NERS Vol 10 No 2 Okt 2015.indd 301 MODEL ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS UNTUK PERCEPATAN MDGs SEKTOR PERILAKU SANITASI KESEHATAN (Model of Community Health Nursing Care to Accelerate MDGs on Health Sanitation Behavior Sector) Martono*, Satino* *Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jl. Letjend Sutoyo Mojosongo, Surakarta Email: must_ton@ymail.com ABSTRAK Pendahuluan: Upaya promosi kesehatan memiliki peran penting dalam proses untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dalam kesehatan dan hidup sehat yang juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sosial budayanya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi keaktifan kader kesehatan, pemberdayaan keluarga, dan persepsi budaya sehat pada sektor perilaku sanitasi kesehatan, sehingga dapat mempercepat pencapaian MDGs. Metode: Penelitian berdesain explanatory research dengan pendekatan cross sectional. Sejumlah 99 orang direkrut menjadi sampel penelitian. Variabel independen dalam penelitian ini meliputi keaktifan kader kesehatan, pemberdayaan keluarga, dan persepsi budaya sehat. Sementara, variabel terikatnya yaitu perilaku sanitasi kesehatan. Alat ukur yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner. Data dianalisis dengan teknik analisis regresi. Hasil: Hasil uji statistik menunjukkan bahwa secara bersama-sama keaktifan kader kesehatan, pemberdayaan keluarga, dan persepsi budaya sehat memiliki kontribusi positif terhadap perilaku sanitasi kesehatan (25,4%). Sementara, secara parsial hasil keaktifan kader (0,2%), pemberdayaan keluarga (15,3%), dan persepsi budaya sehat (9,9%). Diskusi: Kesuksesan sanitasi kesehatan di masyarakat memerlukan partisipasi dan kesadaran dari keluarga serta masyarakat itu sendiri. Perawat kesehatan komunitas harus melakukan upaya promosi kesehatan untuk meningkatkan pemahaman individu, keluarga, dan masyarakat dalam berperilaku hidup sehat. Kata kunci: posdaya, keaktifan kader kesehatan, pemberdayaan keluarga, persepsi budaya sehat ABSTRACT Introduction: Health promotion have an important role in order to improve community’s independency on health and healthy lifestyle which influenced by socio-cultural around them. The purpose of this study was to examine the contribution of health volunteer activeness, family empowerment, and healthy lifestyle perception on health sanitation behavior sector, so that can help to accelerate MDGs acheivement. Methods: This was explanatory research with cross sectional approach. Ninety nine people were recruited as research samples. Independent variables were health volunteer’s activeness, family empowerment, and health lifestyle perception. While, the dependent variable was health sanitation behavior. Data were collected by using questionnaire. Data were then analyzed by using regression technique. Results: Result had showed that together health volunteer’s activeness, family empowerment, and healthy lifestyle perception have positive contribution to health sanitation behavior (25.4%). While partially, health volunteer’s activeness has result (0.2%), family empowerment (15.3%), and healthy lifestyle perception (9.9%). Discussions: The successfullness of health sanitation on community needs participation from family and community itself. Community health nurses should conduct health promotion as an effort to improve community’s knowledge about health behavior. Keywords: posdaya, health volunteer’s activeness, family empowerment, and healthy lifestyle perception PENDAHULUAN Ke s e p a k a t a n g lob a l ya ng t el a h dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) tidak dapat dipisahkan dengan arah pembangunan kesehatan nasional, yang membuat di setiap sektor pelayanan kesehatan harus bekerja lebih efektif dan efisien untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Sejalan dengan komitmen pemer int ah u nt u k mencapai Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 tersebut, maka telah dicanangkan gerakan pembangunan berwawasan kesehatan yaitu dengan kegiatan