176 MODEL KOMPETENSI KEPEMIMPINAN KEPALA RUANG MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA (Model Of The Nurse Unit Manager Leadership Competence And Performance Enhancing Motivation Nurse Implementing) Putu Widhi Sudariani*, Budi Utomo**, Rizki Fitryasari*** *RSUD Kota Mataram, Jl. Bung Karno No.3 Pagutan, 83117 **Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya ***Fakultas keperawatan Universitas Airlangga Surabaya Email: sudariani@gmail.com ABSTRAK: Pengantar: Kompetensi kepemimpinan yang kurang sesuai kepada karyawan, dapat menurunkan motivasi, kinerja dan kepuasan kerja. Penelitian ini bertujuan mengembangkan model kompetensi kepemimpinan kepala ruang sebagai upaya peningkatkan motivasi dan kinerja perawat pelaksana sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan. Metode: Fase pertama dalam penelitian ini adalah analitik observasional dengan 140 sampel, analisis data dengan parsial least square (PLS), perumusan isu strategis menggunakan focus group discussion (FGD), kemudian membuat modul bersama pakar. Fase kedua adalah quasi eksperimental dengan 32 sampel dibagi menjadi dua kelompok terdiri dari kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Data analisis di tahap kedua ini menggunakan wilcoxon signed rank test dan mann whitney. Hasil: Tahap pertama yaitu ada pengaruh signifikan faktor internal (pengetahuan, keterampilan, dan nilai) terhadap kompetensi kepemimpinan (t=3,728>1,96), pengaruh signifikan faktor eksternal (budaya organisasi) terhadap kompetensi kepemimpinan (t=2,257>1,96), Kompetensi kepemimpinan berpengaruh terhadap motivasi (t=3.432>1,96), Kompetensi kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja (t=2,878>1,96). Tahap kedua perhitungan wilcoxon signed rank test pda motivasi menunjukkan ada beda kelompok perlakuan pre-test dan post-test, uji mann-whitney ada pengaruh pengembangan model kompetensi kepemimpinan kepala ruang terhadap motivasi perawat pelaksana. Uji wilcoxon signed rank test kinerja perawat pelaksana menunjukkan ada beda antara pre-test dan post-test, uji mann-whitney diperoleh ada pengaruh pengembangan model kompetensi kepemimpinan kepala ruang terhadap kinerja. Diskusi: Pengembangan model kompetensi kepemimpinan dapat meningkatkan motivasi dan kinerja perawat. Kata kunci: kompetensi kepemimpinan, motivasi, kinerja, perawat ABSTRACT Introduction: Leadership competencies are unsuitable that given the leadership to employees, can decrease the motivation, performance and ultimately job satisfaction. This research was conducted to develop a leadership competency model as an effort to improve the motivation and performance of nurses so as to improve health services. Methods: This research have two phase, phase one is analytic observational with 140 sample, analysis data with partial least square (PLS), formulation of strategic issues using focus group discussion (FGD), then make a modul with some expertise. Phase two is quasy experimental with 32 sample divided into two group, there are treatment group and control group. Analysis data in phase two with wilcoxon signed rank test and mann whitney. Result: Phase one there is influence of internal factors (knowledge, skills, and values) to the leadership competencies (t = 3.728> 1.96), there is influence of external factors (cultural organizations) to the leadership competencies (t = 2.257> 1.96), competence leadership influence motivation (t = 3,432> 1,96), leadership competencies influence to performance (t = 2.878> 1.96). The second phase, calculation with Wilcoxon signed rank test showed there is difference motivation in treatment group pre-test and post-test, Mann-Whitney test showed there is influence of development leadership competency model to the motivation of nurses. Test Wilcoxon signed rank test for performance of nurses showed there is difference between pre-test and post-test, Mann-Whitney test was obtained there is influence development of leadership competency model to the performance of nurses. Discussion: Development of leadership competency model can increase the motivation and performance of nurses. Keyword: leadership competences, motivation, performance, nurses. PENDAHULUAN Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan penggunaan keterampilan seorang pemimpin (perawat) dalam mempengaruhi perawat lain yang berada di bawah pengawasannya untuk pembagian tugas dan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan sehingga tujuan keperawatan tercapai (Latif 2008 dalam Maryanto, Pujiyanto, Tri, Setyono 2013). Gaya menajemen atau gaya kepemimpinan yang kurang pas atau kurang cocok dilaksanakan yang diberikan pimpinan kepada karyawannya, dapat menurunkan motivasi, kinerja dan akhirnya kepuasan kerja (Kuswadi 2004). Penelitian mengenai kinerja perawat telah dilakukan dengan mengaitkan berbagai variabel seperti motivasi, gaya kepemimpinan dan sebagainya. Motivasi karyawan, kinerja menurun sementara absensi meningkat sebagai akibat dari gaya kepemimpinan otokratik dan laissez-faire (Mtimkulu 2014), namun mailto:sudariani@gmail.com Jurnal Ners Vol. 11 No. 2 Oktober 2016 (176-185) 177 penelitian terkait kompetensi kepemimpinan kepala ruang belum ada di