NERS Vol 10 No 1 April 2015.indd 1 PENINGKATAN NUTRISI IBU HAMIL DI INDONESIA: PENTINGNYA PERAN BIDAN DI DESA DAN KADER (Improving the Nutrition of Pregnant Village Women in Indonesia: The Important Roles of Village Midwives and Cadres) Setyowati* *Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424, Indonesia Email: watisetyowati@yahoo.com.au atau wati123@ui.ac.id ABSTRAK Pendahuluan: Angka kematian ibu di negara berkembang seperti di Indonesia masih tinggi. Tiga penyebab kematian adalah perdarahan, infeksi, dan eklampsia. Beberapa kondisi tersebut disebabkan secara tidak langsung oleh anemia kekurangan zat besi. Banyak program nutrisi yang sudah dilakukan oleh pemerintah Indonesia, tetapi nutrisi pada wanita hamil masih merupakan masalah yang besar di Indonesia. Penelitian ini menggali status nutrisi ibu hamil di daerah pedesaan di Propinsi Banten serta mengidentifi kasi intervensi yang sesuai untuk mengatasi masalah nutrisi ibu hamil di pedesaan. Metode: Desain yang digunakan adalah studi deskripsi longitudinal dengan pendekatan studi operasional dengan memberdayakan bidan desa dan kader untuk memberikan intervensi nutrisi ibu hamil di desa. Pengukuran yang dilakukan adalah mengukur kadar anemia, indeks masa tubuh, dan berat badan. Tiga tahap telah dilakukan dengan pendekatan community development sebagai intervensi. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa perubahan dalam praktek bidan terjadi setelah dilakukan intervensi dan juga kader lebih baik dalam berkomunikasi tentang nutrisi dengan masyarakat. Namun demikian intervensi ini belum cukup untuk dapat merubah status nutrisi ibu hamil secara keseluruhan dan intervensi tidak mempengaruhi kesehatan komunitas dalam jangka waktu yang pendek di desa intervensi. Perubahan keadaan ini memerlukan waktu yang cukup lama. Analisis dan diskusi: Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah kepada pemerintah dan institusi pendidikan untuk meningkatkan kompetensi dari pemberi pelayanan kesehatan dalam pelayanan kesehatan pada ibu hamil khususnya nutrisi dan cara keterampilan komunikasinya. Kata kunci: community development, Indonesia, status nutrisi, ibu hamil, perawatan di komunitas desa. ABSTRACT Introduction: The maternal mortality remains high in developing countries such as Indonesia. Three most common reasons for this incidence are hemorrhage, infection, and eclampsia. Some of these conditions can be infl uenced by Iron Defi ciency Anemia (IDA). A lot of programs for nutrition have been provided by Indonesian government, but the nutritional condition of pregnant women still be big problem in Indonesia. This study explored the nutritional status of pregnant village women in Banten Province, Indonesia and assessed interventions in dealing with nutrition problems among pregnant women especially in the rural area. Method: The design was a longitudinal descriptive study with operational study by empowering village midwives and cadre to intervene pregnant women nutrition in rural area. The measurements were focused on the rate of anemia, body mass index (BMI), and weight. Three stages were applied in this study with community development as intervention. Result: This study reported some changes in the midwife practises after Intervertion, while cadres more talkative when explaining about nutrition after intervention. However, the intervention did not affect the overall nutritional status of the pregnant women and the intervention was not able to infl uence the community’s health in the medium term in the intervention villages. Analysis and discussion: This study recommend the government and educational institutions to improve the competencies of health care providers especially in communication skill. Keywords: Community development, Indonesia, nutritional status, pregnant women, rural