NERS Vol 10 No 1 April 2015.indd 104 MODIFIKASI POMPA ASI SEBAGAI TERAPI LUKA BERTEKANAN NEGATIF UNTUK MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN LUKA DIABETES (Modifi cation of Breast Pump as a Negative Pressure Wound Therapy for Accelerating Wound Healing of Diabetic Ulcer) Yunita Sari*, Saryono*, Iwan Purnawan*, Hartono** *Jurusan Keperawatan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto ** Jurusan Fisika, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto Email: yunita-tky@umin.ac.jp/sasa.yunita@gmail.com ABSTRAK Pendahuluan: Terapi luka bertekanan negatif/Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) saat ini dianggap sebagai terapi terbaik untuk penyembuhan luka diabetes. Namun sayangnya alat ini belum terdapat di Indonesia. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat alat NPWT dengan menggunakan modifi kasi dari pompa ASI, dan untuk mengetahui efeknya terhadap penyembuhan luka diabetes. Metode: Komponen utama dari alat NPWT dibuat dari pompa ASI digital. Luka pada hewan coba dibagi menjadi dua kelompok, yaitu luka yang dirawat dengan NPWT (kelompok perlakuan), dan luka yang tidak dirawat dengan NPWT (kelompok kontrol). Tekanan negatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah 85 mmHg. Tikus dikorbankan pada hari ke-7, dan jaringan luka dan kulit sekeliling luka diberi pewarnaan Hematoksilin dan Eosin. Tingkat infl amasi, intensitas dari jaringan nekrotik dan penutupan luka dibandingkan antara kelompok perlakuan dan kontrol. Hasil: Tekanan dari NPWT modifi kasi pompa ASI berkisar antara 85–140 mmHg. Ukuran luka pada kelompok perlakuan lebih kecil dibanding pada kelompok kontrol. Intensitas infl amasi pada kelompok perlakuan juga lebih sedikit dibanding kontrol. Diskusi: penelitian kami menunjukkan modifi kasi pompa ASI dapat digunakan sebagai terapi luka bertekanan negatif, dan terbukti dapat menurunkan infl amasi dan jaringan nekrotik pada luka diabetes. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk membuktikan efek dari alat ini pada subjek manusia. Kata kunci: Luka diabetes, pompa ASI, tekanan negatif, penyembuhan luka ABSTRACT Introduction: Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) is considered as the best treatment for accelerating wound healing, including diabetic ulcer. However, this device is still not available in Indonesia. Therefore, the purpose of this study were to make NPWT by using modifi cation of breast pump, and to elucidate the effect of this device on acceleration of wound healing in diabetic ulcer. Method: NPWT was made by using digital breast pump. Wounds were divided into two groups; wound-treated by NPWT (experimental group) and wound-untreated by NPWT (control). The negative pressure used for this study was 85 mmHg. Rats were sacrifi ced on day 7, and wound samples and surrounding skin were stained with Hematoxylin and Eosyn. Infl ammation, intensity of necrotic tissue, and wound closure were observed. Result: The device could deliver a negative pressure at a range of 85–140 mmHg. Wound size in the experimental group was smaller than in control group. Infl ammation was also less in the experimental group than control group. Discussion: The modifi cation of breast pump could be used as a negative pressure therapy for wounds, and has effect on reducing infl ammation and necrotic tissue. Further study is needed to elucidate the effect of this device on human subject. Keywords: diabetic wound, breast pump, negative pressure, wound healing PENDAHULUAN D i a b e t e s Mel it u s ( DM ) a d a l a h kondisi peningkatan kadar gula darah yang disebabkan karena kurangnya produksi insulin (Armstrong, Lavery, dan Harkless, 1998). Diabetes Melitus saat ini merupakan ancaman yang serius bagi kesehatan manusia secara global. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan sedikitnya ada 171 juta penderita DM di dunia tahun 2006. Diperkirakan insiden akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2030 (Waspadji, 2006). Di Indonesia, penderita DM juga mengalami peningkatan yang signifi kan, yaitu 8,4 juta jiwa pada tahun 1995, dan meningkat menjadi 14,7 juta jiwa pada tahun 2006. WHO menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita DM di dunia (Waspadji, 2006). Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi pada pasien DM adalah luka diabetes. Menurut data dari International Diabetic Foot (2005), luka diabetes adalah 105 Modifi kasi Pompa ASI sebagai Terapi Luka Bertekanan Negatif (Yunita Sari, dkk) penyebab utama dari amputasi ekstremitas bawah pada pender ita DM (A r mst rong et al., 1997). Diperkirakan ada lebih satu juta amputasi di dunia per tahun karena luka diabetes. Di Indonesia, 30% dari penderita DM pernah mengalami amputasi karena luka kaki diabetes (Waspadji, 2006). Alasan utama terjadinya amputasi adalah luka yang sulit menyembuh. Ba nya k t e r api d i la k u k a n u nt u k meningkatkan penyembuhan luka diabetes. Di antaranya adalah perawatan luka dengan balutan luka yang lembab. Namun, terapi ini sering memerlukan waktu yang panjang, terutama pada luka yang memiliki banyak komplikasi (Nain et al., 2011). Terapi yang lain adalah terapi dengan menggunakan growth factors seperti FGF, PDGF, and EGF (Loot et al., 2002). Namun terapi ini kurang efektif pada luka yang parah karena terapi ini tergantung pada kerja dari reseptor-reseptor yang masih ada di luka Terapi yang saat ini sangat populer dan menjadi banyak perhatian dari para peneliti adalah terapi luka yang berbasis tekanan negatif (Non Contact Pressure Wound Theraphy/NPWT) atau yang sering disebut sebagai vakum luka (Vacuum-assisted closure/VAC) (Xie et al., 2010). Terapi luka dengan NPWT atau vakum luka merupakan metode non-invasif dalam penanganan luka dengan menempatkan lu ka pada r uang tertutup bertekanan negatif sehingga dapat membersihkan cairan luka yang berlebih dan bakteri-bakteri penyebab infeksi (Kirby et al., 2009, Nain et al., 2011). Teknik penanganan luka dengan NPWT telah terbukti dalam berbagai penelitian mampu meningkatkan proses penyembuhan luka melalui peningkatan aliran darah lokal ke area luka, mengurangi edema interstitial, m e n ge n d a l i k a n e k s u d a t , m e r a n g s a n g p e mb e nt u k a n ja r i nga n g r a nu la si d a n proliferasi sel, dan dalam waktu bersamaan mampu menghilangkan penghambat proses penyembu han lu ka (Searle and Mil ne, 2010). Penelitian terdahulu dengan desain Randomized Control Trial tentang efek NPWT pada percepatan penyembuhan luka diabetes menunjukkan hasil yang konsisten, bahwa NPWT mampu meningkatkan kecepatan penyembuhan luka diabetes pada pasien (Xie et al., 2010). Tekanan negatif pada NPWT terbukti dapat mempercepat penyembu han lu ka dengan menarik cairan eksudat, memperbaiki sirkulasi, menarik dan membersihkan bakteri dari luka, meningkatkan proses proliferasi dan granulasi jaringan luka (Morykwas, Argenta, dan Shelton, 1997; Nain et al., 2011). Namu n sayang nya alat ini belum dipasarkan di Indonesia, serta pemakaiannya di rumah sakit membutuhkan biaya yang sangat besar. Biaya yang dibutuhkan untuk satu kali pemakaian alat ini kira-kira mencapai £ 142,- (Rp 2.020.092 dalam rupiah). Padahal, rata-rata pasien dengan luka diabetes membutuhkan terapi NPWT tiga kali per minggu dalam waktu 2–3 bulan. Di samping harga yang sangat mahal, berdasarkan pengalaman peneliti selama menggunakan alat ini di Rumah Sakit Universitas Tokyo, Jepang, ukuran dari NPWT relatif besar sehingga kurang praktis dalam penggunaannya. Berdasarkan atas kelemahan-kelemahan di atas, peneliti bermaksud untuk membuat alat dengan prinsip kerja yang sama, namun dengan harga yang lebih ekonomis, dan dengan bahan dasar yang tersedia di Indonesia dan memiliki ukuran yang lebih praktis. Pada penelitian ini, peneliti akan membuat alat NPWT dengan menggunakan modifi kasi dari pompa ASI untuk menghasilkan tekanan yang negatif, serta menguji apakah alat ini mampu mempercepat penyembuhan luka diabetes pada hewan coba. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat alat terapi luka berbasis tekanan negatif melalui modifi kasi dari pompa ASI, dan menguji efektivitasnya untuk mempercepat penyembuhan luka pada tikus diabetes. METODE Alat dan bahan-bahan yang digunakan unt u k membuat terapi lu ka ber tekanan negatif dari pompa ASI adalah Pompa ASI digital, slang transfusi darah, connector T, diafragma (penempel pada kaca), botol bekas tinta infus printer, lem plastic, trafo adaptor 106 Jurnal Ners Vol. 10 No. 1 April 2015: 104–111 0,5A, potensiometer, rangka (casing), kabel secukupnya, tenol dan solder. Daya hisap dari pompa ASI yang dig u nakan adalah bersifat put us-put us (intermitten), sehingga untuk menghasilkan hisapan yang terus-menerus, maka bagian kat up ini dihilangkan. Kemudian, daya hisap pompa ASI divar iasi kan dengan memvariasikan tegangan listrik menggunakan potensiometer, sehingga dapat menghasilkan daya hisap dengan rentang 85–140 mmHg. Kemudian, peneliti menggunakan adaptor dengan trafo 0,5 Ampere untuk menjaga kuat arus dan tegangan yang stabil. Kemudian trafo ditempatkan dalam rangka alat vakum luka dari pompa ASI. Setelah trafo tertata rapi, mesin pompa ASI diambil dan rangka pompa ASI dilepas, kemudian mesin pompa ASI dipasang pada rangka alat vakum luka. Bagian input untuk menghisap pada mesin dihubungkan dengan konektor yang dipasang pada rangka alat vakum dan diatur letaknya agar menjulur keluar supaya memudahkan pasang-lepas slang udara ke luka. Slang udara yang panjang, dipotong pada bagian tengah dan dipasang botol penampung dari botol bekas tinta printer yang sudah dibersihkan. Pada bagian ujung slang dipasang diafragma dari plastik yang elastis. Semua tempat sambungan kemudian di lem dengan lem plastik dan dipastikan kedap udara. Slang dihubungkan dengan konektor, kemudian diuji coba dengan tekanan tertentu. Hewan coba dalam penelitian ini adalah tikus jantan galur Wistar, dengan berat badan 160-200 Miligram (usia 8 minggu). Tikus diperoleh dari laboratorium Farmakologi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tikus diberi makan dan minum secara bebas atau ad-libitum. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium hewan di jurusan keperawatan, Universitas Jenderal Soedirman. Prosedur dan protokol dari penelitian ini sudah mendapat persetujuan dari komite etik fakultas kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. (Nomor persetujuan etik adalah 007/KEPK/ III/2013) Untuk menginduksi terjadinya DM, tikus disuntik secara intraperitoneal dengan menggunakan Alloxan Monohydrate (Sigma Aldrich, USA) dengan dosis 120 mg/Kg berat badan. Tikus diberi dua perlukaan, yaitu di bagian kanan dan kiri perut. Luka di bagian kanan sebagai kelompok perlakuan, dan luka di bagian kiri sebagai kelompok kontrol. Luka di kelompok perlakuan menerima perawatan standar (dibersih kan dengan NaCl) dan dilakukan tindakan vakum dengan tekanan negatif sebesar 85 mmHg selama 2 jam setiap hari selama 7 hari, sedangkan luka di kelompok kontrol hanya menerima perawatan standar, tanpa diberikan perlakuan dengan menggunakan vakum. Sebelum dilakukan perlukaan, rambut tikus dicukur terlebih dahulu. Tikus diberi anestesi dengan ketamile, dengan dosis 25–30 mg/kg berat badan. Metode perlukaan yang digunakan adalah modifi kasi dari metode yang ditemukan oleh Asada (2012). Setelah tikus diberikan perlukaan, luka dibersihkan dengan menggunakan normal saline 0,9%, kemudian busa poliuretane ditempelkan pada luka, setelah itu busa ditutup dengan dengan menggunakan balutan fi lm (BSN, Jerman). Corong dari alat vakum kemudian dipasang, kemudian corong dibalut sehingga menciptakan ruangan yang kedap udara. Kemudian ujung selang pompa vakum dihubungkan dengan corong Pada hari ke-7, tikus dibunuh dengan menggunakan overdosis ketamile. Jaringan luka kemudian difi ksasi dengan menggunakan 10% formalin, kemudian didehidrasi pada alkohol dan xylene. Kemudian jaringan dipotong dengan ketebalan 5-μm. Jaringan Gambar 1. Komponen-komponen alat vakum. 