Indonesia. Data kepegawaian RSUD Kota Mataram terkait penilaian kinerja yang dilakukan pada 50 orang perawat diperoleh pada tahun 2014 sebagian besar kinerja perawat dalam kategori cukup 29 orang (58%), dan kinerja perawat dalam kategori kurang sebanyak 10 orang (20%), bahkan terdapat 2 orang perawat (4%) tidak memenuhi standar kinerja sehingga dilakukan pemutusan hubungan kerja oleh kepegawaian RSUD. Studi pendahuluan terhadap motivasi perawat yang telah dilakukan pada bulan November 2015, kuesioner dilakukan pada 50 orang perawat RSUD Kota Mataram, didapatkan data sebagian besar perawat memiliki motivasi cukup sebanyak 27 orang (54%) dan perawat dalam kategori kurang sebanyak 15 orang (30%). Hasil wawancara dan observasi pada bulan september 2015 terhadap 15 kepala ruang di RSUD Kota Mataram mengatakan bahwa 12 orang (80%) perawat belum mengikuti pelatihan Manajemen Bangsal. Hasil wawancara terhadap kepala seksi keperawatan, pelatihan kompetensi kepemimpinan belum dilaksanakan dan standar operasional prosedur terhadap peran dan fungsi kepala ruang sedang dirancang, oleh karena itu pengembangan kompetensi kepemimpinan sebagai upaya peningkatan motivasi dan kinerja perawat pelaksana belum dapat dijelaskan. Studi terdahulu tentang kompetensi kepemimpinan telah dilakukan oleh Americans Nursing Association Institute Leadership pada tahun 2013 yang membagi kompetensi pemimpin menjadi tiga bagian yaitu adalah memimpin diri sendiri, orang lain dan organisasi (American Nursing Association 2013). Indonesia memiliki standar kompetensi kepemimpinan untuk perawat ahli madya yaitu memberikan kontribusi untuk menciptakan lingkungan kerja yang positif, memahami manajemen penanganan konflik, mendukung kepemimpinan dalam tim dengan cara konsisten untuk meningkatkan rasa saling menghargai, hormat dan percaya diri diantara anggota tim. Standar kompetensi kepemimpinan untuk Ners yaitu memberikan advokasi dan bertindak untuk menciptakan lingkungan kerja yang positif, menyelesaikan konflik dengan pendekatan manajemen keperawatan serta memperhatikan perilaku organisasi, memberikan kontribusi untuk kepemimpinan tim dengan memperkuat tujuan sehingga dapat meningkatkan sikap saling menghargai dan percaya diri diantara anggota tim lainnya, memprioritaskan tugas dan mengelola waktu secara efektif, memberikan kontribusi pada hasil review dan modifikasi kebijakan dan prosedur organisasi terbaru, memberikan kontribusi terhadap pendidikan dan pengembangan profesional pembimbing klinik dan sejawat ditempat kerja, berperan serta aktif memberikan evaluasi dan tindak lanjut kepada organisasi di lingkungan kerja (PPNI 2012). Standar tugas pokok Kepala Ruang yang ditetapkan oleh Depkes 2002 yaitu menyusun rencana kegiatan tahunan yang meliputi kebutuhan sumber daya (tenaga, fasilitas, alat dan dana), menyusun jadwal dinas dan cuti, menyusun rencana pengembangan staf, kegiatan pengendalian mutu, bimbingan dan pembinaan staf, koordinasi pelayanan, melaksanakan program orientasi, mengelola praktik klinik serta melakukan penilaian kinerja dan mutu pelayanan. Kompetensi kepemimpinan digunakan dalam keterampilan seorang pemimpin (Kepala Ruang) dalam mempengaruhi staf perawat lain yang berada di bawah pengawasannya untuk pembagian tugas dan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan sehingga tujuan keperawatan tercapai (Latif 2008 dalam Maryanto et al., 2013). Pengembangan model praktik keperawatan profesional, peran dan fungsi kepala ruang merupakan hal yang sangat penting, sehingga kompetensi kepemimpinan dan manajemen mutlak dibutuhkan (Ilyas 2002). Pengembangan kompetensi kepemimpinan keperawatan harus terus dilakukan untuk mendapatkan model yang ideal terhadap kemampuan pemimpin sebagai upaya dalam meningkatkan motivasi dan kinerja perawat yang pada akhirnya dapat meningkatkan kepuasan pelanggan (pasien). Pembinaan, pengarahan oleh pimpinan (kepala ruangan) kepada perawat pelaksana, dan pengembangan motivasi, inisiatif dan keterampilan agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan lebih produktif, dalam hal ini pemimpin harus mampu menjelaskan, bekerjasama dan memonitor perilaku perawat sesuai dengan situasi yang ada untuk dapat meningkatkan kinerja perawat dalam melaksanakan tugasnya dengan baik (Mutaaitin 2010). Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan model kompetensi kepemimpinan sebagai upaya peningkatan motivasi dan kinerja perawat sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan. METODE Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama menggunakan analitik observasional digunakan untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara dua variabel secara observasional, dimana bentuk hubungan dapat perbedaan, hubungan atau pengaruh, tahap ini akan dilakukan analisis terhadap faktor yang berhubungan dengan kompetensi kepemimpinan dan pengaruh kompetensi kepemimpinan terhadap motivasi dan kinerja perawat pelaksana. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Perumusan isu stategis dengan Fokus Group Discussion (FGD) bersama kepala seksi keperawatan, kepala ruang unit kerja, dan perawat Kompetensi Kepemimpinan Kepala Ruang (Putu Widhi Sudariani, dkk) 178 pelaksana. Penyusunan modul kompetensi kepemimpinan kepala ruang dilakukan bersama pakar. Populasi terjangkau dalam penelitian adalah seluruh kepala ruang Instalasi dan perawat pelaksana Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram sebanyak 192 orang. Sampel dalam penelitian tahap satu ini terdiri dari kepala ruang Unit kerja dan perawat pelaksana. Penetuan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus rule of the thumb yaitu 5-10 kali jumlah variabel bebas yang diteliti. Besar sampel dalam penelitian tahap ini 140 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan probability sampling, yaitu cluster sampling yang penetapan subjek diambil dari masing-masing wilayah kerja (emergency, rawat inap, rawat jalan, kamar operasi, dan intensif). Tahap kedua pada penelitian ini menggunakan rancangan quasy experimental dengan randomisasi dan kontrol. Tahap kedua ini terdapat dua kelompok yaitu kelompok kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan (menerapkan kompetensi kepemimpinan kepala ruang seperti biasa) dan kelompok perlakuan yang memperoleh intervensi penerapan kompetensi kepemimpinan kepala ruang. Tahap uji coba menggunakan modul kompetensi kepemimpinan kepala ruang hasil dari FGD dan diskusi bersama pakar. Populasi terjangkau dalam tahap uji coba ini adalah seluruh kepala ruang dan perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram sebanyak 73 orang yang terbagi menjadi rawat inap kelas 1, 2, 3, VIP/VVIP. Sampel dalam penelitian sebanyak 32 responden yang terdiri dari perawat pelaksana rawat inap kelas 3A dan 3B. Teknik yang digunakan dalam tahap kedua ini yaitu teknik probability sampling jenis simple random sample dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Perbedaan motivasi dan kinerja perawat pelaksana kelompok kontrol dan perlakuan sebelum dan sesudah intervensi menggunakan uji Wicoxon signed ranks test. Hipotesis alternatif diterima bila p ≤ 0,05 dan pengaruh kompetensi kepemimpinan kepala ruang terhadap peningkatan motivasi dan kinerja perawat pelaksana kelompok kontrol dan perlakuan sesudah intervensi menggunakan uji Mann Whitney. Hipotesis alternatif diterima apabila p≤0,05. HASIL Tahap I Tabel 1. Distribusi frekuensi faktor internal (individu) Faktor internal Skor (%) f (%) Pengetahuan Baik 76-100 102 73 Cukup 56-75 28 20 Kurang ≤55 10 7 Keterampilan Baik 76-100 66 47,14 Cukup 56-75 72 51,42 Kurang ≤55 2 1,43 Pengalaman kerja ≥ 2 tahun 95 67,9 ≤ 2 tahun 45 32,1 Nilai Baik 76-100 80 57,14 Cukup 56-75 58 41,43 Kurang ≤55 2 1,43 Demografi Umur 17-25 tahun 26-35 tahun 36-45 tahun - 32 104 4 22,9 74,3 2,8 Suku Sasak Bali Jawa Lainnya - 114 8 9 9 81,4 5,7 6,4 6,4 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan - 36 104 25,7 74,3 Agama Hindu Islam - 8 132 5,7 94,3 Jurnal Ners Vol. 11 No. 2 Oktober 2016 (176-185) 179 Tabel 2. Distribusi frekuensi faktor eksternal (organisasi) Faktor eksternal Skor (%) F (%) Faktor bawahan 1. Status sosial - PNS 118 84,3 Kontrak 22 15,7 2. Pendidikan - D3 Keperawatan 81 57,9 S1 Keperawatan 14 10 Ners 45 32,1 Faktor situasi (budaya organisasi) Baik 76-100 83 59,29 Cukup 56-75 51 36,43 Kurang ≤55 6 4,29 Tabel 3. Distribusi frekuensi kompetensi kepemimpinan kepala ruang Kompetensi kepemimpinan Baik Cukup Kurang Total f % f % f % f % Memimpin diri sendiri 77 55 63 45 0 0 140 100 Memimpin orang lain 73 52 67 48 0 0 140 100 Memimpin organisasi 62 44 78 56 0 0 140 100 Tabel 4. Distribusi frekuensi motivasi perawat pelaksana Motivasi Baik Cukup Kurang Total f % f % f % f % Faktor motivator 67 47,8 68 48,5 5 4 140 100 Faktor hygiene 54 38 81 58 5 4 140 100 Tabel 5. Distribusi frekuensi kinerja perawat pelaksana Variabel Sangat baik Baik Cukup Kurang Total f % f % f % f % f % Sasaran kerja pegawai (SKP) 16 11,43 27 19,29 87 62,14 10 7,14 140 100 Sasaran perilaku (SP) 19 13,57 26 18,57 86 61,43 9 6,43 140 100 Tabel 1 menunjukkan distribusi frekuensi faktor internal (individu) perawat. Responden sebagian besar berpengatahuan baik, dan memiliki keterampilan yang cukup. Responden memiliki pengalaman kerja sebagian besar lebih dari 2 tahun. Variabel nilai sebagian besar memiliki nilai yang baik. Data demografi menjelaskan sebanyak Sebagian besar responden berada pada rentang usia 26-35 tahun dan suku terbanyak adalah suku sasak. Tabel 2 menampilkan tentang faktor eksternal (organisasi) yang terdiri dari faktor bawahan yaitu status sosial, pendidikan perawat dan faktor situasi (budaya organisasi). Status sosial sebagian besar adalah PNS dan pendidikan sebagian besar adalah D3 keperawatan. Faktor budaya organisasi menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki budaya organisasi yang baik. Tabel 3 menunjukkan sebagian besar kepala ruang memiliki kualitas baik dalam kompetensi kepemimpinan memimpin diri sendiri, sedangkan jumlah responden terendah berada pada kompetensi kepemimpinan memimpin organisasi. Tabel 4 menunjukkan sebagian besar motivasi perawat pelaksana pada faktor hygiene dengan kategori cukup, sedangkan responden terendah yang memiliki kategori kurang berada pada faktor motivator dan faktor hygiene. Tabel 5 menunjukkan sebagian besar kinerja perawat pelaksana pada sasaran kerja pegawai (SKP) dan pada sasaran