nursing. PENDAHULUAN A ng k a ke m at ia n ibu d i nega r a berkembang masih terus tinggi, seperti di Indonesia walaupun segala upaya telah dilak u kan seper ti perat u ran-perat u ran, p e l a k s a n a a n p r o g r a m - p r o g r a m d a n aktivitasnya. Tiga penyebab utama dari kematian ini adalah terjadinya perdarahan, infeksi dan eklampsia. Beberapa dari kondisi tersebut dapat disebabkan anemia karena defi siensi zat besi (IDA) yang terjadi kurang lebih 51% dari wanita di Indonesia (WHO, 1994 & Kodyat et al.). Risiko kematian akan lebih tinggi pada wanita dengan anemia yang berat (Hb < 70 atau 80 gm/L) (UN/ACC- SCN, 1997, Kodyat et al., 1998, & Depkes RI, 2007). Pemerintah Indonesia mulai program 2 Jurnal Ners Vol. 10 No. 1 April 2015: 1–8 pemberian rutin untuk wanita hamil pada pertengahan tahun 1970-an. Di samping itu pemerintah Indonesia juga mengidentifi kasi kemungkinan memberdayakan masyarakat lokal dalam aktivitas promosi kesehatan (Ber man, 1984; Depkes RI, 2011). Para perempuan di komu nitas yang dikenal sebagai kader dilatih sebagai penyuluh nutrisi di samping tugas-tugas program kesehatan lain nya dalam posisinya sebagai kader kesehatan. Kader kesehatan terlihat mempunyai pengaruh yang sedikit untuk menurunkan prevalensi anemia pada wanita hamil yang tetap sekitar 64% pada tahun 1988 dan sampai sekarang masih sekitar 60% (Kodyat et al., 1998; Kosen et al., 1998; WHO, 1998). Namun demikian sudah ada beberapa keberhasilan dari beberapa program pemerintah misalnya angka kematian bayi turun menjadi 32/1000 kelahiran hidup berdasarkan survey rumah tangga tahun 2008 karena peningkatan ekonomi dan pelayanan (W HO, 2002). Meskipun demikian, pemberian suplemen zat besi tidak menunjukkan hasil yang efektif. Oleh sebab itu ada kebutuhan yang mendesak untuk mengkaji ulang bagaimana sebetulnya cara yang sesuai untuk menurunkan anemia pada ibu hamil di Indonesia. Penelitian ini menjelaskan bagaimana peran yang harus dilakukan oleh bidan yang bekerja di desa dan kader-kader untuk meningkatkan status nutrisi ibu hamil yang dilakukan melalui intervensinya ke komunitas. Intervensi yang ber upa pelatihan pendekatan komunitas dan memberdayakan komunitas melalui komunikasi yang efektif khususnya dalam nutrisi dan pemberian zat besi. Intervensi yang dilakukan berdasarkan pada Model Green’s Health Promotion (Green & Kreuter, 2005). Pengukuran status nutrisi dilakukan sebelum dan sesudah intervensi Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengidentifi kasi efektivitas dari program intervensi dengan partisipasi/pemberdayaan komunitas terhadap status nutrisi ibu hamil di pedesaan. METODE DAN BAHAN Penelit ia n i n i d ila k u k a n denga n menggunakan desain studi operasional dengan pendekatan kuantitatif (cross sectional untuk survey status nutrisi) dan didukung dengan data kualitatif (studi etnografi). Penelitian dilakukan di provinsi Banten Jawa Barat dengan 4 desa di Serang sebagai lokasi penelitian dan 4 desa di Cilegon sebagai desa pembanding. Perlakuan diberikan kepada petugas bidan desa dan kadernya. Karena kedua daerah ini berdekatan tetapi dapat dicegah untuk kontak masing –masing subjek penelitian karena jarak geografi s yang jauh namun budaya dan sumber-sumber makanan sama. Keluasan dan jumlah penduduk kedua daerah sama. Penelitian mengg u nakan 3 tahap. Tahap pertama digunakan pendekatan cross sectional dalam pengambilan data terhadap kadar haemoglobin, Basal Metabolisme Index (BMI) dan perubahan berat badan pada setiap ibu hamil di desa tempat penelitian selama tiga bulan. Terdapat rerata 18 ibu hamil per desa dalam sebulan yang melakukan pemeriksaan antenatal. Pada tahap pertama pengumpulan data dilakukan bersama di 8 desa. Jumlah ibu hamil yang menjadi calon responden sebanyak 312 diperoleh dengan cara pendekatan melalui bidan