142 MODEL PEMBELAJARAN REPRODUKSI SEHAT MELALUI KELOMPOK SEBAYA PADA REMAJA PUTRI (Reproductive Health Learning Model Through Adollecent Peer) Awatiful Azza*, Cipto Susilo* *Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember. Email: awatiful.azza@yahoo.com ABSTRAK Pendahuluan: Masalah remaja merupakan kondisi yang perlu diperhatikan dalam pembangunan nasional di Indonesia. Masalah remaja terjadi, karena mereka tidak dipersiapkan mengenai pengetahuan tentang aspek yang berhubungan dengan masalah peralihan dari masa anak ke dewasa. Salah satu masalah yang dihadapi oleh remaja saat ini adalah tentang kesehatan remaja terutama terkait dengan kesehatan reproduksi. Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif pra eksperimen dengan pendekatan pre – post test design, dengan tujuan menyusun model pembelajaran reproduksi sehat melalui kelompok sebaya di pesantren tradisional dan menganalisis aplikasi dari pembelajaran melalui kelompok sebaya terhadap pengetahuan santriwati tentang reproduksi sehat. Sampel penelitian ini adalah santriwati yang ada di pesantren Gunung Sepikul berjumlah 50 santriwati, dengan tehnik purposive sampling. Hasil analisis dengan menggunakan uji Spearman’s rho didapatkan nilai P value 0,00 dimana nilai tersebut < lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pembelajaran reproduksi sehat melalui kelompok sebaya terhadap pemahaman santriwati. Diskusi: Pondok pesantren perlu memberikan kurikulum tentang kesehatan reproduksi agar meningkatkan pemahaman santriwati dalam berperilaku hidup sehat terkait dengan organ reproduksinya. Kata kunci: pesantren, tutor sebaya, kesehatan reproduksi ABSTRACT Introduction: Teen problems are conditions that need to be considered in national development in Indonesia. Teenagers problems occur, because they are not prepared regarding knowledge of aspects related to the problem of transition from childhood to adulthood. One of the problems faced by teenagers today is about the health of adolescents, especially related to reproductive health. Method: This study uses a quantitative approach pre experiment with pre - post test design, the purpose of research, construction of models of healthy reproductive learning through peer groups in traditional schools and analyze the application of learning through peer group against knowledge female students about reproductive health. The sample was female students in pesantren Gunung Sepikul amounted to 50 female students, with purposive sampling technique. Result: of analysis using Spearman's rho test ,P value of 0.00 obtained value where the value is < less than 0.05 so it can be concluded that there is a learning effect of reproductive health through peer groups for knowledge female students. Discussion: Boarding schools need to provide curriculum on reproductive health in order to improve the understanding of female students in healthy living behavior associated with reproductive organs. Keywords: boarding school, peer tutors, reproductive health _______________________________________________________________________________________________ PENDAHULUAN Permasalahan kesehatan reproduksi remaja saat ini menjadi acuan standar tentang perilaku remaja dalam menjaga reproduksinya. Data menunjukkan bahwa kondisi remaja saat ini baik di perkotaan maupun perdesaan tidak jauh berbeda terkait dengan peningkatan perilaku negative terutama dalam hal kesehatan reproduksi. Perilaku negatif yang dimaksud adalah semakin maraknya seks pra-nikah. Namun, menarik dipertanyakan adalah apakah mereka memahami resiko-resiko seksual yang menyertainya? Berdasarkan studi di 3 kota Jawa Barat (2009) tentang penyebab perilaku seks pra nikah adalah remaja putri lebih takut pada resiko sosial (antara lain: takut kehilangan keperawanan/ virginitas, takut hamil di luar nikah karena jadi bahan gunjingan