ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 Perspektif Politik Hukum Terhadap Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Luar Negeri di Indonesia I Safrin Salam 89 Perspektif Politik Hukum Terhadap Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Luar Negeri di Indonesia Oleh : Safrin Salam Universitas Muhammadiyah Buton, Baubau Sulawesi Tenggara, salamsafrin2@gmail.com ABSTRACT Delivery of the TKI abroad can indeed provide a relatively large economic benefits not only for the TKI itself and his family but also for the country, because that State considers shipping TKI abroad is an answer to the absence countries in providing employment. The research used in the study is with menggunajan type of normative legal research used to compile the research. Review of the results shows that Political Law law Numbered 39 Year 2004 on protection and construction of Indonesian Manpower abroad there are 4 (four) yaitu 1) Empower and mendayagunakan of labour in optimal and mankind; 2) Creating pemerataan job opportunities and provision of labour in accordance with the national development and kebutuhan district; 3) provide protection to labour in creating well-being; and 4) well-being of labour and his family while legal Factor political implementation of law memengaruhi law Numbered 39 Year 2004 on protection and construction of the Indonesian Workforce outside Negri relation to legal protection abroad have TKI 2 (two) yaitu 1) Structure (a. Board Employment, b. Being a minim Complaints provided by Rulers abroad to TKI) and 2) Substance. Keywords: Politics, Law, Labor Law Protections, Indonesia A. PENDAHULUAN Diantara tujuan dari dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanahkan oleh UUD 1945. Oleh karena ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 Perspektif Politik Hukum Terhadap Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Luar Negeri di Indonesia I Safrin Salam 90 itu negara seseungguhnya berkewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap seluruh warga negaranya tanpa terkeculai, perlindungan terhadap warga negara pada hakikatnya tidak hanya perlindungan keamanan akan tetapi juga adalah perlindungan dari kemiskinan, karenanya negara juga berkeawjiban untuk memajukan kesejahteraan umum. Masalah kesejahteraan sampai saat ini merupakan tugas pemerintah yang nampakanya belum pernah selesai. Semenjak didirikannya negara Indonesia pada tahun 1945, kinerja pemerintah terhadap peningkatan kesejahteraan rakyatnya belum pernah mencapai taraf yang memuaskan, kemiskinan masih merupakan problematika sosial yang belum pernah terselesaikan. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa, kemiskinan suatu negara berkaitan erat dengan dengan tingkat pengangguran di negara tersebut. berkaitan dengan hasil-hasil penelitian yang mengkaitkan antara pengangguran dan kemiskinan, maka muncullah sebuah teori yang mengatakan bahwa “tingkat kemiskinan akan bergerak mengikuti tingkat pengangguran. Dalam hal ini ketika tingkat pengangguran mengalami kenaikan maka secara otomatis tingkat kemiskinan akan meningkat.” Menurut Laporan Badan Pusat Statistik, Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia pada Maret 2011 mencapai 39,02 juta orang (12,49 persen). Dengan angka pengangguran pada awal 2011 mencapai 9,25 juta. Salah satu penyebab dari tingginya angka kemiskinan dalam suatu negara adalah peluang dan kesempatan kerja yang sidikit di dalam negara tersebut. Indonesia dengan jumlah penduduknya yang lebih dari 240 juta jiwa termasuk dalam negara yang memiliki jumlah pengangguran terbanyak. Minimnya kesempatan kerja dan persaingan pasar kerja yang begitu ketat di dalam negeri serta peluang memperoleh gaji yang tinggi di luar negeri, telah menyebabkan banyak dari warga Indonesia yang mencoba mencari peruntungan di luar negeri. Warga negara indonesia yang bekerja di luar negeri ini biasa dikenal dengan istilah TKI (Tenaga Kerja Indonesia). Pekerja di sektor informal memiliki persoalan yang berbeda. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh BAPPENAS pada tahun 1998-2002, diketahui bahwa jumlah pekerja di sektor informal lebih besar dari pada pekerja di sektor ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 Perspektif Politik Hukum Terhadap Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Luar Negeri di Indonesia I Safrin Salam 91 formal. Badan Pusat Statistik (BPS) mengiden-tifikasi dari keseluruhan angkatan kerja, ada sekitar 70% yang bekerja di lapangan kerja informal dan sisanya sekitar 39% yang bekerja di lapangan kerja formal. Lapangan kerja informal yang menjadi tempat bagi mayoritas pekerja untuk menggantung-kan nasibnya, didominasi oleh angkatan kerja yang memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah, yaitu lulusan sekolah dasar (SD) dan tidak lulus SD. Keterbatasan kemampuan tenaga kerja untuk berkembang dan himpitan ekonomi keluarga menyebabkan mereka ingin memasuki dunia kerja (Zulfikat Judge. 