NERS Vol 10 No 2 Okt 2015.indd 233 TANDA GEJALA DAN KEMAMPUAN MENGONTROL PERILAKU KEKERASAN DENGAN TERAPI MUSIK DAN RATIONAL EMOTIVE COGNITIF BEHAVIOR THERAPY (Sign and Symptom and Ability to Control Violent Behaviour with Music Therapy and Rational Emotive Cognitive Behaviour Therapy) Heri Setiawan*, Budi Anna Keliat**, Ice Yulia Wardani ** *Mahasiswa Magister Ilmu Keperawatan Kekhusussan Keperawatan Jiwa Kampus FIK UI, Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok, Jawa Barat-16424 **Kelompok Keilmuan Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Email: herirsjs09@yahoo.com ABSTRAK Pendahuluan: Angka perilaku kekerasan cukup tinggi pada klien gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit jiwa. Dampak perilaku kekerasan dapat berakibat mencederai orang lain. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas terapi musik dan rational emotive cognitive behaviour therapy (RECBT) terhadap perubahan tanda gejala dan kemampuan klien mengontrol perilaku kekerasan. Metode: Desain penelitian quasi eksperimental, jumlah sampel 64 responden dengan purposive sampling. Hasil: penelitian menunjukkan penurunan tanda gejala perilaku kekerasan dan peningkatan kemampuan mengontrol perilaku kekerasan lebih besar pada kelompok yang mendapatkan terapi daripada yang tidak mendapatkan. Diskusi: Terapi Musik dan RECBT direkomendasikan sebagai terapi keperawatan pada klien perilaku kekerasan. Kata kunci: kemampuan, perilaku kekerasan, tanda gejala, terapi musik, RECBT ABSTRACT Introduction: Prevalence of violence is highly occur in mental disorders clients at psychiatric hospitals. The impact is injure to others. This research aims to examine the effectiveness of music therapy and RECBT to sign and symptom and ability to control violent behaviour. Methods: Quasi-experimental research design with a sample of 64 respondents. Results: The study found a decrease symptoms of violent behaviour, ability to control violent behavior include relaxation, change negative thingking, irational belief, and negative behavior have increased significantly than the clients that did not receiving therapy. Discussions: Music therapy and RECBT is recommended as a therapeutic nursing at the client’s violent behaviour. Keywords: violent, sign and simptom, ability, music therapy, RECBT PENDAHULUAN Data yang didapatkan dari WHO (2015) menunjukkan jumlah orang yang mengalami Skizofrenia di seluruh dunia adalah 7 dari 1000 pendudu k di dunia yait u sebesar 21 juta orang, tiga dari empat kasus gejala yang muncul ter jadi pada usia 15 dan 34 tahun (Stuart, 2013). Data RISKESDAS tahun 2007 menunjukkan prevalensi nasional gangguan jiwa berat yaitu skizofrenia sebesar 0,46%, atau sekitar 1,1 juta orang atau 5,2% dari jumlah penderita skizofrenia di seluruh dunia. Prevalensi skizofrenia di Provinsi Jawa Tengah yaitu 0,33% penduduk, masih di bawah prevalensi skizofrenia di Indonesia. Data riset kesehatan dasar (2013) dengan responden yang diteliti adalah 1.027.763 ART menunjukkan prevalensi gangguan jiwa berat nasional sebesar 1,7 per mill, sedangkan gangguan jiwa berat di provinsi jawa tengah yaitu 2,3 per mill. Jumlah rasio penderita Skizofrenia dengan jumlah penduduk di Indonesia masih di bawah jumlah rasio penderita skizofrenia di dunia, akan tetapi masih tergolong cukup tinggi. Sebagian kasus skizofrenia terjadi antara 20 –25 tahun, di mana tahap kehidupan. S e s e o r a n g m e n c a p a i k e m a n d i r i a n , m e n g e m b a n g k a n h u b u n g a n d e n g a n pasangan, mulai mengejar karir atau tujuan hidup akan berdampak pada keberhasilan sosial d a n p eke r ja a n seh i ng ga d apat m e n g h a n c u r k a n ke h id u p a n ( El a i n e , et al, 2005). Prevalensi Skizofrenia cukup tinggi dan terjadi pada usia produktif. 