masyarakat) dibanding resiko seksual, khususnya menyangkut kesehatan reproduksi dan kesehatan seksualnya (Iriyanti 2003). Padahal kelompok usia remaja merupakan usia yang paling rentan terinfeksi HIV/AIDs dan Penyakit Menular Seksual (PMS) lainnya. Bahkan, dalam jangka waktu tertentu, ketika remaja putri menjadi ibu hamil, maka kehamilannya dapat mengancam kelangsungan hidupnya atau janin yang dikandungnya (Azza 2009). Di dunia dewasa ini jumlah orang yang terinfeksi HIV/AIDS mencapai 39,4 juta, dari data tersebut perempuan cenderung berpeluang besar tertular HIV/AIDS yaitu sekitar 17,6 juta penderita. Data yang ada di Indonesia menunjukkan jumlah penularan HIV/AIDS Jurnal Ners Vol. 11 No. 1 April 2016: 142-146 143 perhari 14 ribu, dan 6.000 kasus dialami oleh perempuan (Hutapea 2003). Data lain dari Dinas kesehatan kabupaten Jember Jawa Timur menetapkan status merah terhadap penyebaran HIV/AIDS. Status ini ditetapkan karena terus meningkatnya penderita HIV/AIDS tiap tahunnnya (Azza 2009) Pada dasarnya, kerentanan perempuan, bukan hanya karena faktor biologisnya, namun juga secara sosial dan kultural kurang berdaya untuk menyuarakan kepentingan/haknya pada pasangan seksualnya demi keamanan, kenyamanan, dan kesehatan dirinya. Kepasipan dan ketergantungan sebagai karakter feminin yang dilekatkan pada perempuan juga melatari kerentanan tersebut. Faktor ekonomi juga mengkondisikan kerentanan perempuan. Model pembelajaran reproduksi sehat melalui teman sebaya yang tersusun secara sistematis dan sebagai strategi dalam pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk membangun sumber daya generasi muda serta untuk membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya dalam upaya untuk meningkatkan status kesehatan reproduksinya. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan partisipatif yang dilakukan dalam 2 (dua) tahap yaitu; 1) Mengidentifikasi dukungan pengelola pesantren, dan masyarakat tentang kurikulum kesehatan reproduksi di pesantren tradisional dan Menguatkan peran tutor sebaya dalam pembelajaran reproduksi sehat di pesantren tradisional putri dengan menggunakan metoda Participatory Action Research (PAR), hasil identifikasi tersebut digunakan untuk menyempurnakan model pembelajaran kesehatan reproduksi melalui teman sebaya 2) dilanjutkan dengan pelaksanaan uji coba model yang komprehensif dan kompleks yang melibatkan seluruh remaja putri serta pengelola pesantren dan pendampingan kelompok sebaya oleh tim peneliti dan pendampingan pelaksanaan model. Selanjutnya peneliti melakukan evaluasi hasil pengembangan model pembelajaran reproduksi sehat yang berkelanjutan untuk peningkatan kesehatan fisik dan sosial bagi remaja putri. Penelitian ini dilakukan di pondok pesantren tradisional putri di kabupaten Jember yaitu pesantren Miftahul Hasan Gunung Sepikul Pakusari Jember, dengan melibatkan remaja putri di pondok pesantren tradisional Miftahul Hasan Gunung Sepikul Pakusari kabupaten Jember dengan jumlah 50 orang, pengelola pondok pesantren tradisional dengan jumlah 5 orang. Kegiatan ini dilakukan bekerjasama dengan kementrian agama, dan Dinas Pendidikan Kabupaten Jember. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung sebagai sumber data yaitu melalui observasi, kuesioner dan wawancara yang dilakukan kepada remaja putri. Penelitian ini juga membutuhkan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari tokoh masyarakat, pengelola pondok pesantren melalui hasil Focus Group Discussion (FGD), selain itu peneliti juga membutuhkan sumber lain yang relevan dengan kebijakan serta program terkait dengan kesehatan reproduksi remaja. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi: 1) Pemahaman pengelola pesantren tradisional tentang kurikulum kesehatan reproduksi dalam pendidikan pesantren, 2) Peran serta masyarakat dalam mendukung pembelajaran reproduksi sehat di pesantren tradisional, 3) Peran pemerintah Daerah (kementrian agama dan dinas pendidikan) dalam mendukung pemberian edukasi tentang kesehatan reproduksi bagi remaja. Terkait kebijakan pemerintah tentang kesehatan reproduksi, maka peneliti melakukan identifikasi dan analisa data pada dinas kesehatan kabupaten serta dinas sosial. Pada Pelaksanaan penelitian, 50 sampel santriwati dibagi menjadi 5 kelompok dengan masing-masing kelompok teridiri dari 10 santriwati. Selanjutnya tiap kelompok ditunjuk satu sebagai tutor bagi kelompoknya. Peneliti memberikan kuesioner kepada seluruh sampel sebelum perlakuan dan kemudian dilanjutkan dengan pelatihan tutor oleh peneliti untuk bisa menjadi tutor bagi kelompoknya. Tutor yang dipilih adalah santriwati yang cakap, mudah bergaul,mampu menyampaikan informasi dan mempunyai wawasan yang luas. Selanjutnya pelaksanaan tutor sebaya tentang kesehatan reproduksi berlangsung selama 1 bulan dengan pendampingan peneliti. Dan setelah itu peneliti membagikan kuesioner untuk dilakukan analisis setelah tindakan pada 50 sampel. Pengolahan dan analisa data yang diperoleh baik secara dokumenter maupun dari lapangan dianalisa secara kuantitatif dan kualitatif. Untuk mengetahui pengaruh teman sebaya terhadap pemahaman santriwati di pesantren tentang kesehatan reproduksi analisis Model pembelajaran reproduksi sehat (Awatiful Azza, Cipto Susilo) 144 yang dilakukan dengan menggunakan uji sperman Rho. Sedangkan untuk temuan data melalui FGD dianalisis secara kualitatif. HASIL Data tentang usia pertama kali santriwati di pesantren Miftahul Hasan mengalami menarche berdasarkan kuesioner pada sampel didapatkan bahwa dari 50 sampel, sebagian berusia 12 tahun (50%). Jika dilihat dari rentang usia santriwati yang berada di pondok pesantren Miftahul Hasan berkisar antara 11-16 tahun dan kebanyakan santriwati berusia 14 tahun yaitu sebanyak 18 santriwati (36 %). Lama santriwati berada di pesantren berkisar antara 1- 4 tahun, dari data penelitian ditemukan bahwa sebagian santri berada di pesantren selama 3 tahun (50%). Ada tiga katagori pengetahuan yang berdasarkan analisis terhadap responden yitu pengetahuan baik, cukup dan kurang. Hasil cross tabulasi pada kelompok sebelum diberi perlakuan didapatkan bahwa pengetahuan santriwati adalah 20% pengetahuan baik, 68% pengetahuan sedang dan 12% pengetahuan kurang. Untuk pengetahuan pada kelompok setelah diberi perlakuan didapatkan Pengetahuan baik 70%, pengetahuan cukup 20% dan pengetahuan kurang 10%. Hasil uji menggunakan Spearman’s rho menunjukkan nilai 0,00 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa ada pengaruh pembelajaran reproduksi sehat terhadap pemahaman santriwati. Berdasar temuan tersebut maka model pembelajaran reproduksi sehat menjadi penting untuk diterapkan di pesantren tradisional. Untuk keeratan hubungan atau koefisien korelasi pada penelitian ini didapatkan bahwa berada pada 0,627 artinya berada pada korelasi yang tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan santriwati 62,7 % dipengaruhi oleh tutor sebaya, dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. PEMBAHASAN Kesehatan reproduksi menyangkut proses, fungsi dan system reproduksi pada seluruh tahap kehidupan. Untuk mendapatkan reproduksi yang sehat dan bertanggung jawab memerlukan bimbingan moral yang baik (Crow 2004). Dalam kaitannya pemasyarakatan kehidupan reproduksi yang sehat dibutuhkan tidak hanya kekuatan lembaga (melalui tokoh), namun juga sangat ditentukan ketepatan materi yang disampaikan, cara penyampaian dan kepada siapa materi itu disampaikan. Santri di pesantren merupakan remaja yang membutuhkan pengetahuan serta pendidikan mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi. Tabel 1. Pengetahuan sebelum dan sesudah pembelajaran reproduksi sehat di Pesantren Miftahul Hasan Pengatahuan