NERS Vol 10 No 1 April 2015.indd 9 PRODUKSI ASI IBU DENGAN INTERVENSI ACUPRESURE POINT FOR LACTATION DAN PIJAT OKSITOSIN (The Difference in Breastmilk Production between Acupresure Point for Lactation and Oxytocin Massage) Dwi Rahayu*, Budi Santoso**, Esti Yunitasari*** *Akademi Keperawatan Dharma Husada Kediri Jalan Penanggungan No. 41A Kota Kediri **RSUD Dr. Soetomo Surabaya/FK Universitas Airlangga Surabaya ***Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Email: alfarezapriyoputra@yahoo.com ABSTRAK Pendahuluan: Menyusui merupakan salah satu proses adaptasi yang dialami ibu postpartum. Bila seorang ibu dibantu dengan baik pada saat mulai menyusui, ibu akan berhasil untuk terus menyusui. Produksi ASI yang sedikit pada hari- hari pertama melahirkan menjadi kendala dalam pemberian ASI. Acupressure points for lactation merupakan solusi untuk mengatasi ketidaklancaran produksi ASI. Tindakan tersebut membantu memaksimalkan reseptor prolaktin dan oksitosin, serta meminimalkan efek samping dari tertundanya proses menyusui. Tujuan penelitian ini adalah membuktikan perbandingan antara Acupressure Points for Lactation dan pijat oksitosin dalam meningkatkan comfort dan produksi ASI pada ibu postpartum. Metode: Desain penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan rancangan pre-post test design with control group. Teknik pengambilan sampel adalah consecutive sampling, sebanyak 27 ibu postpartum primipara, dibagi 3 kelompok. Kenyamanan diukur dengan GCQ (General Comfort Questionarre), produksi ASI diukur dengan Weighing Test. Data diukur sebelum dan sesudah dilakukannya tindakan, kemudian dianalisa dengan ANOVA dengan α = 0,05. Hasil: Hasil analisa untuk comfort didapatkan nilai p: 0.035 yang berarti ada perbedaan comfort yang signifi kan antara Acupressure Points for Lactation, pijat oksitosin dan kelompok kontrol. Hasil pengukuran produksi ASI didapatkan nilai p = 0.000 yang berarti ada perbedaan produksi ASI yang signifi kan antara Acupressure Points for Lactation, pijat oksitosin dan kelompok kontrol. Analisis dan Diskusi: Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Acupressure Points for Lactation dapat meningkatkan comfort dan produksi ASI pada ibu postpartum di RSUD Kabupaten Kediri. Tindakan ini dapat digunakan sebagai intervensi alternatif dalam melakukan perawatan pada Ibu Postpartum,. Perawat perlu mengajarkan teknik ini kepada Ibi Postpartum agar lebih mandiri dalam mengatasi masalah laktasi. Kata kunci: acupressure points for Lactation, kenyamanan, produksi ASI ABSTRACT Introduction: Breastfeeding is the adaptation process experienced by postpartum mothers. If she has assisted carlier in breastfeeding, the mothers will succeed to continue breastfeeding. In reality milk ejection very little on the fi rst days after birth is a constraint in early breastfeeding. Acupressure points for lactation can increase milk production, help maximize prolactin and oxytocin receptors and minimize the side effects of delaying in the breastfeeding process. The objective of this study was to prove the difference effect of Acupressure Points for lactation and oxytocin massage to increase milk production and comfort on postpartum mothers. Method: This study used a quasy-experiment design with pre-post test design with control group. The sample of this study was recruited using consecutive sampling, consist of 27 mother postpartum primiparous, divided into 3 groups. Comfort was measured with GCQ, and milk production measured with Weighing Test. Data measured before and after the intervention, and analyzed by ANOVA with α = 0.05. Results: The results showed there was a signifi cant difference in comfort between the Acupressure Points for Lactation, oxytocin massage and control group (p = 0.035). and there was a a signifi cant difference in milk production between the Acupressure Points for Lactation, oxytocin massage and Control group (p = 0013). Analysis and Discussion: Conclusion, Acupressure Points for Lactation effective to increase comfort and milk production in postpartum mothers in Kediri District Hospital. This technique should be used as an alternative intervention in treatment of postpartum mothers. Nurses need to teach these techniques to postpartum mothers to be more independent in reduxing the problem of lactation. Keywords: acupressure points for lactation, comfort, Milk Production PENDAHULUAN Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang paling direkomendasikan untuk bayi sedikitnya pada 6 bulan pertama kehidupan (Kramer & Kakuma, 2002). Ketidakcukupan produksi ASI merupakan alasan utama seorang ibu untuk penghentian pemberian ASI secara dini, ibu merasa dirinya tidak mempunyai kecukupan produksi ASI untuk memenuhi kebutuhan bayi dan mendukung kenaikan 10 Jurnal Ners Vol. 10 No. 1 April 2015: 9–19 berat badan bayi yang adekuat (Binns, 2002), sehingga hal tersebut menjadikan menyusui merupakan hal yang dapat menimbulkan stress bagi seorang ibu post partum (Anamed, 2012). Pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai usia 2 tahun di samping pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI) secara adekuat terbukti