234 Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 233–241 Penel it ia n ya ng t ela h d ila k u k a n menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara pender it a sk izof ren ia dengan per ila k u kekerasan, meskipun tidak semua skizofrenia melakukan perilaku kekerasan. Sistematik review untuk melihat adanya risiko perilaku kekerasan pada penyakit psikotik yait u terdapat 20 studi termasuk 18.423 individu dengan gangguan skizofrenia menunjukkan peningkatan r isiko per ilak u kekerasan, perilaku kekerasan yang dilakukan oleh klien dengan skizofrenia adalah 13,2% dibandingkan dengan populasi pada umumnya yaitu sebesar 5,3% (Fazel, et al., 2009). Prevalensi perilaku kekerasan yang dilakukan oleh orang dengan skizofrenia adalah 19,1% (Swanson, 2006). Penelitian lain menunjukkan bahwa Data klien perilaku kekerasan pada berbagai seting, menunjukkan adanya perbedaan dari tiap negara. Australia 36,85%, Kanada 32,61%, Jer man 16,06%, Italia 20,28%, Belanda 24,99%, Norwegia 22,37%, Kanada 32,61%, Swedia 42,90%, Amerika Serikat 31,92% dan Inggris 41,73%. Studi dilakukan di berbagai setting mulai dari unit akut, unit forensik dan pada bangsal dengan tipe yang berbeda beda. Penelitian dilakukan dengan jumlah total 69.249 klien dengan rata-rata sampel 581,9 klien (Bowers, et al., 2011). Angka tersebut tergolong cukup tinggi di berbagai negara di dunia. Perilaku kekerasan dilakukan karena ketidakmampuan dalam melakukan koping terhadap stres, ketidakpahaman terhadap situasi sosial, tidak mampu untuk mengidentifikasi stimulus yang dihadapi, dan tidak mampu mengont rol dorongan unt uk melak ukan perilaku kekerasan (Volavka & Citrome, 2011). Dampak dari perilaku kekerasan yang muncul pada skizofrenia dapat mencederai atau bahkan menimbulkan kematian, pada akhirnya dapat memengaruhi stigma pada klien skizofrenia (Volavka, 2012). Stigma yang berkembang di masyarakat dan penolakan terhadap orang dengan skizof renia dan gangguan mental lainnya menjadi penghalang dalam proses pemulihan, integrasi di dalam masyarakat, dan peningkatan kualitas hidup klien gangguan jiwa (Ahmed, et al.,2014). Stigma yang berkembang di masyarakat menimbulkan penilaian bahwa gangguan jiwa identik dengan perilaku kekerasan. Orang lain menganggap bahwa klien gangguan jiwa berbahaya sehingga tidak mau untuk mendekati klien gangguan jiwa yang pernah melakukan tindakan perilaku kekerasan. U p a y a y a n g d i l a k u k a n u n t u k menurunkan tanda gejala dan peningkatan kemampuan mengontrol perilaku kekerasan adalah dengan terapi musik dan RECBT. Kombinasi terapi musik dan RECBT akan memberikan dampak yang lebih luas pada tanda gejala yang dialami oleh klien perilaku keke r a sa n. Te r api mu si k membe r i k a n kenyamanan pada klien dan mengalami proses relaksasi. Terapi musik juga dapat menurunkan stimulus yang mengakibatkan tanda gejala perilaku kekerasan masih muncul (Chlan, 2011). Terapi musik dan RECBT memberikan efek yang saling mendukung untuk menurunkan tanda gejala kognitif, afektif, fisiologis dan perilaku. Dampak pada tanda gejala sosial adalah dampak sekunder dari pemberian terapi musik dan RECBT, apabila k lien mempu nyai kema mpu a n menurunkan tanda gejala dengan relaksasi, mengubah pikiran negatif, keyakinan irasional dan perilaku negatif, maka akan berdampak pada kemampuan dalam hal sosialisasi dengan orang lain dengan menunjukkan perilaku yang positif. Penelitian dilakukan di RSJ Prof Dr Soerojo Magelang. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit vertikal tipe A kementerian kesehatan yang khusus merawat klien dengan gangguan jiwa dan NAPZA sebagai salah satu pusat r ujukan klien gangguan jiwa di Indonesia. Kapasitas tempat tidur yang tersedia adalah 720 dan 680 tempat tidur diantaranya untuk klien dengan gangguan jiwa. Jumlah klien yang dirawat di RSJ Prof Dr Soerojo Magelang bulan September 2104 yaitu 249 klien, bulan Oktober yaitu 231 klien, bulan November 2014 yaitu 224 klien dan bulan Desember 2014 yaitu 306 klien, dengan rata-rata BOR 40,5%. Nilai BOR menurun dikarenakan kebijakan lama rawat yang lebih singkat yaitu 35 hari. Studi pendahuluan yang dilakukan pada 51 dokumen menunjukkan klien skizofrenia sebanyak 80,34% dengan 235 Tanda Gejala dan Kemampuan Mengontrol Perilaku Kekerasan (Heri Setiawan, dkk.) diagnosa keperawatan perilaku kekerasan sebanyak 46,34% (19 klien). Selama bulan Januari, rata-rata klien masuk dengan perilaku kekerasan 2-3 klien di bangsal putra dan 1–2 klien di bangsal putri. Angka tersebut cukup tinggi. Upaya yang dilakukan di RSJ Prof Dr Soerojo Magelang adalah pemberian terapi generalis, REBT dan assertiveness training dan hasilnya belum optimal. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh efektivitas terapi musik dan RECBT terhadap tanda gejala dan kemampuan mengontrol perilaku kekerasan. BAHAN DAN METODE Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah quasi experiment with control group dengan perbandingan satu kelompok intevensi dan satu kelompok kontrol. Dua kelompok intervensi yang mendapat Terapi Musik dan RECBT tersebut antara lain: kelompok yang diberikan terapi kombinasi terapi musik dan RECBT, dan kelompok kontrol yang tidak mendapat terapi musik dan RECBT. Metode pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling. Penelitian dilakukan untuk membandingkan perbedaan penurunan tanda dan gejala perilaku kekerasan ser t a kemampuan mengont rol per ilak u kekerasan (relaksasi, mengubah pikiran negatif, keyakinan irasional, dan perilaku negatif ) pada kelompok inter vensi yang mendapat terapi musik dan RECBT dengan kelompok kontrol. Pengukuran terdiri dari Data demografi responden mer upakan k uesioner u nt u k mendapatkan gambaran faktor-faktor yang memengaruhi perilaku kekerasan pada klien yang terdiri dari usia, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, stat us perkawinan, riwayat gangguan jiwa, frekuensi dirawat, terapi medik, anggota keluarga dengan gangguan jiwa, pengobatan sebelumnya dan putus obat < 6 bulan. Pengambilan data ini menggunakan lembar kuesioner A yang terdiri dari 11 pertanyaan dengan cara mengisi pada pilihan jawaban yang tersedia terkait dengan karakteristik responden. Pe ng u k u r a n p e r i l a k u ke ke r a s a n mengg u nakan k uesioner B dan lembar observasi. Kuesioner B untuk mengukur perubahan gejala perilaku kekerasan pada klien yang meliputi kognitif, emosi, perilaku, fisiologis dan sosial. Pengukuran perilaku kekerasan menggunakan instrument yang dapat mengukur perubahan perilaku pada klien (responden) yang meliputi kognitif, afektif (emosi), perilaku, fisiologis dan sosial. Instrumen yang digunakan untuk mengukur perubahan tanda gejala perilaku kekerasan yaitu Kuesioner B yang terdiri dari respons kognitif, emosi, sosial dan perilakunya. Instrumen yang digunakan adalah Kuesioner Pengungkapan Kemarahan yang digunakan terdiri atas 8 per nyataan untuk respons kognitif, 12 pernyataan untuk respons emosi, 7 pernyataan untuk respons sosial, 6 pernyataan untuk respons perilaku klien terhadap situasi yang dihadapinya, dan 6 pernyataan untuk respons fisiologis. Instr umen ini menggunakan skala Likert yaitu 4: Selalu; 3: Sering; 2: Jarang; 1: Tidak Pernah. Instrumen ini akan diisi oleh responden langsung dan bila ada yang tidak dimengerti maka peneliti akan menjelaskannya (Putri, Keliat, Nasution & Susanti, 2010). Uji validitas 26 item pernyataan valid yaitu r hasil > r table (0,413). Uji reliabilitas: instrumen dinyatakan reliabel jika koef isien Alpha Cronbach lebih besar dari nilai standar 0,6 (Alpha = 0,6). Hasil uji ditemukan nilai r Alpha (0,765) lebih besar dibandingkan dengan nilai 0,6 maka 26 pernyataan dinyatakan reliable. Instrumen yang digunakan kemudian dikembangkan menjadi 36 item pertanyaan, item k uesioner tambahan pada respons kognitif 2 item, respons emosi/ afektif 5 item, respons sosial 2 item, dan respons perilaku 1 item, dan aspek (Fontaine, 2009; Stuart, 2013). Tambahan item pada instrumen penelitian akan lebih memberikan gambaran tanda gejala yang muncul pada klien perilaku kekerasan. Pelaksanaan terapi musik dan RECBT adalah sebagai berikut pertemuan pertama: terapi musik, identifikasi kejadian dan respons terhadap kejadian: perasaan yang muncul, me ng u k u r pe r a sa a n dg me ngg u na k a n ter mometer perasaan, mengidentif i kasi 236 Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 233–241 pikiran dan perilaku negatif. Latihan melawan keyakinan irasional terhadap kejadian yang pertama. Pertemuan kedua: Terapi musik, diskusi dan latihan melawan keyakinan irasional terhadap kejadian yang kedua. Pertemuan ketiga: Terapi musik, diskusi dan latihan melawan pikiran negatif yang pertama. Pertemuan keempat: Terapi Musik, diskusi dan latihan melawan pikiran negatif yang kedua. Pertemuan kelima: terapi musik, diskusi dan mengubah perilaku negatif yang pertama. Pertemuan keenam: terapi musik, diskusi dan mengubah perilaku negatif yang kedua. Analisis data menggunakan komputer, analisis univariat digunakan untuk menganalisis variabel-variabel yang ada secara deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensinya untuk data kategori dan tendensi sentral untuk data numerik. Analisis bivariat adalah analisis untuk menguji hubungan antara dua variabel. Uji yang digunakan adalah chi square untuk analisis kesetaraan pada data kategori dan data kategori, independent t test pada data numerik dan data numerik, independent t test pada uji hipotesis skala numerik