operasional, yaitu Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) (Depkes RI, 2008). St udi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006, menunjukkan bahwa perilaku masyarakat dalam mencuci tangan dilakukan setelah 302 Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 301–307 buang air besar 12%, setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, sebelum makan 14%, sebelum memberi makan bayi 7%, dan sebelum menyiapkan makanan 6% (Depkes RI, 2008). Kondisi tersebut berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian penyakit akibat sanitasi lingkungan di Indonesia. Hal ini terlihat dari angka kejadian diare nasional pada tahun 2006 sebesar 423 perseribu penduduk pada semua umur dan 16 provinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52. Strategi untuk mengubah perilaku tersebut, pemerintah telah memberikan perhatian di bidang hygiene dan sanitasi dasar dengan menetapkan Open Defecation Free dan peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat. Hal tersebut membuat Propinsi Jawa Tengah berupaya lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama dalam hal kesehatan, dengan dibent uk nya Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing kota atau kabupaten. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada Juli 2014, diketahui bahwa perilaku masyarakat dalam cuci tangan setelah buang air besar 18%, setelah membersihkan tinja bayi dan balita 12%, sebelum makan 16%, sebelum memberi makan bayi 6%, dan sebelum menyiapkan makanan 11%, perilaku buang air besar sembarangan 10%, perilaku pengelolaan air minum rumah tangga merebus air untuk mendapatkan air minum 13%, perilaku mengelola limbah rumah tangga dengan aman 12%, dan perilaku membuang sampah dengan benar 2%. Keadaan tersebut mendorong masyarakat Kauman Polanharjo Kabupaten K laten berkom it men u nt u k memeli hara d an meni ng katkan derajat kesehatan melalui Posdaya dengan kegiatan salah satunya sanitasi kesehatan dasar. Keluarga semakin penting setelah lahirnya Posdaya sebagai salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya keluarga yang merupakan wujud nyata peran serta keluarga dalam pembangunan kesehatan. Posdaya merupakan salah satu alternatif untuk mendorong terciptanya perilaku dan kualitas kesehatan keluarga di bidang kesehatan yang diawali dari rumah tangga atau keluarga. Perilaku dan kualitas kesehatan keluarga yang tinggi merupakan jembatan dalam menjawab jaminan kualitas pelayanan kesehatan dasar di tingkat desa. Per ilak u sanitasi kesehatan dasar terhadap lingkungan kesehatan sesorang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut dapat berasal dari orang itu sendiri, orang lain yang dapat mendorong untuk berperilaku baik atau buruk, maupun kondisi lingkungan sekitar yang dapat mendukung terhadap berubahnya perilaku. Selama ini upaya yang dilak ukan masyarakat unt uk mengatasi masalah kesehatan, masih berorientasi pada penyembuhan penyakit yang artinya apa yang dilakukan masyarakat dalam bidang kesehatan hanya untuk mengatasi penyakit yang telah terjadi atau menimpanya, di mana hal ini dirasa kurang efektif karena banyak mengeluarkan biaya. Upaya promosi kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam proses pemberdayaan masyarakat yait u melalui pembelajaran dari, oleh dan bersama masyarakat sesuai dengan lingkungan sosial budaya setempat, agar masyarakat dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan. Pelaksanaan pemberdayaan warga masyarakat di bidang kesehatan memerlukan kerja sama dari beberapa pihak terkait diantaranya perangkat desa, tokoh masyarakat, kader kesehatan, pemuda, LSM, dan seluruh warga masyarakat pada umumnya. (Syafr udin, Hamidah, 2009). Upaya tersebut diharapkan dapat mewujudkan perilaku sanitasi dasar kesehatan untuk mencegah penyakit akibat sanitasi lingkungan. U n t u k m e w u j u d k a n k o m i t m e n pemerintah dalam mencapai target Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015, betapa pentingnya menaruh perhatian yang lebih ser ius terhadap per ilak u sanitasi kesehatan dasar, agar tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan rancangan explanatory research dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk menjelaskan 303 Model Asuhan Keperawatan Komunitas untuk Percepatan (Martono dn Satino) prediksi besarnya kontribusi variabel bebas yang meliputi keaktifan kader kesehatan, pemberdayaan keluarga, dan persepsi budaya sehat. Sementara, variabel terikatnya yaitu per ila k u sa n it asi kesehat a n. Seju m la h 99 responden direk r ut menjadi sampel penelitian. Alat ukur yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner. Untuk memprediksi besar nya variasi, dan menentukan arah dan besarnya kontribusi antara variabel bebas dengan variabel terikat menggunakan teknik analisis regresi. Nilai keyakinan yang dipahami dalam uji statistik pada penelitian adalah 95%. HASIL Hasil penelitian menunjukkan dari 99 responden, sebagian besar keaktifan kader kesehatan dikategorikan sedang yaitu sebesar 47 (47,5%), kategori rendah sebesar 35 orang (35,4%), dan tinggi sebesar 17 orang (17,1%) (lihat tabel 1). Sebagian besar pemberdayaan keluarga dikategor ikan tinggi yait u 54 (54,5%), kategori sedang sebesar 45 (45,5%) dan kategori rendah sebesar 0 (0%) (lihat tabel 2). Sebagian besar persepsi budaya sehat dikategorikan tinggi yaitu 89 (89,9%), kategori sedang sebesar 10 (10,1%) dan kategori rendah sebesar 0 (0%) (lihat tabel 3). Sebagian besar perilaku sanitasi kesehatan dikategorikan tinggi yaitu 97 (98,0%), kategori sedang sebesar 2 (2,0%) dan kategori rendah sebesar 0 (0%) (lihat tabel 4). Berdasarkan perhitungan uji normalitas sampel mengg u nakan Uji Jarque Bera diperoleh nilai probability Jarque Bera sebesar 0,160 dengan tingkat signifikansi 95%. Dengan mendasarkan pada kaidah data dinyatakan normal, jika nilai probability Jarque Bera > 0,05, maka perbandingan 0,160 adalah lebih besar dari 0,05. Dengan demikian data penelitian yang diperoleh berdistribusi normal. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh perbandingan ρ > 0,05, sehingga data penelitian yang diperoleh dinyatakan linier. Hasil perhitungan uji linieritas dijelaskan pada tabel 5. Berdasarkan hasil Uji Multikolinieritas, dapat dijelaskan bahwa nilai yang diperoleh R Square model complete > dari R Square Auxilary regressive, dengan demikian data yang diperoleh tidak terjadi multikolinieritas. Hasil perhitungan Uji Klein’s dapat dijelaskan pada tabel 6. Hasil uji heterokedastisitas pada tabel 7, dapat dijelaskan bahwa nilai ρ Spearman”s Rho > dari 0,05. Dengan demikian data penelitian ini tidak terjadi heterokedastisitas. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada pengaruh yang positif variabel pemberdayaan keluarga sebesar 0,304, variabel keaktifan kader kesehatan sebesar 0,239, dan variabel persepsi budaya sehat sebesar 0,503 terhadap perilaku sanitasi kesehatan. Tabel 1. Distribusi frekuensi keaktifan kader kesehatan Keaktifan Frekuensi % Rendah 35 35,4 Sedang 47 47,5 Tinggi 17 17,1 Jumlah 99 100 Tabel 2. Distribusi frekuensi pemberdayaan keluarga Pemberdayaan Frekuensi % Rendah 0 0 Sedang 45 45,5 Tinggi 54 54,5 Jumlah 99 100 Tabel 3. Distribusi frekuensi persepsi budaya sehat Persepsi Frekuensi % Rendah 0 0 Sedang 10 10,1 Tinggi 89 89,9 Jumlah 99 100 Tabel 4. Distribusi frekuensi klasifikasi perilaku sanitasi responden Perilaku Frekuensi Persentase Rendah 0 0 Sedang 2 2,0 Tinggi 97 98,0 Jumlah 99 100 304 Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 301–307 Berdasarkan hasil perhitungan uji F, diperoleh nilai Fhitung=10.768 dan Ftabel(0,01;3; 95)=4.04. Karena nilai Fhitung=10,768 lebih besar dari nilai Ftabel=4.04, maka harga Fhitung=10.768 berada di daerah penolakan Ho atau menerima Ha, yang artinya secara simultan variabel keaktifan kader kesehatan, pemberdayaan keluarga, dan persepsi budaya sehat dapat menjelaskan perilaku sanitasi. Berdasarkan uji statistik, diperoleh perbandingan harga t1hitung=1.973>ttabel=1.6 60; t2hitung=3.421>ttabel =1.660; dan t3 hitung= 3.106>ttabel=1.660 dengan derajat kepercayaan 95%, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima atau keaktifan kader kesehatan, pemberdayaan keluarga, dan persepsi budaya sehat secara parsial memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku sanitasi. Hasil uji t dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 5. Rangkuman hasil uji linieritas Variabel ρ Kriteria Ket X1Y 0,134 ρ > 0,05 Linier X2Y 0,640 ρ > 0,05 Linier X3Y 0,124 ρ > 0,05 Linier Tabel 6. R a n g k u m a n h a s i l u j i multikolinieritas Variabel R Square Ket R2 mc R2 ar X1*X3 X2 0,223 0,105 tidak ada multikolinieritas X2* X1 X3 0,223 0,053 tidak ada multikolinieritas X3*X2 X1 0,223 0,066 tidak ada multikolinieritas Tabel 7. Hasil uji heterokedastisitas Variabel A b s o l u t Residual Kriteria Keterangan X1 0,569 ρ > 0,05 tidak ada heterokedas- tisitas X2 0,402 ρ > 0,05 tidak ada heterokedas- tisitas X3 0,054 ρ > 0,05 tidak ada heterokedas- tisitas Tabel 8. Hasil analisis regresi berganda Variabel Koef Regresi t hitung X1 0.239 1.973 X2 0.304 3.421 X3 0.503 3.106 Konstanta 45.182 3.204 R 0.504 R2 0.254 F 10.768 Tabel 9. Rangkuman hasil uji t Variabel Harga t Keterangan t-Hitung t-tabel X1Y 1.973 1.660 Signifi kan X2Y 3.421 1.660 Signifi kan X3Y α = 0.05: N = 99 3.106 1.660 Signifi kan Nilai Hasil uji statistik regresi (keaktifan kader kesehatan, pemberdayaan keluarga, dan persepsi budaya sehat) menunjukkan nilai R2 sebesar 0,254 yang artinya sebesar 25,4% variabel keaktifan kader kesehatan, pemberdayaan keluarga, dan persepsi budaya sehat menjelaskan perilaku kesehatan. Sisanya sebesar 74,6% diterangkan oleh variabel lain di luar model yang digunakan. Untuk mengetahui besa r va r ia si ma si ng-ma si ng va r iabel independen dalam menerangkan perilaku sanitasi, perlu dilakukan penghitungan R2 masing-masing variabel independen (keaktifan kader kesehatan, pemberdayaan keluarga, dan persepsi budaya sehat) terhadap perilaku sanitasi. Hasil perhitungan statistik diperoleh R 2 total dari prediktor keaktifan kader kesehatan (X1), pemberdayaan keluarga (X2) dan persepsi budaya sehat (X3) = 25,4%. R 2 dari prediktor variabel persepsi budaya sehat (X3) = 9,9% dan R 2 dari prediktor variabel keaktifan kader kesehatan dan persepsi budaya sehat (X1 dan X3) = 10,1%, maka R 2 masing- masing variabel independen terhadap perilaku sanitasi adalah R2 X3,Y = 9,9%, R 2 X1,Y = 10,1%–9,9% = 0,2% dan R2 X2,Y = 25,4% –10,1% = 15,3%. 305 Model Asuhan Keperawatan Komunitas untuk Percepatan (Martono dn Satino) PEMBAHASAN Keaktifan pemberdayaan keluarga, persepsi budaya sehat, dan kader kesehatan secara simultan ber pengar uh positif dan signifikan terhadap perilaku sanitasi sebesar 25,4%. Sedangkan besarnya pengaruh masing- masing variabel pemberdayaan keluarga, persepsi budaya sehat, dan kader kesehatan dalam menjelaskan variabel perilaku sanitasi adalah besarnya pengaruh variabel keaktifan kader kesehatan sebesar 0,2%, pemberdayaan sebesar keluarga 15,3%, dan persepsi budaya sehat sebesar 9,9%. Dengan demikian variabel yang paling tinggi pengaruhnya terhadap perilaku sanitasi adalah variabel pemberdayaan keluarga sebesar 15,3%, kemudian variabel persepsi budaya sehat sebesar 9,9% dan keaktifan kader kesehatan 0,2%. Variabel pemberdayaan keluarga memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap perilaku sanitasi dibandingkan dengan variabel keaktifan kader kesehatan maupun variabel persepsi budaya sehat. Hal ini menggambarkan bahwa perilaku kesehatan di lingkungannya lebih dominan dipengaruhi oleh pemberdayaan keluarga. Keberhasilan masyarakat untuk melakukan sanitasi kesehatan di lingkungannya tidak lepas dari peran dan partisipasi keluarga sebagai unsur dari masyarakat. Dengan pemberdayaan keluarga diharapkan unsur yang ada dalam keluarga tersebut mendapat kontrol internal dari kepala keluarga yang mengarahkan untuk berperilaku kesehatan di lingkungannya. Kontrol perilaku dari kepala keluarga bila didukung dengan persepsi yang baik tentang budaya sehat dan keaktifan kader kesehatan masyarakat akan lebih mengarahkan untuk mencapai tujuan. Berdasarkan hasil penelitian di atas, bahwa untuk meningkatkan