55 PERSEPSI ANAK DAN ORANG TUA TENTANG KUALITAS HIDUP ANAK PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 1 (The Type 1 Diabetic Children’s Quality Of Life from Children and Parents Perspective) N.Agustini*, Allenidekania*, Mariam Effendi** *Departemen keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia **Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangun Kusumo E-mail : tufahati@ui.ac.id ABSTRAK Pendahuluan: Jenis-1 Diabetes mellitus (T1D) manajemen adalah penting untuk meningkatkan kualitas hidup pada anak-anak penderita diabetes. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan membandingkan orang tua dan anak- anak perspektif dalam kualitas hidup terkait dengan T1D. Metode cross sectional digunakan untuk 35 anak-anak angka dua (berusia 8-18 tahun) dan orang tua mereka. Anak-anak telah terdaftar di atas rumah sakit rujukan di Indonesia. Mereka mengisi PedsQL® Modul Diabetes 3.2 dengan laporan diri. Data dianalisis dengan t-test. Karakteristik responden terdiri dari anak-anak dan orang tua usia, panjang menjadi diagnosis dengan T1D dan jumlah kunjungan dalam 6 bulan terakhir. Kualitas dimensi kehidupan diukur pada bulan lalu karena data yang dikumpulkan. Ini terdiri dari tanda dan gejala, penyakit dan terapi, perhatian manajemen T1D terkait komplikasi dan komunikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak usia rata-rata berusia 13,11 + 2,85 tahun dibandingkan dengan orang tua (berusia 41,03 + 8,34 tahun). Rata-rata lama menjadi diagnosis dengan T1D adalah 4.54 2,87 tahun dan rata-rata jumlah kunjungan dalam 6 bulan terakhir adalah 5,8 + 1,79. Total skor kualitas hidup dari perspektif orang tua dan anak-anak 64,41% + 10,97 dan 63,09% + 13,25. Selain itu, analisis t-test menemukan bahwa ada perbedaan yang signifikan dalam perspektif orang tua dibandingkan dengan perspektif anak-anak mengenai kualitas hidup terkait dengan T1D. Kesimpulannya, anak-anak memiliki persepsi yang relatif lebih rendah dalam mengevaluasi kualitas hidup mereka di T1D dibandingkan dengan orang tua. Oleh karena itu, perlu bagi perawat untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi serta mekanisme yang berkaitan dengan manajemen T1D sehingga perawat dapat mengembangkan rencana keperawatan individu untuk meningkatkan kualitas anak-anak T1D tentang kehidupan mengatasi. Keyword (s): Kualitas Hidup, Type-1 Diabetes mellitus, Orangtua, Anak-anak, Perspektif ABSTRACT Introduction: Type-1Diabetes mellitus (T1D) management is important to increase the quality of life in diabetic children. This research aimed to explore and to compare the parents and children perspective in the quality of life related to T1D. Cross sectional method was used to 35 dyad children (8-18 years old) and their parents. Children have been registered in top referral hospital in Indonesia. They filled the PedsQL® Module Diabetes 3.2 by self-report. Data were analyzed by t-test. The characteristic of respondents consist of the children and parents age, length of being diagnoses with T1D and the number of visit in the last 6 months. Quality of life dimensions were measured in the last month since data collected. It consists of sign and symptom, disease and therapy, T1D management concern related to complication and communication. The result showed that the children mean age was 13.11 + 2.85 years old compared to parents (41.03 + 8.34 years old). The average length of being diagnoses with T1D was 4.54 +2.87 years and the average number of visit in the last 6 months was 5.8 + 1.79. Total score of quality of life from parents and children perspective were 64.41% + 10.97 and 63.09% + 13.25. Moreover, t-test analysis found that there was significant difference in parent perspective compared to the children perspective regarding quality of life related to T1D. In conclusion, children have relatively lower perception in evaluating their quality of life in T1D compared to the parents. Therefore, it is necessary for nurses