dan korelasi pearson untuk mengetahui hubungan antara skala numerik. HASIL Karakteristik klien dengan perilaku keke r a sa n d ala m pe nel it ia n i n i lebi h banyak laki-laki 49 orang (76,6%). Pada jenjang pendidikan, sebagian besar jenjang pendidikannya adalah SMA 38 orang (59,4%). Pada status pekerjaan, sebagian besar tidak beker ja 44 orang (68,8%). Pada stat us pernikahan klien menunjukkan sebagian besar sudah menikah 30 orang (46,9%). Pada pemberian terapi medis yang diberikan saat ini, sebagian besar adalah golongan typikal 25 orang (39,1%). Berdasarkan riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa sebagian besar 56 (87,5%) orang tidak ada riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa 56 orang (87,5%). Karakteristik berdasarkan keberhasilan pengobatan sebelumnya sebagian besar tidak berhasil yaitu sebesar 41 orang (64,1%). Karakteristik klien berdasarkan riwayat putus obat menunjuk kan sebagian besar mengalami putus obat yaitu sebanyak 48 orang (75%). Berdasarkan usia rata-rata klien berusia 32,26 tahun, Analisis mengenai frekuensi dirawat klien dengan perilaku kekerasan rata- rata klien dirawat sebanyak 3,21 kali, rata- rata klien mengalami gangguan jiwa selama 2,53 tahun. Per uba ha n t a nd a gejala per ila k u kekerasan pada kelompok intervensi yang mendapat Terapi Musik dan RECBT yang mendapat terapi musik dan RECBT dengan kelompok kontrol yang tidak mendapat terapi musik dan RECBT dapat dilihat dari tabel 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total rata-rata komposit tanda gejala perilaku kekerasan pada kelompok intervensi yang mendapat Terapi Musik dan RECBT sebelum dilakukan terapi Musik dan RECBT adalah 100,84 (67,32%) dan setelah dilakukan sebesar 46,06 (30,71%) sehingga diketahui selisih komposit tanda gejala perilaku kekerasan sebesar 54,78 (36,52%). Hasil uji statistik menunjukkan ada perubahan yang bermakna tanda gejala kognitif sebelum dan sesudah diberikan Terapi Musik dan RECBT (p value < 0,05). Sedangkan pada kelompok kontrol diketahui bahwa total rata-rata komposit tanda gejala klien perilaku kekerasan pada kelompok kontrol sebelum dilakukan terapi musik dan RECBT pada kelompok intervensi yang mendapat terapi musik dan RECBT adalah 98,72 (65,81%) dan setelah dilakukan sebesar 70,75 (47,17%) sehingga diketahui selisih komposit tanda gejala sebesar 27,97 (18,14%). Hasil uji statistik menunjukkan ada perubahan yang bermakna komposit tanda gejala pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah kelompok intervensi yang mendapat terapi musik dan RECBT diberikan terapi musik dan RECBT (p value < 0,05). Per ubahan kemampuan mengontrol perilaku kekerasan pada kelompok intervensi d an kelompok kont rol yang mend apat terapi musik dan RECBT2, didapatkan data bahwa total rata-rata komposit kemampuan mengontrol perilaku kekerasan sebelum dilakukan terapi musik dan RECBT adalah 53,20 (28,91%) dan setelah dilakukan sebesar 237 Tanda Gejala dan Kemampuan Mengontrol Perilaku Kekerasan (Heri Setiawan, dkk.) 139,94 (73,33%) sehingga diketahui selisih komposit kemampuan mengontrol perilaku kekerasan sebesar 86,84 (44,42%). Hasil uji statistik menunjukkan ada perubahan yang bermakna komposit kemampuan mengontrol perilaku kekerasan sebelum dan sesudah diberikan terapi musik dan RECBT (p value < 0,05). Total rata-rata komposit kemampuan mengontrol perilaku kekerasan pada kelompok kontrol sebelum dilakukan terapi musik dan R ECBT pada kelompok inter vensi yang mendapat terapi musik dan RECBT adalah 52,33 (34,89%) dan setelah dilakukan sebesar 80,06 (53.37%) sehingga diketahui selisih kemampuan mengontrol perilaku kekerasan sebesar 27,78 (18,48%). Hasil uji statistik menunjukkan ada perubahan yang bermakna kemampuan mengontrol perilaku kekerasan pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah diberikan Terapi Musik dan RECBT pada kelompok intervensi yang mendapat Terapi Musik dan RECBT (p value < 0,05). H u b u n g a n a n t a r a k e m a m p u a n mengontrol perilaku kekerasan dengan tanda gejala perilaku kekerasan di RSJ Prof Dr Soerojo Magelang tahun 2015 menunjukkan bahwa ada hubungan yang k uat antara kemampuan mengontrol perilaku kekerasan dengan tanda gejala perilaku (p value < 0,05) semakin tinggi kemampuan maka tanda gejala perilaku kekerasan semakin menurun tanda gejala perilaku kekerasan (r= –0,908). PEMBAHASAN Ha sil penelit ia n ya ng d ila k u k a n untuk mengetahui efektivitas terapi musik berpengaruh terhadap tanda gejala perilaku kekerasan, terjadi penurunan tanda gejala kognitif 34,15%, perilaku 13,5%, sosial 13,5%, fisiologis 25,8% (Sulistyowati, Keliat, Hastono, 2009). Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan untuk mengetahui efektifitas R ECBT terhadap tanda gejala perilak u kekerasan, terjadi penurunan tanda gejala tanda gejala kognitif: 30,00% emosi 28,12%, perilaku 28,33%, sosial 34,28%, fisiologis. 30,00% (Lelono, Keliat, & Besral, 2011). Hasil penelitian menunjukkan pengaruh terapi musik dan RECBT lebih besar dibandingkan dengan hanya pemberian terapi musik atau RECBT. Terdapat perbedaan dalam tindakan pada penelitian pemberian terapi musik yang dilakukan di RSJD Soerakarta di mana terapi musik yang dilakukan terdiri dari 4 sesi, perubahan tanda gejala yang diukur yaitu kognitif, perilaku, sosial dan fisik, penelitian dilakukan di r uang akut sampai dengan maintenance (Sulistyowati, Keliat, Hastono, 2009). Pada penelitian tersebut belum ada suatu proses untuk melatih klien mengubah pikiran negatif, dan keyakinan irasional pada klien yang terjadi pada klien. Sedangkan penelitian yang dilakukan mengenai efektivitas CBT dan REBT di RSJ Marzoeki Mahdi Bogor, diberikan latihan untuk mengubah pikiran negatif, keyakinan irasional dan perilaku negatif, penelitian dilakukan di r uangan maintenance (Lelono, Keliat, & Besral, 2011). Pada penelitian tersebut tidak diberikan terapi musik yang dapat memberikan manfaat terutama pada tanda gejala fisiologis klien perilaku kekerasan. Pada penelitian ini pemberian terapi musik dilakukan terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan R ECBT. Kombinasi terapi musik dan RECBT akan memberikan dampak yang lebih luas pada tanda gejala yang dialami oleh klien perilaku kekerasan. Terapi musik memberikan kenyamanan pada klien ketika dilakukan RECBT, klien mengalami proses relaksasi selama pemberian RECBT. Terapi musik juga dapat menurunkan stimulus yang mengakibatkan tanda gejala perilaku kekerasan masih muncul (Dunn, 2010). Terapi musik yang dikombinasikan dengan psikoterapi efektif untuk meningkatkan hasil dari psikoterapi yang dilakukan. Terapi musik dan RECBT memberikan efek yang saling mendukung untuk menurunkan tanda gejala kognitif, afektif, fisiologis dan perilaku. Dampak pada tanda gejala sosial adalah dampak sekunder dari pemberian terapi musik dan RECBT, apabila klien mempunyai kemampuan menurunkan tanda gejala dengan relaksasi, mengubah pikiran negatif, keyakinan irasional dan perilaku negatif, maka akan berdampak pula pada kemampuan dalam hal sosialisasi dengan orang lain dengan menunjukkan perilaku yang positif. 238 Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 233–241 Terapi Musik pada ak hir nya akan berdampak pada kondisi relaksasi pada klien, sedangkan RECBT berdampak pada kognitif, emosi, dan perilaku klien. Terapi musik adalah metode terapeutik dengan menggunakan musik yang membantu seseorang dengan gangguan jiwa berat untuk membangun suatu hubungan. Aspek dari skizofrenia yang berkaitan dengan kehilangan untuk mengembalikan kreativitas, ekspresi emosi, hubungan sosial dan motivasi mungkin menjadi penting ketika dihubungkan dengan terapi musik. (Gold, 2009 dalam Mossler, 2013). Sedangkan RECBT secara signifikan dapat mengurangi kemarahan, perasaan bersalah dan harga diri yang rendah. Aaron T. Beck pada tahun 1960an juga menemukan bahwa kognisi klien memiliki dampak yang luar biasa terhadap perasaan dan perilakunya. Beck menyatakan bahwa kesulitan emosional dan perilaku yang dialami seseorang dalam hidupnya disebabkan oleh cara mereka menginterpretasikan berbagai peristiwa yang dialami. Sehingga terapi musik dan RECBT berdampak pada relaksasi, mengubah keyakinan irasional, pikiran negatif dan perilaku negatif pada klien perilaku kekerasan. H a s i l p e n e l i t i a n m e n u n j u k k a n kemampuan mengontrol perilaku kekerasan pada kelompok intervensi yang mendapat terapi musik dan RECBT sebesar 74,15% sedangkan pengaruh tindakan keperawatan sesuai dengan SAK Rumah Sakit dalam men i ng kat ka n kema mpu a n mengont rol perilaku kekerasan pada kelompok kontrol sebesar 10,32%. Kemampuan klien dalam me ngont r ol p e r i la k u keke r a s a n p a d a kelompok yang diberikan terapi musik dan RECBT lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kemampuan klien dalam relaksasi dilakukan selama sesi