perilaku (SP) dalam kategori cukup. Gambaran hasil pengujian PLS tahap pemodelan dengan tujuan mengetahui pengaruh antar variabel. Variabel karakteristik faktor internal (individu) yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, pengalaman, nilai/norma keyakinan, dan data demografi, faktor eksternal (organisasi) terdiri dari faktor bawahan, faktor situasi, variabel kompetensi kepemimpinan terdiri dari memimpin diri sendiri, memimpin orang lain, dan memimpin organisasi, variabel motivasi terdiri dari faktor Kompetensi Kepemimpinan Kepala Ruang (Putu Widhi Sudariani, dkk) 180 motivator dan faktor hygiene, variabel kinerja terdiri dari sasaran kerja perawat (SKP) dan sasaran perilaku (SP). Pengujian ini menggunakan perbandingan uji t (t-test), apabila nilai t hitung lebih besar dari t tabel, t-value > 1,96 berarti pengujian signifikan, jika t-value < 1,96 berarti pengujian tidak signifikan. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa faktor internal berpengaruh signifikan terhadap kompetensi kepemimpinan, faktor eksternal berpengaruh signifikan terhadap kompetensi kepemimpinan, kompetensi kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap motivasi, dan kompetensi kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja. Isu strategis yang didapatkan pada tahap ini yaitu faktor internal yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan nilai, faktor eksternal terdiri dari budaya organisasik, kompetensi kepemimpinan dan motivasi serta kinerja Penelitian ini menggunakan metode fokus grup diskusi untuk memperkuat isu strategis dan juga solusi untuk kemudian sebagai dasar peneliti dalam menyusun rekomendasi kompetensi kepemimpinan kepala ruang sebagai upaya peningkatan motivasi dan kinerja perawat pelaksana. Hasil atau temuan penting dalam focus group discussion (FGD) yaitu pada faktor internal (individu) didapatkan pebelajaran secara otodidak, pengetahuan perawat yang beraneka ragam, penempatan orang bau sebagai karu, belum ada referensi tentang kompetensi kepemimpinan kepala ruang, dan kurangnya pengetahuan perawat, dari segi keterampilan didapatkan bidang keperawatan belum membuat perencanaan dalam hal pelaksanaan pelatihan, sedangkan indikator nilai didapatkan kompetensi kepemimpinan memiliki nilai tinggi bagi kepala ruang, namun belum dilaksanakan sosialisasi terkait kompetensi kepemimpinan kepala ruang. Faktor eksternal (budaya organisasi) didapatkan adanya tekanan budaya organisasi dalam institusi, terdapat pro dan kontra, dan kesenjangan antara visi misi rumah sakit dengan ruangan. Kompetensi kepemimpinan diperoleh pemebelajaran secara otodidak, sistem manajemen bangsal belum diterapkan, referensi dalam menjalankan kompetensi karu belum optimal. Variabel motivasi didapatkan perawat pelaksana kurang termotivasi dakam menjalankan perintah kepala ruang dan variabel kinerja diperoleh hasil belum konsisten antara reward dan punishment, kepala ruang memberikan pembelajaran ekstra terkait kinerja kepada perawat baru, belum ada sosialisasi dan pelatihan terkait asuhan keperawatan. Tahap II Motivasi Tabel 7 menyajikan distribusi frekuensi motivasi perawat pelaksana pada kelompok perlakuan dan kontrol sebelum dan sesudah intervensi. Pada kelompok perlakuan faktor motivator sebagian besar memiliki jumlah nilai sama yaitu dengan kategori cukup. Begitu juga dengan faktor hygiene memiliki nilai sebagian besar berada pada kategori Frekuensi motivasi perawat pelaksana pada kelompok perlakuan dan kontrol setelah intervensi yaitu kelompok perlakuan memiliki faktor motivator dan faktor hygiene dengan kategori baik yang sama. Gambar 1. structural model Jurnal Ners Vol. 11 No. 2 Oktober 2016 (176-185) 181 Tabel 7. Distribusi frekuensi motivasi perawat pelaksana pada kelompok perlakuan dan kontrol Motivasi Baik Cukup Kurang Total f % f % f % f % Pre-test 1. Perlakuan Faktor motivator Faktor hygiene 6 7 37,5 43,75 10 9 62,5 56,25 0 0 0 0 16 16 100 100 2. Kontrol Faktor motivator Faktor hygiene Post-test 1. Perlakuan Faktor motivator Faktor hygiene 2. Kontrol Faktor motivator Faktor hygiene 6 4 12 12 6 2 37,5 25 75 75 37,5 12,5 10 11 4 4 10 13 62,5 68,75 25 25 62,5 81,25 0 1 0 0 0 6,25 0 6,25 0 0 0 1 16 16 16 16 16 16 100 100 100 100 100 100 a. Faktor motivator Wilcoxon kelompok perlakuan p=0,002 Wilcoxon kelompok kontrol p=0,845 Mann whitney post-test p=0,010 b. Faktor hygiene Wilcoxon kelompok perlakuan p=0,002 Wilcoxon kelompok kontrol p=0,892 Mann whitney post-test p=0,000 Tabel 8. Distribusi frekuensi kinerja perawat pelaksana pada kelompok perlakuan dan kontrol Motivasi Baik Cukup Kurang Total f % f % f % f % Pre-test 1. Perlakuan Sasaran kerja pegawai (SKP) Sasaran perilaku (SP) 8 5 50 31,25 8 11 50 68,75 0 0 0 0 16 16 100 100 2. Kontrol Sasaran kerja pegawai (SKP) Sasaran perilaku (SP) Post-test 1. Perlakuan Sasaran kerja pegawai (SKP) Sasaran perilaku (SP) 2. Kontrol Sasaran kerja pegawai (SKP) Sasaran perilaku (SP) 5 5 12 11 5 5 31,25 31,25 75 68,75 31,253 1,25 11 11 4 5 11 11 68,75 68,75 25 31,25 68,75 68,75 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 16 16 16 16 16 16 100 100 100 100 100 100 a. Sasaran kerja pegawai (SKP) Wilcoxon kelompok perlakuan p=0,010 Wilcoxon kelompok kontrol p=0,317 Mann whitney post-test p=0,006 b. Sasaran perilaku (SP) Wilcoxon kelompok perlakuan p=0,006 Wilcoxon kelompok kontrol p=1,000 Mann whitney post-test p=0,039 Kelompok kontrol pada faktor motivator dan hygiene sebagian besar berada pada kategori cukup. Pada faktor motivator pada kelompok perlakuan memiliki hasil yang signifikan sebelum dan sesudah, dimana berarti bahwa terdapat beda sebelum dan setelah diberikan intervensi. Hal ini berkebalikan dengan kelompok kontrol, dimana tidak ada beda anatar sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol. Hasil uji beda antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol terdapat perbedaan yang signifikan, dimana berarti terdapat pengaruh kompetensi kepemimpinan kepala ruang terhadap motivasi (faktor motivator) perawat pelaksana. Hasil uji dengan wilcoxon signed rank test faktor hygiene pada kelompok perlakuan menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan setelah dilakukan intervensi, hal ini berkebalikan dengan elompok kontrol. Sedangkan hasil uji beda antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol terdapat perbedaan yang signifikan, hal ini menunjukkan bahwa Kompetensi Kepemimpinan Kepala Ruang (Putu Widhi Sudariani, dkk) 182 terdapat maka artinya terdapat pengaruh kompetensi kepemimpinan kepala ruang terhadap motivasi (faktor hygiene) perawat pelaksana. Kinerja Sasaran kerja pegawai pada kelompok perlakuan pre-test memiliki jumlah yang sama antara kategori baik dengan kategori cukup. Sedangkan pada faktor sasaran perilaku pada saat pre-test jumlah terbanyak adalah pada kategori cukup. Sedangkan pada kelompok kontrol baik sasaran kerja pegawai maupun sasaran perilaku memiliki julah yang sama dimana berada pada kategori baik dan cukup. Hasil pada saat post test menunjukkan bahwa baik pada sasaran kerja pegawai (SKP) maupun sasaran perilaku (SP) sebagian besar berada pada kategori baik, hal ini berkebalikan dengan kelompok kontrol dimana sebagian besar berada pada ketgori cukup. Hasil uji beda pada faktor SKP dan faktor SP sebelum dan setelah intervensi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan setelah intervensi. Kelompok kontrol baik pada faktor SKP maupun SP ini tidak adanya perbedaan yang siginfikan antara sebelum dan setelah dilakukan intervensi. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kompetensi kepemimpinan kepala ruang terhadap kinerja (sasaran kerja pegawai dan sasaran perilaku) perawat pelaksana. PEMBAHASAN Tahap 1 Hasil uji statistik faktor internal menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan faktor internal terhadap kompetensi kepemimpinan kepala ruang (tabel 7). Pengetahuan yang dimiliki sebagian besar berada pada kategori baik sebanyak 73%, keterampilan kepala ruang sebagian besar dalam kategori cukup sebesar 51,42% dan nilai berada dalam kategori baik sebesar 80%. Pengetahuan kepala ruang dalam kompetensi kepemimpinan, memimpin diri sendiri masuk kedalam kategori kapasitas belajar dimana seorang kepala ruang paham terhadap peran dan fungsinya karena akan menjadi landasan dalam menjalankan kompetensinya. Pengetahuan yang dimiliki oleh kepala ruang sebagian besar terdapat pada pengertian kepemimpinan bila dibandingkan dengan peran dan fungsi keperawatan, karena di RSUD Kota Mataram belum ada referensi yang lengkap serta sosisalisasi terkait kompetensi kepemimpinan kepala ruang. Pengetahuan memiliki dua fungsi utama, pertama sebagai latar belakang dalam menganalisa sesuatu hal, mempersepsikan dan menginterpretasikannya, yang kemudian dilanjutkan dengan pengambilan keputusan tindakan yang dianggap perlu. Kedua, peran pengetahuan dalam mengambil tindakan yang perlu adalah menjadi latar belakang dalam mengartikulasikan beberapa pilihan tindakan yang mungkin dapat dilakukan, memilih salah satu dari beberapa kemungkinan tersebut dan mengimplementasikan pilihan tersebut, sehingga pengetahuan mengenai kompetensi kepemimpinan bagi seorang kepala ruang sangatlah penting sebagai dasar pengambilan keputusan dalam penerapan kompetensinya di ruangan (Achterbergh & Vriens 2002 dalam Pribadi 2010). Keterampilan kepala ruang digambarkan sebagian besar adalah cukup, pengalaman kerja yang dimiliki sebagian besar ≥ 2 tahun, namun bertolak belakang dengan pendapat (Ferguson & Brunner 1982 dalam Chase 2010) bahwa keterampilan yang dimiliki kepala perawat dipengaruhi oleh pengalaman, semakin tinggi pengalaman yang dimiliki maka akan memberikan penghargaan yang lebih besar pula sehingga yang peran manajerial kepala perawat yaitu manajemen dan tujuan klinis, keterampilan manajemen dasar, dan unsur-unsur kunci dalam unit perawatan. Hal tersebut dapat disebabkan karena seorang menjadi kepala ruang yang baru di RSUD Kota Mataram cenderung belajar secara otodidak dan kepala ruang belum memperoleh pelatihan kompetensi kepemimpinan, selain itu pendidikan kepala ruang sebagian besar adalah D3, dimana pendidikan D3 merupakan pendidikan profesi pemula sehingga dalam pelaksanaannya membutuhkan pengalaman kerja yang cukup. Pendidikan D3 keperawatan belum diajarkan bagaimana cara untuk memimpin dan mengelola hanya berbatas pada keterampilan pelayanan kesehatan. Komponen