela. b. Melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan notaris. 4. Sanksi Administratif berupa: a. Melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan. b. Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan. Fungsi Kode Etik Dalam Pelaksanaan Jabatan Notaris ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 86 PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS TERKAIT PERSAINGAN TIDAK SEHAT SESAMA REKAN NOTARIS DITINJAU DARI PERATURAN KODE ETIK IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I)”. I FELISA HARYATI Sumaryono menjelaskan ada 3 alasan perlu dirumuskannya kode etik secara tertulis yaitu: a. Sebagai sarana control social; b. Sebagai penncegah campur tangan pihak lain; c. Sebagai pencegah kesalahpahaman dan konflik. D. PENUTUP Kriteria persaingan tidak sehat dalam UUJN tidak begitu jelas dalam menjelaskan mengenai bentuk persaingan tidak sehat antar sesama rekan notaris Bila ditinjau dari UUJN mengenai bentuk serta cara dari persaingan tidak sehat antar rekan notaris, maka merujuk pada Pasal 17 huruf a UUJN bahwa “ notaris dilarang menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya” dan bila dilihat dari penjelasan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa “larangan dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum kepada masyarakat dan sekaligus mencegah terjadinya persaingan tidak sehat antar rekan notaris dalam menjalankan jabatannya”. Selain hal tersebut dalam Pasal 18 UUJN, salah satu bentuk tindakan yang dilakukan oleh notaris yang dapat menyebabkan timbulnya persaingan tidak sehat adalah dengan cara menjalankan jabatan diluar wilayah kerjanya. Setiap notaris dalam menjalankan jabatannya telah mempunyai wilayah jabatan masing-masing, dan wilayah jabatannya telah mempunyai wilayah jabatan masing-masing, dan wilayah jabatan tersebut yang menjadi lingkup kewenangan dari notaris yang bersangkutan. Artinya di luar wilayah kerja notaris tidak berwenang menjalankan jabatannya. UUJN telah melarang hal tersebut dengan tegas, karena jika notaris melanggar ketentuan tersebut atau dengan kata lain membuat akta diluar wilayah jabatannya yang mana hal tersebut merupakan hak atau lingkup kewenangan dari notaris lainnya yang berada dalam wilayah jabatan tersebut maka tentu saja hal ini dapat menimbulkan persaingan antar rekan notaris karena terdapat oknum notaris yang menjalankan jabatan diluar dari lingkup kewenangannya. Terkait dengan sanksi sebagai bentuk upaya penegakan kode etik notaris atas pelanggaran kode etik didefinisikan sebagai suatu hukuman yang dimaksudkan sebagai sarana, upaya dan alat pemaksa ketaatan dan didiplin notaris. Sanksi dalam kode etik ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 87 PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS TERKAIT PERSAINGAN TIDAK SEHAT SESAMA REKAN NOTARIS DITINJAU DARI PERATURAN KODE ETIK IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I)”. I FELISA HARYATI notaris dituangkan dalam Pasal 6 yang menyatakan bahwa sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran kode etik dapat berupa teguran, peringatan, skorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan perkumpulan, onzetting(pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan dan pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan. Dalam UUJN juga diatur Sanksi terhadap notaris, yaitu pada Pasal 84 dan 85 UUJN, ada 2 (dua) macam yaitu; sanksi perdata dan sanksi administratif. Sanksi perdata berupa penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga merupakan akibat yang akan diterima notaris atas tuntutan para penghadap jika akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta menjadi batal demi hukum. Sedangkan sanksi administratif berupa; teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara, Pemberhentian dengan hormat, dan Pemberhentian tidak hormat. E. DAFTAR PUSTAKA Adjie, H. (2008). Hukum Notaris Indonesia. Bandung: Refika Aditama. Anand, G. (2014). Karatkteristik Jabatan Notaris di Indoenesia. Surabaya: Zifatama Publisher. Budiono, H. (2013). Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan. Bandung: Citra Aditya Bakti. Dewi, S. & Fauwas R.M. D. (2011). Panduan Teori dan Praktik Notaris. Yogyakarta: Pustaka Yustisia. Dirdkowisono. (1994). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Marzuki, P. M. (2005). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Muhammad Abdulkadir. (2006). Etika Profesi Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti. Shidarta, Moralitas Profesi Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2006.