NERS Vol 10 No 1 April 2015.indd 133 TEKNIK PERAWATAN LUKA MODERN DAN KONVENSIONAL TERHADAP KADAR INTERLEUKIN 1 DAN INTERLEUKIN 6 PADA PASIEN LUKA DIABETIK (Modern and Convensional Wound Dressing to Interleukin 1 and Interleukin 6 in Diabetic wound) Werna Nontji*, Suni Hariati*, Rosyidah Arafat* Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Jalan Perintis Kemerdekaan KM. 10, Kampus UNHAS Tamalanrea Makassar E-mail:shekawai@yahoo.co.id ABSTRAK Pendahuluan: perawatan luka secara holistik merupakan salah satu cara untuk mencegah gangren dan amputasi, teknik rawat luka modern lebih efektif daripada konvensional dengan cara meningkatkan perubahan faktor pertumbuhan dan sitokin, terutama interleukin. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifi kasi efektivitas teknik rawat luka modern dan Luka konvensional Dressing terhadap kadar Interleukin 1 (IL-1) dan Interleukin 6 (IL-6) pada pasien luka diabetik. Metode: Sebuah Kuasi eksperimental pre-post dengan desain kelompok kontrol yang digunakan. Intervensi yang diberikan adalah pembalut luka modern dan kelompok kontrol dengan pembalut luka konvensional, penelitian ini dilakukan di Makassar dengan 32 sampel (16 di kelompok intervensi dan 16 kelompok kontrol). Hasil: Hasil uji Pooled T menunjukkan bahwa p = 0,00 (p < 0,05), berarti ada signifi kansi korelasi antara teknik rawat luka modern terhadap kadar Interleukin 1 (IL-1) dan Interleukin 6 (IL-6) dari pada teknik rawat luka konvensional. Diskusi: Proses penyembuhan luka dipengaruhi faktor pertumbuhan dan sitokin (IL-1 dan IL-6), hai ini akan dirangsang oleh pembalutan luka, teknik pembalutan luka modern (Kalsium alginat) dapat menyerap luka drainase, non oklusive, non adhesif, dan debridement autolitik. Kata kunci: pembalutan luka modern, Interleukin 1 (IL-1), Interleukin 6 (IL-6) ABSTRACT Introduction:Holistic wound care is one of the ways to prevent gangrene and amputation, modern wound dressing is more effective than convensional with increasing transforming growth factor and cytokine, especially interleukin. This study aims to identify the effectiveness of Modern and Convensional Wound Dressing to Interleukin 1 (IL-1) and Interleukin 6 (IL-6) in Diabetic wound. Method:A Quasi eksperimental pre-post with control group design was used. The intervention given was modern wound dressing and Control group by convensional wound dressing, This study was conducted in Makassar with 32 samples (16 in intervention group and 16 in control group). Result: The result of Pooled T- test showed that p = 0.00 (p < 0.05), it means that there was signifi cant correlation between modern wound dressing to IL-6 and IL-1 than Convensional wound dressing. Discussion: Process of wound healing was produced growth factor and cytokine (IL-1 and IL-6), it will stimulated by wound dressing, modern wound dressing (Calcium alginat) can absorb wound drainage, non oklusive, non adhesif, and autolytic debridement. Keywords: Modern wound dressing, Interleukin 1 (IL-1), Interleukin 6 (IL-6) PENDAHULUAN Masalah gizi di Indonesia merupakan beban ganda bagi kebijakan pembangunan kesehatan nasional. Di bidang kesehatan bangsa Indonesia masih berjuang memerangi berbagai macam penyakit infeksi dan kurang gizi yang saling berinteraksi satu sama lain. Namun, di beberapa daerah atau kelompok masyarakat lain terutama di kota-kota besar, masalah kesehatan utama justru dipicu oleh perubahan hidup akibat urbanisasi dan modernisasi. yaitu obesitas. Masih tingginya angka kurang gizi di beberapa daerah dan meningkatnya prevalensi obesitas di daerah lain merupakan beban yang kompleks dan harus dibayar mahal oleh bangsa Indonesia dalam upaya pembangunan bidang kesehatan, sumber daya manusia dan ekonomi. Meningkatnya masalah kelebihan gizi atau obesitas diikuti oleh peningkatan prevalensi diabetes mellitus tipe 2 yang sangat tajam dan peningkatan ini diperkirakan akan terus berlanjut. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi penderita diabetes mellitus tipe- tipe di Indonesia meningkat pesat dalam 10 tahun terakhir karena pada tahun 2000 ada 8,4 juta penderita dan meningkat jadi 21,3 juta orang tahun 2010. WHO tahun 2000 juga menunjukkan bahwa Indonesia merupakan 134 Jurnal Ners Vol. 10 No. 1 April 2015: 133–137 negara dengan penderita diabetes terbanyak keempat di dunia setelah India (31,7 juta), China (20,8 juta) dan Amerika Serikat (17,7 juta) (Medan Bisnis Daily, 2011). Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%. Prevalensi DM di perkotaan Sulawesi Selatan adalah berkisar 4.6%. Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin (ADA, 2003 dikutip dari Soegondo, 2007). Penyakit ini belakangan terjadi karena perubahan pola hidup atau gizi salah, namun ternyata penyakit ini juga bisa terjadi karena konsumsi makanan yang banyak mengandung racun misal: singkong yang banyak terdapat pada daerah tropis (tropical diabetes). Komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita diabetik adalah terjadinya per ubahan patologis pada anggota gerak (Irwanashari, 2008). Salah satu perubahan patologis yang terjadi pada anggota gerak ialah timbulnya luka. Luka yang timbul ini dapat berakibat fatal hingga amputasi pada daerah luka. Penanganan luka secara komprehensif diperlukan agar tidak menimbulkan gangren dan amputasi. Salah satu penanganan luka yang dewasa ini digunakan adalah perawatan luka teknik modern dengan menggunakan hidrokoloid. Perawatan luka modern dipercaya lebih efektif dari perawatan luka konvensional (menggunakan kassa steril) yang banyak digunakan di rumah sakit. Penelitian yang dilakukan oleh kristianto menyimpulkan perawatan lu ka moder n mempengar u hi ekspresi transforming growth factor beta 1 (TGF pi). Proses penyembuhan luka diabetik dipengar uhi oleh ekspresi transforming growth factor beta 1 (TGF pi), interleukin 1 dan 6. Oleh karena itu kami ingin meneliti pengaruh teknik perawatan luka terhadap kadar interleukin 1 dan interleukin 6. BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan quasi- experimental design dengan prepost testcontrol g ro u p de sig n u nt u k me mba nd i ng k a n tindakan yang dilak u kan sebelu m dan sesudah eksperimen. Pada penelitian ini subjek dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang menggunakan perawatan luka teknik modern dan kelompok kontrol yang menggunakan perawatan luka konvensional. Tek nik perawatan lu ka moder n adalah teknik perawatan luka yang menggunakan Calsium Alginat untuk menutup luka diabetik. Perawatan ini merupakan perawatan yang digunakan dan dipilih oleh responden (bukan atas inter vensi peneliti). Perawatan ini dilakukan selama 7 hari. Teknik perawatan luka konvensional adalah teknik perawatan luka yang menggunakan kasa untuk menutup ulkus diabetik. Perawatan ini merupakan perawatan yang digunakan dan dipilih oleh responden (bukan atas intervensi peneliti). Perawatan ini dilakukan selama 7 hari. Pengamatan interleukin 1 dan interleukin 6 pad a prete st d a n d ia nalisis denga n menggunakan metode Human Interleukin immunoassay (R & Dsystem) atau dengan teknik ELISA dan memiliki satuan pg/ml. HASIL Rata rata kadar interleukin 1 sebelum obser vasi penelitian berkisar 3,293 pg/ mLdan rata rata kadar interleukin setelah 7 hari penelitian adalah 2.012 pg/mL. Rata- rata kadar interleukin 6 sebelum observasi penelitian berkisar 16.6581 