107 Modifi kasi Pompa ASI sebagai Terapi Luka Bertekanan Negatif (Yunita Sari, dkk) kemudian dideparafi n di xylene, kemudian direhidrasi di etanol, kemudian dicuci pada distilled water. Kemudian irisan jaringan dilakukan pewarnaan hematoksilin dan eosin untuk menentukan kerusakan jaringan dan infl amasi. Kemudian diobservasi di bawah mikroskop cahaya. HASIL Wou n d va c u u m ya ng d i ha sil k a n dalam penelitian ini adalah wound vacuum modifi kasi dari pompa ASI yang mempunyai spesifikasi daya hisap yang bersifat terus- menerus (continue). Casing/rangka kotak kecil disiapkan sebagai pelindung alat. Untuk menjaga kuat arus dan tegangan yang stabil, dibuatlah adaptor dengan trafo 0,5 Ampere, dan dipasang sedemikian rupa dengan posisi yang aman di dalam casing. Setelah trafo tertata dengan rapi, mesin pompa ASI diambil dan rangka dari pompa ASI dilepas, kemudian mesin pompa ASI dipasang pada rangka alat yang akan dibuat di sebelah trafo tersebut, dan dipasang baut untuk memfi ksasi. Bagian input untuk menghisap pada mesin dihubungkan dengan penghubung yang dipasang pada rangka dan dipasang menjulur keluar untuk memudahkan pasang-lepas slang udara ke luka. Setelah semua terpasang alat dicoba kembali. Slang udara dipotong pada bagian tengah dan dipasang botol penampu ng dari botol bekas tinta printer yang sudah dibersihkan. Pada bagian ujung slang dipasang diafragma dari plastik yang elastis. Semua tempat sambungan di lem dengan lem plastik agar kedap udara. Slang dihubungkan dengan konektor, kemudian diuji coba dengan tekanan tertentu. Rangka pompa ASI dimodif i kasi semenarik mungkin (Gambar 4). Kemudian alat diuji coba. Setelah dibuat luka pada hewan coba, luka dirawat dengan perawatan standar. Kemudian alat wound vacuum dipasang dan dinyalakan selama 4 jam/hari selama satu minggu. S e t i a p h a r i l u k a d i r a w a t d a n didok umentasikan (difoto) kondisi lu ka sebelum dirawat. Foto kondisi luka dianalisis dan dibandingkan dari hari ke hari. Hasil penggunaan alat wound vacuum menunjukkan alat bekerja optimal, tidak ada gangguan pada alat dan respon awal pada luka membaik. Bagian rangka dibuat semenarik mungkin Gambar 2. Tikus yang sedang diberikan perlakuan dengan vakum luka Gambar 3. Pompa ASI yang sudah dimasukan ke dalam casing. Gambar 4. Rangka alat vakum luka 108 Jurnal Ners Vol. 10 No. 1 April 2015: 104–111 dengan pemasangan stiker pada bagian luar. Alat ini diberi nama YUSAI Wound Vacuum. Alat NPWT selesai dibuat dan dilakukan uji coba pada hewan uji. Saat ini, alat ini sudah mendapatkan nomor registrasi paten/HAKI (Hak kekayaan intelektual) yaitu nomor P00201300659. Gambar 6 menunjuk kan gambaran mak roskopik luka yang dirawat dengan menggunakan pompa ASI (atas), dan luka yang tidak dirawat dengan menggunakan pompa ASI. Pada hari ke – 0 kelompok perlakuan dan kontrol menunjukkan gambaran yang sama, yaitu luka sedalam panniculus carnosus. Pada hari ke ke-2, lapisan kuning atau slaf terlihat di kedua kelompok, namun terlihat lebih jelas pada kelompok kontrol. Pada hari ke-4, lapisan slaf tebal menutupi permukaan luka pada kelompok kontrol, sedangkan luka pada kelompok perlakuan berwarna merah. Pada hari ke -7, ukuran luka pada kelompok perlakuan lebih kecil daripada pada kelompok kontrol. Di samping itu, slaf juga terlihat lebih sedikit dibanding pada kelompok kontrol. Gambar 7 adalah gambaran mikroskopik hasil pewar naan dengan mengg u nakan Hematoksilin dan Eosin. Pada tengah luka, terlihat bahwa intensitas inf lamasi lebih banyak, terlihat dengan