2012: 27). Persoalan TKI Informal Indonesia di luar negeri yang timbul adalah jugamenjadi persoalan negara baik secaralangsung maupun tidak langsung, sehinggaapapun permasalahan yang timbul,pemerintah berkewajiban untuk ikutcampur baik dalam tindakan observasi,monitoring, pengawasan, pemberianbantun moril (bantuan hukm pengamanandan lainnya) maupun materiil (pemberiansantunan fasilitasi pemulangan dan lainsebagainya). Pemberian tersebut adalahmerupakan bentuk perlindungan negarakepada warganya yang lebih bersifat ad hocatau sementara ketika persoalan timbul (Ahmad Firdaus Sukomono. 2017: 59). Pengiriman TKI keluar negeri memang bisa memberikan manfaat ekonomi yang relatif besar tidak hanya bagi TKI itu sendiri dan keluarganya akan tetapi juga bagi negara, karena itu negara menganggap pengiriman TKI ke luar negeri merupakan sebuah jawaban atas absennya negara dalam menyediakan lapangan kerja. Menurut Kepala BNP2TKI, sekitar Rp 100 miliar dari devisa TKI masuk ke desa-desa di seluruh Indonesia per tahunnya. Keberadaan TKI di luar negeri sebenarnya telah berkontribusi mengurangi masalah pengangguran di Indonesia yang masih cukup tinggi disamping dapat berkontribusi mendatangkan devisa (Purwaka Hari Prihanto. 2013: 58). Keadaan TKI di luar negeri selama beberapa tahun terakhir yang sangat memprihatinkan dan kurang mendapat perhatian dari pemerintah, permasalahan TKI dianggap kurang penting dan pemerintah baru sibuk berbicara pada saat kasus mengemuka di masyarakat dan memperoleh tanggapan negatif dari masyarakat. ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 Perspektif Politik Hukum Terhadap Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Luar Negeri di Indonesia I Safrin Salam 92 Banyaknya TKI di luar negeri rupanya juga berbuntut pada banyaknya masalah- masalah yang dihadapi TKI itu sendiri, dalam berbagai tayangan media massa sudah sering diberitakan bagaimana TKI di luar negeri sering mengalami perlakuan buruk dari majikannya bahkan tidak jarang perlakuan buruk itu berujung kepada kematian. Contoh: Kasus Wilfrida Soik (22), tenaga kerja Indonesia asal Belu, Nusa Tenggara Timur, yang terancam hukuman mati di Malaysia. Di balik ini, masih ada sekitar 264 TKI lain yang terancam hukuman mati. Namun, pemerintah belum menyiapkan langkah antisipasi akibat lemahnya pembenahan. Berdasarkan Data Migrant Care menyebutkan, ke-265 TKI itu hingga Oktober masih menjalani proses hukum di sejumlah pengadilan di luar negeri dengan dakwaan hukuman mati. Sebanyak 213 TKI di antaranya di Malaysia, 33 orang di Arab Saudi, 18 TKI di China, dan 1 orang lagi di Iran. Pemerintah Indonesia yang terkesan lamban bukan berarti tidak peduli melainkan karena tidak memiliki kemampuan yang cukup sesuai dengan kebutuhan TKI. Persoalan TKI di luar negeri umumnya lebih banyak mendapat perhatian khusus dari lembaga swadaya masyarakat dan lembaga bantuan hukum. Lembaga-lembaga tersebut aktif memberikan masukan-masukan berupa saran dan kritik kepada pemerintah untuk meningkatkan perlindungan TKI (Faisal Rani. 2012:18). Permasalahan yang muncul terkait dengan perlindungan hukum terhadap TKI di Luar Negeri perlu dikaitkan dengan Politik Hukum Ketenagakerjaan Indonesia khususnya dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Tenaga Kerja Indonesia, politik hukum adalah kebijakan dasar penyelenggara negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan (Imam Syaukani :32). Cita hukum negara Indonesia adalah a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia b. Mencerdaskan kesejahteraan umum c. Mencerdaskan kehidupan bangsa ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 Perspektif Politik Hukum Terhadap Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Luar Negeri di Indonesia I Safrin Salam 93 d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Hukum ketenagakerjaan merupakan hukum yang dibentuk untuk mengadakan keadilan dalam hubungan kerja (Farrah O. Mahengkeng. 