dan kader desa. Ibu hamil yang telah diidentifi kasi diberikan penjelasan dan diminta untuk ikut dalam riset dengan menandatangani informed consent. Hanya 70% (210) dari ibu hamil yang setuju menjadi responden, sehingga ada 121 sampel ibu hamil di desa perlakuan dan 89 di desa pembanding. Ibu hamil diminta untuk mengisi data demografi (umur, pendidikan, status sosial dan pekerjaan) dan data kehamilan (u mu r kehamilan, riwayat abortus, pernah/tidak perdarahan, riwayat kematian janin, dan komplikasi yang dialami). Data status nutrisi dikumpulkan yaitu mengukur berat badan yang dibedakan pada kunjungan pertama dan berat badan sekarang, tinggi badan, tinggi fundus uterus (berat badan diukur dengan memakai baju dengan menggunakan timbangan Seca yang telah dikaliberasi dan dicocokkan dengan timbangan di Puskesmas sebelum penelitian). Pengukuran tinggi badan dengan meter line di mana ibu hamil berdiri menempel di tembok tanpa sepatu. Pengukuran BMI dikalkulasi dengan formula (berat badan dalam 3 Peningkatan Nutrisi Ibu Hamil di Indonesia (Setyowati) kilogram dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan dalam meter. Ibu hamil dikategorikan sebagai di bawah normal bila BMI kurang dari 20, normal bila antara 20-24.9 dan kelebihan bila lebih besar dari 25. Kenaikan berat badan dikalkulasi dengan menghitung selisih berat badan sebelumnya/sebelum hamil dengan berat badan saat ini. Ibu hamil dengan peningkatan berat badan lebih dari standar deviasi di bawah rerata berat badan diklasifi kasikan sebagai kenaikan berat badan rendah. Peningkatan berat badan ibu hamil lebih dari satu standar deviasi di atas rata-rata kenaikan berat badan ibu hamil dikategorikan sebagai kenaikan berat badan yang tinggi dan sisanya yaitu yang sesuai dengan rerata kenaikan disebut normal. Pengukuran haemoglobin dilakukan sebagai data dasar lainnya untuk mengukur stat us nut r isinya dengan mengg u nakan metode cyanmethemoglobin dengan Sahli Haemometer. Alat ini umumnya digunakan untuk test diagnostik anemia di Puskesmas di Indonesia. Tahap satu pada pengumpulan data mengindikasikan bahwa wanita hamil di daerah perlakuan tinggi anemia dan BMI rendah dan peningkatan berat badan rendah. Kondisi ini diperparah dengan kenyataan bahwa bidan dan kader serta para wanita di desa tersebut pengetahuan sangat kurang tentang bagaimana nutrisi yang baik bagi wanita hamil dan bagaimana meningkatkan nutrisi ibu hamil. Masyarakat desa mempunyai keyakinan sehubungan dengan nutrisi, beberapa larangan tentang makanan ibu hamil, juga nilai dan keyakinan mereka bahwa wanita atau istri itu makan harus terakhir dan paling sedikit, demikian juga ibu hamil harus mengurangi makanan selama hamil supaya bayi tidak besar serta dilarang makanan protein hewani tertentu. Wanita hamil di desa yang diteliti tidak patuh dalam minum suplemen tablet besi yang diberikan bidan desa dan tidak dijelaskan tentang nutrisi tambahan yang diperlukan selama kehamilan oleh bidan dan kader. Hasil ini menunjukkan bahwa diperlukan segera peningkatan pengetahuan dan kapasitas bidan desa, kader dan para wanita serta ibu hamil di desa dalam nutrisi. Pelatihan tentang pengembangan masyarakat dilaksanakan dengan berdasarkan pada model Green’s health promotion. Pertama adalah identifi kasi kebutuhan komunitas. Program dikembangkan dengan desain bottom-up, di mana bidan desa, kader dan ibu hamil diberdayakan untuk mengidentifi kasi isu-isu yang spesifi k yang mempengaruhi nutrisi ibu hamil dan juga mengusulkan rencana pemecahan masalah yang cocok dan sesuai. Kedua dengan mengikutsertakan bidan desa dan kader. Prinsip tahap ini adalah membentuk program yang mengikut sertakan bidan desa dan kader dalam membuat program. Mereka dianjurkan untuk mengidentifi kasi berbagai faktor yang mempenga r u h i u nt u k mengemba ng ka n komunitas misalnya: kekuasaan pimpinan/ kepala suku/adat/agama dan identif ikasi strategi untuk menggunakannya. Kemudian dilanjutkan dengan memperkuat hubungan antara bidan desa, kader dan ibu hamil. Kader dan bidan desa diminta untuk melihat dan memberdayakan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pengembangan komunitas misalnya peran dukun bersalin di desa dan mereka har us dapat memberdayakan hal tersebut. Desai n i nter vensi d i kemba ng ka n melalui konsultasi dengan bidan desa, kader dan ibu hamil (melalui diskusi kelompok dan interview individu). Telah dikembangkan yang sesuai dengan menyesuaikan dengan kerangka nasional dan komitmen untuk mengatasi masalah dengan memberdayakan sumber yang ada. Bidan dan kader diundang untuk ikut berpartisipasi dalam pelatihan u nt u k meningkatkan keterampilan dan mengembangkan strategi dalam meningkatkan status nutrisi ibu hamil. Akses dan fasilitas dari proyek diberikan oleh bidan pengawas dan berkoordinasi dengan Puskesmas setempat. Dalam pelatihan juga diberikan feedback dari hasil pengambilan data tahap satu, untuk meningkatkan pemahaman partisipan. Konsep pengembangan komunitas, komunikasi dan nutrisi diperkenalkan kepada bidan desa dan kader di 4 desa perlakuan. Pelatihan menggunakan metode diskusi kelompok, demonstrasi dan aktivitas percobaan seperti mengembangkan dan mempraktekkan strategi unt u k meningkatkan nut r isi ibu hamil. 4 Jurnal Ners Vol. 10 No. 1 April 2015: 1–8 Beberapa contoh strategi yang digunakan adalah pendekatan kepada pimpinan agama atau ketua adat, penyuluhan kesehatan secara individual, dan menggunakan poster yang ditempelkan pada tempat yang mudah dilihat masyarakat. Di desa pembanding tidak dilakukan pelatihan tetapi hanya diambil data yang sama untuk membandingkan dengan desa dilakukan perlakuan pada bidan dan kader. Setelah satu tahun dilakukan intervensi, dilakukan pengumpulan data kembali di 8 desa (perlakuan dan pembanding). Pengambilan data dilakukan sama dengan pada tahap satu, yaitu data demografi , kehamilan, umur kehamilan, komplikasi termasuk perdarahan, berat badan sebelum hamil dan saat ini, tinggi dan berat badan saat ini dan hemoglobin. Etika Penelitian Komite etik dari UTS telah menyetujui dan juga komite etik dari UI. Sebagai tambahan ijin dari Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Banten dan kanwil kesehatan propinsi banten. Informed consent telah ditandatangani oleh semua partisipan dan responden setelah penjelasan penelitian. HASIL Penjelasan karak ter istik obstet r ik dari sampel sebelum dan sesudah intervensi terlihat pada tabel satu yaitu 69% (144) dari responden adalah ibu hamil multipara. Dua puluh satu persen (45 orang) dari responden telah mengalami keguguran pada kehamilan sebelumnya. Sedangkan 7% (14 dari 210) mengala m i kela h i ra n ja n i n men i nggal sebelumnya. Tidak ada perbedaan yang berarti sebelum intervensi antara kedua kelompok desa. Sebanyak 32% (56 dari 210) wanita hamil pada trimester satu, 32% (68 dari 210) pada trimester dua dan 41% (86 dari 210) pada trimester tiga. Ada proporsi besar ibu hamil di desa perlakuan pada kehamilan trimester tiga (47%) dan di desa pembanding (33%) tetapi perbedaan tidak bermakna secara statistik (χ2 = 4.63, p >.05). Hanya 5% (10 dari 210) ibu hamil mengalami perdarahan ante natal selama kehamilan ini. Tujuh persen Tabel 1. Karakteristik obstetrik responden di kelompok desa perlakuan dan desa pembanding (sebelum dan sesudah intervensi) di Banten Jawa Barat Variabel Desa pembanding (%) Desa perlakuan (%) Kehamilan: Trimester I [0–16 weeks] Trimester II [17–28 weeks] Trimester III [> 28 weeks] 26 (29.2) – 27 (30.3) 34 (38.2) – 32 (36) 29 (32.6) – 30 (33.7) 30 (24.8) – 34 (34) 34 (28.1) – 43 (43) 57 (47.1) – 23 (23) Riwayat kehamilan: Primipara Multipara [1–5 lahir] Grand multipara [>5 kelahiran] 25 (28.1) – 23 (25.8) 56 (62.9) – 57 (64) 8 (9) – 9 (10) 41 (33.9) – 45 (45) 65 (53.7) – 51 (51) 15 (12.4) – 4 (4) Riwayat Abortus: No abortion 1-3 abortions lebih 3× abortus Still birth 69 (77.5) – 62 (69.7) 19 (21.3) – 20 (20.2) 1 (1.2) – 1 (1) 8 (9) – 6 (6.7) 96 (79.3) – 90 (90) 24 (19.8) – 10 (10) 1 (0.8) – 0 (0) 6 (5) – 1 (1) Komplikasi kehamilan: Tidak ada Perdarahan Antenatal Risiko lahir premature Tekanan darah tinggi Infeksi vagina Lainnya 71 (79.8) – 71 (79.8) 5 (5.6) – 5 (5.6) 10 (11.2) – 9 (10) 3 (3.4) – 0 (0) 1 (1.1) – 1 (1) 4 (4.5) – 8 (9) 105 (86.8) – 91 (91) 5 (4.1) – 0 (0) 5 (4.1) – 0 (0) 3 (2.5) – 0 (0) 1 (0.8) – 0 (0) 7 (5.8) – 9 (9) 5 Peningkatan Nutrisi Ibu Hamil di Indonesia (Setyowati) (15 dari 210) ibu hamil terancam lahir prematur untuk kehamilan ini. Tiga persen (6 dari 210) ibu hamil mengalami tekanan darah tinggi. Komplikasi ini tidak berbeda antara desa perlakuan dan desa-desa pembanding. Terdapat kejadian yang tinggi dari anemia (62%, n = 125) dari seluruh sampel walaupun perbedaan antara dua kelompok tidak banyak (Tabel 1). Dua persen dari masing-masing kelompok mengalami anemia berat (< 7 gm/L). Terdapat rentang kadar haemoglobin yang besar pada dua kelompok. Proporsi ibu hamil yang anemia pada desa pembanding sangat tinggi (71% pada desa C3) dan yang terendah proporsi anemia ibu hamil adalah 46% pada desa C4). Secara tidak diperkirakan proporsi anemia menurun semakin tua kehamilannya pada kelompok perlakuan dan kelompok pemba nd i ng. Ba nya k ibu ha m il ya ng mengalami anemia pada kehamilan trimester satu (67% sampai 73%) dari pada ibu hamil di trimester dua dan tiga (52% to 58%). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada pengukuran haemoglobin turun semakin tua kehamilan trimester dua karena adalanya haemodilution (Hadijono et al., 2010; Rahardjo, 2000). BMI pada ibu hamil dikategorikan rendah, normal dan tinggi menurut pengukuran yang ditetapkan World Health Organization (WHO 1979; WHO 1994; U N-ACC/SCN 1997). Secara keseluruhan ada 48% (101 dari 210) ibu hamil memiliki BMI rendah, 46% (97 dari 210) dari ibu hamil pada BMI yang normal dan 6% (12 dari 210) pada BMI tinggi. Pada desa intervensi terlihat memiliki proporsi ibu hamil dengan BMI rendah yaitu 53% (64 dari121) dibandingkan desa pembanding yaitu 42% (37 dari 89). Variasi proporsi ibu hamil dengan BMI yang rendah antara 35dan 66%, tetapi hanya dua desa di kelompok perlakuan yang mempunyai 50% ibu hamil dengan BMI rendah. Kenaikan berat badan pada ibu hamil sudah ditetapkan sesuai dengan beberapa aturan yang ada (15). Kenaikan berat badan di kategor i kan menjadi kenai kan berat badan jelek, normal dan tinggi, dan sesuai dengan usia kehamilan dan nilai BMI. Secara keseluruhan, 68% ibu hamil (143 dari 210) mengalami kenaikan berat badan yang jelek, 26% ibu hamil mengalami kenaikan berat badan yang normal dan hanya 6% ibu hamil yang mengalami kenaikan berat badan yang tinggi menurut usia kehamilan dan BMI-nya. Desa-desa di kelompok perlakuan memiliki proporsi yang besar pada kenaikan berat badan yang jelek 72% dibandingkan dengan kelompok desa pembanding 62%, tetapi perbedaannya tidak bermakna. Range proporsi ibu hamil yang mengalami kenaikan berat badan yang jelek selama hamil bervariasi setiap desa antara 54%-77%. Ku ra ng lebi h sat u t a hu n setela h i n t e r ve n s i , d a t a d a r i d e l a p a n d e s a dikumpulkan lagi dengan menggunakan metode yang sama pada data dasar di tahap satu sebelum intervensi. Pada tahap tiga umumnya responden di kelompok perlakuan pada kehamilan trimester satu dan dua. Ada perbedaan dengan tahap satu di mana diperoleh lebih banyak responden pada trimester tiga. Tidak ada perbedaan dalam umur kehamilan responden pada tahap satu dan tahap tiga di desa pembanding. Proporsi anemia di kelompok perlakuan ada 54% dan di kelompok desa pembanding ada 46% pada tahap tiga. Proporsi anemia turun sedikit dari 60% di tahap satu menjadi 54% di tahap tiga pada kelompok desa perlakuan. Pada kelompok desa pembanding proporsi anemia sebelum intervensi di kelompok desa perlakuan sebesar 64% dan 46% setelahnya. Ibu hamil pada trimester satu turun proporsi anemia nya pada kedua kelompok. Ibu hamil pada trimester satu hanya kontak sedikit dengan bidan tidak banyak ditemukan perbedaannya. Keseluruhan pada kelompok desa pembanding memilki ibu hamil dengan anemia ringan baik pada tahap satu maupun tahap tiga. Meskipun terjadi peningkatan yang tidak diperkirakan (64% sebelum dan 46% sesudah intervensi). Variabel yang diukur lainnya yang mengidentifi kasikan status nutrisi ibu hamil adalah tingkat BMI. Terdapat proporsi yang tinggi dari ibu hamil dengan BMI rendah (44% di kelompok desa pembanding dan 53% di kelompok desa perlakuan). Proporsi ibu hamil dengan BMI rendah pada tahap satu dan tiga 6 Jurnal Ners Vol. 10 No. 1 April 2015: 1–8 tidak berubah baik pada tahap satu maupun tahap tiga baik di kelompok desa perlakuan maupun pembanding. Secara keseluruhan kedua kelompok desa perlakuan dan pembanding turun proporsi ibu hamil dengan kenaikan berat badan jelek. Kelompok desa pembanding mempunyai proporsi ibu hamil dengan kenaikan berat badan yang rendah sedikit lebih rendah dari pada tahap satu dan tahap tiga. Sedangkan pada kelompok desa perlakuan tetap memiliki proporsi yang tinggi pada ibu hamil dengan kenaikan berat badan yang jelek pada tahap tiga (60%). PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi per ubahan sedikit dari proporsi anemia, kenaikan berat badan dan BMI baik di kelompok desa perlakuan dan kelompok desa pembanding. Secara keseluruhan tidak ada perubahan proporsi BMI dari masing-masing kelompok pada tahap tiga. Meskipun terjadi penurunan yang sedikit proporsi BMI yang jelek pada dua kelompok desa perlakuan, tetapi dampak dari penelitian pada status BMI dari ibu hamil di kelompok desa perlakuan tidak efektif. Terdapat hal yang tidak diperkirakan yaitu waktu yang tidak cukup sejak intervensi dilakukan dan intensitas serta strategi yang digunakan tidak berpengaruh. Faktor yang mempenga r u h i terha d ap BM I, se per t i status ekonomi, keamanan dan kemudahan memperoleh berbagai jenis makanan. Dampak dari intervensi pada status nutrisi ibu hamil tidak efektif, hal ini disebabkan keterbatasan waktu dan logistik serta pendidikan dasar dari target group (Abel et al., 2000; David, 2009). Intervensi tidak dapat mempengaruhi kesehatan komunitas dalam jangka panjang di kelompok desa perlakuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tones (2010) yang berpegang pada indikator epidemiologikal (misalnya mortalitas dan morbiditas) sebaiknya tidak digunakan unt uk mengkaji dan menilai program promosi kesehatan (David, 2009; Green & Kreteur, 2005; Hadijono et al., 2010; Tones, 2010). Pertimbangan dari waktu terjadi antara input dan output secara epidemiologi. Secara terbalik dampak dari penelitian pada proporsi kenaikan berat badan sepertinya lebih efektif pada kelompok desa pembanding. Pada tiga desa pembanding proporsi kenaikan berat badan yang jelek turun tanpa intervensi. K it a berasu msi ba hwa perhat ia n yang lebih dari petugas kesehatan yang ber pengetahuan pada pentingnya nutrisi mempengaruhi hasil ini. Hal ini menjelaskan bahwa dengan kualitas pendidikan yang lebih baik dan praktik bidan di desa tersebut diingatkan akan pentingnya nutrisi bagi ibu hamil setelah selesai mengisi kuesioner. Selanjut nya hal i ni membant u mereka m e n i ng k a t k a n p r a k t i k ny a . Me s k ipu n demikian pengaruh sosial dan budaya serta kepercayaan dan kurang kuatnya posisi wanita di keluarga dalam mengontrol intake gizinya harus dipahami betul oleh petugas kesehatan dalam rangka meningkatkan pelayanannya di tempat praktik. Hal dari hasil ini terlihat bahwa peningkatan kualitas dari komunikasi tentang nutrisi serta memberikan dorongan dan pengetahuan tentang suplemen tablet besi kepada ibu hamil akan membuat ibu mau minum suplemen tablet besi yang diberikan. Di segi lain kemiskinan (tidak mampu membeli makanan) dan budaya (perbedaan gender dan status wanita di keluarga) akan menghambat akses ibu hamil untuk mendapatkan nutrisi yang baik. Dampak dari isu ini tidak bisa terlepas dari kader dan bidan desa di mana karena tingkat pendidikan mereka rendah. Pada kenyataannya mereka lebih berfokus pada perhatiannya pada pekerjaan rutin sehari- hari seperti memberi obat dan pelayanan lainnya, mereka merasa lebih kompeten d iba nd i ng k a n me mb e r i k a n p elaya n a n keperawatan/kebidanan. Meskipun demikian sebaliknya terlihat hasil studi etnografi terdapat penemuan yang penting dengan terjadinya perubahan cara komunikasi dan pendekatan yang digunakan oleh bidan di desa dan kader setelah intervensi. Bidan dilaporkan lebih baik dan kader berbicara lebih banyak tentang nutrisi pada pertemuan-pertemuan setelah intervensi. Dengan mereka memahami dan bekerja dengan budaya akan meningkatkan perilakunya dan cara komunikasinya dalam praktik sehari-hari, kemungkinan untuk 7 Peningkatan Nutrisi Ibu Hamil di Indonesia (Setyowati) meningkatkan dan mempengaruhi perilaku pasien terhadap input nutrisi yang akhirnya meningkatkan status kesehatan pasien. Namun pengar uh cara komunikasi di kelompok intervensi pada status nutrisi ibu hamil tidak berhasil efektif pad waktu yang pendek. Penelitian ini juga mempunyai beberapa keterbatasan. Meskipun sampel penelitian ini relatif kecil, peneliti telah mengembangkan kuesioner dengan nilai validasi dan reliabilitas yang minimum serta mengurangi bias. Namun ada beberapa yang masih harus diperhatikan pada penelitian ini. Desa pembanding masih terlalu dekat dengan desa perlakuan (5 km) dapat menghasilkan bias meskipun peneliti mencoba u nt u k memi n i malisi r dengan melakukan intervensi di desa yang jauh dan ter pencil dan tidak diketahui oleh bidan maupun kader di desa pembanding. Namun karena peraturan pemerintah yang mewajibkan semua pemberi pelayanan kesehatan harus berkumpul satu kali sebulan maka hal ini dapat mempengaruhi hasil dengan kemungkinan adanya transfer pengetahuan dan pengalaman antar petugas di desa-desa tersebut. SIMPULAN Simpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada penurunan proporsi ibu hamil dengan anemia di kelompok desa perlakuan setelah intervensi. Di kelompok desa pembanding justru presentasi ibu hamil dengan anemia turun dari 60% ke 46% persen meskipun tidak dilakukan intervensi. Secara keseluruhan tidak ada perubahan dalam proporsi BMI pada semua kelompok di tahap tiga. Dapat disimpulkan bahwa waktu pemberian intervensi tidak cukup untuk menur unkan proporsi BMI yang jelek. Tidak terjadi penurunan proporsi kenaikan berat badan ibu hamil yang jelek pada kedua kelompok setelah intervensi. Hal tersebut karena keterbatasan waktu dan logistik serta pendidikan dasar dari kelompok target. Intervensi tidak mampu mempengaruhi kesehatan komunitas pada jangka panjang di kelompok intervensi. Meskipun demikian penemuan yang berbeda terjadi pada studi etnografi , di mana poin yang penting adalah terjadinya perubahan cara komunikasi dan pendekatan yang digunakan bidan dan kader setelah intervensi. Tabel 2. Data status nutrisi responden di kelompok desa perlakuan dan desa pembanding (sebelum dan sesudah intervensi) di Banten Jawa Barat Variabel Desa pembanding [Freq (%)] Desa perlakuan [Freq (%)] Anemia Level: Severe I [< 7 gm/L] Moderate [7-10.9 gm/L] Normal [> 11 gm/L] 2 (2) – 2 (2) 55 (62) – 39 (44) 32 (36) – 48 (54) 2 (2) – 2 (2) 70 (58) – 52 (52) 49 (41) – 46 (46) Anemia* Gestation: Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 19/26 (73) – 10/27 (37) 19/34 (56) – 14/32 (44) 15/29 (52) – 17/30 (57) 20/30 (67) – 17/34 (50) 19/34 (56) – 25/43 (58) 33/57 (58) – 12/23 (52) BMI Rate Level: BMI rendah BMI Normal BMI tinggi 37 (42) – 39 (44) 49 (55) – 47 (53) 3 (3) – 3 (3) 64 (53) – 53 (53) 48 (40) – 45 (45) 9 (7) – 2 (2) Kenaikan berat badan Jelek Normal Tinggi 55 (62) – 49 (55) 29 (33) – 27 (30) 5 (6) – 13 (15) 88 (73) – 60 (60) 25 (21) – 36 (36) 8 (7) – 4 (4) 8 Jurnal Ners Vol. 10 No. 1 April 2015: 1–8 Saran Pengaruh cara komunikasi terhadap status nutrisi ibu hamil di kelompok intervensi tidak terlihat bila dilaksanakan dengan jangka pendek, direkomendasikan beberapa hal yaitu perlunya peningkatan pendidikan bidan di desa dan fokus pada ilmu kebidanan dan promosi kesehatan, dan perlu pemahaman budaya dan bekerja dalam budaya untuk meningkatkan stat us nutrisi ibu hamil di pedesaan di Indonesia. KEPUSTAKAAN Abel, R., Rajaratnam, J., Kalaimani, A., Kirubakaran,S., 2000. Can Iron Status Be Improved in Each of the Three Trimesters? A Community Based Study. European Journal of Clinical Nutrition, 54(6): 490–493. Berman, P.A. 1984. Village Health Workers in Java, Indonesia: Coverage and equity. Social Science and Medicine. 19(4): 411–422. David H. Peters et al., 2009. Improving Health Service Delivery in Developing Countries: From Evidence to Action; Washington DC. The World Bank Publication. Green, L. and Kreuter. M., 2005. Health Promotion Planning: An Educational and Ecological Approach (4th Ed.). Mo u nt a i n Vie w, CA : M ay f ield Publishers. Hadijono, R., Pramono, S., Soeyono, A. 2010. Kesehatan Reproduksi di Indonesia. Semarang: Department Obstetri dan Ginekologi, Fak ultas Kedok teran, Universitas Diponegoro. Semarang Indonesia. Henderson, C., Jones, K. 2005. Essential Midwifery. London: Mosby Company. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Prof il Kesehatan Indonesia. Jakarta: Pusat Data Kesehatan Dep, Kes. RI. Kodyat, B., Kosen, S., De Pee, S., 1998. Iron Defi ciency in Indonesia: Current situation and intervention. Nutrition Research; 18(12): 1953–1963. Kosen, S., Kodyat, B., Muhilal., Karyadi, D., Gross, R., 1998. Suggested Actions for Iron Defi ciency Control in Indonesia. Nursing Research; 18(12): 165–197. Tones, K., Green, J. 2010, Health Promotion: Planning and Strategies, London: SAGE Publications Ltd. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2001. Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu. Jakarta, Indonesia. Rahardjo, P. 2000. Indonesia: Posyandu managerial support for grassroots community delivery, USAID, Country Health Statistical Profi le for Indonesia Sloan, N., Jordan, E., Winikoff, B., 2002. Effects of Iron Supplementation on Maternal Haematological Status in Pregnancy. American Journal of Public Health, 92(2): 288–292. Stephansson, O., Dickman, P., 2001. Maternal Weight, Pregnancy, Weight Gain and the Risk of Antepartum Stillbirth. American Journal of Obstetrics and Gynaecology; 184 (3): 463–470. UN-ACC/SCN. 1997. Control and Prevention of IDA: Current status of programs Geneva.UN-ACC/SCN. USA I nst it ute of Med ici ne. Ef fect of Gestational Weight Gain on Outcome in Singleton Pregnancy. Nutrition During Pregnancy. USA, National Academies Press; 176–435. WHO. 2000. Protein and Energy Requirements: A joint FAO/ W HO memorandum. Bulletin of World Health Organization; 1979; 57(1): 65-79. WHO. 1994. Indicators and Strategies for Iron Defi ciency and Anaemia Programmes Geneva, Switzerland. WHO/UNICEF/ UNU; 6–10. WHO. 2002. Indonesia. Making Pregnancy Safer in Indonesia. WHO Indonesia. 2009. Country Health System Profi le. Mother and Child Health.. http:// www.ino.searo.who.int/en/Section3_ 158.htm diakses tanggal 23 Desember 2010.