berlangsung sedangkan kemampuan mengubah pikiran negatif, keyakinan irasional, dan perilaku negatif selama proses pelaksanaan terapi selalu dimotivasi untuk melakukan latihan secara mandiri yang menjadi tugas rumah (home work) yang dievaluasi secara terus menerus dengan menggunakan jadwal kegiatan harian dan buku kerja. Latihan merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Latihan adalah penyempur naan potensi tenaga-tenaga yang ada dengan mengulang- ulang aktivitas tertentu. Latihan merupakan kegiatan yang nantinya diharapkan menjadi su at u p e mbia sa a n at au p e mbud aya a n ( Notoatmojo, 2003). Pembudayaan akan membuat klien menjadi mandiri ketika menghadapi kejadian atau peristiwa yang tidak menyenangkan termasuk kejadian yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan. Buku kerja yang diberikan kepada klien dapat berguna untuk mengevaluasi kemampuan klien dalam mengatasi masalahnya. Pada kemampuan relaksasi, klien mampu relaks ketika mendengarkan musik yang sudah disiapkan oleh peneliti dan mampu menceritakan mengenai apa yang dirasakan setelah mendengarkan musik, dampak pada fisiologis, kognitif, emosi, perilaku dan sosial. Musik berpengaruh pada impuls yang berada di otak dan dapat meningkatkan status relaks pada klien (Chlan, 2011). Diketahui bahwa aktif itas mental dan emosi dipengar uhi oleh sistem syaraf autonom, sistem syaraf autonom berdampak pada kardiovaskuler, neuroendokrin dan sistem imun. Imunosupresi memengaruhi emosi yang negatif seperti kemarahan. Musi k dapat memengar u hi mood dan status emosional seseorang, di mana akan terjadi perubahan pada sistem imun dan hormonal. Pada kondisi relaks terjadi penurunan tekanan darah, nadi, dan ketegangan otot. Tanda tanda kenaikan tekanan darah, nadi, dan ketegangan otot merupakan tanda gejala fisiologis pada klien perilaku kekerasan (Chanda & Levitin, 2013). Kondisi relaks dapat meningkatkan kenyamanan pada seseorang. Pada kemampuan mengubah keyakinan irasional, klien mencatat kejadian yang tidak menyenangkan dan perasaan yang muncul dari kejadian tersebut, keyakinan yang tidak rasional akan membawa individu pada emosi dan perilaku negatif yang tidak sehat seperti perilaku amuk (agresif ) dan rasa bersalah (Jensen, 2010). Dari hasil penelitian menunjukkan kemampuan yang dimiliki oleh klien dalam mengubah keyakinan irasional dapat menurunkan tingkat perasaan klien. Pada kemampuan meng ubah keyakinan 239 Tanda Gejala dan Kemampuan Mengontrol Perilaku Kekerasan (Heri Setiawan, dkk.) irasional diawali dengan menuliskan peristiwa yang tidak menyenangkan dan perasaan yang muncul. Terdapat satu klien menolak untuk menuliskan mengenai peristiwa yang tidak menyenangkan dan terjadi perubahan emosi pada klien. Kemampuan klien dalam mengubah keyakinan irasional menggunakan prinsip ABC, A-Activating Event: persepsi individu dan membuat kesimpulan dari peristiwa yang berdampak pada individu. B-Beliefs: keyakinan rasional dan irasional pada individu yang yang menunjang pada peristiwa yang aktif, C- Consequence, Emotional and behavior consequence, konsekuensi emosi dan perilaku yang diakibatkan oleh peristiwa yang terjadi (Ellis, 2000). Kemampuan mengubah pikiran negatif, tindakan keperawatan untuk meningkatkan kemampuan berfokus pada masalah klien, berorientasi pada tujuan dan aktual saat ini. Fokus dari tindakan untuk memberikan kemampuan berpikir adalah pendidikan dan membangun keterampilan klien. Hubungan yang terapeutik klien dan perawat sangat penting untuk meningkatkan efektivitas dari tindakan keperawatan yang dilakukan (Stuart, 2013). Klien menuliskan pikiran otomatis negatif yang muncul. Klien juga menuliskan latihan mengubah pikiran dan perilaku negatif menjadi pikiran dan perilaku positif. Latihan mandiri yang dilakukan oleh klien dan dit uliskan dalam bu k u ker ja akan men i ng kat ka n kema mpu a n mengont rol perilaku kekerasan. Dengan mengubah status pikiran dan perasaannya, klien diharapkan dapat mengubah perilaku negatif menjadi positif (Oemarjoedi, 2003). Buk u kerja dijadikan sebagai alat untuk melatih klien dalam kemampuan mengubah pikiran negatif klien menjadi sebuah pembudayaan atau kebiasaan. Kemampuan yang keempat adalah kemampuan dalam mengubah perilaku negatif, banyak perilaku yang digunakan sebagai koping pada saat muncul perasaan atau pikiran yang negatif yang membuat individu merasa lebih baik dalam waktu jangka pendek (Stuart, 