2014, Vol. II, No. 6, Juli. Hlm. 75) Politik hukum yang ada dalam hukum ketenagakerjaan akan dianalisis secara komprehensif untuk diketahui apakah politik hukumnya telah terlaksana atau tidak dalam pembentukan perundang-undangan yang mengatur tentang ketenagakerjaan serta faktor- faktor hukum apa yang memengaruhi sehingga politik hukum uu ketenagakerjaan tidak terlaksana dengan baik sehingga aspek hukum perlindungan terhadap TKI di luar negeri belum efektif terlaksana. Oleh karena itu, penulis dalam makalah ini akan menganilisis politik hukum ketenakerjaan pada masa sekarang dengan lahirnya undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Berdasarkan permasalahan diatas, penulis akan fokus mengkaji permasalahan Bagaimana politik hukum Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negri terhadap perlindungan hukum TKI di Luar Negeri dan Faktor-Faktor hukum apa saja yang memengaruhi pelaksanaan politik hukum Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negri kaitannya dengan perlindungan hukum TKI di Luar Negeri B. Metode Penelitian Penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah dengan menggunajan jenis Penelitian hukum normative dipergunakan untuk menyusun penelitian ini. Bahan-bahan hukum yang akan digunakan diperoleh melalui studi kepustakaan. Bahan-bahan hukum tersebut terdiri dari bahan hukum primer yaitu: peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketenagakerjaan dan literatureliteratur, karya ilmiah hukum yang membahas mengenai penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri serta kamus kamus hukum yang diperlukan. Bahanbahan hukum yang dtersedia dianalisis secara normatif. ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 Perspektif Politik Hukum Terhadap Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Luar Negeri di Indonesia I Safrin Salam 94 C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Politik Hukum Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negri terhadap perlindungan hukum TKI di Luar Negeri. Politik hukum menurut imam syaukani & A. Ahsin Thohari adalah kebijakan dasar penyelenggaraan negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan akan berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan. Berdasarkan pengertian tersebut Secara filosofis politik hukum dari 9 ketenakerjaan diatur dalam UUD 1945, yaitu Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (3). Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 berbunyi tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Sedangkan Pasal 33 ayat 3 menyebutkan Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik materiil maupun spiritual. Implementasi pasal Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 berasal dari asas keterpaduan yang menggambarkan bahwa Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. Asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi Pancasila serta asas adil dan merata. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan berbagai pihak yaitu antara pemerintah, pengusaha dan pekerja/buruh. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerjasama yang saling mendukung. Oleh karena itu politik hukum pembangunan ketenakerjaan harus berdasarkan tujuan dari pembangunan itu sendiri yaitu 1. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi; ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 Perspektif Politik Hukum Terhadap Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Luar Negeri di Indonesia I Safrin Salam 95 Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja merupakan suatu kegiatan yang terpadu untuk dapat memberikan kesempatan kerja seluas-luasnya bagi tenaga kerja Indonesia. Melalui pemberdayaan dan pendayagunaan ini diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat berpartisipasi secara optimal dalam Pembangunan Nasional, namun dengan tetap menjunjung nilai-nilai kemanusiaannya. 2. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah; Pemerataan kesempatan kerja harus diupayakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pasar kerja dengan memberikan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan bagi seluruh tenaga kerja Indonesia sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Demikian pula pemerataan penempatan tenaga kerja perlu diupayakan agar dapat mengisi kebutuhan di seluruh sektor dan daerah. 3. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan 4. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Pembangunan ketenakerjaan ini selain termuat dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negri sebagai pembinaan dan perlindungan TKI yang bekerja di luar negeri. Pasal 3 UU No No. 39 Tahun 2004 menyebutkan tujuan dan perlindungan TKI adalah: a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawai; b. Menjamin dan melindungi calon TKI/TKI sejak di dalam negari, di negara tujuan, sampai kembali ke tempat asal di Indonesia; c. Meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya. ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 Perspektif Politik Hukum Terhadap Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Luar Negeri di Indonesia I Safrin Salam 96 Secara filosofisnya lahirnya Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 didasarkan atas beberapa pertimbangan, khususnya pertimbangan HAM. Berikut pertimbangan lahirnya Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004: a. Bahwa tenaga kerja Indonesia di luar negeri sering dijadikan obyek perdagangan manusia, termasuk perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang- wenangan, kejahatan atas harkat dan mertabat menusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia; b. Bahwa negara wajib menjamin dan melindungi hak asasi warga negaranya yang bekerja baik di dalam maupun di luar negeri berdasarkan prinsip persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi, dan anti perdagangan manusia; c. Bahwa penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri merupakan suatu upaya untuk mewujudkan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang peleksanaannya dilakukan dengan tetap memperhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia dan perlindungan hukum serta pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan hukum nasional; Latar belakang lahirnya Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 merupakan manifestasi bentuk dari politik hukum ketenagakerjaan yang termuat secara tertulis dalam pasal 27 ayat 2 dan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang mengandung 2 (dua) hal kebijakan hukum dalam pelaksanaan ketenagakerjaan di luar negeri, yaitu perlindungan dan pembinaan tenaga kerja di luar ngeri harus berdasar pada a. Pemberdayakan dan Pendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi. b. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah. c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan d. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 Perspektif Politik Hukum Terhadap Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Luar Negeri di Indonesia I Safrin Salam 97 Untuk memperjelas kedudukan politik hukum Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 dalam menjamin pembinaan dan perlindungan TKI diluar negeri dalam design UUD 1945 dilukiskan dalam skema berikut B. Faktor-Faktor Hukum yang Memengaruhi Pelaksanaan Politik Hukum Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negri Kaitannya Dengan Perlindungan Hukum TKI di Luar Negeri. Untuk mengetahui pelaksanaan politik hukum UU No. 34 Tahun 2004, penulis menggunakan pendekatan teori hukum Lawrence M. Friedman, Menurut Lawrence M. Friedman, ada 3 (tiga) komponen yang menjalankan sistem hukum (Achmad Ali: 204) yaitu a. Struktur, yaitu keseluruhan institusi-institusi hukum yang ada beserta aparatnya, mencakupi antara lain Kemenlu, PPJTKI, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang mempunyai tugasBekerjasama dengan Perusahaan yang akan menjadi Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) wajib mendapat izin tertulis berupa Surat Izin Pelaksana Penempatan TKI yang disebut SIPPTKI dari Menteri. Untuk dapat memperoleh SIPPTKI Pasal 13 ayat 1 UU No. 39 tahun 2004, pelaksana penempatan TKI swasta harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Suwardjo. 2012, Vol. 7, No. 1. Hlm. 36):  berbentuk badan hukum perseroan terbatas (PT) yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan;  memiliki modal disetor yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan, sekurang-kurangnya Rp 3.000.000,00 (tiga miliar rupiah);  menyetor uang kepada bank sebagai jaminan dalam bentuk deposito sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) pada bank pemerintah; Politik Hukum UU No. 39 Tahun 2004 Cita Politik Hukum Nasional Ketenagakerjaan Indonesia ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 Perspektif Politik Hukum Terhadap Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Luar Negeri di Indonesia I Safrin Salam 98  memiliki rencana kerja penempatan dan perlindunganTKI di luar negeri sekurang-kurangnya untuk kurun waktu 3 (tiga) tahun berjalan;  memiliki unit pelatihan kerja; dan  memiliki sarana dan prasarana pelayanan penempatan TKI, b. Substansi, yaitu keseluruhan aturan hukum, norma hukum dan asas hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, termasuk putusan pengadilan. antara lain  Undang-Undang No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan  Undang-Undang No. 02 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial  Undang-Undang No. 21 Tahun 2003 Ttg Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan  Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri c. Kultur hukum, yaitu opini-opini, kepercayaan-kepercayaan (keyakinin-keyakinan) kebiasaan-kebiasaan, cara berpikir, dan cara bertindak, baik dari para