to explore the influencing factors as well as coping mechanism related to T1D management so that nurses can develop individual nursing plan to increase the T1D children's quality of life. Keywords: Quality of Life, Type-1 Diabetes mellitus, Parents, Children, Perspective PENDAHULUAN DM tipe 1 sering ditemui pada masa kanak-kanak, remaja dan semua umur. Diabetes melitus tipe 1 merupakan salah satu penyakit kronis yang sampai saat ini belum dapat disembuhkan. Diabetes melitus yang tidak mendapat tatalaksana yang baik dapat menyebabkan beberapa komplikasi, baik komplikasi jangka pendek seperti hipoglikemi dan hiperglikemi ataupun komplikasi jangka panjang berupa nefropati dan retinopati yang secara langsung akan mempengaruhi kualitas hidup (Hockenbery, M., J., & Wilson, 2013) Penyakit kronik didefinisikan sebagai suatu kondisi yang memerlukan monitoring jangka panjang atau minimal selama 6 bulan dan memerlukan manajemen khusus untuk mengontrol gejala yang terjadi baik karena gangguan fisik, kognitif, psikososial maupun sosial (Bowden, V.R., & 2 Greenberg, 2010). Salah satu penyakit kronik yang saat ini menjadi perhatian serius dalam pelayanan kesehatan Indonesia adalah penyakit diabetes mellitus, khususnya diabetes mellitus tipe 1 (DM tipe 1). Berdasarkan data dari Persi, kasus diabetes di Indonesia saat ini menduduki peringkat keempat terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India dengan jumlah penderita diabetes pada tahun 2003 adalah 13,7 juta orang dan pada tahun 2030 diperkirakan akan bertambah menjadi 20,1 juta penderita dengan tingkat prevalensi 14,7 persen untuk daerah urban dan 7,2 persen di rural, Sementara itu, berdasarkan laporan, kasus diabetes tipe-1 pada anak di awal tahun 1990, dalam kurun waktu satu tahun ditemukan sekitar 10 kasus. Sejak tahun 2000-an hampir setiap bulan terdapat kasus baru DM tipe 1 dan pada tahun 2009 setiap bulan terdapat lebih dari 2 kasus baru yang terdeteksi (Izn, 2011; Pulungan, 2009). Pengelolaan DM tipe-1 berdasarkan konsensus nasional adalah mengoptimalkan kualitas hidup penderita. Kompleksitas permasalahan yang terjadi pada anak DM tipe 1 dapat berakibat munculnya permasalah gangguan fisik, psikologis maupun sosial yang dapat mengganggu aktivitas anak baik di rumah maupun di sekolah. Anak mungkin akan mengalami keterlambatan dalam mengikuti kegiatan di sekolah karena anak diharuskan istirahat di rumah. Anak juga mungkin mengalami stres dan rendah diri karena memerlukan pengobatan insulin sepanjang hidupnya. (IDAI, 2009). Penelitian tentang kualitas hidup anak penderita diabetes tipe-1 di Indonesia masih jarang peneliti temukan, oleh karena itu penellitian ini sangat penting dilakukan sebagai bahan kajian yang komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan anak dengan diabetes tipe-1 beserta keluarganya. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif deskriptif analitik dengan pendekatan potong lintang (cross sectional) yang mengukur variabel bebas dan terikat dalam satu waktu. . Variabel bebas pada penelitian ini adalah kualitas hidup anak berdasarkan persepsi anak dan variabel terikat adalah kualitas hidup anak berdasarkan persepsi orang tua. Hipotesis yang ingin ditegakan adalah tidak ada perbedaan skor kualitas hidup anak antara yang dipersepsikan anak dan yang dipersepsikan oleh orangtua. Populasi pada penelitian ini adalah anak semua anak yang mengidap Diabetes mellitus tipe 1 dengan populasi terjangkaunya adalah anak usia sekolah dan remaja pengidap DM tipe 1 yang terdaftar di RS Cipto mangunkusumo. Sampel penelitian ini adalah sebagain anak dengan DM tipe 1 yang bersedia menjadi responden, yang dipilih secara konsekutif. Kriteria inklusi adalah anak usia sekolah dan remaja (8-18 tahun), pasien rawat jalan, bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian, orangtua memberikan ijin mengikutkan anak dalam penelitian. Jumlah sampel ditentukan berdasarkan rumus penelitian analitis numerik tidak