merupakan salah satu intervensi efektif dapat menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) (Sitaresmi, 2010). Target nasional untuk pemberian ASI Eksklusif adalah 80%, sedangkan dari data didapatkan bahwa ibu yang berhasil memberi ASI secara Eksklusif tercatat sebesar 61,5% pada tahun 2010. Sementara di Jawa Timur, ibu yang memberi ASI sebesar 64.08% pada tahun 2012 dan di Kabupaten Kediri ibu yang memberikan ASI sebesar 65,25% (Seksi Gizi Dinas Kesehatan Proponsi Jawa Timur, 2013) Dari hasil wawancara dengan Kepala Ruang Bersalin RSUD Kabupaten Kediri didapatkan data bahwa pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) belum bisa dilakukan secara optimal dan pemberian ASI seringkali ter t unda diakibatkan ibu enggan unt uk menyusui karena produksi ASI-nya belum keluar dan kuatir bayinya kurang ASI, sehingga bayi tersebut diberi susu formula. Dari hasil pengkajian pada 7 ibu postpartum hari I yang sedang dirawat di Ruang Bersalin RSUD Kabupaten Kediri didapatkan, sebanyak 5 (71,43%) ibu postpartum hari I yang ASI-nya belum keluar. Saat terpenting waktu menyusui adalah beberapa hari pertama setelah melahirkan. Bila seorang ibu dibantu dengan baik pada saat ia mulai menyusui, kemungkinan ibu tersebut akan berhasil untuk terus menyusui (Siregar A, 2004). Kenyataan di lapangan menunjukkan produksi dan ejeksi ASI yang sedikit pada hari-hari pertama setelah melahirkan menjadi kendala dalam pemberian ASI secara dini. Menurut Cox (2006) disebutkan bahwa ibu yang tidak menyusui bayinya pada hari-hari pertama menyusui disebabkan oleh kecemasan dan ketakutan ibu akan kurangnya produksi ASI serta kurangnya pengetahuan ibu tentang proses menyusui. Dua puluh empat jam setelah melahirkan adalah saat yang sangat penting untuk keberhasilan menyusui selanjutnya. Pada jam-jam pertama setelah melahirkan, dikeluarkan hormon oksitosin dan prolaktin yang bertanggung jawab terhadap kelancaran produksi ASI, jadi pada jam-jam pertama tersebut bayi har us tetap disusui (IDAI, 2010) Penurunan produksi ASI pada hari- har i per tama setelah melahirkan dapat disebabkan oleh k urangnya rangsangan hormon prolaktin dan oksitosin yang sangat berperan dalam kelancaran produksi ASI. Penelitian yang dilakukan oleh Blair (2003) menunjukkan bahwa pada 95 ibu postpartum yang menyusui bayinya ditemukan produksi ASI-nya menurun jika rangsangan hisapan bayi menurun atau berkurang. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Pace (2001) menunjukkan bahwa penurunan hisapan bayi juga menurunkan stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin. A d a b e b e r a p a f a k t o r y a n g mempengar uhi keberhasilan laktasi baik faktor internal maupun faktor eksternal. Pada hakikatnya semua wanita dapat menyusui. Jarang ada wanita yang tidak dapat menyusui karena kelainan patofi siologis (WHO, 2003). Menurut WHO diperkirakan 97% wanita subur mempunyai kemampuan untuk menyusui (Iglesias, 2011). Kegagalan dalam proses menyusui sering disebabkan karena timbulnya beberapa masalah, baik masalah pada ibu maupun pada bayi. Masalah pada ibu yang timbul selama menyusui dapat dimulai sejak sebelum persalinan (periode antenatal), pada masa pasca-persalinan dini, dan masa pasca- persalinan lanjut. Masalah menyusui dapat pula diakibatkan karena keadaan khusus. Ibu mengeluhkan bayinya sering menangis atau menolak menyusu yang kemudian diartikan bahwa ASI-nya tidak cukup atau tidak baik sehingga menyebabkan diambilnya keputusan untuk menghentikan menyusui (Widiasih, 2008). R a s a c e m a s y a n g d i s e b a b k a n oleh perasaan takut yang tidak berdasar akan gagalnya meny usui (tidak mampu menghasilkan ASI) dan tidak memiliki ASI yang cukup adalah suatu alasan yang paling 11 Produksi ASI Ibu dengan Intervensi Acupresure Point for Lactation (Dwi Rahayu, dkk.) sering dikemukakan oleh ibu yang mulai gagal menyusui, berhenti menyusui terlalu cepat, atau memulai pemberian makanan tambahan sebelum makanan itu dibutuhkan. Dukungan psikologis akan membant u memperkuat keyakinan dari ibu bahwa dia dapat berhasil menyusui (WHO, 2003). Sampai sa at i n i t id a k ad a bu k t i bahwa terapi konvensional untuk mengatasi ketidakcukupan produksi ASI yang tidak menimbulkan efek samping. Lebih dari ribuan tahun yang lalu akupuntur telah dipromosikan untuk peningkatan produksi ASI. Pada saat ini, banyak penelitian tentang Traditional Chinese Acupuncture (TCA) untuk mengatasi ketidakcukupan produksi ASI, akan tetapi semua penelitian tersebut tidak menggunakan kelompok kontrol. Untuk evaluasi klinik yang lebih kredibel, diperlukan kelompok kontrol dalam penelitian ini (Watson, 1991). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan intervensi acupressure point for lactation dan pijat oksitosin unt uk meningkatkan produksi ASI dengan pendekatan comfort theory dari Kolcaba. Teknik acupressure points for lactation merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran produksi ASI (Anamed, 2012). Tindakan tersebut dapat membantu memaksimalkan reseptor prolaktin dan oksitosin serta meminimalkan efek samping dari tertundanya proses menyusui oleh bayi (Evariny, 2008). Acupressure points for lactation juga dapat meningkatkan perasaan rileks pada ibu postpartum. Acupressure points for lactation melalui titik meridian sesuai dengan organ yang akan dituju dapat membantu mengurangi rasa ketidaknyamanan. Akupresur akan meningkatkan kadar endorfi n dalam darah maupun sistemik. Stimulasi akupresur dapat membawa hubungan subtansi untuk pelepasan zat yang mampu menghambat sinyal rasa sakit ke otak. Efek rangsangan titik akupresur dapat melalui saraf dan dapat melalui transmiter humoral yang belum dapat diterangkan dengan jelas (Garret et al. 2003, dalam Apriany, 2010;Saputra, 2000). Teori neurotransmitter yang menghasilkan endorfi n yaitu dengan mempengaruhi area otak, menstimulasi sekresi beta-endorphin dan enkepalin pada otak dan spinal cord. Pelepasan neurotransmitter mempengaruhi sistem imu n dan sistem antinoceptive. (Saputra, 2000). Endorfi n merupakan opiat tubuh secara alami dihasilkan oleh kelenjar pituitary yang berguna untuk mengurangi nyeri, mempengaruhi memori dan mood yang kemudian akan memberikan perasaan rileks (Tuner, 2010 dalam Apriany, 2010). Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima - keenam dan merupakan usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan (Biancuzzo, 2003; Yohmi & Roesli, 2009). Pijatan ini berfungsi untuk meningkatkan hormon oksitosin yang dapat menenangkan ibu, sehingga ASI pun otomatis keluar. Peningkatan rasa nyaman merupakan salah satu tujuan dari comfort theory yang d i kemba ng k a n oleh Kolcaba. Kolcaba m e nya t a k a n b a hwa p e r awat a n u nt u k meningkatkan kenyamanan memerlukan sekurangnya tiga tipe intervensi comfort yaitu: teknis pengukuran kenyamanan, coaching (mengajarkan) dan comfort food for the soul (Kolcaba, 2011). Pada penelitian ini, intervensi yang digunakan oleh penelti adalah comfort food for the soul, terapi untuk kenyamanan pasien yang meliputi pemijatan. Dalam hal ini peneliti mengaplikasikan teknik acupressure point for lactation dan pijat oksitosin untuk membe r i k a n st i mu la si k ut a neu s ya ng diharapkan akan meningkatkan kenyamanan pasien, merangsang keluar nya oksitosin, sehingga terjadi peningkatan produksi ASI. BAHAN DAN METODE Desain penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan rancangan pre-post test with control group. Teknik pengambilan sampel adalah consecutive sampling, sebanyak 27 ibu postpartum primipara, dibagi 3 kelompok (kelompok acupressure points for lactation, pijat oksitosin, dan kelompok kontrol) dengan kriteria inklusi: 1) bayi tidak diberikan susu formula pada saat dilakukan penelitian; 2) refl ek hisap bayi baik (dilakukan penilaian dengan instrumen LATCH), 3) BB bayi > 12 Jurnal Ners Vol. 10 No. 1 April 2015: 9–19 2500 gram; 4) ibu dan bayi dirawat dalam 1 ruang (rawat gabung), 5) bentuk puting pada kedua payudara ibu menonjol. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah: 1) ibu mengalami komplikasi persalinan (misalnya perdarahan postpartum, infeksi postpartum), 2) ibu postpartum dengan gangguan anatomi payudara (misalnya puting masuk/datar), 3) bayi yang dilahirkan meninggal. Peng u mpula n d at a mengg u na ka n General Comfort Questionarre (GCQ) untuk kenyamanan dan weighing test untuk produksi ASI. Pre-test dilakukan pada kelompok kontrol terlebih dahulu dengan melakukan pengukuran kenyamanan, setelah itu dilakukan follow up tiap 2 hari selama 2 minggu, setelah itu dilakukan post-test pada kelompok kontrol. Pada kelompok pijat oksitosin dan acupressure points for lactation, sebelumnya dilakukan pengukuran kenyamanan dan produksi ASI, setelah itu dilakukan tindakan (pijat oksitosin dan acupressure points for lactation pada tiap-tiap kelompok) tiap 2 hari sekali selama 2 minggu (6 kali tindakan), setelah tindakan selesai dilakukan pengukuran kenyamanan dan produksi ASI. HASIL Usia mer upakan salah sat u faktor f isiologis yang seca ra langsu ng d apat mempengar uhi proses pengeluaran ASI. Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 27 responden, sebagian besar berada pada rentang usia 21-30 tahun yaitu sebanyak 77,78%, di mana pada usia ini merupakan usia produktif dan waktu yang tepat untuk hamil dan melahirkan serta merupakan usia yang paling baik dalam memproduksi ASI (Biancuzzo, 2003). Dalam penelitian ini, seluruh responden berada dalam rentang usia produktif untuk memproduksi ASI. Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden Karakteristik Kontrol Pijat Oksitosin Acupressure Points for Lacatation Uji Homogenitas Kontrol Pijat Oksitosin Acupressure Points for Lacatation f % f % f % Usia p = 0.122 ≤ 20 tahun 2 22 3 33 2 22 21–30 tahun 7 78 6 67 7 78 Pendidikan p = 0.750 SD 2 22 2 22 1 12 SMP 2 22 4 44 4 44 SMA 5 56 3 34 4 44 IMT p = 0.331 Normal 7 78 5 56 3 33 Overweight 2 22 4 44 6 67 BBL (Gram) p = 0.648 2500–3000 2 22 4 44 5 56 3001–3500 6 67 4 44 2 22 3501–4000 1 11 1 12 2 22 Tabel 2. Tabel distribusi frekuensi peningkatan kenyamanan pada responden No Kel Resp Mean StDev p 1 Kontrol 9 0,44 9,44 p = 0.0352 Pijat Oksitosin 9 7,22 7,32 3 Acupressure Points for Lactation 9 13 11,55 13 Produksi ASI Ibu dengan Intervensi Acupresure Point for Lactation (Dwi Rahayu, dkk.) Tabel 