penegak hukum maupun dari warga masyarakat, tentang hukum berbagai fenomena yang berkaitan dengan hukum. Berdasarkan teori hukum Lawrence M. Friedman, ada 3 faktor yang memengaruhi pelaksanaan politik hukum UU No. 39 Tahun 2004 yaitu struktur, substansi dan kultur hukum. Namun dalam penulisan makalah ini penulis hanya akan fokus pada 2 (dua) faktor yaitu struktur dan substansi. untuk mengetahui pengaruh faktor struktur dan substansi hukum kaitannya dengan pelaksanaan politik hukum dalam UU No. 39 tahun 2004 kaitannya dengan perlindungan hukum terhadap TKI di Luar Negeri, memulai dengan Berdasarkan Data Migrant Care yang menyebutkan, ke-265 TKI diatas hingga Oktober masih menjalani proses hukum di sejumlah pengadilan di luar negeri dengan dakwaan hukuman mati. Sebanyak 213 TKI di antaranya di Malaysia, 33 orang di Arab Saudi, 18 TKI di China, dan 1 orang lagi di Iran. Seluruh TKI didakwa membunuh, mengedarkan narkoba, dan melakukan tindak kriminal lainnya, termasuk tuduhan sihir. Menurut Migrant care 70 ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 Perspektif Politik Hukum Terhadap Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Luar Negeri di Indonesia I Safrin Salam 99 TKI telah divonis mati di tingkat pengadilan rendah, 17 orang sudah memiliki kekuatan hukum pasti sehingga sewaktu-waktu mereka akan menjalani hukuman pancung, gantung, atau ditembak mati. Adapun 62 TKI lain dinyatakan bebas dari hukuman mati. Berdasarkan data migrant care tersebut dapat disimpulkan pelaksanaan politik hukum dari UU No. 39 tahun 2004 belum efektif dalam melindungi TKI di luar negeri, hal ini disebabkan oleh 2 (dua) faktor yaitu 1. Struktur a. Lembaga Ketenagakerjaan Banyaknya lembaga ketenakerjaan yang berfungsi untuk melaksanakan fungsi pengawasan, pelaksanaan dan perlindungan hukum terhadap TKI Domestik dan luar negeri menyebabkan tumpang tindihnya fungsi dari lembaga-lembaga tersebut. UU No. 39 Tahun 2004 justru memberikan peran yang besar terhadap perusahaan swasta seperti Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang diberi wewenang oleh UU dalam melakukan proses penerimaan dan penempataan TKI di luar negeri. Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) atau dahulu dikenal dengan nama Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) selama ini punya peran penting terkait dengan keberadaan TKI. PPTKIS tidak hanya mencari dan merekrut calon TKI, tapi juga membekali sampai calon TKI siap untuk diberangkatkan ke luar negeri PPTKIS pun harus bertanggung jawab terkait perlindungan TKI. Sayangnya, banyak pihak yang kerap menilai PPTKIS tak mampu melaksanakan peran itu. Akibatnya, banyak TKI yang tersangkut masalah, namun tak jelas penuntasannya. Hal ini diperparah dengan lemahnya pengawasan pemerintah. Satu hal yang sering tidak diketahuioleh para calon TKI adalah bahwa ternyatamitra usaha dari PPTKIS yang berada diluar negeri sebenarnya hanyalah berkedudukan sebagai agen atau perantaradi negaranya atau dengan kata lain bukanlah pihak yang menjadimajikan/mempekerjakan para TKI secaralangsung, sedangkan yang mempekerjakan TKI adalah pihak ketiga yang sebelumnya tidak diketahui oleh para calon TKI itu sendiri (Meita Djohan Oelangan. 2014, Vol. 9 No 1. Hlm. 51). sedangkan pemerintah seperti BNP2TKI, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 Perspektif Politik Hukum Terhadap Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Luar Negeri di Indonesia I Safrin Salam 100 (Depnakertrans) dan kemenlu memiliki kewenangan terbatas dalam hal perlindungan TKI di luar negeri. Akibatnya minus koordinasi dan lepasnya tanggung jawab para pihak baik perusahaan swasta sebagai penanggung jawab penuh TKI di Luar Negeri maupun pemerintah sendiri jika TKI bermasalah di Luar Negeri. b. Sarana Pengaduan yang minim disediakan oleh Pemerintah di Luar Negeri kepada TKI Menurut Pasal 7 poin b dan c UU No. 39 tahun 2004, tugas dan tanggung jawab pemerintah adalah a) mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI; b) membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di luar negeri; Namun faktanya menunjukan prosesi pra pembinaan atau pembengkalan sampai pra penempatan TKI di Luar negeri, tidak dibekali dengan sarana yang memadai kepada TKI, seperti pemberian HP kepada TKI untuk melaporkan apa yang terjadi padanya selama di luar negeri, sistem pendataan yang jelas tiap bulannya yang dilakukan oleh BNP2TKI dalam rangka mengawasi aktifitas TKI di luar negeri. Sistem sarana perlindungan TKI oleh pemerintah belum efektif dilaksanakan di Luar Negeri. Akibatnya perilaku diskiriminasi, penganiayaan oleh majikan kepada TKI tiap tahunnya meningkat. Bahkan tidak jarang TKI yang menerima siksaan menerima siksaan dipersalahkan oleh majikannya. Hal ini jelas akan mengakibatkan perlindungan hukum TKI di luar negeri tidak akan berjalan efektif. Akibatnya spirit politik hukum dalam UU No. 39 tahun 2004 tidak akan tercapai. 