berpasangan. Simpang baku untuk kelompok ibu adalah 12.5 dan kelompok remaja 18.5 didapatkan dari penelitian oleh Hillard (2010). Simpang baku gabungan didapatkan hasil 18.09, peneliti menetapkan bahwa tipe kesalahan 1 adalah 5% (Z=1.96) dan kesalahan tipe 2 adalah 10% (Z=12.82) dan selisih minimal yang dianggap bermakna adalah 15 skor, maka jumlah sampel yang diperlukan dengan penambahan 10 % menjadi 35 anak penderita DM tipe-1dan 35 orang tuanya. Proses pengumpulan data yang penelkiti lakukan meliputi beberapa tahapan yaitu uji etik penelitian didapatkan dari Fakultas Ilmu Kedokteran UI, perijinan penelitian dari RS Cipto Mangunkusumo, mendata pasien anak pengidap DM tipe 1 usia 8-18 tahun berdasarkan hari kontrol Senin dan Kamis, membuat daftar responden yang memenuhi kriteria inklusi, menghubungi orangtua dan anak yang memenuhi kriteria inklusi dan menjelaskan tujuan, manfaat penelitian dan kegiatan penelitian serta mendapatkan persetujuan berpartisipasi dalam penelitian, terakhir dilakukan pengambilan data dengan meminta anak dan orang tuanya untuk mengisi kuesioner, bagi anak yang kesulitan membaca peneliti membantu anak dalam mengisi kuesioner dengan cara membacakan kuesioner dan meminta anak memilih jawaban berdasarkan pilihan dari kuesioner yang dibacakan. 57 Alat ukur pada penelitian ini terdiri dari kuesioner A, mengukur karakteristik responden: usia, jenis kelamin, lama terdiagnosa, frekuensi kunjungan ke poli, pemantauan mandiri yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan tujuan penelitian. Kuesioner B adalah PedsQl™ Diabetes Module yang dibuat oleh Varni (2003). Kuesioner ini dibagi menjadi 2 yaitu kuesioner B1 yang diisi oleh anak dan kuesioner B2 yang diisi oleh orang tua, berupa laporan orang tua tentang kualitas hidup anaknya. Kuesioner PedsQl™ Diabetes Module dibedakan berdasarkan usia dari anak pra sekolah sampai dengan dewasa. Pada penelitian ini kuesioner yang digunakan adalah kuesioner untuk anak usia 8-18 tahun dan orangtua dari anak usia 8-18 tahun. Pernyataan dalam kuesioner terdiri dari 33 item, dengan 5 pilihan respon secara Likert. Pilihan 0 (hampir tidak bermasalah), 1 (agak bermasalah), 2 (kadang bermasalah), 3 (sering bermasalah), dan 4 (hampir selalu bermasalah). Untuk analisis selanjutnya skor yang dipilih dibalik interpretasinya menjadi 0=100,1=75, 2=50, 3 =25 dan 4=0. Makin tinggi skor maka kualitas hidup anak pengidap DM tipe 1 makin baik. Alat ukur kualitas hidup anak dengan DM yang digunakan pada penelitian ini merupakan adaptasi dari alat ukur yang digunakan di luar Indonesia. Sebelum alat ukur ini digunakan, peneliti menerjemahkan dulu ke dalam bahasa Indonesia, kemudian hasil terjemahan direview oleh dua orang pakar bahasa Inggris untuk diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Inggris, Berasarkan hasil review secara makna kuesioner asli sudah memiliki makna yang sama dengan hasil terjemahan bahasa Indonesia, maka alat ukur yang sudah diterjemahkan tersebut dilakukan uji keterbacaan kepada 10 orang anak dengan DM tipe 1 dan orang tuanya. Hasil ujicoba didapatkan kesulitan pemahaman pada kuesioner harapan untuk pertanyaan nomor 5 orang tua dan kuesioner PedsQL nomor 5 dan 6 pada kolom pertanyaan pengobatan II, baik kuesioner yang diisi oleh anak meupun orang tua. Berdasarkan hasil ujicoba kemudian dilakukan revisi. Kuesioner yang telah direvisi kemudian digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini. HASIL Tabel 1. Rerata responden berdasarkan karakteristik dan kualitas hidup anak Variabel Mean SD (Min-Max) Usia Anak 13,11 2,85 (7-18) Orang tua 41,03 8,34 (29-71) Lama terdiagnosa 4,54 2,87 (1-11) Frekuensi kunjungan poli 5,80 1,79 (2-12) Kualitas hidup Penilaian anak 63,09 13.25 (28.79-87.88) Penilaian orang tua 64,41 10.97 (37.12-82.88) Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Anak berdasarkan Jenis Kelamin dan Pemantauan mandiri Variabel n (%) Jenis kelamin anak Laki-laki Perempuan 9 26 (25,7) (74,3) Pemantauan