pg/mL dan rata- rata kadar interleukin setelah 7 hari penelitian adalah 27.8644 pg/mL. Terdapat perbedaan ekspresi Interleukin 1 antara kelompok perawatan luka konvensional dan perawatan luka modern pada penderita ulkus diabetik di Makasar. Hal ini dibuktikan dengan melihat P value < a (0,05) yaitu 0,00. Berdasarkan P value tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% terdapat perbed a an ekspresi kad ar i nterleu k i n1 yang ber mak na antara responden yang menggunakan perawatan luka modern dan 135 Teknik Perawatan Luka Modern dan Konvensional (Werna Nontji, dkk.) responden yang menggunakan perawatan luka konvensional Te r d a p a t p e r b e d a a n e k s p r e s i interleukin 6 antara kelompok perawatan luka konvensional dan perawatan luka modern pada penderita ulkus diabetik di Makasar. Hal ini dibuktikan dengan melihat P value < a (0,05) yaitu 0,00. Berdasarkan P value tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% terdapat perbedaan ekspresi kadar interleukin 6 yang bermakna antara responden yang menggunakan perawatan luka modern dan responden yang menggunakan perawatan luka konvensional. PEMBAHASAN Penyembuhan luka adalah proses yang komplek dan dinamis dengan per ubahan lingkungan luka dan status kesehatan individu. Fisiologi dari penyembuhan luka yang normal adalah melalui fase hemostasis, inf lamasi, granulasi (proliferatif) dan maturasi. Proses perbaikan terjadi segera setelah adanya luka dengan mengeluarkan berbagai growth factor, cytokine dan molekul dari serum pembuluh darah yang cedera dan degranulasi platelet. Respons infl amasi menyebabkan pembuluh darah menjadi bocor mengeluarkan plasma dan PMN’s ke sekitar jaringan. Neutropil memfagositosis sisa-sisa mikroorganisme dan merupakan pertahanan awal terhadap infeksi. Mereka dibantu sel-sel mast lokal. Fibrin kemudian pecah sebagai bagian dari pembersihan ini. Untuk membangun kembali kompleksitas yang membutuhkan kontraktor. Sel yang berperan sebagai kontraktor pada penyembuhan luka ini adalah makrofag. Ma k rofag ma mpu mem fagosit ba k ter i dan mer upakan garis pertahanan kedua. Makrofag juga mensekresi komotaktik yang bervariasi dan faktor pertumbuhan seperti faktor pertumbuhan fi brobalas (FGF), faktor per t u mbu han epider mal (EGF), fa k tor per t umbu han betat rasfor masi (tgf ) dan interleukin-1 (IL-1) dan Interleukin-6 (IL-6). Proses perbaikan terjadi segera setelah adanya luka dengan mengeluarkan berbagai growth factor, cytokine dan molekul dari ser um pembuluh darah yang cedera dan degranulasi platelet. Cytokine pada fase inf lamasi terdiri dari interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6) dan TNF a, Leukosit polymorfo nukleus dan makrofag merupakan sumber utama dari cytokines tersebut. Jika terjadi luka, makrofag langsung ke tempat peradangan, sel makrofag yang teraktivasi pada jaringan yang meradang dan sel yang meradang memproduksi interleukin1 (IL- 1) yang memproduksi granulosit-monosit p e m i l i h a n d a n p e ng g u n a a n d r e s si n g ya ng tepat a ka n mem fasilit asi proses penyembuhan. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan dressing antara lain (Whitney, et al., 2006): Faktor luka (infeksi, nekrosis), luas, kedalaman dan keberadaan undermining atau tunneling, lokasi, jenis jaringan dasar luka, eksudat Tabel 1. Distribusi Rata-Rata Interleukin 1 dan Interleukin 6 pada Penderita Luka Diabetik Variabel Dependen N Mean SD Minimum Maximum Interleukin 1 (pg/mL) a. Pre b. Post 32 3.293 2.012 2.07842 1.75167 0.29 7.13 0.01 5.93 Interleukin 6 a. Pre b. Post 32 16.6581 27.8644 9.02486 11.52267 90 37.90 5.39 52.17 Tabel 2. Perbedaan Ekspresi Interleukin 1 dan interleukin 6 