kontribusi warga dalam rangka berperilaku untuk melakukan sanitasi di bidang kesehatan seyogyanya diik uti oleh pengembangan sumber daya manusia (warga) itu sendiri. Hal ini dapat dipahami bahwa semua kegiatan masyarakat untuk mencapai tujuannya adalah sangat tergantung sumber daya manusianya. H a l i n i s e s u a i p e n d a p a t y a n g disampaikan Syafrudin dan Hamidah (2009), ya ng menjelaska n ba hwa pela k sa na a n pemberdayaan warga masyarakat di bidang kesehatan memerlukan kerja sama dari beberapa pihak terkait diantaranya perangkat desa, tokoh masyarakat, kader kesehatan, pemuda, LSM, dan seluruh warga masyarakat pada umumnya. Dengan upaya tersebut diharapkan dapat mew ujudkan perilaku sanitasi dasar kesehatan untuk mencegah penyakit akibat sanitasi lingkungan. Keaktifan kader kesehatan merupakan salah satu daya dukung untuk mewujudkan pelaksanaan pengembangan program sanitasi total berbasis masyarakat baik secara internal di dalam desa sendiri ataupun antar desa. Upaya ini dapat memantapkan kerja sama dan sebagai wahana untuk menumbuhkan kesadaran warga akan pentingnya sanitasi kesehatan, dan ber t u kar pengalaman memecah kan masalah yang dihadapi masyarakat secara bersama termasuk sanitasi kesehatan warga. Berdasarkan hasil uji statistik variabel keaktifan kader kesehatan terhadap perilaku sanitasi diperoleh nilai koef isien regresi sebesar 0.239 artinya setiap kenaikan 5% keaktifan kader kesehatan dengan menganggap bahwa variabel pemberdayaan keluarga dan persepsi budaya sehat dikendalikan, maka diikuti dengan kenaikan perilaku sanitasi kesehatan sebesar 23,9%. Faktor keaktifan kader kesehatan dalam penelitian ini secara parsial terbukti mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam mempengaruhi perilaku sanitasi kesehatan yaitu sebesar 0,2%. Hal ini berarti dapat dijelaskan bahwa aspek-aspek keaktifan kader kesehatan yang meliputi kesiapan dan keyakinan kader kesehatan terhadap kemampuan menguasai tugasnya, keaktifan kader kesehatan dalam kegiatan, dan kedisiplinan kader kesehatan mampu membentuk perilaku yang positif dan mempunyai kontribusi dalam meningkatkan perilaku sanitasi kesehatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat yang di sampaikan Syafrudin dan Hamidah (2009), yang menjelaskan bahwa Keaktifan kader kesehatan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pengembangan program pelaksanaan UKBM (upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat). Kader kesehatan diberi kesempatan dalam mengembangkan 306 Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 301–307 kreativitasnya dan melakukan pemantauan serta evaluasi. Dalam hal ini, kader kesehatan t e rl ibat se ca r a la ngs u ng p e ngelola a n pengembangan program sanitasi total berbasis masyarakat). Kegiat an yang dilak u kan oleh kader kesehatan salah satunya adalah penyuluhan perilaku hidup bersih sehat). Dengan demikian, semakin banyak kader kesehatan yang aktif berperan serta dalam kegiatan STBM di desa, maka semakin tinggi pula perilaku sanitasi kesehatan masyarakat. Pemberdayaan keluarga di bidang ke seh at a n me ng h a si l k a n p e n i ng k at a n k e m a m p u a n t e r m a s u k k e m a m p u a n keluarga dalam mengidentifikasi masalah kesehatan yang ada di masyarakat dan cara pemecahan nya. Dengan demi k ian pemberdayaan keluarga dapat memberikan kontribusi terhadap perilaku sanitasi kesehatan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan hasil uji statistik var iabel pemberdayaan keluarga dalam memprediksi perilaku sanitasi kesehatan diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.304 artinya setiap kenaikan 5% pemberdayaan keluarga dengan menganggap bahwa variabel keaktifan kader kesehatan, dan persepsi budaya sehat dikendalikan, maka diikuti dengan kenaikan perilaku sanitasi kesehatan sebesar 30.4%. Hal ini berarti aspek-aspek yang meliputi sense of self determination, sense of meaning, sense of competence, dan sense of impact telah membentuk pemberdayaan keluarga yang baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sulistiyani (2004), yang menjelaskan bahwa keluarga merupakan faktor paling mendukung dalam pelaksanaan perilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini juga diperkuat hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinaga, Marhaeni, dan Mubasyir (2004), yang menjelaskan bahwa rendahnya cakupan perilaku hidup sehat disebabkan oleh belum optimalnya pemberdayaan keluarga. Dengan demikian, perilaku sanitasi kesehatan dapat tercapai bila dilakukan dengan pendekatan i nd iv idu , kelu a rga , kelomp ok sa mpai masyarakat. Persepsi adalah terjadinya tanggapan yang didahului oleh penginderaan terhadap stimulus, kemudian diorganisasikan, diartikan, dievaluasi dan ditanggapi dengan tindakan. Dengan demikian faktor persepsi budaya sehat mempunyai kontribusi dalam meningkatkan perilaku sanitasi kesehatan di masyarakat. Berdasarkan hasil uji statistik variabel persepsi budaya sehat terhadap perilaku sanitasi diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.503 artinya setiap kenaikan 5% persepsi budaya sehat dengan menganggap bahwa variabel pemberdayaan keluarga dan keaktifan kader kesehatan dikendalikan, maka diikuti dengan kenaikan perilaku sanitasi kesehatan sebesar 50,3%. Faktor persepsi budaya sehat dalam penelitian ini terbukti secara parsial mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam mempengaruhi perilaku sanitasi kesehatan yaitu sebesar 9,9%. Hal ini berarti aspek- aspek persepsi budaya sehat yang meliputi tanggung jawab terhadap buang air besar, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, mengelola air minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan benar, mengelola limbah cair r umah tangga dengan aman mampu membentuk perilaku yang positif dan mempunyai kontribusi dalam meningkatkan kinerja. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan Gibson (1997), menjelaskan bahwa per ilak u seseorang dipengaruhi oleh faktor psikologis yang salah satunya adalah persepsi seseorang. Persepsi individu akan mempengaruhi proses dalam pengambilan suatu keputusan, dan dengan adanya suatu keputusan seseorang akan terdorong untuk melakukan suatu kegiatan untuk mencapai tujuannya. Dengan tindakan yang didasarkan atas persepsi tersebut, akan menimbulkan sebuah perilaku yang nyata yaitu perilaku sanitasi kesehatan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Aspek pemberdayaan keluarga, persepsi budaya sehat, dan keaktifan kader kesehatan secara simultan memberikan kontribusi yang positif dalam mengubah perilaku sanitasi- sanitasi kesehatan sebesar 25,4%. Secara parsial pemberdayaan keluarga memberikan 307 Model Asuhan Keperawatan Komunitas untuk Percepatan (Martono dn Satino) kontribusi sebesar 15,3%, persepsi budaya sehat sebesar 9,9%, dan keaktifan kader kesehatan sebesar 0,2%. Saran Saran yang diberikan dalam rangka upaya percepatan MDGs sektor sanitasi kesehatan di masyarakat adalah dengan memfungsikan Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga) sebagai wadah yang representatif untuk duduk bersama dalam rangka urun rembug mengenal, mengidentifikasi, dan memecahkan masalah perilaku kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan dengan memberdayakan masyarakat k hususnya kelu a rga, seh i ngga terbent u k per ila k u yang dapat membawa anggota keluarganya berkreativitas dan mempunyai pengetahuan dan sikap dalam berperilaku sanitasi kesehatan sesuai yang diharapkan, dan melibatkan warga masyarakat serta memberikan kesempatan yang lebih luas kepada warga untuk bertindak atas inisiatif sendiri sesuai kemampuannya. KEPUSTAKAAN Depkes RI. 2008. Buku paket pelatihan kader kesehatan dan tokoh masyarakat dalam pengembangan desa siaga. Klaten: Depkes RI. Gibson, JL., Ivancevich, JM, dan Donelly, Jr. 1997. Organizations behavior structure processes. United States Of America: Van Hoffmann Press. Kemenkes RI. 2008. Strategi nasional sanitasi total berbasis masyarakat. Jakarta: Kemenkes RI. Sulistiyani, T. 2004. Kemitraan dan model- model pemberdayaan. Yogyakar ta: Gava Media. Syafrudin dan Hamidah. 2009. Kebidanan komunitas. Jakarta: EGC.