2013). Perilaku yang ditunjukan seringkali sesuai dengan pikiran negatif yang muncul atau perasaan negatif yang muncul, sehingga muncul perilaku yang negatif pada individu. Dalam meningkatkan kemampuan m e ng u b a h p e r i l a k u n eg a t i f , p e n el it i menerapkan prinsip-prinsip teori perilaku dengan memberikan penguatan (reinforcement) posit if terhad ap per ila k u posit if yang dilakukan klien dan memberikan umpan balik negatif terhadap perilaku yang tidak diinginkan. Videbeck (2008) menyatakan modifikasi perilaku merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk menguatkan per ilak u atau respons yang diingin kan melalui pemberian umpan balik baik positif maupun negatif. Peneliti juga menerapkan prinsip tocen economy berupa memberikan hadiah sesuai dengan keinginan klien, jika perilaku yang diinginkan dilakukan oleh klien setelah mengumpulkan minimal 50% poin bintang selama 3 hari. Hal tersebut dapat meningkatkan motivasi klien untuk mengubah perilaku yang negatif, dan pada kontrak awal klien dan perawat membuat kesepakatan bahwa reinforcement yang diberikan tidak selamanya didapatkan oleh klien. Klien akan tetap mengubah perilaku negatif walaupun sudah tidak diberikan reinforcement. Analisis hubungan antara kemampuan mengontrol perilaku kekerasan dengan tanda gejala perilaku kekerasan menunjuk kan bahwa koefisien korelasi antara kemampuan mengontrol perilaku kekerasan dengan tanda gejala perilaku kekerasan adalah – 0,908 Uji statistik menggunakan korelasi Pearson menghasilkan nilai sebesar 0,003 (p value < 0,05) yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dan negatif antara kemampuan mengontrol perilaku kekerasan dengan tanda gejala perilaku kekerasan. Nilai r menunjukkan negatif artinya semakin tinggi kemampuan maka tanda gejala perilaku kekerasan semakin menurun, dengan keeratan hubungan yang kuat (r > 0,5). Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan tanda gejala komposit yang lebih tinggi pada kelompok intervensi yang mendapat terapi musik dan R ECBT dibandingkan dengan kelompok kontrol, di mana rata rata kemampuan dalam mengontrol perilaku 240 Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 233–241 kekerasan yang dimiliki oleh kelompok yang diberikan terapi musik dan RECBT lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberikan terapi musik dan RECBT. Ketika klien mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam mengontrol perilaku kekerasan, tanda gejala perilaku kekerasan lebih minimal. Terapi musik dan RECBT merupakan suatu bentuk psikoterapi. Psikoterapi adalah interaksi yang sistemik antara klien dan terapis yang menerapkan prinsip untuk membantu klien ketika mengalami per ubahan pada perilaku, perasaan dan pikiran. Teknik yang digunakan pada RECBT dengan memberikan homework tujuannya adalah memampukan klien dalam kemampuan mengontrol perilaku kekerasan (St uar t, 2013). Dalam proses psikoterapi terdapat proses pembelajaran terhadap keterampilan yang bar u dalam hal ini relaksasi, mengubah pikiran negatif, keyakinan irasional dan perilaku negatif. Tujuan dari tindakan terapi musik dan RECBT adalah terciptanya perilaku yang baru dalam hal mengontrol perilaku kekerasan. Perbedaan pemberian psikofarmaka dan psikoterapi adalah pada psikofarmaka berfokus pada penurunan tanda gejala saja, tanpa memperhatikan mengenai kemampuan yang dimiliki oleh klien ketika muncul stressor yang dihadapi yang mengakibatkan perubahan dalam pikiran, perasaan, perilaku, sosial dan fisiologis. Fokus tindakan pada terapi musik dan RECBT adalah self control di mana klien membangun sendiri keterampilan dalam mengontrol perilaku kekerasan. Respons maladaptif yang muncul disebabkan karena terjadinya perubahan dalam pikiran, perasaan dan perilaku (Stuart, 2013). Ketika pikiran yang negatif, perasaan yang irasional dan perilaku negatif dapat dikontrol secara mandiri oleh klien maka perilaku kekerasan akan dapat terkontrol dan tidak muncul lagi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Terapi Musik dan R ECBT efektif men i ng kat ka n kema mpu a n mengont rol perilaku kekerasan (relaksasi, mengubah pikiran negatif, keyakinan irasional dan perilaku negatif) sebesar 73,33%. Analisis hubungan antara kemampuan mengontrol perilaku kekerasan dengan tanda gejala perilaku kekerasan menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna dan negatif antara kemampuan mengontrol perilaku kekerasan dengan tanda gejala perilaku kekerasan. Nilai r menunjukkan negatif artinya semakin tinggi kemampuan maka tanda gejala perilaku kekerasan semakin menurun, dengan keeratan hubungan yang kuat (r > 0,5). SARAN Perawat jiwa di rumah sakit diharapkan selalu memotivasi klien dan mengevaluasi kemampuan-kemampuan yang telah dipelajari dan dimiliki oleh klien sehingga latihan yang diberikan membudaya. Apabila terjadi kemunduran pada klien hendaknya perawat ruangan mengkonsultasikan perkembangan kliennya yang telah mendapat terapi spesialis kepada perawat spesialis yang dimiliki rumah sakit. H a si l p e nel it ia n i n i he nd a k nya digunakan sebagai evidence based dalam mengembangkan Terapi Musik dan RECBT baik pada individu maupu n kelompok, sehingga menjadi modalitas terapi keperawatan jiwa yang efektif dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa dan meningkatkan derajat kesehatan jiwa. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan pada klien dengan perilaku kekerasan dengan cohort untuk melihat pencapaian kemampuan dalam menurunkan gejala dan meningkatkan kemampuan mengontrol perilaku kekerasan (rela k sa si, meng uba h pi k i r a n negat if, keyakinan irasional dan perilaku negatif). 241 Tanda Gejala dan Kemampuan Mengontrol Perilaku Kekerasan (Heri Setiawan, dkk.) Pe r l u n y a d i l a k u k a n p e n e l i t i a n lanjutan yang melihat pengaruh peningkatan kemampuan klien setelah terapi Musik dan RECBT terhadap penurunan tanda gejala perilaku kekerasan pada klien skizofrenia. Perlu dilakukan penelitian mengenai kombinasi psikoterapi individu dengan psikoterapi yang diberikan pada keluarga. KEPUSTAKAAN Ahmed, AO. et al. 2014. Cognition and Other Targets for the Treatment of Aggression in People with Schizophrenia. Scimed central. Balitbang Depkes R.I 2008. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007, Jakarta: Depkes RI. Balitbang Depkes RI. 2013. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013, Jakarta: Depkes RI. Chanda, ML and Levitin, DJ. 2013. The neurochemistry of music. Trends in Cognitive Sciences April 2013, Vol. 17, No. 4. Chlan, L, 2011. Music helps reduce stress and anxiety. Ventilator living assisted journal vol. 25. Dunn, B. 2010. Psychotherapy and music therapy. Reprinted from victory review magazine. Ellaine, JS, et al, 2005. Schizophrenia: etiology and course. A journal annualreviews. org. Ellis, A. 2000. Rational emotive behavioral approaches to childhood disorders theory, practice and research. Springer Science+Business Media, Inc. Fazel, S, et al. 2009. Schizophrenia and Violence: Systematic Review and Meta- Analysis. Plos Medicine. Fontaine, Kareen Lee. 2009. Mental Health Nursing 6th edition. New Jersey: Pearson Education, Inc. Jensen, 2010. Evaluating the ABC models of rational emotive behaviour therapy theory: an analysis of the relationship between irrational thinking an guilt, Thesis of Science in Psychology. The Faculty of Department Psychology Villanova University. United State. ProQuest LLC. Lelono, SK, Keliat, BA dan Besral. 2011. Pengaruh cognitif behaviour therapy dan rat ional e mot ive beha vio ur therapy terhadap klien dengan perilaku kekerasan, halusinasi dan isolasi sosial di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor, Tesis tidak dipublikasikan, Tahun 2011. Mozzler K, et al. 2013. Music therapy for p e o p l e w i t h s c h i z o p h r e n i a a n d schizophrenia-like disorders (Review). Wiley. Oemarjoedi, A,K,. 2003. Pendekatan Cognitive Behavioral dalam Psikoterapi. Jakarta: Kreativ Media. Sulistyowati, Keliat, Hastono dan Susanti. 2011. Pengaruh terapi musik terhadap klien perilaku kekerasan di RSJD Surakarta. Tesis tidak dipublikasikan. FIK. UI. Swanson, et al., 2006. A National Study of Violent Behavior in Persons With Schizophrenia. Arch Gen Psychiatry/ Vol. 63, May 2006. Stuart, GW. 2013. Principles and practice of psychiatric nursing. (9th edition). St Louis: Mosby. Videback, SL. 2008. Buku Saku Keperawatan Jiwa. EGC: Jakarta. Volavka, J., 2012. Violence in schizophrenia and bipolar disorder. Psychiat ria danubina, 2013; vol. 25, no. 1, pp. 2 4–33. Volavka, J & Citrome, L. 2011. Pathways to Aggression in Schizophrenia Affect Results of Treatment. Oxford Journal. World Health Organization. 2015. Improving health systems and services for mental health (Mental health policy and service guidance package), Geneva 27, Switzerland: WHO Press.