sebelum Pengetahuan sesudah Spearman's rho Pengatahuan sebelum Correlation Coefficient 1.000 .627 ** Sig. (2-tailed) . .000 N 50 50 Pengetahuan sesudah Correlation Coefficient .627 ** 1.000 Sig. (2-tailed) .000 . N 50 50 **Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Tutor Sebaya Santriwati Santriwati Santriwati Santriwati Jurnal Ners Vol. 11 No. 1 April 2016: 142-146 145 Gambar 1: Model pembelajaran reproduksi sehat melalui tutor sebaya di pesantren Miftahul Hasan Jember Hasil penelitian di pesantren salaf ini menunjukkan bahwa pembelajaran kesehatan reproduksi ini kebanyakan hanya diberikan melalui media kitab kuning. Pembelajaran seksualitas melalui media kitab kuning lebih banyak memberikan pendidikan normatif syari’ah, akhlak dan belum terkait dengan kesehatan reproduksi. Pembelajaran seksualitas lewat kitab kuning ini diberikan kepada santri dengan materi seksualitas dan kesehatan reproduksi melalui kitab Risalatul Mahid. Materi-materi yang dijelaskan dalam kitab Risalatul Mahid yaitu sebagian besar membahas mengenai haid, nifas dan wiladah serta cara bersucinya setelah mengalami haid, nifas ataupun wiladah. Di dalamnya juga dijelaskan mengenai tata cara hubungan suami istri tetapi hanya dijelaskan garis besarnya saja. Data tentang dukungan pengelola pesantren didapatkan melalui kegiatan wawancara dengan ustadz dan pimpinan pesantren, serta melalui diskusi dalam kegiatan FGD. Hasil temuan peneliti didapatkan gambaran bahwa sistem pembelajaran yang ada dalam pondok pesantren tradisional mempunyai keunikan dibandingkan dengan sistem yang diterapkan dalam pendidikan pada umumnya. Tidak ada kurikulum baku yang dikembangkan dalam pesantren tradisional atau salaf. Masing-masing pesantren diberi kewenangan untuk menyusun kurikulum sesuai kebutuhan santriwati. Penelitian yang dilakukan di tempat pondok pesantren salaf ini menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda tentang pengelolaan pesantren, yaitu: 1) memakai sistem tradisional yang mempunyai kebebasan penuh dibandingkan dengan sekolah modern, sehingga terjadi hubungan dua arah antara santri dan kiyai; 2) kehidupan di pesantren menempatkan semangat demokrasi karena mereka praktis bekerja sama mengatasi problema non-kurikuler mereka; 3) para santri tidak mengharap penghargaan kependidikan yaitu perolehan gelar dan ijazah, karena sebagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijazah, sedangkan santri dengan ketulusan hatinya masuk pesantren tanpa adanya ijazah tersebut. Hal itu karena tujuan utama adalah mencari keridlaan Allah Swt dan ilmu untuk diamalkan. Namun ada temuan yang berbeda dengan pesantren Miftahul Hasan, pengelola pesantren memberikan kebebasan santrinya untuk mengikuti kegiatan ujian paket C, karena sesuai dengan tuntutan kebutuhan santri setelah keluar dari pesantren, yaitu: a) sistem pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, persamaan, rasa percaya diri, dan keberanian hidup; b) pembelajaran kesehatan reproduksi selama ini dipelajari di media kitab kuning; c) hal-hal yang telah dipelajari lebih banyak memberikan pendidikan normatif syari’ah, akhlak dan belum terkait dengan kesehatan reproduksi. Pembelajaran seksualitas lewat kitab kuning ini diberikan kepada santri dengan materi seksualitas dan kesehatan reproduksi melalui kitab Risalatul Mahid. Materi-materi yang dijelaskan dalam kitab Risalatul Mahid yaitu sebagian besar membahas mengenai haid, nifas dan wiladah serta cara bersucinya setelah mengalami haid, nifas ataupun wiladah. Di dalamnya juga dijelaskan mengenai tata cara hubungan suami istri tetapi hanya dijelaskan garis besarnya saja. Hasil FGD pengelola pesantren bersama masyarakat menunjukkan bahwa pengelola pesantren setuju dimasukkan pembelajaran kesehatan reproduksi, namun harus di sampaikan dengan pendekatan yang santun dan tidak terlalu