mandiri Rutin Tidak rutin 30 5 (85,7) (14,3) Tabel 3. Perbedaan rerata skor kualitas hidup anak berdasarkan penilaian oleh anak dan penilaian orang tua Kualitas Hidup Rerata SD Nilai p Perbedaan rerata (IK95%) Penilaian oleh anak 63,09 13,25 0,000 (28.79-87.88) Penilaian oleh orang tua 64,41 10,97 0,000 (37.12-82.88) 2 Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata usia anak pada penelitian ini yaitu 13,11 tahun dengan usia terendah yaitu 7 tahun dan usia tertinggi yaitu 18 tahun dengan sebagian besar berjenis kelamin perempuan (74,3%) dan rutin dalam melakukan monitoring dula darah mandiri (85,7%). Rerata usia orang tua yang memiliki anak DM tipe 1 pada penelitian ini yaitu 41,03 tahun dengan usia terendah adalah 29 tahun dan usia tertinggi adalah 71 tahun (lihat table 1 dan 2). Rerata skor kualitas hidup anak yang diukur oleh dirinya sendiri adalah 63,09, sedangkan yang dipersepsikan oleh orang tua adalah 64,41.dianalisis secara univariat dan bivariat (lihat table 1). Berdasarkan analisis secara bivariat didapatkan bahwa terdapat perbedaan bermakna skor kualitas hidup anak DM tipe-1 antara pengukuran yang dilakukan oleh diri anak sendiri dan yang dilakukan oleh orang tua dengan nilai p<0,05 (lihat tabel 3) PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukan bahwa skor kualitas hidup anak yang dinilai oleh anak dan yang dipersepsikan oleh orang tua memiliki perbedaan yang bermakna (p = 0.00). Nilai rata-rata skor kualitas hidup berdasarkan penilaian anak lebih rendah dari skor kualitas hidup anak yang dipersepsikan orang tua (63,09; 64,41). Hasil penelitian skor kualitas hidup anak dalam penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Froisland (2012) dan Bas (2011). Penelitian Froisland menemukan bahwa skor kualitas hidup anak usia sekolah dan remaja yang dinilai orang tua memiliki skor lebih rendah dari yang dinilai oleh anak dan Bas menjelaskan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penilaian skor kualitas hidup anak yang dinilai oleh anak maupun yang dipersepsikan oleh ibu memiliki skor yang sama secara bermakna. Beberapa penelitian yang menjelaskan mengapa penilaian kualitas hidup dari orang tua lebih rendah daripada yang dilakukan oleh anak sendiri disebabkan oleh beberpa faktor, seperti: perasaan distress orangtua ketika anaknya didiagnosis DM tipe-1, ketakutan orang tua akan kejadian hipoglikemia pada anaknya (Whittemore, R., Jaser, S., Chao, A., Jang, M., & Grey, 2012). Penelitian yang menunjukkan penilaian skor kualitas hidup anak DM tipe-1 oleh orang tua lebih tinggi dari penilaian oleh anak sendiri belum teliti temukan. Beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan adalah status ekonomi dari responden (orang tua) dalam penelitian ini meskipun peneliti tidak analisis secara kuantitatif, namun berdasarkan wawancara dengan beberapa responden orang tua didapatkan informasi bahwa cek GD mandiri yang dilakukan di rumah tidak mengikuti jadwal dikarenakan keterbatasan ekonomi. Kurang patuhnya orang tua dalam melakukan cek gula darah di rumah menunjukkan kurangnya rasa kekhawatiran orang tua akan komplikasi yang dapat terjadi pada anak, sehingga penilaian orang tua terhadap kualitas hidup anak menjadi lebih tinggi dari penilaian yang dilakukan anak sendiri. Faktor lain yang juga dapat berkontribusi dalam kualitas hidup anak yang lebih rendah dari yang dipersepsikan oleh orangtuanya adalah adanya hambatan anak dalam berkomunikasi dengan tenaga kesehatan dan munculnya gangguan emosional yang terjadi pada anak selama menderita penyakit diabetes tipe-1. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lowes et al., (2015) yang menyatakan bahwa kemampuan komunikasi yang baik oleh tenaga kesehatan memberikan pengalaman klinik positif yang mendorong pengambilan keputusan bersama, seperti kesempatan belajar, meningkatkan kepercayaan pasien untuk mengelola diabetes. Namun, ketika tenaga perawatan dan kesehatan menggunakan bahasa yang sulit (jargon) selama konsultasi klinik, anak- anak dan remaja dilaporkan merasa bingung dan frustrasi, dan melihat sedikit manfaat saat datang ke klinik. Keterampilan komunikasi yang buruk mengakibatkan anak dan remaja merasa tidak diperhatikan saat konsultasi, menjadi bingung tentang rejimen pengobatan, dan kehilangan kepercayaan dalam mengelola kondisi kesehatan mereka (Lowes et al., 2015). Hambatan anak dalam berkomunikasi dengan tenaga kesehatan dan munculnya masalah emosional pada anak merupakan gambaran akan kualitas hidup anak yang tidak baik, hal ini peneliti temukan pada sebagian besar anak yang menjadi responden 59 dalam penelitian ini. Kualitas hidup berdasarkan alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gambaran dari beberapa komponen penilaian yaitu seberapa sering anak mengalami gejala, bagaimana anak dalam mematuhi program terapi, seberapa sering anak mengalami kekahawatiran akan masalah yang akan timbul serta bagaimana kesiapan anak dalam melakukan komunikasi tentang penyakit yang dirasakan kepada tenaga kesehatani. Peneliti melakukan perubahan pada lembar jawaban yang semula dinyatakan dalam bentuk skala Likert 0-4 (tidak pernah, hampir tidak pernah, kadang-kadang, selalu, dan sering) menjadi 2 kategori, yaitu skala tidak pernah dan hampir tidak pernah peneliti kategorikan 2 (berkualitas) dan skla lainnya peneliti kategorikan menjadi 1 (tidak berkualitas). Berdasarkan perubahan skala ukur kemudian dilakukan analisis dari komponen-komponen kualitas hidup. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa kualitas hidup intuk komponen gejala, kuatir akan masalah, dan komunikasi dengan tenaga kesehatan berdasarkan penilaian yang dilakukan anak sendiri dapat dikatakan tidak berkualiatas. Kondisi ini dapat dilihat dari sebagian besar anak (>50%) menyatakan bahwa dalam 6 bulan terakhir kadang- kadang, selalu, atau sering mengalami timbulnya gejala, merasakan kuatir akan masalah, dan merasa mengalami kesulitan berkomunikasi dengan tenaga kesehatan tentang penyakit yang dideritanya. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kualitas hidup anak berdasarkan penilaian anak memiliki skor lebih rendah dari penilaian orang tua. Perbedaan penilaian ini dapat diartikan sebagai suatu disparitas antara realitas yang dirasakan anak dengan penilaian orang tua. Anak mungkin merasakan penderitaan akan sakitnya namun orang tua sebagai support system terdekat tidak melihat kondisi tersebut. perawat perlu menggali lebih dalam tentang pengalaman anak selama menderita diabetes tipe-1 dan melakukan evaluasi terhadap pemahaman anak tentang penyakit, pengobatan dan manajemen perawatan mandiri yang telah dilakukan anak dan orang tua. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa jumlah responden yang terdiri dari 35 pasang anak penderita DM tipe-1 dan orang tuanya memiliki skor kualitas hidup yang berbeda, berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh anak dan orang tuanya, dengan penilaian orang tua terhadap skor kualitas hidup anak diabetes tipe-1lebih tinggi daripada penilaian yang dilakukan oleh anak sendiri. Saran Peneliti menyarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup anak diabetes tipe-1, agar perawat dapat melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif. KEPUSTAKAAN Bowden, V.R., & Greenberg, C. S. (2010). Children and their families: The continuum of care. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Hockenbery, M., J., & Wilson, D. (2013). Wong’s Esential of Pediatric Nursing. Missouri: Elsevier Mosby. Izn. (2011). Perkembangan diabetes di Indonesia. Retrieved from http://www.pdpersi.co.id Pulungan, A. & H. (2009). Diabetes mellitus tipe-1: penyakit baru yang akan makin akrab dengan kita. Majalah Kedokteran Indonesia, 59(10). Whittemore, R., Jaser, S., Chao, A., Jang, M., & Grey, M. (2012). Psychological Experience of Parents of Children With Type 1 Diabetes. A Systematic Mixed- Studies Review. The Diabetes Educator, 38(4), 562–579. 2