antara Kelompok Perawatan Luka Konvensional dan Perawatan Luka Modern Pada Penderita Ulkus Diabetik Variabel Mean Lower Upper P va/t/e Interleukin 1 .692 .13844 1.5238 .00 Interleukin 6 8.995 4.58025 13.4097 .00 136 Jurnal Ners Vol. 10 No. 1 April 2015: 133–137 dan drainaseluka, kondisi tepi luka, tujuan perawatan, kebutuhan pasien (kontrol nyeri, kontrol bau), biaya, ketersediaan, kemudahan dalam penggunaan. Kondisi luka harus dimonitor setiap penggantian dressing dan dikaji secara berkala untuk menentukan apakah jenis dressing diganti atau dipertahankan. Pada perawatan lu ka konvensional masih mengg unakan balutan kasa NaCl sedangkan pada perawatan luka modern lebih banyak menggunakan Hydrocoloid. Hydrocoloid terbukti jauh lebih efektif dibandingkan kasa dalam hal penurunan luas luka dan mempercepat laju penyembuhan bila dibandingkan dengan kasa NaCl (Werneret al, 2003). Payne, et al (2009) menemukan bahwa penggunaan foam dressing lebih murah cost efektif dan frekuensi penggantian balutan menjadi berkurang bila dibandingkan dengan kasa NaCl. Dibutuhkan keterampilan perawat dalam mengambil keputusan klinis dalam memilih balutan untuk perawatan luka. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka adalah teknik perawatan luka yang diberikan. Teknik perawatan luka DM telah berkembang pesat, yaitu teknik konvensional dan modern. Teknik konvensional menggunakan kasa, antibiotik, dan antiseptik, sedangkan teknik modern menggunakan balutan sintetik seperti balutan alginat, balutan foam, balutan hidropolimer, balutan hidrofi ber, balutan hidrokoloid, balutan hidrogel, balutan transparan fi lm, dan balutan absorben. Dampak teknik perawatan luka akan mempengaruhi proses regenerasi jaringan sebagai akibat dari prosedur membuka balutan, membersihkan luka, tindakan debridemen, dan jenis balutan yang diberikan sehingga m e m b e r i k a n r e s p o n s nye r i. H a l i n i didasarkan pada mekanisme pengangkatan sisa-sisa jaringan pada dasar luka sehingga menstimulasi produksi mediator peradangan. Salah sat u aspek yang pent i ng d alam perawatan lu ka adalah pemilihan jenis balutan yang digunakan. Pada penelitian ini, kelompok modern digunakan jenis balutan calcium alginat yang memiliki sifat absorben, nonoklusif, nonadhesif, bersifat autolitik debridemen. Sedangkan pada kelompok konvensional digunakan metronidazole, iodin, H2O2 dan kompres kasa NaCl. Berdasarkan h a si l p e n g a m a t a n s el a m a p e n el it i a n menunjukkan bahwa tingkat kelembaban luka lebih dapat dipertahankan dan balutan jarang dibuka pada kelompok modern dibandingkan pada kelompok konvensional. Pada balutan konvensional cenderung memberikan dampak yang buruk karena pemakaian kompres kasa sebagai upaya mempertahankan kelembaban kurang dapat diper tahan kan lebih lama sehingga luka lebih sering diganti balutannya. Fenomena ini akan membawa dampak timbulnya cidera ulang pada dasar luka yang akan menstimulasi terjadinya infl amasi ulang pada dasar luka. Penggunaan antiseptik, seperti iodine 1% dan H2O2 pada kelompok konvensional dapat memicu rusaknya calon- calon kapiler darah. Berdasarkan pengamatan di klinik menunjukkan bahwa penggantian balutan pada kelompok konvensional lebih sering dilakukan dibandingkan kelompok modern. Hal ini akan berpengaruh terhadap kondisi stress jaringan yang sedang regenerasi sehingga secara psikologis. pasien akan lebih sering mengeluh kesakitan sebagai dampak terjadinya cidera ulang pada dasar luka. Adanya respons tersebut maka tubuh akan mengaktif kan Hipotalamus-Pituitary-Adrenal (HPA-Aksis) unt uk melepaskan hor mon ACTH, CRF dan kortisol. Secara lokal akan terjadi pengaktifan mediator pro infl amasi, seperti IL-1, IL-8 and tumour necrosis factor (TNF) sehingga dapat terjadi proses infl amasi yang memanjang berakibat meningkatnya keparahan luka. Kadar interleukin 1 pada penelitian ini cender ung menur un pada kelompok yang diberikan perawatan luka moder n d iba nd i ng k a n kelompok ya ng memakai perawatan luka konvensional. Hal ini membuktikan bahwa pada kelompok yang memakai perawat an lu ka konvensional memiliki kadar interleukin 1 yang tinggi sehingga proses infl amasi yang terjadi akan memanjang dan berakibat pada peningkatan keparahan luka. 137 Teknik Perawatan Luka Modern dan Konvensional (Werna Nontji, dkk.) SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Perawatan luka modern lebih efektif dari perawatan luka konvensional (menggunakan kasa steril), hal tersebut tampak dari ekskresi sitokin interleukin 1 dan interleukin 6, pada perawatan luka konvensional interleukin 1 mengalami peningkatan yang menunjukkan bahwa proses fase inf lamasi memanjang sehingga penyembuhan luka lambat. Saran Perawat diharapkan mampu memberikan perawatan luka diabetik yang terbaik bagi pasien dengan memper timbangkan jenis perawatan luka yang diberikan dan disesuaikan dengan kondisi luka pasien. Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian terkait dengan berbagai jenis balutan modern dan efeknya terhadap sitokin dan growth factor. KEPUSTAKAAN Ebihara, N., Matsuda, A., Nakamura, S., Matsuda, H., & Murakami, A. 2011. Role of the IL-6 Classic- and Trans- Sig n a l i ng Pat hway s i n C or ne a l St e r i leI n f la m m at ion a nd Wou nd Healing. (Online) (http://www.iovs.org/ content/52/12/8549.long. diakses tanggal 12 Februari 2012, Jam 13.00 WIB) Japan Guy ton & Hall. 2006. Fisiologi Kedokteran. Kovazs & Dipietro. 1994. Fibrogeniccytokines and Connective Tissue P roduct ion. USA: Loyola niversity. Jakarta: EGC. Kristianto, H. 2010. Perbandingan perawatan luka teknik moderen dan konvensional t e r h a d a p Tr a n s f o r m i n g G r o w t h FactorBeta (TGF 8) dan respons nyeri pada luka diabetes Mellitus. Depok: Makara UI. Lin, Kondo, Ishida. 2003. Essential involvement of IL-6 in the skin wound-healing process as evidenced by elayedv wound healing in IL-6-defi cient mice. (Online) (http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/do wnload?doi=10.1.1.328.8785&rep=rep1 &type=pdf. Diakses tanggal 10 Maret 2012, Jam 10.30 WIB) Naidu, K.A. 2003. Vitamin C in human health and disease is still a mystery. Nutritional Journal; 2: 7; 1475-2891. (Online) (http://www.nutritionj.com/ content/2/1/7. diakses tanggal 10 Maret 2012, Jam 10.49 WIB) Rolfe, K.J., Richardson, J., Vigor., C., rvine, L.M., Grobbelaar, A.O., & Linge, C. 2007. A Role for TGF-pi-inducedcellular responses during wound healingof the non-scarring early human fetus.Journal Investigative Dermatology; 127; 2656– 2667. (Online) (http://www.nature.com/ jid/journal/v127/n11/full/5700951a.html. diakses tanggal 10 Maret 2012, Jam 10.45 WIB) Sri Gitarja. 2008. Perawatan Luka Diabetik. Bogor: Wocare Publishing. Werner, S & Grose, R. 2003. Regulation of Wound Healing by Growth Factors and Cytokines. Physiol Rev. 83: 835–870. (Online) (http://physrev.physiology.org/ content/83/3/835.long. diakses tanggal 12 februari 2012, Jam 13.20 WIB) Yajing Hu et al. 2007. The Role of Interleukin- 1 in Wound Biology. Part I: Murine In Silicoand In Vitro Experimental Analysis. Inter national Anesthesia ResearchSociet y. (Online). (htt p:// pt.wk health.com /pt/re/lwwgateway/ landingpage.htm;jsessionid=Vs1J8t2B m3vpTFpQ1ySyTjfGRvlL7Lvjy5yQv7 4JNj1hljG5J2n8!-1552477860!18119562 8!8091!-1?issn=00032999&volume=111 &issue=6&spage=1525. 15 Maret 2012, jam 09.55 WIB)