intensitas sel PMN ( polimorphonuclear neutrophyl) yang lebih banyak di kelompok kontrol dibandingkan pada kelompok perlakuan. Pada pusat luka, juga terlihat lapisan nekrotik pada yang tidak dijumpai pada kelompok perlakuan PEMBAHASAN Penelit ia n i n i ad ala h mer upa ka n penelitian per tama dalam literatur yang membuat alat vakum luka bertekanan negatif dari modif ikasi pompa ASI. Alat yang dibuat memiliki kekuatan daya hisap dalam rentang 80 -150 mmHg. Jangkauan rentang ini adalah rentang yang direkomendasikan dalam penggunaan NPWT. Dalam penelitian ini kami juga membuktikan bahwa vakum luka dari modifi kasi pompa ASI ini mampu menurunkan infl amasi dan menurunkan slaf pada luka diabetes pada hewan coba. Data makroskopis dan mikroskopis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Gambar 5. Penampakan dari depan dari Yusai Wound Vaccuum Gambar 6. Gambaran makroskopis pada kelompok yang diberi perlakuan dengan pompa vakum dari modifi kasi pompa ASI (atas) dan kelompok kontrol (bar = 1 cm) 109 Modifi kasi Pompa ASI sebagai Terapi Luka Bertekanan Negatif (Yunita Sari, dkk) jaringan nekrotik terlihat lebih tebal pada kelompok kont rol d iba nd i ng k a n pa d a kelompok perlakuan, menunjukkan bahwa di kelompok perlakuan, eksudat lebih sedikit karena terhisap oleh alat vakum melalui selang vakum, sedangkan pada kelompok kontrol, kelebihan eksudat tidak terserap dengan baik sehingga mengakibatkan terjadinya maserasi pada daerah sekitar luka, dan jaringan nekrotik yang lebih banyak pada area pusat luka. Penemuan ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa NPWT dapat mempercepat penyembuhan luka dengan cara menarik cairan eksudat, memperbaiki sirkulasi, menarik dan membersihkan bakteri dari luka, meningkatkan proses proliferasi dan granulasi jaringan luka (Morykwas, Argenta, dan Shelton, 1997, Nain et al., 2011). Dalam penelitian ini, kami memilih tekanan continues bukan tekanan yang bersifat putus-putus (intermitten). Sebenarnya tekanan dengan menggunakan metode putus-putus juga dapat meningkatkan aliran darah. Namun penelitian lain menyatakan bahwa tekanan yang bersifat putus-putus mengakibatkan rasa yang kurang nyaman bila dibandingkan dengan yang bersifat terus-menerus pada subjek percobaan, sehingga tekanan yang bersifat terus-menerus lebih direkomendasikan (Argenta, Morykwas, dan Marks, 2006; Morykwas, Simpson, dan Punger, 2006). P a d a p e n e l i t i a n i n i , p e n e l i t i menggunakan daya hisap sebesar 85 mmHg. Alasan pemilihan tekanan sebesar 85 mmHg adalah sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa pemberian terapi NPWT dengan pemberian tekanan antara 50 -125 m m Hg m a m p u m e m p e r c e p a t penyembuhan luka dibandingkan dengan ya ng t id a k d iber i k a n per awat a n lu k a dengan menggunakan NPWT (Blur ne et al., 2008). Penelitian lain juga menyatakan bahwa pemberian terapi luka NPWT dengan tekanan 75-125 mmHg dapat mempercepat penyembuhan luka (Nather et al., 2010). Pada penelitian pendahuluan, peneliti ( pilot study) peneliti mencoba memberikan tekanan 125 mmHg, namun gambaran makroskopik menunjukkan bahwa terdapat sedikit edema pada luka yang diberikan tekanan 125 mmHg (data tidak dipublikasikan), sehingga peneliti menurunkan tekanan menjadi 85 mmHg. Untuk dimasa yang akan datang, perlu adanya penelitian lanjutan untuk meneliti tentang efek dari NPWT modifi kasi dari pompa ASI dengan tekanan di bawah 125 mmHg dan di atas 85 mmHg. Pada penelitian ini, tidak ditemukan adanya efek samping dalam penggunaan terapi luka vakum ini. Seratus persen tikus survive ketika diberikan terapi ini. Data mikroskopik d a n m a k r o skopi k ju g a me mbu k t i k a n bahwa terapi vakum ini dapat menurunkan infl amasi dan jumlah jaringan nekrotik. Hal ini menunjukkan bahwa terapi vakum luka ini memungkinkan untuk diujicobakan pada Gambar 7. Pewarnaan hematoksilin dan eosin pada kelompok yang diberi perlakuan dengan pompa vakum dari modifi kasi pompa ASI (atas) dan kelompok kontrol (Magnifi kasi sama antara kelompok perlakuan dan kontrol) 110 Jurnal Ners Vol. 10 No. 1 April 2015: 104–111 luka DM pada manusia di masa depan untuk mengetahui efektivitasnya pada penyembuhan luka diabetes pada manusia. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelit ia n i n i ad ala h mer upa ka n penelitian per tama dalam literatur yang membuat alat va k u m lu ka ber tekanan negatif dari modifikasi pompa ASI. Alat yang dibuat memiliki kekuatan daya hisap antara 80 –150 mmHg. Jangkauan rentang ini adalah rentang yang direkomendasikan dalam penggunaan NPWT. Dalam penelitian ini kami juga membuktikan bahwa vakum luka dari modifi kasi pompa ASI ini mampu menur unkan inf lamasi dan menur unkan jumlah jaringan nekrotik pada luka diabetes pada hewan coba. Saran Dalam penelitian ini, kami menguji efektivitas wound vacuum modifikasi dari pompa ASI pada tekanan 85 mmHg. Dimasa yang akan datang, perlu adanya penelitian lain yang menguji efektivitas alat ini pada tekanan yang lain dan pada pasien dengan luka diabetes KEPUSTAKAAN A r mst rong, DG, et al., 1997. Su rgical morbidity and the risk of amputation due to infected puncture wounds in diabetic versus nondiabetic adults. South Med J,90, 384–389. Armstrong, DG, Lavery, LA, and Harkless. 1998. Validation of a diabetic wound classifi cation system. The contribution of depth, infection, and ischemia to risk of amputation. Diabetes Care, 21(5), 855–859. Argenta LC, Morykwas MJ, and Marks, MW. 2006. Vacuum-assisted closure: state clinic art, Plast Recontr Surg 2006, 117 (Supl): 121S-126S. Asada M, et al. 2012. Novel models for bacterial colonization and infection of full-thickness wounds in rats. Wound Repair Regen. 20(4):601-610. Blur ne, PA, et al. 2008. Comparison of negatif pressure wound therapy using vacuum assisted closure with advanced moist wound therapy in the treatment of diabetic foot ulcer: multicenter randomized controlled trial. Diabetes Care 31 (4): 631–6 International Diabetic Foot. 2005. International working group on diabetic foot (Online), (http://iwgdf.org/?option=com_cont ent&task=view&id=33&Itemid=48, diakses tanggal 10 maret 2013, jam 08.00) Kirkby, K A, Wheeler m, JL, and Farese JP., 2009. Vacuum-Assisted Wound Closure: Application and Mechanism of Action, Copendium: Continuing for Veterinarians, 31(12): E1-E7 Morykwas, MJ, Argenta, LC, and Shelton, BE., 1997. Vacuum-assisted closure: a new method for wound control and treatment: animal studies and basic foundation. Ann Plast Surge, 38 (6): 553–562 Morykwas, MJ, Simpson, J, and Punger, K. 2006. Vacuum-assisted closure: state of basic research and physiologic foundation. Plast Recontr Surg, 117 (Suppl): 121S-126S. Loot, MA, et al. 2002. Fibroblasts derived from chronic diabetic ulcers differ in their response to stimulation with EGF, IGF-I, bFGF and PDGF-AB compared to controls. Eur J Cell Biol, 81(3):153- 160. Nain, PS, et.al. 2011. Role of negative pressure wound therapy in healing of diabetic foot ulcers. J Surg Tech Case Rep. 3(1):17–22 Nather A, et.al. 2010. Effectiveness of Vacuum- assisted Closure (VAC) Therapy in the Healing of Chronic Diabetic Foot Ulcers. Ann Acad Med Singapore, 39(5):353–358. 111 Modifi kasi Pompa ASI sebagai Terapi Luka Bertekanan Negatif (Yunita Sari, dkk) Searle, R and Milne J., 2010. Tools to compare the cost of NPWT with advanced wound care: an aid to clinical decision –making, Wounds, Vol. 6 No. 1. Waspadji, S., 2006. Komplikasi k ronik Diabetes: Mek anisme terjadinya, diagnosis dan strategi pengelolaan. Jakarta: FK UI. WHO. 1994. Prevention of Diabetes Mellitus, Technical report series. 11–31. Xie, X1, McGregor, M, and Dendukuri, N. 2010. The clinical effectiveness of negative pressure wound therapy: a systematic review. J Wound Care, 19(11): 490–5.