vulgar. Selama ini santri belum mendapatkan materi khusus tentang kesehatan reproduksi. Santriwati hanya mendapatkan pelajaran kesehatan reproduksi berdasar tinjauan hukum Islam. Kelompok sebaya adalah sekelompok siswa yang telah tuntas terhadap bahan pelajaran, memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami bahan pelajaran yang dipelajarinya. Bantuan belajar oleh teman sebaya dapat menghilangkan kecanggungan. Bahasa teman sebaya lebih mudah dipahami selain itu dengan teman sebaya tidak ada rasa enggan, rendah diri, malu, dan sebagainya, sehingga diharapkan siswa yang kurang paham tidak segan-segan untuk mengungkapkan berbagai kesulitan yang dihadapinya (Desmita 2009). Tutor sebaya merupakan salah satu strategi pembelajaran untuk membantu memenuhi kebutuhan peserta didik. Ini merupakan pendekatan kooperatif bukan kompetitif. Rasa saling menghargai dan mengertu dibina diantara peserta didik yang bekerjasama. Pondok pesantren memiliki karakteristik unik dari lembaga-lembaga Model pembelajaran reproduksi sehat (Awatiful Azza, Cipto Susilo) 146 pendidikan lainnya,dan karekateristik ini tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan lain selain pesantren. Ada beberapa metode pengajaran yang diberlakukan di berbagai pesantren, diantaranya adalah: Sorogan, Weton/Bandungan, Halaqoh, Hafalan, Hiwar, Bahtsul Masa’il, Fathul Kutub, dan Muqoronah (Nurhasannah 2006) Dalam perkembangannya santri belajar dengan menggunakan banyak sumber (Dian 2010). Dalam proses pendidikan kesehatan reproduksi di pesantren, ustadzah bukan satu- satunya sumber yang dapat dijadikan pedoman oleh santri. Hal ini berarti santri harus mandiri, tidak tergantung dan tidak mengandalkan materi pendidikan kesehatan reproduksi dari ustadzah semata. Dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar yang tersedia santri berusaha aktif mencari sumber belajar yang berkaitan dengan materi pendidikan kesehatan reproduksi. Metode pembelajaran tutor sebaya mampu meningkatkan pemahaman santri tentang kesehatan reproduksi secara mandiri dan lebih bertanggung jawab. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pesantren tradisional merupakan pendidikan non formal yang mempunyai andil cukup besar dalam membantu meningkatkan kecerdasan bangsa. Tidak adanya kurikulum yang baku tentang kesehatan reproduksi menyebabkan sebagian besar santriwati belum mendapatkan pemahaman yang benar tentang kesehatan reproduksi, selama ini mereka hanya mempelajara kesehatan reproduksi berdasar pada tinjauan agama. Pengetahuan santriwati sebelum dilakukan pembelajaran reproduksi sebagian besar cukup dan setelah dilakukan pembelajaran reproduksi sehat di pesantren Miftahul Hasan mayoritas menjadi baik. Ada pengaruh pembelajaran reproduksi sehat yang diberikan dipesantren tradisional terhadap pemahaman santriwati. Saran Perlu kerjasama lintas program dan sektor dalam meningkatkan sosialisasi kesehatan reproduksi pada remaja baik dilingkungan umum maupun di pesantren. Perlu diberikan penguatan bagi pengelola pesantren agar pembelajaran kesehatan reproduksi menjadi materi yang disampaikan di pesantren tidak hanya dari tinjauan agama, namun juga tinjauan bio-psiko dan sosial. KEPUSTAKAAN Azza, A., 2009. Beban Perempuan penderita HIV/AIDS dalam perspektif Gender. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember. Crow, 2004. Educational Psychology. American Book Company, New York. Desmita, 2009. Model Teman Sebaya sebagai media pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta. Dian, 2010. Pondok pesantren dalam persepektif pendidikan Islam Indonesia. Skripsi. STAIN Jember. Hutapea, R., 2003. No Title, Jakarta: Rineka Cipta. Iriyanti, 2003. No Title, Jakarta: EGC. Nurhasannah, 2006. Pola Pendidikan Pesantren: Studi Terhadap Pesantren se- Kota Pekanbaru. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau.