NERS Vol 10 No 1 April 2015.indd 38 PERUBAHAN KELUHAN GEJALA PRAHAID DENGAN SENAM AEROBIK (The Changes of Premenstrual Symptoms after Aerobic Exercise Intervention) Sirajudin Noor*, Raihana Norfi tri* *Akper Intan Martapura Jl Samadi No 1 Martapura Kalimantan Selatan Email: judin178@gmail.com ABSTRAK Pendahuluan: Gejala prahaid merupakan kumpulan gejala fi sik, emosi dan tingkah laku yang terjadi menjelang menstruasi yang dapat mengganggu aktivitas seorang wanita. Aktivitas fi sik aerobik dapat meningkatkan tingkat endorfi n, menurunkan estrogen, meningkatkan transportasi oksigen dalam otot dan meningkatkan kesejahteraan psikologis. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifi kasi perbedaan pengaruh senam aerobik dan pendidikan kesehatan terhadap keluhan gejala prahaid. Metode: Rancangan penelitian ini menggunakan metode quasy experiment control group design. Penelitian dilakukan di Akademi Keperawatan Intan Martapura dan Akademi Kebidanan Banjarbaru dengan subjek penelitian adalah seluruh mahasiswa yang tercatat sebagai mahasiswi Akademi Keperawatan Intan Martapura dan Akademi Kebidanan Banjarbaru. Dengan teknik purposive sampling, didapatkan sebanyak 40 responden. Hasil: Berdasarkan uji korelasi pearson pada kelompok perlakuan dan kontrol sebelum dilakukan perlakuan didapatkan hasil 0,862 (α > 0,05, berarti tidak ada hubungan keluhan gejala prahaid antara kelompok perlakuan dan kontrol. Setelah intervensi didapatkan hasil 0,018 (α < 0,05), berarti ada hubungan senam aerobik dengan keluhan gejala prahaid dengan tingkat kekuatan hubungan lemah yaitu 0,373. Dari uji komparatif T Test pada kasus dan kontrol sebelum dilakukan perlakuan didapatkan hasil sign 0,862 (α ≥ 0,05), berarti tidak ada perbedaan keluhan gejala prahaid pada kelompok perlakuan dan kontrol. Setelah dilakukan intervensi didapatkan hasil sign 0,018 (α < 0,05), berarti ada perbedaan keluhan gejala prahaid pada kelompok perlakuan yang melakukan senam aerobik dengan kontrol yang mendapatkan pendidikan kesehatan. Uji paired test pada kasus sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan berupa senam aerobik didapatkan hasil sign 0,000 (α < 0,05), berarti ada perbedaan keluhan gejala prahaid sebelum dan sesudah dilakukan senam aerobik. Pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan berupa pendidikan kesehatan didapatkan hasil sign 0,056 (α ≥ 0,05), berarti tidak ada perbedaan keluhan prahaid keluhan gejala prahaid sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan. Analisis dan Diskusi: Bagi mahasiswa yang mengalami keluhan gejala prahaid, sebaiknya melakukan senam aerobik secara teratur sebagai salah satu cara untuk mengurangi keluhan gejala prahaid. Kata kunci: keluhan gejala prahaid, senam aerobik, pendidikan kesehatan ABSTRACT Background: Premenstrual syndrome (PMS) is a group of physical symptoms, emotions and behaviors that occur cyclically during the luteal phase of the menstrual cycle and disappear after menstruation happened. Those symptoms might cause suffering for women and thus require treatment. Aerobic physical activity can raise the level of endorphins, decrease estrogen, increase oxygen transport in muscle and improve psychological well-being. The purpose of this study is to identify the differences in the effect of aerobic exercise and health education on the symptoms of premenstrual syndrome. Method: This study used quasy ekspriment with pre-posttest control group design. The research was conducted by comparing the symptoms of PMS complaints before and after treatment in the control group (education health) and the experimental group (aerobics).The research performed at the Academy of Nursing Intan Martapura and Midwifery Academy Banjarbaru with all students who registered as a student of the Academy of Nursing Intan Martapura and Midwifery Academy Banjarbaru as the subjects. The technique sampling used in this study was purposive sampling The number of sample was 40 respondents. Result: Based on pearson correlation test in cases and controls prior to treatment showed α > 0.05 (0.862), meant there was no correlation PMS between cases and controls. After treatment in cases and controls showed α <0.05 (0.018), mean there was a correlation between gymnastics aerobics with PMS complaints and PMS symptoms complaints, with the weak level of strength 0,373. From the comparative t-test in cases and controls prior to treatment showed signs ≥ 0.05 (0.862), means there was no difference of PMS complaints in cases and control group. After the treatment in cases and controls showed signs of < 0.05 (0.018), which means there was differences in symptoms of premenstrual complaints on cases that do aerobics with controls who received health education. From Paired t-test on cases before and after treatment in the form of aerobics showed sign result 0.000 < 0.05, which means that there were differences in symptoms of premenstrual complaints and menstrual complaints before and after aerobics exercise. In control group before and after treatment showed a sign of health education 0.056 ≥ 0.05 meant no differences on PMS complaints and PMS symptoms complaints between before and after the education. Analysis and Discusssion: For the students who had health complaints of PMS symptoms, it is suggested to perform regular aerobic exercise as one way to reduce the symptoms of PMS complaints. Keywords: PMS symptoms complaints, aerobics, health education 39 Perubahan Keluhan Gejala Prahaid dengan Senam Aerobik (Sirajudin Noor dan Raihana Norfi tri) PENDAHULUAN G e j a l a p r a h a i d ( p r e m e n s t r u a l syndrome) adalah kumpulan gejala fi sik, emosi dan tingkah laku yang terjadi secara siklis selama fase luteal dari siklus menstruasi dan hilang setelah menstruasi terjadi, walaupun kadang-kadang berlangsung terus sampai haid berhenti (Wiknjosastro H, 2009). Survei epidemiologik pada wanita di Eropa, Cina dan Jepang menunjukkan bahwa 80–90% wanita usia reproduksi pernah mengalami beberapa gejala dan variasi gejala prahaid (Arisman, 2010). Gejala prahaid mempengaruhi tingkat kualitas hidup. Pada mahasiswa dan wanita usia subur, gangguan ini menurunkan produktivitas pendidikan (prestasi akademik) dan pekerjaan, meningkatkan ketidakhadiran di sekolah dan tempat kerja, mengganggu hubungan dengan keluarga dan aktivitas sosial serta meningkatkan penggunaan fasilitas kesehatan. Siswa dan wanita usia subur yang menderita gejala prahaid dapat diprediksi setelah bekerja akan absen secara periodik di tempat kerja dan menurunkan produktivitas kerjanya selama 7–10 hari dan atau sama dengan 84–120 hari per tahun, hal ini merupakan status kehilangan personal dan sosial yang bermakna (Baziad, 2003; Deuster, 1999) Penelitian yang dilakukan di Finlandia menyebutkan bahwa keluhan gejala prahaid secara signifi kan lebih tinggi pada mereka yang kurang aktif dibandingkan dengan mereka yang melak ukan aktivitas f isik tinggi. Meskipun aktivitas fisik memiliki banyak manfaat kesehatan, hubungan dengan berk u rang nya tingkat keparahan gejala pra haid tidak terdokumentasi dengan baik (Deuster, 1999). Upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi sindroma gejala prahaid adalah dengan melakukan perubahan gaya hidup antara lain dengan melakukan olahraga, diet, dan menghindari stres. Dengan olahraga yang teratur diharapkan dapat memperbaiki kenyamanan dan mengembalikan rasa percaya diri. Salah satu olahraga yang bisa dilakukan adalah dengan aktivitas fi sik aerobik. Dengan aktivitas fi sik aerobik dapat meningkatkan tingkat endorf in, menur unkan estrogen, meningkatkan transportasi oksigen dalam otot dan meningkatkan kesejahteraan psikologis. METODE Penelitian ini adalah menggunakan metode guosy eksprimennt Design dengan pendekatan pretest and postest control design, dilakukan dengan membandingkan keluhan gejala prahaid pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan (senam aerobik). Bentuk intervensi yang diberikan pada kelompok eksperimen ber upa senam aerobik yang dilakukan selama dua kali dalam seminggu yang berlangsung selama 30 menit, sedangkan pada kelompok kontrol dilakukan dengan memberikan pendidikan kesehatan keluhan gejala prahaid. Penelitian dilak u kan di A kademi Keperawatan Intan Martapura dan Akademi Kebidanan Banjar bar u dengan subjek p e nel it ia n a d a la h selu r u h m a h a siswa yang tercatat sebagai mahasiswi Akademi Keperawatan Intan Martapura dan Akademi Kebidanan Banjar baru. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Jumlah sampel sebanyak 40 responden yang dibagi menjadi kelompok eksperimen 20 responden di Akademi Keperawatan Intan Martapura dan kelompok kontrol sebanyak 20 responden di Akademi Kebidanan Banjarbaru. Peneliti mengambil jumlah sampel sebanyak 20 orang. Hal didasari dari teori Gay dan Diehl tahun 1992 bahwa untuk penelitian eksperimen sampel minimumnya adalah 15 subjek per grup. Kriteria inklusi terdiri dari mahasiswi yang terdaftar dengan jelas seba-gai mahasiswa dan aktif mengikuti perkuliahan di Akademi Keperawatan Intan Martapura serta bersedia mengikuti penelitian dan sudah mengalami menstruasi. Kriteria eksklusi adalah mahasiswi tidak ada di tempat pada waktu penelitian, mengalami penyakit yang berhubungan dengan kelainan jiwa (gangguan kecemasan, gangguan depresi, gangguan panik), gangguan anatomi reproduksi, dengan dismenorea, menstruasi tidak teratur, dan amenorea, menggunakan alat kontrasepsi dan hamil. Variabel yang 40 Jurnal Ners Vol. 10 No. 1 April 2015: 38–47 diteliti dalam penelitian ini adalah variabel bebas adalah senam aerobik (X) dan variabel terikat adalah keluhan gejala prahaid (Y). Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan langsung oleh peneliti dengan cara membagikan kuisioner kepada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sebelum dan sesudah dilak u kan senam aerobik. Jawaban kusioner dinilai dengan cara memilih skor pada jawaban yang sudah tersedia. Kemudian skor dikategorikan menjadi tidak terdapat keluhan prahaid bila skor jawaban 1–10, terdapat keluhan prahaid ringan bila skor jawaban 11–19, keluhan prahaid sedang bila skor jawaban 20–29, keluhan prahaid berat bila skor jawaban ≥ 30. Data sekunder dikumpulkan sebagai data pelengkap dalam penelitian ini yaitu didapat dari buku, internet dan data studi pendahuluan. Pada kelompok eksperimen sebelum dilakukan latihan maka terlebih dahulu di kategorikan apakah responden ter masuk mempunyai keluhan prahaid atau tidak. Begit u diketahui responden mempunyai keluhan prahaid, kemudian diberikan materi dan latihan senam aerobik dilakukan selama 30 menit dua kali dalam seminggu selama 6 minggu. Senam dipandu oleh instruktur profesional. Setelah 6 minggu kemudian dinilai kembali mengenai keluhan gejala prahaid. Kelompok kontrol sebelum diberikan pendidikan kesehatan maka terlebih dahulu dikategorikan apakah responden termasuk mempunyai keluhan prahaid atau tidak. Begitu diketahui responden mempunyai keluhan prahaid, kemudian diberikan pendidikan kesehatan berupa pemberian materi keluhan gejala prahaid. Setelah 6 minggu kemudian dinilai kembali mengenai keluhan gejala prahaid. Unt u k mengetahui keluhan gejala prahaid dengan menggunakan instrumen: The Shortened Premenstrual Assessment Form (SPAF) yang dikembangkan oleh University California University di San Diego. American College of Obstetrics Gynecology (ACOG) merekomendasikan kriteria diagnosa keluhan gejala prahaid yaitu Instrumen SPAF yaitu panduan yang simpel tetapi mempunyai reliabilitas dan validitas yang tinggi. The Shortened Premenstrual Assessment Form (SPAF) adalah kriteria diagnosa dengan penilaian sederhana yang terdiri dari 10 item, mengenai gejala yang dialami menjelang haid antara lain: 1) payudara tegang, nyeri dan bengkak; 2) merasa tidak berdaya atau kewalahan oleh tuntutan yang luar biasa; 3) merasa tertekan; 4) mudah tersinggung dan marah; 5) sedih, depresi; 6) nyeri otot dan sendi; 7) berat badan bertambah; 8) merasa tidak nyaman, perut terasa penuh atau nyeri; 9) bengkak (oedema) atau retensi cairan dan 10) merasa kembung. Tiap item mempunyai nilai maksimal 6, dengan rentang mulai dari gejala yang tidak dirasakan sampai gejala yang sangat berat. Sistem penilaian menggunakan ‘1’ bila tidak ada keluhan, angka ‘2’ jika timbul keluhan sangat ringan (gejala yang dialami hanya sedikit terasa), angka ‘3’ jika timbul keluhan sedang (gejala terasa, tetapi tidak mengganggu aktivitas sehari-hari), angka ‘4’ jika timbul keluhan sedang (gejala terasa dan mempengaruhi aktivitas sehari-hari), angka ‘5’ jika timbul keluhan berat (gejala terasa sekali dan terjadi penurunan fungsi, beberapa aktivitas sehari-hari tidak bisa dilakukan), angka 6 jika timbul keluhan berat sekali (gejala sangat terasa sekali, terjadi penurunan fungsi fi sik dan psikis, sehingga tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari). Diagnosa keluhan gejala prahaid dapat ditegakkan jika wanita mengalami paling sedikit 5 dari gejala dalam SPAF, dan minimal satu dari gejala harus nomor 2, 3, 4 dan 5, dengan skor ≥ 30. Penilaian keluhan gejala prahaid dilakukan, jika: 1) Skor 1 – 10 berarti tidak mengalami keluhan gejala prahaid; 2) Skor 11 – 19 berarti keluhan gejala prahaid ringan; 3) Skor 20–29 berarti keluhan gejala prahaid sedang; 4) Skor ≥ 30 berarti keluhan gejala prahaid berat. Analisis data dilakukan melalui analisis statistik, meliputi analisa univariat untuk mengevaluasi besarnya proporsi dari masing- masing variabel, baik variabel bebas yaitu senam aerobik, variabel terikat: derajat keluhan gejala prahaid yang dideskripsikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisa bivariat untuk menganalisis pengaruh keluhan 41 Perubahan Keluhan Gejala Prahaid dengan Senam Aerobik (Sirajudin Noor dan Raihana Norfi tri) gejala prahaid pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan menggunakan analisa statistik uji Pearson, untuk menganalisis perbedaan keluhan gejala prahaid sebelum dan sesudah dilaksanakan perlakuan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan dengan analisis statistik mengguna- kan uji t-test, untuk menganalisis perbedaan keluhan gejala prahaid sebelum dan sesudah dilaksanakan senam aerobik pada kelompok eksper imen dila k u kan dengan analisis statistik menggunakan Paired t-test, untuk menganalisis perbedaan keluhan gejala prahaid sebelum dan sesudah dilaksanakan pendidikan kesehatan pada kelompok kontrol dilakukan dengan analisis statistik mengguna-kan Paired t-test. HASIL Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Oktober sampai Nopember 2013 di Akademi Keperawatan Intan Martapura dan Akademi Kebidanan Yayasan Karya Husada Banjarbaru berjumlah 40 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Pada mahasiswa Akademi Keperawatan Intan Martapura diberi perlakuan berupa senam yang dilakukan sebanyak dua kali dalam satu minggu selama 30 menit dan dilakukan selama 6 minggu. Sedangkan pada kelompok kontrol yang diberi perlakuan dengan memberikan pendidikan kesehatan berupa penyuluhan. Usia responden < 20 tahun pada kasus (senam) dengan keluhan gejala prahaid terbanyak pada derajat sedang 12 orang (60%), pada kontrol (pendidikan kesehatan) terbanyak pada derajat sedang 12 orang (60%). Usia menarche < 12 tahun pada kasus (senam) dengan keluhan gejala prahaid terbanyak pada derajat sedang 14 orang (70%), pada kontrol (pendidikan kesehatan) terbanyak pada derajat sedang 11 orang (55%). Riwayat siklus haid teratur pada kasus (senam) dengan keluhan gejala prahaid terbanyak pada derajat sedang 15 orang (75%), pada kontrol (pendidikan kesehatan) terbanyak pada derajat sedang 12 orang (60%). Keluhan gejala prahaid pada kasus dan kontrol sebelum diberikan perlakuan terbanyak pada keluhan gejala prahaid ringan, pada kasus 3 (15%) dan pada kontrol 3 (15%), keluhan gejala prahaid sedang pada kasus 12 (60%) dan kontrol 12 (60%), keluhan gejala prahaid berat pada kasus 5 (25%) dan pada kontrol 5 (25%). Tabel 1. Keluhan gejala prahaid sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan (senam aerobik) pada kasus Keluhan gejala prahaid Kasus Pretest Posttest TAK Ringan Sedang Berat TAK Ringan Sedang Berat Payudara tegang,nyeri dan bengkak 0 (0%) 0 (0%) 5 (25%) 15 (75%) 1 (5%) 12 (60%) 5 (25%) 2 (10%) Merasa tidak mampu berkonsentrasi 1 (5%) 13 (65%) 6 (20%) 0 (0%) 3 (15%) 10 (50%) 7 (35%) 0 (0%) Merasa tertekan 0 (0%) 5 (25%) 10 (50%) 5 (25%) 3 (5%) 8 (40%) 7 (35%) 2 (10%) Mudah tersinggung dan marah 0 (0%) 3 (15%) 10 (50%) 7 (35%) 7 (35%) 7 (35%) 5 (25%) 1 (5%) Merasa sedih,depresi 3 (15%) 11 (55%) 6 (30%) 0 (0%) 7 (35%) 9 (45%) 4 (20%) 0 (0%) Nyeri otot dan sendi 3 (15%) 9 (45%) 8 (40%) 0 (0%) 8 (40%) 9 (45%) 3 (15%) 0 (0%) Berat badan bertambah 3 (15%) 12 (60%) 5 (25%) 0 (0%) 6 (30%) 11 (55%) 3 (15%) 0 (0%) Merasa tidak nyaman, perut terasa penuh atau nyeri 2 (10%) 7 (35%) 11 (55%) 0 (0%) 5 (25%) 8 (40%) 7 (35%) 0 (0%) Bengkak (edema) pada kaki 9 (45%) 5 (25%) 1 (5%) 5 (25%) 9 (45%) 9 (45%) 0 (0%) 2 (10%) Perut terasa kembung 3 (15%) 3 (15%) 8 (40%) 6 (30%) 4 (20%) 6(30%) 8(40%) 2 (10%) 42 Jurnal Ners Vol. 10 No. 1 April 2015: 38–47 Tabel 2. Keluhan gejala prahaid sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan (pendidikan kesehatan) pada kontrol Keluhan gejala prahaid Kontrol Pretest Posttest TAK Ringan Sedang Berat TAK Ringan Sedang Berat Payudara tegang, nyeri dan bengkak 5 (20%) 6 (30%) 9 (45%) 0 (0%) 0 (0%) 7 (35%) 6 (30%) 7 (35%) Merasa tidak mampu berkonsentrasi 1 (5%) 8 (40%) 10 (50%) 1 (5%) 3 (15%) 7 (35%) 9 (45%) 1 (5%) Merasa tertekan 5 (25%) 7 (35%) 8 (40%) 0 (0%) 1 (5%) 4 (20%) 7 (35%) 8 (40%) Mudah tersinggung dan marah 6 (30%) 11 (55%) 3 (15%) 0 (0%) 3 (15%) 4 (20%) 10 (50%) 3 (15%) Merasa sedih, depresi 3 (15%) 11 (55%) 5 (25%) 1 (5%) 1 (5%) 2 (105) 11 (55%) 6 (30%) Nyeri otot dan sendi 1 (5%) 7 (35%) 9 (45%) 3 (15%) 1 (5%) 7 (35%) 9 (45%) 3 (15%) Berat badan bertambah 3 (15%) 5 (25%) 10 (50%) 2 (10%) 3 (15%) 5 (25%) 10 (50%) 2 (10%) Merasa tidak nyaman, perut terasa penuh atau nyeri 1 (5%) 3 (15%) 4 (20%) 12 (60%) 1 (5%) 3 (15%) 5 (25%) 11 (55%) Bengkak (edema) pada kaki 8 (40%) 7 (35%) 5 (25%) 0 (0%) 1 (5%) 7 (35%) 6 (30%) 6 (30%) Perut terasa kembung 14 (70%) 4(20%) 2(10%) 0 (0%) 1 (5%) 3(15%) 10(50%) 6(30%) Diagram 1. Hasil uji normalitas sebelum dilakukan perlakuan pada kasus Hasil observasi keluhan gejala prahaid sesudah perlakuan pada kasus (senam) dan kontrol menunjukkan bahwa keluhan gejala prahaid pada kasus dan kontrol sesudah diberikan perlakuan, pada kasus tidak ada keluhan gejala prahaid ringan 2 (10%), sedangkan kontrol 1 (5%), keluhan gejala prahaid ringan pada kasus 11 (55%) dan pada kontrol 2 (10%), keluhan gejala prahaid sedang pada kasus 5 (25%) dan pada kontrol 13 (65%), keluhan gejala prahaid berat pada kasus 2 (10%) dan pada kontrol 4 (20%). Hasil perhitungan statistik mengguna- kan uji normalitas Shapiro Wilk pada diagram 1,2,3,4 total pretest pada kasus 0.005, total posttest pada kasus 0.098, total pretest 43 Perubahan Keluhan Gejala Prahaid dengan Senam Aerobik (Sirajudin Noor dan Raihana Norfi tri) Diagram 2. Hasil uji normalitas sesudah dilakukan perlakuan pada kasus Diagram 3. Hasil uji normalitas sebelum dilakukan perlakuan pada kontrol Diagram 4. Hasil uji normalitas sesudah dilakukan perlakuan pada kontrol 44 Jurnal Ners Vol. 10 No. 1 April 2015: 38–47 kontrol 0,05 dan total posttest kontrol 0,023, didapatkan hasil pretest dan posttest pada kasus dan kontrol, dengan nilai signif kan ≥ 0,05 berdistribusi normal. Pada Tabel 3, Tabel 4 untuk analisis bivariat, karena datanya berdistribusi normal maka dilakukan uji parametrik, untuk uji korelasi menggunakan uji korelasi Pearson dan untuk uji komparasi dilakukan uji t-test dan uji Paired Test. Dari uji korelasi Pearson pada kasus dan kontrol sebelum dilakukan perlakuan didapatkan hasil α > 0,05, 0,862 > 0,05, Ho diterima, berarti tidak ada hubungan keluhan prahaid keluhan gejala prahaid antara kasus dan kontrol dengan tingkat kekuatan hubungan sangat lemah yaitu 0,28. Setelah dilakukan perlakuan pada kasus dan kontrol didapatkan hasil α < 0,05, 0,018 < 0,05, Ho ditolak, berarti ada hubungan senam aerobik dengan keluhan prahaid keluhan gejala prahaid dengan tingkat kekuatan hubungan lemah yaitu 0,373. Tabel 5 unt u k melihat perbedaan pengaruh perlakuan pada kelompok kasus dan kelompok kontrol dilakukan uji t-test. Dari uji komparatif T Test pada kasus dan kontrol sebelum dilakukan perlakuan didapatkan hasil sign ≥ 0,05 = 0,862, Ho diterima berarti tidak ada perbedaan keluhan prahaid pada kasus dan kontrol. Setelah dilakukan perlakuan pada kasus dan kontrol didapatkan hasil sign < 0,05 = 0,018, Ho ditolak berarti ada perbedaan keluhan prahaid keluhan gejala prahaid pada kasus yang melakukan senam aerobik dengan kontrol yang mendapatkan pendidikan kesehatan. Untuk melihat perbedaan keluhan gejala prahaid pada kasus dan kontrol sebelum dan sesudah perlakuan dilakukan uji Paired Test. Dari uji Paired Test pada kasus sebelum dan Tabel 5. Perbedaan keluhan gejala prahaid sebelum dan sesudah perlakuan