2. Substansi Pada konteks substansi hukum Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 terkait dengan perlindungan terhadap TKI di Luar negeri ada 3 (tiga) masa bentuk perlindungan yang diberikan yakni yaitu masa pra penempatan, masa penempatan, dan purna penempatan dengan rincian (Hidayat Andyanto. 2014, Vol. 1 No. 1 Hlm. 4-5 ): a) Perlindungan pra penempatan, bentuk perlindungan yang dilakukan terhadap calon TKI/TKI pada masa pra penempatan ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 Perspektif Politik Hukum Terhadap Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Luar Negeri di Indonesia I Safrin Salam 101 b) Perlindungan masa penempatan, perlindungan terhadap TKI selama masa penmpatan c) Perlindungan purna penempatan, perlindungan yang dilakukan terhadap TKI yang mengakhiri purna kerjanya atau dikenal TKI purna Secara substansi pengaturan pembinaan dan perlindungan hukum terhadap TKI di luar negeri di atur dalam UU No. 39 tahun 2004. Menurut Pasal 8 UU No. 39 tahun 2004, Setiap calon TKI mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk: a. Bekerja di luar negeri; b. Memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeri dan prosedur penempatan TKI di luar negeri; c. Memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di luar negeri; d. Memperoleh kebebasan menganut aama dan keyakinannya serta kesempatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya. e. Memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan. f. Memperoleh hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di negara tujuan; g. Memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang- undangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang- undangan selama penampatan di luar negeri; h. Memeproleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan TKI ke tempat asal; i. Memperoleh naskah perjanjian kerja yang asli. D. PENUTUP Berdasarkan penjelasan, penulis menyimpulkan bahwa Politik Hukum Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri ada 4 (empat) yaitu 1) Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi; 2) Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 Perspektif Politik Hukum Terhadap Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Luar Negeri di Indonesia I Safrin Salam 102 penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah; 3) Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan 4) Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Faktor Hukum yang memengaruhi pelaksanaan politik hukum Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negri kaitannya dengan perlindungan hukum TKI di Luar Negeri ada 2 (dua) yaitu 1) Struktur (a. Lembaga Ketenagakerjaan, b. Sarana Pengaduan yang minim disediakan oleh Pemerintah di Luar Negeri kepada TKI) dan 2) Substansi. DAFTAR PUSTAKA Buku Imam Syaukani & A. Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, Jurnal Zulfikat Judge. 2012. Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Indonesia di Luar Neger. Lex Jurnalica (Journal of Law) Vol 9, No 3. Purwaka Hari Prihanto. 2013. Kebijakan Moratorium Pengiriman Tenaga Kerja ke Luar Negeri dan Dampaknya Terhadap Peningkatan Kualitas Pekerja Migran Indonesia. Jurnal Paradigma Ekonomika Vol 1, No 8. Ratih Probosiwi. Analisis Undang-Undang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Jurnal Kawistara Vol. 5 No. 2. Faisal Rani. 2012. Peran Birokrasi Dalam Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri. Jurnal Ilmu Pemerintahan Nakhoda Vol. 11, No. 17. Farrah O. Mahengkeng. 2014. Penyidikan Tindak Pidana Dalam Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Jurnal Lex et Societtis, Vol. II, No. 6, Juli. Hlm. 75 ISSN 2528-360X Volume 3 Nomor 1 Desember 2018 e-ISSN 2621-6159 Perspektif Politik Hukum Terhadap Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Luar Negeri di Indonesia I Safrin Salam 103 Gloria Gunawan. 2015. Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Lex Privatum, Vol III, No. 2. Suwardjo. 2012, Prosedur Penempatan Tenaga Kerja ke Luar Negeri Oleh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKS). Jurnal Smooting Vol. 7, No. 1. Meita Djohan Oelangan. 2014. Implementasi Perjanjian Kerda Dalam Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri. Jurnal Pranata Hukum Vol. 9 No 1. Hidayat Andyanto, Dian Novita.2014. Peran Pemerintah Daerah dalam Melindungi Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Jendela Hukum Vol. 1 No. 1