faktor internal yang paling mempengaruhi kompetensi kepemimpinan adalah komponen nilai, nilai yang dimaksudkan adalah kompetensi kepemimpinan kepala ruang merupakan hal yang sangat penting dan menjadi acuan kepala ruang dalam melaksanakan peran dan fungsinya untuk peningkatan mutu pelayanan, selain itu kompetensi kepemimpinan kepala ruang memiliki nilai strategis bagi peningkatan motivasi dan kinerja perawat pelaksana. Seorang pemimpin dalam memotivasi orang lain harus tahu diri, mengevaluasi keyakinan, dan nilai-nilai pribadi (Bennis 1989 dalam Smith 2012). Perhitungan t-test pada faktor ekternal yaitu ada pengaruh signifikan faktor ekternal terhadap kompetensi kompetensi kepemimpinan. Hasil FGD pada budaya organisasi didapatkan adanya tekanan budaya organisasi dalam institusi, beban kerja perawat, dan terdapat kesenjangan visi misi rumah sakit dan ruangan. Budaya oganisasi dapat mempengaruhi kompetensi kepemimpinan kepala ruang dalam mencapai tujuan organisasi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa budaya organisasi berkontribusi positif kepada kepemimpinan (Wong & Cummings 2007 dalam Carter Jurnal Ners Vol. 11 No. 2 Oktober 2016 (176-185) 183 2016). Hasil dari penelitian (Kusumawati 2010) menyatakan bahwa ada pengaruh signifikan antara budaya organisasi terhadap kinerja dan kompetensi kepemimpinan. Budaya organisasi tersebut terdiri dari misi, konsistensi, adaptabilitas, dan pelibatan jadi dalam budaya organisasi dimana keterlibatan karyawan relatif tinggi merupakan atribut untuk meningkatkan kinerja dan kepuasan pasien. Hasil kuesioner faktor situasi (budaya organisasi) pada faktor ekternal di RSUD Kota Mataram sebanyak 59,29% memiliki kategori baik, selanjutnya responden yang berada dalam kategori baik tersebut sebagian besar berada pada komponen konsistensi sebanyak 89 orang (63,67%), hal ini membuktikan bahwa konsistensi yang terdiri dari pedoman dalam pelaksanaan pelayanan dibuat tertulis, setiap perawat memiliki pemahaman yang baik tentang kebutuhan pasien, setiap kesalahan yang terjadi dievaluasi secara tertutup, penerapan nilai-nilai dalam bekerja seperti kedisiplinan, kekompakan, penghargaan, dan lain-lain telah dilaksanakan dengan maksimal. Hal tersebut berbeda dengan hasil dari penelitian (Deal and Patterson 2007 dalam Blakeman 2013) yaitu visi dan dari institusi merupakan hal yang paling penting dalam budaya organisasi. Hasil perhitungan t-test (structural model) didapatkan ada pengaruh signifikan kompetensi kepemimpinan terhadap motivasi perawat pelaksana. Faktor higyene merupakan sub variabel yang paling mempengaruhi motivasi perawat pelaksana. (Herzberg 1966 dalam Ghazi et al., 2013) mengembangkan teori dua faktor yaitu faktor higiene dan motivator. Faktor hygiene meliputi: upah, kondisi kerja, keamanan kerja, status, prosedur perusahaan, mutu penyeliaan, mutu hubungan interpersonal antar sesama rekan kerja, atasan, dan bawahan, sedangkan faktor motivators meliputi: pencapaian prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, kemungkinan berkembang. Studi meta analisis menyelidiki berbagai literatur untuk dapat menunjang bahwa peningkatan moral dan karakteristik motivasi dari seorang pemimpin keperawatan erat kaitannya dengan pengoptimalan kualitas perawat dan hasil di rumah sakit. Studi ini menyatakan bahwa kompleksitas hubungan interpersonal dalam lingkungan kerja klinis, dan isu kritis yang dihadapi perawat pada fungsi mereka sehari-hari menunjukkan bahwa moral, kepuasan kerja dan motivasi adalah bagian terpenting dalam peningkatan efisiensi kerja, output, kolegialitas, dan komunikasi antara staf (Stapleton et al., 2007 dalam Ezeukwu 2011). Seorang pemimpin dapat mempengaruhi motivasi pada bawahan dengan cara menawarkan imbalan untuk dapat mencapai tujuan kinerja, menjelaskan jalur menuju tujuannya tersebut. Salah satu bagian dari kompetensi kepemimpinan kepala ruang adalah memotivasi staf sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan, apabila staf telah mencapai prestasi dan hasil kerja yang memuaskan, seorang kepala ruang dapat memberikan reward kepada stafnya, dan begitu sebaliknya. Hasil penelitian kinerja didapatkan sebagian besar pada kategori cukup. Hasil t-test menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan kompetensi kepemimpinan kepala ruang terhadap kinerja perawat pelaksana. Hasil FGD pada penelitian ini terkait kinerja adalah kepala ruang memberikan pembelajaran ekstra kepada perawat baru. Penelitian (Miltner et al., 2015) saat melaksanakan FGD beberapa kepala keperawatan mengatakan bahwa strategi kepemimpinan yang proaktif dapat meningkatkan kinerja unit. Kompetensi kepemimpinan pada kepala ruang memiliki nilai penting terhadap peningkatan kinerja ruangan, sehingga kepala ruang diharapkan paham terhadap kompetensi yang dimilikinya sebagai pemimpin, oleh sebab itu diperlukan adanya pelatihan atau penyegaran kembali terkait perfomance perawat dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pelayan kesehatan. Pendapat (De Kluyver & Pearce 2008 dalam Olinger 2010) kinerja merupakan inti dan aset dari kompetensi kepemimpinan dalam suatu organisasi. Perawat merupakan ujung tombak dari pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, apabila kinerja unit dalam suatu organisasi/unit pelayanan kesehatan tinggi maka akan mempengaruhi kualitas dari organisasi tersebut, oleh sebab itu dibutuhkan leader atau kepala keperawatan yang mengetahui kompetensi kepemimpinan yang mereka harus miliki. Kinerja sebagian besar dalam kategori cukup dapat disebabkan karena belum dilakukan pelatihan secara berkesinambungan, sehingga kepala ruang masih memberikan pengajaran ektra kepada perawat pelaksana terkait keterampilan, selain itu pada poin penelitian asuhan keperawatan sebagai peningkatan orientasi mutu pelayanan didapatkan asuhan keperawatan tiap ruang berbeda-beda karena belum ada pelatihan serta sosialisasi tentang standard nursing language di RSUD Kota Mataram. Tahap 2 Uji satatistik wilcoxon faktor motivator dan faktor hygiene pada kelompok perlakuan setelah dilakukan intervensi adalah sama yaitu sebesar p=0,002 sehingga dapat disimpulkan ada beda motivasi responden sebelum dan sesudah intervensi kompetensi kepemimpinan kepala ruang pada kelompok perlakuan. Hasil post-test kelompok perlakuan, sebagian besar motivasi perawat pelaksana berada pada kategori baik. Uji mann-whitney faktor motivator dan faktor hygiene pada kelompok perlakuan dan kontrol post-test didapatkan ada pengaruh signifikan motivasi perawat pelaksana setelah Kompetensi Kepemimpinan Kepala Ruang (Putu Widhi Sudariani, dkk) 184 mendapatkan intervensi kompetensi kepemimpinan kepala ruang pada kelompok perlakuan bila dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa terdapat 7 kunci utama yang diidentifikasi dalam memotivasi yaitu imbalan keuangan (gaji atau tunjangan), pengembangan karir (dipromosikan), pendidikan berkelanjutan (memiliki kesempatan untuk mengambil kelas dan menghadiri seminar), infrastruktur rumah sakit (kondisi fisik, fasilitas kesehatan, lingkungan kerja), ketersediaan sumber daya (ketersediaan perawat dan alat medis bagi petugas kesehatan untuk melakukan pekerjaan mereka), manajemen rumah sakit (memiliki kerja yang positif, hubungan yang baik dengan manajemen dan petugas kesehatan lainnya) dan pengakuan/penghargaan (baik dari manajer, rekan kerja, maupun dari masyarakat) (Willis-Shattuck et al., 2008). Penerapan dalam kompetensi kepemimpinan dilakukan melalui empat domain utama yang salah satunya dalam domain kompetensi interpersonal yaitu motivasi (Rubino 2007 dalam Graziadio 2013). Lingkungan kerja yang nyaman serta pemberian motivasi pada dasarnya merupakan hak para karyawan dan kewajiban dari pihak perusahaan untuk mendukung kontribusi para karyawannya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan (Rezsa 2008 dalam Melati 2011). Motivasi perawat pelaksana setelah dilakukan intervensi kompetensi kepemimpinan kepala ruang meningkat, sebagaian besar kompetensi berada pada kategori baik hal ini disebabkan karena modul kompetensi disosialisasikan peneliti kepada kepala ruang kelompok perlakuan selama 1 bulan, setelah diberikan intervensi nilai motivasi pada kelompok perlakuan sebagian besar meningkat. Kepala ruang telah menerapkan kompetensi kepemimpinannya dalam hal memotivasi perawat pelaksana seperti memberikan kesempatan kepada perawat pelaksana dalam pengembangan karir di bidang keperawatan, membuat kondisi kerja yang nyaman, rekan kerja memberikan semangat dan dukungan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Hasil penelitian pada kelompok perlakuan post- test didapatkan bahwa kinerja (SKP) dan kinerja (SP) sebagian besar pada kategori baik. Hasil uji wilcoxon signed rank test pada kelompok perlakuan didapatkan ada beda kinerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok perlakuan. Uji mann-whitney pada kelompok perlakuan dan kontrol post-test didapakan ada pengaruh signifikan kinerja perawat pelaksana setelah diberikan intervensi kompetensi kepemimpinan dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak memperoleh intervensi. Peningkatan kinerja karyawan di instansi pemerintah dapat ditempuh dengan beberapa cara, misalnya melalui pemberian kompensasi yang layak, pemberian motivasi, menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, serta pendidikan dan pelatihan, oleh karena itu karyawan diharapkan dapat memaksimalkan tanggung jawab mereka setelah dibekali dengan pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan implementasi pekerjaan mereka. Kinerja pada dasarnya dipengaruhi oleh kondisi tertentu, yaitu kondisi yang berasal dari dalam individu yang disebut dengan faktor individual dan kondisi yang berasal dari luar individu yang disebut dengan faktor situasional. Faktor individual meliputi pengalaman dan karakteristik psikologis yang terdiri dari motivasi, kepribadian, dan orientasi tujuan sedangkan faktor situasional meliputi kepemimpinan, prestasi kerja, hubungan sosial dan budaya organisasi (Melati 2011). Salah satu dari empat domain kompetensi kepemimpinan oleh (Rubino 2007 dalam Graziadio 2013) yaitu manajemen kinerja dan evaluasi yang terdapat pada domain kompetensi organisasi. De Kluyver dan Pearce 2008 dalam Olinger 2010 menyatakan bahwa kinerja merupakan inti dan aset dari kompetensi kepemimpinan dalam suatu organisasi. Modul kompetensi kepemimpinan diterapkan selama 1 bulan kepada kepala ruang. Skor kinerja kelompok perlakuan sebagian besar meningkat, bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kompetensi kepemimpinan yang diterpakan dalam hal kinerja yang dilakukan meliputi dokumentasi asuhan keperawatan, pasien safety, health education pasien dan keluarga sesuai kasus, menghitung beban kerja perawat, timbang terima, kerja sama tim, dan lain-lain. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Model kompetensi kepemimpinan kepala ruang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang ada dalam diri pemimpin yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan nilai, sedangkan faktor ekternal terdiri dari faktor bawahan (pendidikan) dan faktor organisasi (budaya organisasi). Penerapan model kompetensi kepemimpinan kepala ruang mempengaruhi motivasi dan kinerja perawat pelaksana. Faktor hygiene dalam motivasi merupakan yang paling besar mempengaruhi kompetensi kepemimpinan. Faktor hygiene tersebut terdiri dari gaji, kondisi kerja, hubungan kerja, dan prosedur kerja. Saran Pengembangan model kompetensi kepemimpinan terkait memimpin diri sendiri, memimpin orang lain dan memimpin organisasi dapat digunakan sebagai salah satu referensi seorang pemimpin dalam menjalankan kompetensinya di lapangan, selain itu dapat Jurnal Ners Vol. 11 No. 2 Oktober 2016 (176-185) 185 dipertimbangkan sebagai sarana penilaian kepemimpinan keperawatan. KEPUSTAKAAN American Nursing Association, 2013. Competency model, Available at: Available at: http://ana- leadershipinstitute.org/Doc-Vault/About- Us/ANA-Leadership Institute-Competency- Model-pdf.pdf. Blakeman, C., 2013. A nursing model of leadership pcactice and policy implementation: end-of-life care challenge. Proquest LLC. Carter, S., 2016. The relationship between transformational leadership and organizational learning culture in magnet and non-magnet hospitals. Proquest LLC. Chase, L., 1994. Nurse manager competencies. The Journal of nursing administration, 24, pp.56–64. Ezeukwu, D., 2011. Nurse leader competencies and their relationship to quality of nursing care: a case study. Proquest LLC. Ghazi, Sahsada & Khan, S., 2013. Resurrecting herzberg’s two factor theory: an implication to the university teachers. Journal of Educational and Social Research, 3(2). Graziadio, GL., 2013. Leadership competencies for effective hospital chief executive officers and chief medical officers in mexico. Proquest LLC, UMI 1543405. Hair, J.F. et al., 2012. The use of partial least squares structural equation modeling. Strategic Management Research: A Review of Past Practices and Recommendations for Future Applications, Long Range Planning (LRP), 45(4- 5), pp.320–340. Available at: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S 0024630112000568. Ilyas, Y., 2002. Kinerja: teori, penilaian, dan penelitian. In Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat. depok: Universitas Indonesia. Kusumawati, R., 2010. Analisis pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja untuk meningkatkan kinerja karyawan studi kasus di RS Roemani Semarang. Available at: http://eprints.undip.ac.id/18652/1/Ratna_Kusuma wati.pdf. Kuswadi, 2004. Cara Mengukur Kepuasan Karyawan, jakarta: PT. Elex media koputindo. Maryanto, Pujiyanto, Tri, Setyono, S., 2013. Hubungan gaya kepemimpinan kepala ruang dengan kepuasan kerja perawat di rumah sakit swasta di Demak. Jurnal Managemen Keperawatan, 1(2), pp.146–153. Melati, II., 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai studi empiris pada kementerian keuangan kantor wilayah jawa tengah. Available at: http://eprints.undip.ac.id/28660/1/Skripsi05.pdf. Miltner, R.S. et al., 2015. Professional Development Needs of Nurse Managers. Journal of Continuing Education in Nursing, 46(6), pp.252–258 7p. Available at: http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true &db=c8h&AN=103807275&site=ehost- live&scope=site. Mtimkulu, D.S., 2014. an Evaluation of the Leadership Styles of Managers and Their Impact on Human Capital Factors of Motivation , Performance and Absenteeism of Employees At Selected Hospitals in Eastern Free State , South Africa. , 4(2). Mutaaitin, 2010. Hubungan gaya kepemimpinan situasional kepala ruangan dengan tugas perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan kepada Klien di Ruang Rawat Inap RSUD Pasaman Barat. Universitas Andalas. Available at: http://repository.unand.ac.id/7467/. PPNI, 2012. Standar praktek keperawatan, perawat profesional, Jakarta. Pribadi, A., 2010. Analisis pengaruh faktor pengetahuan, motivasi, dan persepsi perawat tentang supervisi kepala ruang terhadap pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah di Jepara. Available at: http://eprints.undip.ac.id/16228/1/Agung_Pribadi. pdf. Smith, V., 2012. College of management and technology. Proquest LLC. Willis-Shattuck, M. et al., 2008. Motivation and retention of health workers in developing countries: a systematic review. BMC Health Services Research, 8, p.247. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19055827. Yamin, S. & Kurniawan, H., 2011. Generasi baru mengolah data penelitian dengan partial least square path modeling, Jakarta: SalembaInfotek.