pada kasus dan kontrol Independent Samples Test Levene’s Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference Totfk Equal variances assumed .043 .837 .174 38 .862 .35000 2.00640 Equal variances not assumed .174 37.795 .862 .35000 2.00640 Totpk Equal variances assumed 1.009 .322 -2.479 38 .018 -5.55000 2.23898 Equal variances not assumed -2.479 37.413 .018 -5.55000 2.23898 Tabel 3. Hubungan keluhan gejala prahaid sebelum perlakuan pada kasus dan kontrol Correlations Senam Totfk Senam Pearson Correlation 1 -.028 Sig. (2-tailed) .862 N 40 40 Penkes Pearson Correlation -.028 1 Sig. (2-tailed) .862 N 40 40 Tabel 4. Hubungan keluhan gejala prahaid sesudah perlakuan pada kasus dan kontrol Correlations Sename Totpk Senam Pearson Correlation 1 .373* Sig. (2-tailed) .018 N 40 40 Totpk Pearson Correlation .373* 1 Sig. (2-tailed) .018 N 40 40 * Correlation is signifi cant at the 0.05 level (2-tailed). 45 Perubahan Keluhan Gejala Prahaid dengan Senam Aerobik (Sirajudin Noor dan Raihana Norfi tri) sesudah dilakukan perlakuan berupa senam aerobik didapatkan hasil sign 0,000 < 0,05, Ho ditolak yang berarti ada perbedaan keluhan haid keluhan gejala prahaid sebelum dan sesudah dilakukan senam aerobik. Pada kontrol sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan berupa pendidikan kesehatan didapatkan hasil sign 0,056 ≥ 0,05, Ho ditolak berarti tidak ada perbedaan keluhan prahaid (keluhan gejala prahaid) sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson pada kasus dan kontrol sebelum dilakukan perlakuan didapatkan hasil α > 0,05, 0,862 > 0,05, Ho diterima, berarti tidak ada hubungan keluhan prahaid keluhan gejala prahaid antara kasus dan kontrol dengan tingkat kekuatan hubungan sangat lemah yaitu 0,28. Dari uji komparatif t-test pada kasus dan kontrol sebelum dilakukan perlakuan didapatkan hasil sign ≥ 0,05 = 0,862, Ho diterima berarti tidak ada perbedaan keluhan prahaid pada kasus dan kontrol. Kelu h a n p r a h a id ( P re m e n st r u a l Syndrome/keluhan gejala prahaid) adalah kumpulan gejala fisik, emosi dan tingkah laku yang terjadi secara siklis selama fase luteal dari siklus menstr uasi dan hilang setelah menstruasi terjadi, walaupun kadang- kadang berlangsu ng ter us sampai haid berhenti (Wik njosastro, 2009). Keluhan prahaid adalah sebuah gangguan periodik pada usia muda dan menengah, yang ditandai oleh gejala emosional dan fi sik yang secara tetap berlangsung selama fase praovulasi dalam periode menstruasi. Keluhan prahaid merupakan masalah kesehatan umum yang paling banyak dilaporkan oleh wanita usia subur. Saat ini diperkirakan prevalensi keluhan prahaid dari gejala klinis adalah sekitar 12,6 –31% dar i wanita yang mengalami menstruasi.Studi epidemiologi menunjukkan kurang lebih 20% dari wanita usia reproduksi mengalami keluhan prahaid tingkat sedang sampai berat. Sekitar 75% wanita dengan siklus biasa mengeluhkan beberapa perubahan (gejala premenstruasi) selama periode luteal. Dalam penelitian ini, keluhan gejala prahaid pada kasus dan kontrol terbanyak pada keluhan prahaid sedang (60%). Penelitian yang dilakukan di Pakistan menyebutkan bahwa frekuensi gejala adalah ke m a r a h a n , lek a s m a r a h , kec e m a s a n , kelelahan, sulit konsent rasi, per ubahan suasana hati dan gejala fisik seperti nyeri pay ud a ra d a n ket id a k nyama na n t ubu h secara umum dengan gangguan besar dalam kehidupan sosial, kegiatan dan efi siensi kerja, produktivitas. Wanita dengan keluhan gejala prahaid melaporkan gangguan terbesar dalam hubungan pribadi, tingkat kerja terganggu, dan peningkatan ketidakhadiran kerja. Bukti klinis saat ini menunjukkan bahwa keluhan gejala prahaid cenderung menjadi penyakit kronis dengan sedikit pemulihan. keluhan gejala prahaid juga dapat mulai kapan saja setelah menarche dan berlanjut sampai ovulasi berakhir saat menopause. Ada bukti bahwa beberapa remaja mengalami gejala dan tingkat keparahan yang sama sampai wanita tersebut tua. Hasil uji korelasi Pearson pada kasus dan kontrol setelah dilakukan perlakuan pada kasus dan kontrol didapatkan hasil α < 0,05, 0,018 < 0,05, berarti ada hubungan senam aerobik dengan keluhan prahaid keluhan gejala prahaid dengan tingkat kekuatan hubungan lemah yaitu 0,373. Dari uji komparatif t-test pada kasus dan kontrol setelah dilakukan perlakuan pada kasus dan kontrol didapatkan hasil sign < 0,05 = 0,018, Ho ditolak berarti ada perbedaan keluhan prahaid keluhan gejala prahaid pada kasus yang melakukan senam aerobik dengan kontrol yang mendapatkan pendidikan kesehatan. Dari uji paired test pada kasus sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan berupa senam aerobik didapatkan hasil sign 0,000 < 0,05, yang berarti ada perbedaan keluhan haid keluhan gejala prahaid sebelum dan sesudah dilakukan senam aerobik. Hasil penelitian ini menunjukkan, senam aerobik berhubungan dengan keluhan prahaid keluhan gejala prahaid dan terdapat perbedaan keluhan gejala prahaid pada responden yang melakukan senam aerobik dibandingkan dengan yang hanya mendapatkan pendidikan 46 Jurnal Ners Vol. 10 No. 1 April 2015: 38–47 kesehatan berupa penyuluhan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Aimee Kroll, latihan aerobik, khususnya untuk mengurangi kelelahan dan depresi terkait dengan keluhan gejala prahaid. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Deuster yang menyebutkan bahwa latihan aerobik dapat menurunkan gejala emosional dan somatik dari responden yang mengalami gejala prahaid. Konsep penanganan keluhan gejala prahaid dirancang dalam satu paket yang terdiri dari: perubahan gaya hidup, pemberian suplemen zat gizi, pemberian obat, psikoterapi, serta pengobatan komplemen. Perubahan gaya hidup yang terdiri dari diet, olahraga dan menghindari stres. Olahraga teratur berfungsi memperbaiki kenyamanan sembari mengembalikan rasa percaya diri. Salah satu olahraga yang direkomendasikan dengan melakukan senam aerobik. Melakukan senam aerobik dengan frekuensi yang lebih teratur dapat membantu menurunkan gejala keluhan gejala prahaid, karena pada saat melakukan senam aerobik akan menimbulkan rasa senang karena gerakan-gerakan di dalam senam aerobik menyenangkan, sehingga wanita yang me- lakukan senam dapat mengurangi stres. Senam aerobik dibutuhkan banyak energi, sehingga banyak mengoksidasi karbohidrat dan lemak untuk memenuhi energi yang dibutuhkan. Senam aerobik dapat menjaga berat badan tidak bertambah. Ada beberapa mekanisme biologis di mana aktivitas fisik dapat mengurangi gejala keluhan gejala prahaid. Aktivitas fi sik aerobik dapat meningkatkan endorfi n, tingkat penurunan dari estrogen dan hormon steroid lainnya, meningkatkan transportasi oksigen dalam otot, mengurangi kadar kortisol dan meningkatkan kesejahteraan psikologis. Endorfi n adalah merupakan suatu komponen seperti morfi n yang diproduksi di otak, dapat mengurangi rasa sakit dan menimbulkan rasa euforia (perasaan senang dan bahagia). Olahraga dapat membantu menstabilkan mood, kecemasan dan depresi yang biasa terjadi pada wanita. Oleh karena itu olahraga dapat dikaitkan dengan penurunan stres. Dengan berolahraga dapat mengurangi pembengkakan (edema) karena keluarnya air dari dalam sel- sel tubuh. Semua mekanisme ini mendukung hubungan terbalik aktivitas fi sik pada gejala prahaid. Beberapa studi menunjukkan bahwa latihan aerobik teratur memiliki banyak manfaat, termasuk peningkatan daya untuk aktivitas jantung, pembuluh darah, meningkatkan kepadatan tulang, dan mengurangi stres dan keluhan gejala prahaid. Gejala fi sik seperti pembengkakan, berat badan, sakit kepala, dan nyeri payudara mungkin terkait peningkatan aldosteron dalam serum, prostaglandin E2, dan kekurangan vitamin B dan Magnesium. Peningkatan tingkat prolaktin pada akhir fase luteal adalah salah satu penyebab nyeri payudara dan bengkak, dan olahraga aerobik mungkin mengurangi tingkat hormon ini, dan dengan demikian dapat mengurangi gejala keluhan gejala prahaid. Penelitian menunjukkan bahwa kinerja kegiatan fisik mengurangi tingkat aktivitas renin dan meningkatkan kadar estrogen dan progesteron, dan dengan cara ini, menurunkan tingkat serum aldosteron dan reabsorpsi natrium dan air, sehingga mengurangi edema dan memperbaiki gejala fi sik. Faktor lain dalam munculnya gejala f isik meningkat prostaglandin E2, yang mengurangi otot kontraksi. Kontraksi berulang dalam aerobik olahraga membantu darah vena untuk kembali, sehingga Peningkatan prostaglandin dan zat lain yang membantu mencegah dan mengurangi nyeri punggung dan ketidak nyamanan dalam pelvis dan perut. Kemungkinan mekanisme lain adalah efek olahraga terhadap tingkat darah leptin pada wanita dengan keluhan gejala prahaid. Leptin adalah hormon yang disekresikan dari sel-sel lemak dan mengatur metabolisme hipotalamus - hipofi sis - gonad dan memiliki peran penting dalam reproduksi manusia. Metabolisme hormon ini memberikan efek neuroendocrinologic melalui reseptor di daerah hipotalamus melalui pengendalian emosi. Sebuah studi telah menunjukkan bahwa konsentrasi leptin yang beredar di darah wanita dengan keluhan gejala prahaid secara signifi kan lebih tinggi dibandingkan pada wanita tanpa keluhan gejala prahaid, dan kadar hormon 47 Perubahan Keluhan Gejala Prahaid dengan Senam Aerobik (Sirajudin Noor dan Raihana Norfi tri) yang tinggi dapat dikaitkan dengan gejala psikologis keluhan gejala prahaid. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fi sik mengurangi jumlah leptin dalam darah sekitar 30–34%, penurunan tingkat leptin darah pada wanita menurun gejala psikologis keluhan gejala prahaid. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sebelum dilakukan perlakuan tidak ad a hubu ngan kelu han prahaid ( PMS) antara kasus dan kontrol, sesudah dilakukan perlakuan hubungan senam aerobik dengan keluhan prahaid (PMS). Sebelum dilakukan perlakuan tidak ada perbedaan keluhan prahaid pada kasus dan kontrol, setelah dilakukan perlakuan pada kasus dan kontrol ada perbedaan keluhan prahaid (PMS) pada kasus yang melakukan senam aerobik dengan kont rol yang mend apat kan pendidi kan kesehatan. Pada kasus sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan berupa senam aerobik ada perbedaan keluhan haid (PMS) sebelum dan sesudah dilakukan senam aerobik. Saran Bagi mahasiswa yang mengalami keluhan gejala prahaid, sebaiknya melakukan senam aerobik secara teratur sebagai salah satu cara untuk mengurangi keluhan gejala prahaid. KEPUSTAKAAN Anim-Nyame N, Domoney C, Panay N, Jones J, Alaghband Zadeh J. Plasma leptin concentrations are increased in women with premenstr ual syndrome. Hum Reprod, 2000; 15: 329–32. Arisman M. Buku ajar ilmu gizi, gizi dalam daur kehidupan. Jakarta: EGC; 2010. hlm. 215–33. Baziad A. Endokrinologi ginekologi. Edisi ke 2. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 2003. Deuster PA, Adera T & South-Paul J. Biological, social, and behavioral factors associated with premenstrual syndrome. Arch Fam Med. 1999; 8: 122–128. Gay, LR dan Diehl, PL. 1992. Research methods for business and management, MacMillan Publishhing Company, New York. Karimian N, Rezaeian M, Nassaji F. The effects of physical activity on premenstrual syndrome. J Med Sci Zanjan 2006; 13: 8–15 K rool A. Recreational physical activit y and premenstrual syndrome college aged women, M.S., Universit y of Massachusetts Amherst, 2010. Mahmoodi Z, Shahpoorian F, Bastani F, Parsay S, Hoseini F, Amini L, Jahanfar S. The prevalence and severity of premenstrual syndrome (PMS) and Its’ associated signs and symptoms among college students. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. 2010; 4(8): 3005–9. Nusrat et al. Frequency, intensity and impact of premenstrual syndrome in medical students, Journal of the College of Physicians and Surgeons Pakistan 2008, Vol. 18 (8): 481–484. Souza MS, Cardoso AL, Yasbek PJ, Faintuch J. Aerobic endurance, energy expenditute, and serum leptin response in obese, sendentary, prepubertal children and adolescents participating in a short-term treadmill protocol. Nutrition 2004; 20: 900–4. Supar man E, Sentosa IR. Premenstrual syndrome. Jakarta: EGC; 2011. Sujarwo, ML. The effects of aerobic gymnastics intensity to Premestruation Syndrome (PMS), Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Ugar r ize DN, Kling ners S, O’Br ien S. Premenstr ual syndrome: Diagnosis and intervention. Nurse Pract 1998; 23: 40–50. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Il mu ka ndu nga n. Ed isi ke 2, Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009. hlm. 582. Wilmore JH, Costill DL. Physiology of sport and exercise. Translated by Moeini. Tehran: Mobtakeran Publishers; 2008. p. 150–75.