3. Perbedaan kenyamanan antara kelompok responden dengan uji LSD Kelompok yang Dibandingkan Nilai signifi kansi Kelompok kontrol p = 0,147 Kelompok pijat oksitosin Kelompok kontrol p = 0,011 Kelompok acupressure points for lactation Kelompok pijat oksitosin p = 0,214 Kelompok acupressure points for lactation Berdasarkan uji homogenitas usia responden antara kelompok kontrol, kelompok pijat oksitosin dan kelompok acupressure points for lactation menggunakan ANOVA didapatkan distribusi usia responden antara kelompok kontrol dan perlakuan homogen, sehingga variasi faktor usia dianggap tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi laktasi terkait dengan latar belakang sosial budaya. Hal ini berkaitan dengan kemampuan ibu untuk menerima informasi yang nantinya berpengaruh secara langsung dalam proses pengeluaran ASI. Faktor langsung yang terkait psikologis ibu meliputi persepsi ibu mengenai keuntungan dan ker ugian menyusui dan pengetahuan tentang menyusui (Biancuzzo, 2003). Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 27 responden didapatkan sebagian besar responden pada tiap-tiap kelompok berpendidikan SMA. Tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang ASI pada responden hampir seluruhnya baik, terbukti dengan adanya motivasi untuk memberi ASI eksklusif pada bayinya. Selain itu, latar belakang pendidikan ini juga sangat membantu peneliti dalam memberikan intervensi. Berdasarkan uji homogenitas pendidikan responden antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan menggunakan kruskall walis didapatkan p = 0,750 yang berarti bahwa distribusi pendidikan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan homogen, sehingga variasi faktor pendidikan pada kelompok responden dianggap tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Faktor fi siologis status kesehatan ibu, nutrisi, asupan cairan mer upakan faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi p r o s e s p e ngelu a r a n A SI ( Bi a nc u z z o, 2003). Dalam penelitian ini diambil data mengenai status gizi ibu sebelum hamil berdasarkan IMT. Hal ini dikarenakan status gizi orang dewasa cenderung konstan jika diukur melalui anthropometri. Selain itu, berdasarkan wawancara, seluruh responden tidak mempunyai pantangan makanan setelah melahirkan dan selur uh responden juga mengonsumsi diet tinggi kalori dan tinggi protein. IMT sebelum hamil juga berpengaruh terhadap inisiasi dan durasi menyusui (JM, 2011). Berdasarkan uji homogenitas pendidikan responden antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan menggunakan kruskall walis didapatkan p = 0,331 yang berarti bahwa distribusi status nutrisi antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan homogen, sehingga variasi faktor status nutrisi pada kelompok responden dianggap tidak ber pengar u h terhadap variabel dependen. Salah satu faktor tidak langsung dalam proses menyusui adalah faktor bayi yaitu berat badan bayi saat lahir, temperamen bayi, status kesehatan bayi. Hubungan berat badan lahir bayi dengan volume ASI berkaitan dengan kekuatan untuk menghisap, frekuensi, dan lama penyusuan dibanding bayi yang lebih besar. Bayi yang dilahirkan seluruh responden termasuk dalam kategori bayi normal dengan APGAR score baik dan BB antara 2500- 4000 gram, sehingga faktor berat badan bayi dianggap tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Berdasarkan uji homogenitas berat badan bayi saat lahir responden antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan menggunakan kruskall walis didapatkan p = 0,648 yang berarti bahwa distribusi berat 14 Jurnal Ners Vol. 10 No. 1 April 2015: 9–19 badan bayi saat lahir antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan homogen, sehingga variasi faktor berat badan bayi saat lahir pada kelompok responden dianggap tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Dari hasil uji statistik dengan uji statistik parametrik ANOVA pada tabel 2 didapatkan ada perbedaan antara kelompok acupressure points for lactation, pijat oksitosin dan kelompok yang tidak dilakukan perlakuan dengan nilai p = 0,035 (p < 0,05). Untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda dilanjutkan dengan uji LSD pada tabel 3 yang menunjukkan ada perbedaan kenyamanan yang signifi kan antara kelompok kontrol dan kelompok acupressure points for lactation, dengan nilai p: 0.011 (p < 0,05). Namun, antara kelompok kontrol dan pijat oksitosin serta pijat oksitosin dengan kelompok acupressure points for lactation tidak ada perbedaan yang signifi kan. Tabel 5 menunjukkan hasil uji statistik perbedaan peningkatan produksi ASI antara 3 kelompok, yang didapatkan bahwa ada perbedaan yang signifi kan antara kelompok kontrol dan kelompok acupressure points for lactation, dengan didapatkan nilai p = 0,004 (p < 0,05). hasil yang tidak signifi kan antara kelompok kont rol dan kelompok pijat oksitosin, dengan nilai p = 0.349 (p > 0.05), dan perbedaan yang signifi kan antara kelompok acupressure points for lactation dan kelompok pijat oksitosin, dengan nilai p = 0.037 (p < 0,05). PEMBAHASAN Pe n g u k u r a n k e n y a m a n a n y a n g d ila k u k a n ke pa d a responden sebelu m diber i kan tindakan pijat oksitosin dan acupressure points for lactation didapatkan peningkatan kenyamanan pada responden. Akan tetapi ada sebagian responden yang mengalami penurunan kenyamanan hal ini dikarenakan ibu mengalami puting lecet. Pada kelompok kontrol terdapat 3 responden yang mengalami penurunan kenyamanan karena ibu mengalami puting lecet dan ibu mengatakan setiap kali menyusui merasakan sakit pada putingnya ibu. Puting lecet merupakan salah satu faktor ketidaknyamanan pada ibu yang secara tidak langsung mempengaruhi produksi ASI. Ibu sering berhenti menyusui karena hal tersebut, sehingga angsangan isapan bayi berkurang dan berdampak pula pada produksi ASI yang semakin menurun (Suradi, 2004). Bila ibu yang menyusui mengalami stres, maka akan terjadi suatu blokade dari refl eks let down. Ini disebabkan oleh pelepasan dari adrenalin (epinefrin) yang menyebabkan vasokonstriksi dari pembuluh darah alveoli, sehingga oksitosin yang dapat mencapai target organ mioepitelium hanya sedikit. Selain itu Tabel 4. Perbedaan peningkatan produksi ASI No Kelompok Responen Mean StDev p 1 Kontrol 9 27,22 18,21 p = 0,013 2 Pijat Oksitosin 9 34,44 15,50 3 Acupressure Points for Lactation 9 51,11 14,09 Tabel 5. Perbedaan peningkatan produksi ASI dengan Uji LSD No Kelompok Mean p 1 Kelompok kontrol 27,22 p = 0,349 Kelompok pijat oksitosin 34,44 2 Kelompok kontrol 27,22 p = 0,004 Kelompok acupressure points for lactation 51,11 3 Kelompok acupressure points for lactation 51,11 p = 0,037 Kelompok pijat oksitosin 34,44 15 Produksi ASI Ibu dengan Intervensi Acupresure Point for Lactation (Dwi Rahayu, dkk.) akan terjadi pula pelepasan noradrenalin pada sistem syaraf pusat, sehingga aktivitas kedua substansi kimia ini akan menyebabkan terhambatnya milk ejection refl ex (Riordan & Auerbach, 2010). Refl eks let down yang tidak sempurna akan berakibat bayi yang haus menjadi tidak puas. Ketidakpuasan ini akan menyebabkan tambahan stres bagi ibu. Bayi yang haus dan tidak puas ini akan berusaha untuk mendapatkan ASI yang cukup dengan cara menambah kuat hisapannya, sehingga tidak jarang menimbulkan luka-luka pada puting susu yang menyebabkan rasa sakit pada ibu. Hal ini juga akan menambah stres pada ibu, sehingga akan terbentuk suatu lingkaran setan (circulus vitiosus) dengan akibat kegagalan dalam menyusui (Machfuddin, 2004). Sesuai dengan teori bahwa prolaktin yang dihasilkan selama proses menyusui telah diteliti mempunyai efek relaksasi yang menyebabkan ibu menyusui merasa tenang bahkan mempunyai efek euforia, sehingga semakin tinggi kadar prolaktin, dapat mencegah kejadian postpartum blues (Riordan & Auerbach, 2010). Meny usui juga melindungi ibu dengan menginduksi ketenangan, mengurangi reaktivitas ibu untuk stres. Menyusui memiliki efek perlindungan pada kesehatan mental ibu yang disebabkan karena st res dengan cara melemah kan dan memodulasi respon inf lamasi melalui penurunan kortisol, ACTH, epinefrin dan norepinefrin. Ketika meny usui berjalan dengan baik, kadar proinfl ammatory cytokine akan turun dalam batas normal, sehingga menurunkan reaksi infl amasi yang menjadi underlying risk factor terjadinya depresi, hal ini akan melindungi ibu dari stres dan menjaga suasana hati ibu (Tackett, 2007). Me nu r ut Kolcaba , 2011 comfor t diartikan sebagai suatu keadaan yang dialami oleh seseorang yang dapat didef inisikan sebagai suatu pengalaman yang menjadi sebuah kekuatan melalui kebutuhan akan keringanan (relief ), ketenangan (ease), and (transcedence) yang dapat terpenuhi dalam empat kontexks pengalaman yang meliputi aspek f isik, psi kospi r it u al, sosial d a n li ng k u nga n. Kenyamanan yang dirasakan responden pada penelitian ini masuk dalam tipe comfort yang kedua yaitu ease, yang berarti suatu keadaan yang tenang dan kesenangan yang dirasakan oleh seseorang. Dalam penelitian ini responden merasakan ketenangan dan perasaan senang setelah dilakukan tindakan acupressure points for lactation maupun pijat oksitosin. Pengukuran produksi ASI pada ibu sebelum diberikan tindakan pijat oksitosin dan acupressure points for lactation didapatkan peningkatan produ ksi ASI yang sangat bermakna, terutama pada responden yang dilakukan acupressure points for lactation. Pada kelompok kontrol, responden tidak mengalami peningkatan produksi ASI pada pengukuran pertama dan pengukuran yang terakhir (pengukuran produksi ASI ke-6). Pad a hasil penelit ia n d id apat ka n bahwa semua responden memiliki usia yang tergolong usia reproduktif (rerata 21-30 tahun), di mana pada usia ini produksi ASI masih sangat banyak. Usia merupakan salah satu faktor fi siologis yang secara langsung dapat mempengaruhi proses pengeluaran ASI (Biancuzzo, 2003). Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ASI pada ibu. Ibu yang berusia kurang dari 35 tahun lebih banyak memproduksi ASI dibandingkan dengan ibu yang lebih tua, tetapi ibu yang sangat muda (kurang dari 20 tahun) produksi ASI-nya juga kurang banyak karena dilihat dar i tingkat kemat uran nya (Biancuzzo, 2003). Ibu yang menghasilkan cukup ASI pada penelitian Pudjiaji (2005) yaitu ibu yang berumur 19–23 tahun dibandingkan dengan ibu-ibu yang usianya lebih dari 35 tahun. Hasil penelitian ini diperkuat oleh Suraatmadja (2009) menyatakan bahwa ibu yang umurnya lebih muda lebih banyak memproduksi ASI dibandingkan dengan ibu yang lebih tua. Penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa dalam penelitian ini, salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produksi ASI adalah faktor usia. Ibu-ibu postpartum dalam penelitian ini tinggal di kalangan yang sudah cukup modern dan tidak mengenal mitos-mitos mengenai hal-hal u nt u k memperbanyak produ ksi ASI. Makanan yang disediakan oleh pihak rumah sakit dikonsumsi oleh ibu. Namun dalam penelitian ini tidak dilihat kadar yang 16 Jurnal Ners Vol. 10 No. 1 April 2015: 9–19 terkandung dalam makanan yang dikonsumsi oleh ibu. Setelah dilakukan follow up di rumah sampai dengan 6 kali kunjungan selama 2 minggu, didapatkan hasil bahwa seluruh responden tidak membatasi makanan tertentu, makanan yang dikonsumsi oleh responden termasuk makanan yang tinggi kalori dan tinggi protein, di mana jenis makanan ini juga merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan produksi ASI. Hasil penelitian didapatkan bahwa pada kelompok responden yang dilakukan tindakan acupressure points for lactation terdapat peningkatan comfort yang signifi kan dibandingkan dengan kelompok yang lain. Hal ini dikarenakan pada kelompok yang dilakukan akupresur akan menjadi lebih rileks dan merasa lebih nyaman. Acupressure points for lactation melalui titik meridian sesuai dengan organ yang akan dituju dapat membantu mengurangi rasa ketidak nyamanan. Akupresur akan meningkatkan kadar endorfi n dalam darah maupun sistemik. Stimulasi akupresur dapat membawa hubungan subtansi untuk pelepasan zat yang mampu menghambat sinyal rasa sakit ke otak. Efek rangsangan titik akupresur dapat melalui saraf dan dapat melalui transmiter humoral yang belum dapat diterangkan dengan jelas (Garret et al., 2003, dalam Apriany, 2010; Saputra, 2000). Hal tersebut didu k u ng oleh teor i gate control, di mana dalam teori tersebut menjelaskan bahwa perangsangan pada suatu titik acupoint pada suatu jalur meridian akan diteruskan oleh serabut saraf A-Beta berdiameter besar menuju saraf spinal yang kemudian dalam medulla spinalis terdapat subtansi gelatinosa bekerja sebagai gate control sebelum diteruskan oleh serabut saraf aferen menuju sel-sel transmisi, sel transmisi menyalurkan ke sistem saraf pusat dengan menurunkan rasa ketidaknyamanan (Hakam, Krisna & Tutik, 2009). Pijatan yang dilakukan dalam akupresur akan menghilangkan ketegangan dan dapat menyebabkan relaksasi otot tubuh (Gach, 1990; Hongzhu, 2002). Hal ini akan memberi rasa enak dan nyaman yang berarti secara psikis memberi dampak positif bagi rasa tenang, nyaman, rileks dan stres yang menurun (Adikara, 1998). Gach (1990) menyatakan bahwa pijatan akupresur akan menstimulasi peningkatan morphin tubuh yaitu endorfi n. Suasana yang nyaman, tenang dan rileks akan mendatangkan emosi positif yang dapat meningkatkan sekresi neurotransmiter endorphin melalui POMC yang berfungsi sebagai penghilang rasa sakit dan pengendali sek resi CR F secara berlebihan (Sholeh, 2006). Respons positif ini melalui jalur HPA akan merangsang hipotalamus menurunkan sek re si CR F ya ng d i i k ut i pe nu r u na n ACTH, dan medula adrenal akan merespons dengan menurunkan sekresi katekolamin, kemudian tahanan perifer dan cardiac output akan menu r un sehingga tekanan darah menurun (Putra, 2005). Keadaan relaksasi yang dirasakan oleh ibu tersebut akan meningkatkan kenyamanan ibu sehingga semakin meningkatkan refl ek let down dan meningkatkan jumlah hormon prolaktin dan oksitosin. Acupressure points for lactation m e r u p a k a n t i n d a k a n y a n g b e r f u ng si merangsang diproduksinya hormon prolaktin dari otak. Hormon ini yang mempengaruhi banyak sedikitnya ASI. Dengan dilakukannya acupressure points for lactation di titik-titik tertentu yang sesuai dengan acupoints pada tindakan akupunktur akan bisa merangsang produksi hormon prolaktin. Titik-titik pijatan yang utama untuk memperlancar ASI, menurut Daris, berada di bagian payudara sendiri. Tiga titik utama untuk dilakukan pemijatan di pay udara adalah satu titik di atas puting, tepat di puting payudara, dan titik di bawah puting. Jika ini dilakukan secara rutin dan benar, upaya ini bisa memperlancar produksi ASI. Selain titik- titik di payudara, titik di bawah lutut (titik ST 36) juga akan membantu memperlancar ASI. Terapi akupresur dapat merangsang titik sentral dan lokal untuk ASI. Terapi akupresur akan memberikan rangsangan pada titik meridian untuk memberikan fungsi kerja yang maksimal dengan menuju target organ yang berhubungan dengan organ tersebut. Rangsangan tersebut dapat melewati jalur saraf, somatovisceral, garis meridian dan reaksi 17 Produksi ASI Ibu dengan Intervensi Acupresure Point for Lactation (Dwi Rahayu, dkk.) lokal. Rangsangan dengan perpaduan beberapa titik akupresur yang menuju sentral terutama hipofi sis dan pituitari akan mempengaruhi perbaikan kerja fungsi dari hormon yang ber t ujuan mening katkan produ ksi ASI dengan yang diberikan rangsangan dalam waktu tertentu, selain itu titik lokal (seperti titik lambung) juga membant u aktifnya terbentuknya ASI dalam jumlah yang cukup. Titik yang akan distimulasi dengan pijat akupresur adalah tangan, kaki dan titik lokal payudara yang akan membantu jumlah ASI secara maksimal. Gangguan yang paling umum terjadi selama masa nifas adalah hambatan dalam meridian. Merangsang acupoints sepanjang saluran dengan akupresur dapat membantu menghilangkan penghalang, merevitalisasi mer id ia n, d a n memba nt u memuli h ka n kesehatan. Akupresur juga dapat merangsang pelepasan oksitosin dari kelenjar hipofi sis, yang secara langsung merangsang kontraksi rahim untuk proses involusi uteri dan merangsang produksi ASI. Karena itu akupresur dapat merangsang acupoints dapat membant u mengatur proses involusi uteri dan pengeluaran ASI dan mengembalikan keseimbangan selama masa post partum (Chung, Hung, Kuo & Huang, 2003). St i mulasi ber upa teka na n d ala m akupresur dapat melancarkan jalur energi dalam tubuh melalui titik dan meridian akupunktur. Tujuan sebuah terapi akan dicapai apabila diberikan rangsangan yang tepat pada titik akupunktur sesuai organ yang dituju. Menurut kaidah pengobatan tradisional China, kondisi sehat tercipta apabila terjadi keseimbangan yang harmonis antara unsur Yin (unsur dalam yang tidak bisa diukur) dan Yang (unsur tubuh yang dapat diukur), sebaliknya apabila terjadi ketidakseimbangan antara keduanya akan mengakibatkan kondisi sakit. Teori Yin dan Yang digunakan untuk menunjukkan hubungan dua hal unsur alami yang saling berlawanan tetapi saling berhubungan, unsur Yin dapat ditemukan dalam unsur Yang dan unsur Yang dapat ditemukan dalam Yin sehingga terjadi keseimbangan. Teori fi losofi s yang lain dalam pengobatan tradisional ini adalah komposisi dan perkembangan tubuh manusia dilambangkan dengan unsur alam yang mempunyai kesamaan karakter yang disebut lima unsur dalam kesehatan. Kelima unsur tersebut adalah api yang mempunyai sifat panas mewakili jantung dan usus kecil, kayu mempunyai sifat lemah lembut mewakili hati dan kandung empedu, air bersifat dingin dan lembab mewakili ginjal dan kandung kemih, tanah bersifat membendung air mewakili limpa dan lambung, logam bersifat bersifat bersih dan mengeluarkan suara nyaring mewakili paru dan usus besar. Kelima unsur tersebut saling mendukung dan menentang satu sama lain untuk mempertahankan keseimbangan (nanjing University of Traditional Chinese Medicine, WHO, 2007). Titik yang dilakukan pemijatan pada acupressure points for lactation ini adalah titik lokal pada area payudara yang meliputi titik ST 17 (Ruzhong), ST 18 (Rugen) yang termasuk Meridian lambung (stomach – ST) di mana pemijatan pada titik lokal pada area payudara ini bertujuan untuk meningkatkan produksi hor mon pralaktin dan hor mon oksitosin. Selain itu dari meridian lambung, juga dilakukan pemijatan pada titik ST 36 (Zusanli), di mana pada titik ini bertujuan untuk meningkatkan penyerapan nutrisi yang merupakan bahan dasar pembentukan ASI. Unt u k meningkatkan kenyamanan secara umum pada ibu postpartum dilakukan pemijatan pada meridian Limpa (Spleen – SP) yaitu titik SP 6 (Sanyinjiao) serta pada meridian Usus Besar (Large Intentine – LI): LI 4 (Hegu) di mana titik ini bertujuan untuk meningkatkan energi dan kondisi rileks pada ibu postpartum. Dengan kondisi yang nyaman dan rileks pada ibu postpartum akan meningkatkan refl eks let down serta hormon prolaktin, sehingga dapat meningkatkan produksi maupun pengeluaran ASI. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Acupressure points for lactation dan pijak oksitosin dapat meningkatkan kenyamanan pa d a pa d a ibu p ost pa r t u m sek al ig u s meningkatkan produksi dan pengeluaran ASI. Ibu yang dilakukan acupressure points for 18 Jurnal Ners Vol. 10 No. 1 April 2015: 9–19 lactation mempunyai tingkat kenyamanan yang lebih besar dan produksi ASI yang lebih banyak dibandingkan ibu yang mendapat pijat oksitosin. Namun, pijat oksitosin lebih efektif meningkatkan kenyamanan dan produksi ASI pada ibu postpartum dibandingkan ibu yang tidak mendapat intervensi apa pun. Saran Acupressure points for lactation dapat dijadikan bahan kajian secara ilmiah dan dikembangkan dalam pendidikan khususnya keperawatan maternitas untuk memberikan bekal intervensi alternatif kepada para peserta didik. Acupressure points for lactation dapat dijadikan sebagai intervensi alternatif secara non farmakologis (keperawatan komplementer) yang efektif untuk meningkatkan produksi ASI tanpa efek samping, selain itu terapi acupressure points for lactation merupakan tindakan yang bisa dilakukan perawat secara mandiri. Penelitian ini bisa dikembangkan lebih lanjut tentang pengaruh acupressure points for lactation terhadap hormon yang berperan dalam proses laktasi (prolaktin dan oksitosin) sehingga memperkuat penjelasan ilmiah tentang terapi komplementer ini. KEPUSTAKAAN Adikara, RTS. 1998. Teknik tekanan mekanis pada pengobatan akupunktur. Majalah Akupunktur Indonesia. Vol. 5, no 1. PAKSI, hal. 48–51. Anamed, 2012. Insufi sient lactation. Ana-med acupuncture. Diakses di website www. ana-med.co.nz. Tanggal 18 September 2013. Apriany, D. 2010. Pengaruh terapi music terhadap mual muntah lambat akibat kemoterapi pada anak usia sekolah yang menderita kanker di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Thesis: Magister Universitas Indonesia. Fakultas Ilmu Keperawatan. Biancuzzo, M. 2003. Breastfeeding the newborn: Clinical strategies for nurses. St. Louis: Mosby. Binns, C., Scott, J 2002. Breastfeeding: Reason for starting, reason for stopping and problems along the way, Breastfeeding Review, Volume 10, No 2, pp. 13–19. Blair, T. 2003. Suckling of lactation mother, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/ quory.fcgi?db=pubmed&cdm=search& itol=pubmedabstract, diakses tanggal 17 November 2013. Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004. Buku ajar keperawatan maternitas. Alih bahasa. Jakarta: EGC. Chung, L., Hung, L., Kuo, S., Huang, C. 2003. Effects of LI4 and BL 67 Acupressure on Labor Pain and Uterine Contractions in the First Stage of Labor. Journal of Nursing Research Vol. 11, No. 4, 2003. Cox, S. 2006. Breastfeeding with confi dence: Panduan untuk belajar menyusui dengan percaya diri (Gracinia, Penerjemah.). Jakarta: Gramedia. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Seksi Gizi. 2013. Data capaian program Gizi- ASI Eksklusif. Evariny, A. 2008. Agar ASI lancar di awal masa menyusui, http://www.hypnobirthing. web.id/?, diakses tanggal 15 November 2013. Gach M.R 1990. Acupressur’s potent points. Toronto: A Bantam Book Edition. Garret et. al. 2003. Treating nausea and vomiting in palliative care: a review. Clinical intervention; (6). 243–295. Hakam, M., Krisna dan Tutik. 2009. Intervensi spiritual emotional freedom technique (seft) untuk mengurangi rasa nyeri pasien kanker. Makara, Kesehatan, 13 (2), 95–99. Hongzhu, J. 2000. Chinese tuina (Massage). C h i n a : Sh a n g h a i Un ive r sit y of Traditional Chinese Medicine. Iglesias S. M. Gonzales, Cuesta, Argelles, Zarnello, Riva. 2011. Effectiveness of an implementation strategy for a breastfeeding guideline in primary care: cluster randomized trial. BMC Family Practice, 1–8. Indriyani, D. 2006. Pengaruh menyusui dini dan teratur terhadap produksi ASI pada ibu post partum dengan Sectio caesarea di RSUD Dr. Soebandi Jember dan Dr. H. Koesnadi Bondowoso. Tesis. Depok: FIK UI. JM, W. 2011. Maternal prepregnancy body mass index and initiation and duration of 19 Produksi ASI Ibu dengan Intervensi Acupresure Point for Lactation (Dwi Rahayu, dkk.) breastfeeding: a review of the literature, Journal Women Health, 341–7. King, F.S. 2003. Nutrition for developing countries. New York: Oxfort University Press Inc Kolcaba, 2011. Comfort theory kolcba. http. currentnursing.com. Diakses pada tanggal 26 September 2013. Kramer, M, Kakuma, R. 2002. The optimal duration of exclusive breastfeeding. A systematic review, WHO, Switzerland. Lawrence, R.A. 2004. Breastfededing a guide for the medical profession. St Louis: Cv Mosby. Li n kages, 20 09. Melahirk an , memulai pemberian ASI dan tujuh hari pertama setelah melahirkan. Diambil dari http:// w w w.lin kagesproject.org. Diakses tanggal 26 September 2013. Moore, E. R., Coty, M.B. 2006. Prenatal and postpartum focus groups with primiparas, breastfeeding attitudes, support, barriers, self-efficacy, and intention. Journal Pediatrics Health Care, 20, 35–46. Novianti, R. 2009. Cara dahsyat memberikan ASI untuk bayi sehat dan cerdas. Yogyakarta: Octopus. Pace, B. 2001. Breastfeeding. The Journal of the American Medical Association. Poedianto, 2002. Kiat sukses menyusui. Jakarta: Aspirasi Pemuda. Pudjiadi, 2005. Ilmu gizi klinis pada anak. Edisi 4. Jakarta: FK UI P ut ra, S.T 2005. Psikoneuroimunologi kedokteran. Surabaya: Graha masyarakat Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Press. Riordan J & Aurbach, K. G, 2010. Breastfeeding and Human Lactation. London: Jones an barlett Publishers International. Saputra, K. 2000. Akupunktur dalam ilmu kedok teran. Su rabaya: A i rla ngga University Press. Saputra dkk, 2000. Akupunktur klinis. Cetakan I. Surabaya: Airlangga University Press. Sholeh, M. 2006, Pelatihan sholat tahajud: menyembuhkan berbagai penyakit. Cetakan XXI. November 2006. Mizan Medika Utama. Bandung. Siregar. 2004. Pemberian ASI eksklusif dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Diakses tanggal 27 april 2013 http:// repository.usu.ac.id/bitstream/1234567 89/32726/1/f km-arifi n4.pdf Tackett, K. 2007. A new paradigm for depression i n new mot hers: T he control role of infl ammation and low breastfeeding and anti-inf lammatory treatments protect maternal mental health. International Breastfeeding Journal, 2–6. Watson, K, 1991. The philosophical basis of traditional chinese medicine and the implication of its clinical evaluation. Journal of Chinese Medicine. (36). 199: 14–17. Welford, H. 2009. Menyusui bayi anda. Jakarta: Dian Rakyat W HO, 2003. Protecting promoting and supporting breastfeeding: The special role of maternity services. A join WHO/ UNICEF statement. Genewa: World Health Organization. Widiasih, R, 2008. Masalah-masalah dalam Menyusui. Seminar Manajemen Laktasi. (pp 1-11). Bandung Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran.