159 MODEL INTEGRATED MATERNITY MANAGEMENT MELALUI PENGUATAN PROMOTIF DAN PREVENTIF SEBAGAI UPAYA MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI (The Integrated Maternity Management Model Through Promoting and Preventive Encouragement in the Attempts of Lowering the Maternal and Infant Mortality Rates) Diyan Indriyani*, Asmuji* * Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember, Jl. Karimata 49 Jember. E-mail: dieindri@yahoo.com ABSTRAK Pendahuluan: Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator penting dalam menilai tingkat derajat kesehatan masyarakat di suatu negara. AKI dan AKB di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Untuk persoalan tersebut perlu segera dipecahkan dengan kerja sama yang sinergisme dari lintas sektor, salah satunya dengan membangun model Integrated Maternity Management dengan penguatan promotif dan preventif terutama bagi masyarakat pedesaan yang relatif memiliki pengetahuan lebih rendah dibandingkan masyarakat perkotaan. Metodologi: Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Mumbulsari dan Sukorambi. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara survei/observasi, wawancara, FGD, indept interview dan PRA baik pada masyarakat (tokoh masyarakat, masyarakat kelompok berisiko: remaja putri, ibu hamil dengan usia dini, dan ibu muda), pemerintah maupun institusi lokal. Hasil: Penelitian yang dilakukan telah berhasil merumuskan model Integrated Maternity Management bagi masyarakat pedesaan sebagai upaya menurunkan AKI dan AKB.. Model tersebut telah dilakukan uji coba, tetapi masih bersifat sederhana dengan media modul (1) tentang kesehatan reproduksi remaja, yang didapatkan hasil rata-rata persepsi remaja tentang kesehatan reproduksi sebelum intervensi sebesar 58,67 dengan nilai minimal 30 dan nilai maksimal 85 dan nilai setelah intervensi rata-rata 81,33 dengan nilai minimal 60 dan nilai maksimal adalah 95. Selisih nilai pretest dan posttest yaitu 22,66, sehingga dapat dikatakan pemberian informasi tentang modul (1) yang membahas tentang topik kesehatan reproduksi berdampak terhadap pemahaman siswi menjadi lebih baik. Diskusi: Oleh karena itu perlu diaplikasikan model integrated maternity management dengan penguatan aspek promotif dan preventif, dengan langkah awal melakukan uji coba terlebih dahulu secara komprehensif untuk mendapatkan model secara sempurna. Kata kunci: model integrated maternity management, promotif, preventif, AKI dan AKB, masyarakat pedesaan ABSTRACT Introduction: Maternal Mortality Rate (MMR) and Infant Mortality Rate (IMR) remain the major indicator in assessing the level of certain country’s health quality. Both of Indonesia’s MMR and IMR levels are high enough compared to other ASEAN countries. To address this problem, a synergic cooperation among the cross-linked authorities is of prime important. One possible alternate option is building the Integrated Maternity Management model through promoting and preventive encouragement particularly designated for rural societies whose knowledge is relatively lower than the ones in urban areas. Methods: This research is conducted in Mumbulsari and Sukorambi Sub-Districts. The data collection techniques used in this research are survey/observation, interview, FGD, in-depth interview and, PRA conducted both to societies (local figures, people at risk, female teenagers, under-aged pregnant mother and young mothers) and local institutions and authorities. Result: This research has been able to formulate the Integrated Maternity Management model through promoting and preventive encouragement particularly designated for rural societies in the attempts of lowering the MMR and IIMR. This model has undergone trial, although the trial is simple in nature, by using the module medias of (1) teenager’s reproductive health which generated the average perception of the teenagers shown by the figure of 58,67 regarding their reproductive health prior to the intervention with minimum score of 30 and maximum score of 85. Meanwhile, upon applying the intervention, the average showed the figure of 81,33 with minimum score of 60 and maximum score of 95. The margin between the pre-test and post-test values reaches the figure of 22,36. This means that the supply of information regarding the module (1) which discusses the health reproductive issue generates better knowledge of those female teenagers concerning the respective issue. Discussion: Therefore, it is suggested that the implementation of the Integrated Maternity Management model through promoting and preventive encouragement put into action by initiating a comprehensive trial in order to generate the most suitable model, respectively. Keywords: integrated maternity management model, promotive and preventive, MMR and IMR, rural societies 160 Jurnal Ners Vol. 9 No. 2 Oktober 2014: 159–172 PENDAHULUAN Kesehat an mer upakan hak setiap manusia, termasuk manusia pada kalangan masyarakat miskin atau kurang mampu. Hal ini sesuai dengan deklarasi tentang hak asasi manusia. Upaya meningkatkan kesehatan suatu bangsa menjadi tanggung jawab semua pihak baik pemerintah, maupun masyarakat (Anando, 2010). Pembangunan kesehatan saat ini telah berhasil meningkatkan status kesehatan masyarakat. Namun demikian keberhasilan tersebut masih perlu ter us ditingkatkan, mengingat AKI dan AKB di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator penting dalam menilai tingkat derajat kesehatan masyarakat di suatu negara (Depkes RI, 2009). Oleh karena itu pemerintah memerlukan upaya yang sinergis dan ter padu untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB di Indonesia khususnya dalam mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015. Tentunya hal ini merupakan tantangan yang cukup berat bagi Pemerintah Indonesia (Depkes RI, 2007). Target RPJMN Tahu n 2010 -2014 mengamanatkan agar AKI dapat diturunkan menjadi 118/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2014. Selain itu, kesepakatan MDGs menargetkan AKI di Indonesia dapat dit ur un kan menjadi 102/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian bayi menjadi 23/1000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (Kemenkes, 2011). Dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional dan MDGs, kita memang me ng ha d api be rbagai hal ya ng mu lt i kompleks seperti masalah budaya, pendidikan masya ra kat, penget ahu a n, li ng k u nga n, kecukupan fasilitas kesehatan, sumberdaya manusia dan lain sebagainya (Kemenkes, 2011). Terkait dengan permasalahan tersebut salah satu faktor yang fenomenal di masyarakat pedesaan adalah adanya kondisi pernikahan dini yang dapat berkont ribusi terhadap kondisi AKI dan AKB. Dalam penelitian Indriyani (2011) didapatkan bahwa faktor yang berhubungan dengan kejadian pernikahan dini di masyarakat adalah faktor pendidikan, ekonomi, adat dan budaya. Selain itu juga oleh Indriyani (2011) dalam penelitiannya yang mengangkat pengetahuan remaja putri tentang dampak pernikahan dini pada sistem reproduksi didapat hasil bahwa 52,83% masih memiliki pengetahuan kurang dan sedang tentang masalah tersebut. Padahal seorang ibu hamil yang umurnya masih dini akan berisiko memiliki kehamilan dan persalinan yang lebih berisiko, termasuk bayi yang dilahirkannya. Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian ibu, yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah persalinan, yaitu perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi pueperium 8%, partus macet 5%, abortus 5%, trauma obstetrik 5%, emboli 3%, dan lain- lain 11% (SKRT, 2001). Kematian ibu juga masih banyak diakibatkan faktor risiko tidak langsung berupa keterlambatan (tiga terlambat), yaitu terlambat mengambil keputusan dan mengenali tanda bahaya, terlambat dirujuk, dan terlambat mendapat penanganan medis (Wijaya, 2009). Berbagai upaya pemer intah telah dilakukan unt uk menur un kan AK I dan AKB ini. Bila diidentifikasi terkait faktor- faktor yang berkontribusi terhadap AKI dan AKB sangatlah kompleks (Saifuddin, 2002; Chapman, 2003), sehingga hal tersebut memerlukan upaya kerja sama mulai dari pemerintah (kebijakan, petugas kesehatan, pelayanan kesehatan), masyarakat (tokoh masyarakat, masyarakat yang berisiko) dan pihak terkait sebagai transfasilitator (institusi lokal: perguruan tinggi, pihak sekolah, lembaga sosial masyarakat). Khususnya bila digunakan pendekatan teori proses yang meliputi input- proses-output, maka salah satu akses input yang dimaksud adalah mengupayakan masyarakat yang berisiko terhadap kondisi kematian ibu dan bayi memiliki kesadaran yang lebih baik terhadap fungsi reproduksinya. Hal ini bisa dilakukan dengan mengoptimalkan persepsi masyarakat yang berisiko dengan pendekatan kerja sama dari semua komponen baik pemerintah, institusi lokal dan masyarakat. 161 Model Integrated Maternity Management (Diyan Indriyani dan Asmuji) Untuk persoalan tersebut perlu segera dipecahkan, salah satunya dengan membangun model Integrated Maternity Management terutama bagi masyarakat pedesaan yang relatif memiliki pengetahuan lebih rendah dibandingkan masyarakat perkotaan. Model ini memiliki keunggulan yaitu adanya kerja sama yang sinergisme antara pemerintah, masya r a kat d a n i nst it u si lokal d ala m membangun persepsi yang positif masyarakat pedesaan dalam upaya menurunkan AKI dan AKB. Dampak dari persepsi yang positif ini akan meningkatkan masyarakat pedesaan dalam berperilaku yang mengarah kepada upaya dalam menurunkan AKI dan AKB yang selaras dengan kondisi tersebut. Masalah yang diteliti berkaitan dengan 1) peran institusi lokal seper ti lembaga penelitian, perguruan tinggi dan institusi sekolah terhadap masyarakat pedesaan dalam upaya menurunkan AKI dan AKB, 2) peran pemerintah (Dinas kesehatan, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan) dibantu institusi lokal dan masyarakat (tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat/ LSM dan masyarakat yang berisiko) sebagai upaya menurunkan AKI dan AKB. BAHAN DAN METODE Tahap 1 adalah penggalian data faktual persepsi tent ang kesehat an reprodu ksi kelompok berisiko (remaja putri di sekolah, remaja putri drop out sekolah, ibu muda dan ibu hamil pada usia muda). Selain itu, juga dukungan yang diberikan oleh kelompok pendukung (orang tua, suami, guru, petugas kesehatan dan dinas kesehatan). Tahap 2 adalah penyusunan rancangan model yang dilakukan dengan cara telaah hasil analisis data dan selanjutnya mengadakan diskusi untuk menetapkan model. Tahap 3 adalah uji coba model secara sederhana yang dilakukan dengan: a) melakukan pelatihan pada guru tentang materi kesehatan reproduksi remaja, b) menyiapkan siswi untuk uji coba model, c) melakukan uji coba model sederhana (guru mentransfer informasi tentang topik modul kepada siswi. Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kecamatan Mumbulsari dan Sukorambi dengan asumsi wilayah tersebut memiliki angka pernikahan dini yang masih tinggi, ter masu k pendidi kan masyarakat yang masih rendah meskipun terdapat pelayanan pendidikan sampai Sekolah Menengah Atas. Variabel yang diukur dalam penelitian ini antara lain persepsi remaja putri di sekolah dan remaja putri drop out sekolah, persepsi ibu muda dan ibu hamil pada usia muda, persepsi keluarga dan dukungan yang diberikan, dukungan guru, dukungan petugas kesehatan dan program dari dinas kesehatan. Model Integrated Maternity Management adalah adanya suatu hubungan kerja sama yang terintegrasi dengan suatu permodelan manajemen dalam permasalahan kesehatan ibu dan bayi. Model Integrated Maternity Management ini mer upakan pendekatan sebagai upaya untuk menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi secara partisipatif aktif dengan mengutamakan pemberdayaan m a sya r a k at melalu i p e ndek at a n pa d a penguatan aspek promotif dan aspek preventif. Model Integrated Maternity Management ini dilakukan dengan mengintegrasikan peran yang melibatkan masyarakat secara aktif, pihak pemerintah dan institusi lokal. Bila digambarkan kaitan tersebut seprti gambar 1. Adapun yang menjadi pertimbangan ut ama u nt u k di kemba ng ka n nya model Integ rated Mater nit y Management i n i adalah masyarakat pedesaan sebagian besar menyumbangkan risiko terhadap kejadian Masalah yang diteliti berkaitan dengan 1) peran institusi lokal seperti lembaga penelitian, perguruan tinggi dan institusi sekolah terhadap masyarakat pedesaan dalam upaya menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka kematian Bayi, 2) peran pemerintah (Dinas kesehatan, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan) dibantu institusi lokal dan masyarakat (tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM dan masyarakat yang berisiko) sebagai upaya menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi. BAHAN DAN METODE Tahap 1 adalah penggalian data faktual persepsi tentang kesehatan reproduksi kelompok berisiko (remaja putri di sekolah, remaja putri drop out sekolah, ibu muda dan ibu hamil pada usia muda). Selain itu juga dukungan yang diberikan oleh kelompok pendukung (orangtua, suami, guru, petugas kesehatan dan Dinas Kesehatan). Tahap 2 adalah penyusunan rancangan model yang dilakukan dengan cara telaah hasil analisis data dan selanjutnya mengadakan diskusi untuk menetapkan model. Tahap 3 adalah uji coba model secara sederhana yang dilakukan dengan: a) melakukan pelatihan pada guru tentang materi kesehatan reproduksi remaja, b) menyiapkan siswi untuk uji coba model, c) melakukan uji coba model sederhana (guru mentransfer informasi tentang topik modul kepada siswi. Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kecamatan Mumbulsari dan Sukorambi dengan asumsi wilayah tersebut memiliki angka pernikahan dini yang masih tinggi, termasuk pendidikan masyarakat yang masih rendah meskipun terdapat pelayanan pendidikan sampai Sekolah Menengah Atas. Penelitian dilakukan sejak Maret-Oktober 2013. Variabel yang diukur dalam penelitian ini antara lain persepsi remaja putri di sekolah dan remaja putri drop out sekolah, persepsi ibu muda dan ibu hamil pada usia muda, persepsi keluarga dan dukungan yang diberikan, dukungan guru, dukungan petugas kesehatan dan program dari Dinas Kesehatan. Model Integrated Maternity Management adalah adanya suatu hubungan kerjasama yang terintegrasi dengan suatu pemodelan management dalam permasalahan kesehatan ibu dan bayi. Model Integrated Maternity Management ini merupakan pendekatan sebagai upaya untuk menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi secara partisipatif aktif dengan mengutamakan pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan pada penguatan aspek promotif dan aspek preventif. Model Integrated Maternity Management ini dilakukan dengan mengitegrasikan peran yang melibatkan masyarakat secara aktif, pihak pemerintah dan institusi lokal. Bila digambarkan kaitan tersebut adalah sebagai berikut: Gambar 1. Model Integrated Maternity Management dengan penguatan aspek Promotif dan Preventif MODEL INTEGRATED MATERNITY MANAGEMENT PEMERINTAH MASYARAKAT PEDESAAN INSTITUSI LOKAL PROMOTIF PREVENTIF Gambar 1. Model Integrated Maternity Management dengan penguatan aspek Promotif dan Preventif 162 Jurnal Ners Vol. 9 No. 2 Oktober 2014: 159–172 kematian ibu dan bayi lebih tinggi karena terkait erat dengan faktor budaya, pengetahuan, pendidikan, lingkungan dan lain sebagainya yang membangun persepsi masyarakat akan kesehatan, khususnya kesehatan reproduksi. Selain itu faktor yang menyebabkan kematian ibu dan bayi adalah berupa faktor langsung maupun tidak langsung, di mana faktor tidak langsung ini mer upakan hal yang tidak kalah penting, karena sifatnya adalah penanganan masalah dengan arahan yang bersifat jangka panjang. Pada aspek tidak langsung penyebab kematian ibu dan bayi ini lebih tepat untuk menggunakan pendekatan promotif dan preventif, karena diharapkan dapat membangun persepsi masyarakat yang kurang tepat tentang kesehatan reproduksi dan diperlukan kerja sama yang terintegrasi dari berbagai pihak untuk mempermudah dan mengoptimalkan upaya tersebut, yaitu dengan cara integrasi secara sinergisme antara masyarakat, pemerintah dan institusi lokal. Adapun dalam pelaksanaan Model Integrated Maternity Management ini dapat dilakukan berdasarkan langkah-langkah strategis seperti pada gambar 2. Langkah strategis pelaksanaan upaya promotif dan preventif dalam pendekatan Model Integrated Maternity Management sebagai upaya pendekatan dalam menurunkan AKI dan AKB pada masyarakat pedesaan dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut: 1) mengidentifikasi program yang telah dicanangkan oleh Dinas Kesehatan terkait program penurunan AKI dan AKB; 2) petugas kesehatan mengadakan pendekatan kepada kelompok pendukung yaitu guru, orang tua dan suami; 3) kelompok pendukung diberikan pendidikan kesehatan dan teknik melakukan pendampingan ser t a tek ni k du k u ngan; 4) menetapkan sasaran kelompok masyarakat berisiko yaitu remaja putri di sekolah, remaja putri drop out di masyarakat, ibu muda dan ibu hamil pada usia muda; 5) teknik penguatan yang ditekankan adalah pada aspek upaya promotif dan preventif dan dilaksanakan secara terintegrasi; (6) topik pendidikan kesehatan yang disampaikan kepada guru meliputi: kesehatan reproduksi remaja, risiko seks bebas/ seks pranikah, kehamilan usia dini, kehamilan yang tidak dikehendaki, bahaya aborsi, teknik pendampingan g ur u pada remaja put ri; 7) topik pendidikan kesehatan pada orang tua, meliputi: pernikahan dini, risiko seks bebas/ seks pranikah, kehamilan usia dini, teknik memberikan dukungan pada remaja putri yang drop out sekolah; 8) topik pendidikan kesehat an pad a orang t ua d an suami, meliputi: kehamilan usia dini, upaya preventif dalam mempertahankan kesejahteraan ibu dan Adapun yang menjadi pertimbangan utama untuk dikembangkannya model Integrated Maternity Management ini adalah masyarakat pedesaan sebagian besar menyumbangkan risiko terhadap kejadian kematian ibu dan bayi lebih tinggi karena terkait erat dengan faktor budaya, pengetahuan, pendidikan, lingkungan dan lain sebagainya yang membangun persepsi masyarakat akan kesehatan, khususnya kesehatan reproduksi. Selain itu faktor yang menyebabkan kematian ibu dan bayi adalah berupa faktor langsung maupun tidak langsung, dimana faktor tidak langsung ini merupakan hal yang tidak kalah penting, karena sifatnya adalah penanganan masalah dengan arahan yang bersifat jangka panjang. Pada aspek tidak langsung penyebab kematian ibu dan bayi ini lebih tepat untuk menggunakan pendekatan promotif dan preventif, karena diharapkan dapat membangun persepsi masyarakat yang kurang tepat tentang kesehatan reproduksi dan diperlukan kerjasama yang terintegrasi dari berbagai pihak untuk mempermudah dan mengoptimalkan upaya tersebut, yaitu dengan cara integrasi secara sinergisme antara masyarakat, pemerintah dan institusi lokal. Adapun dalam pelaksanaan Model Integrated Maternity Management ini dapat dilakukan berdasarkan langkah-langkah startegis seperti pada gambar. Gambar 2 Strategi Pelaksanaan Upaya Promotif dan Preventif dalam pendekatan Model Integrated Maternity Management. Langkah Strategis pelaksanaan upaya promotif dan preventif dalam pendekatan Model Integrated Maternity Management sebagai upaya pendekatan dalam menurunkan AKI dan AKB pada masyarakat pedesaan dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut: 1) mengidentifikasi program yang telah dicanangkan oleh Dinas Kesehatan terkait program penurunan AKI dan AKB, 2) petugas kesehatan mengadakan pendekatan kepada kelompok pendukung yaitu guru, orang tua dan suami, 3) kelompok pendukung diberikan pendidikan kesehatan dan tehnik melakukan pendampingan serta tehnik dukungan, 4) menetapkan sasaran kelompok masyarakat berisiko yaitu remaja putri di sekolah, remaja putri drop out di masyarakat, ibu muda dan ibu hamil pada usia muda, 5) tehnik penguatan yang ditekankan adalah pada aspek upaya promotif dan preventif dan dilaksanakan secara terintegrasi, (6) topik pendidikan kesehatan yang disampaikan kepada guru meliputi: kesehatan reproduksi remaja, risiko seks bebas/seks pranikah, kehamilan usia dini, kehamilan yang tidak dikehendaki, bahaya aborsi, tehnik pendampingan guru pada remaja putri, 7) topik pendidikan kesehatan pada orangtua meliputi PROGRAM DINAS KESEHATAN PROGRAM DINAS KESEHATAN P R O G R A M D I N K E S PETUGAS KESEHATAN GURU REMAJA PUTRI DI SEKOLAH KELOMPOK MASYARAKAT BERISIKO PETUGAS KESEHATAN SUAMI & ORANGTUA IBU MUDA P E T U G A S K E S E H A T A N O R A N G T U A REMAJA PUTRI DROP OUT S U A M I & O R A N G T U A P R O G R A M D I N K E S IBU HAMIL USIA MUDA P E T U G A S K E S E H A T A N Gambar 2. Strategi Pelaksanaan Upaya Promotif dan Preventif dalam pendekatan Model Integrated Maternity Management. 163 Model Integrated Maternity Management (Diyan Indriyani dan Asmuji) janin, teknik memberikan dukungan pada ibu muda dan ibu hamil pada usia muda; dan 9) evaluasi pencapaian program kegiatan de nga n me ng u k u r pe r se psi kelompok pendukung dan persepsi kelompok masyarakat berisiko. Penelitian ini melibatkan masyarakat pedesaan yang terdiri dari remaja, ibu hamil usia dini dan ibu muda yang ada di Kecamatan Mumbulsari dan Sukorambi Kabupaten Jember. Penentuan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Jumlah sampel diambil 50 orang sampel tiap kecamatan, sehingga jumlah keseluruhan adalah 100 responden. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui observasi/pengamatan dan wawancara langsung di lapangan. Data primer yang diperoleh antara lain: 1) umur remaja saat ini; 2) persepsi remaja tentang kesehatan reproduksi; 3) persepsi keluarga tentang kesehatan reproduksi dan dukungan yang diberikan; dan 4) status kesehatan reproduksi remaja. D a t a s e k u n d e r d i p e r o l e h d a r i pemerintah, institusi lokal dan masyarakat p e n d u k u n g. D a t a t e r s e b u t m el i p u t i: 1) peran masyarakat (orang tua) dalam upaya menurunkan AKI dan AKB; 2) peran institusi lokal seperti lembaga penelitian, perguruan tinggi dan sekolah terhadap masyarakat pedesaan dalam upaya menurunkan AKI dan AKB; 3) peran pemerintah (dinas kesehatan, pelayanan kesehatan, dan petugas kesehatan) terhadap masyarakat pedesaan sebagai upaya menurunkan AKI dan AKB; dan 4) peran pemerintah dibantu masyarakat dan institusi lokal dalam upaya menurunkan AKI dan AKB pada masyarakat pedesaan. Kegiatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan partisipatif baik untuk tahun pertama maupun tahun kedua dalam memperoleh data kualitatif maupun kuantitatif untuk memberikan penjelasan yang lebih lengkap terhadap lingkup permasalahan yang sedang dikaji. Ada 2 tahapan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu: (1) pendekatan partisipatif (kualitatif ) maupun kuantitatif yang diarahkan untuk pendalaman kasus sebagai pendukung model Integrated Maternity Management yang menjadi luaran peneliti, (2) dilakukan upaya untuk peningkatan penyadaran dengan metode Participatory Action Research (PRA). Pengolahan data yang diperoleh baik secara teoritis maupun lapangan dianalisis secara kualitatif, sedangkan data yang berupa angka akan digunakan untuk melengkapi dan membantu dalam mendeskripsikan data kualitatif yang telah diperoleh. Penyajian data kuantitatif juga dilakukan baik berupa distribusi frekuensi. Analisa kualitatif yang dilakukan adalah menggunakan pendekatan fenomenologis, yang secara garis besar meliputi data yang diperoleh melalui FGD, wawancara, dan observasi langsung untuk menemukan permasalahan yang ada pada masyarakat pedesaan yang berkontribusi terhadap AKI dan AKB. Data tersebut dirangkum dan direduksi untuk dikembangkan menjadi instr umen dasar dalam menyusun interview mendalam, sehingga mampu menggali informasi yang lebih akurat. Sumber data dari pemerintah dan instansi terkait digunakan untuk melengkapi data tentang upaya penanganan yang telah dilakukan terhadap masyarakat pedesaan. Data yang telah terkumpul dilakukan analisa data. Analisa data tersebut dilakukan setelah data yang terkumpul memenuhi tujuan yang dicapai, dan dilakukan secara kontekstual dan diolah, sehingga dihasilkan gambaran dan pemaknaan sebagai mana yang diharapkan dalam tujuan. HASIL Sebagian besar usia remaja putri adalah 17–18 tahun yaitu sebanyak 50 responden (62,6%). Distribusi usia ibu muda dari 10 responden yaitu 2 orang berusia 16 tahun (20%), 7 orang berusia 17 tahun (70%) dan sisanya 1 orang berusia 18 tahun (10%). Dari 10 orang yang sedang hamil didapatkan data bahwa 3 responden berusia 17 tahun (30%), 6 responden (60%) berusia 18 tahun dan didapatkan juga 1 responden (10%) ibu hamil yang masih berusia 16 tahun. S e b a g i a n b e s a r u s i a m e n a r c h e responden adalah usia 12–13 tahun sebanyak 164 Jurnal Ners Vol. 9 No. 2 Oktober 2014: 159–172 67 responden (67%). Sebagian besar siklus haid responden adalah normal yaitu 21–35 hari sekali sebanyak 79 responden (79%). Adapun lama haid responden sebagian besar anatara 5–7 hari yaitu sebanyak 74 responden (74%). Sebagian besar siklus haid responden adalah teratur yaitu sebanyak 79 responden (79%), dan juga sebagian responden yaitu sebnayak 73 responden (73%) tidak mengalami keluhan selama masa haid. Selain itu juga diperoleh data distribusi riwayat t umor dan kan ker pada sistem reproduksi. Dari 100 responden didapatkan 99 responden (99%) mengatakan tidak pernah memiliki riwayat terjadinya tumor maupun kanker sistem reproduksi, hanya ada 1 orang (1%) yang mengatakan pernah mengalami benjolan di sekitar daerah perineum. Distribusi hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan data bahwa dari 100 responden mayoritas memiliki kadar Hb normal berkisar 11–12,54 Tabel 1. Distribusi frekuensi usia remaja putri di sekolah dan remaja putri drop out di wilayah Mumbulsari dan Sukorambi, Kabupaten Jember No Umur (tahun) Jumlah Persentase (%) 1 13–14 8 10 2 15–16 22 27,5 3 17–18 50 62,6 Total 80 100 Tabel 2. Distribusi frekuensi usia menarche pada responden di wilayah Mumbulsari dan Sukorambi, Kabupaten Jember No Umur (tahun) Jumlah Persentase (%) 1 12–13 67 67 2 14–15 17 17 3 16–17 15 15 4 19 1 1 Total 100 100 Tabel 3. Distribusi frekuensi siklus haid dan lama haid pada responden di wilayah Mumbulsari dan Sukorambi, Kabupaten Jember No Siklus Haid Lama Haid Hari Jumlah Persentase (%) Hari Jumlah Persentase (%) 1 < 21 9 9 < 5 21 21 2 21–35 79 79 5-7 74 74 3 >35 12 12 >7 5 5 Total 100 100 100 100 Tabel 4. Distribusi frekuensi keteraturan siklus haid dan keluhan saat haid pada responden di wilayah Mumbulsari dan Sukorambi, Kabupaten Jember No Keteraturan Siklus Haid Keluhan Saat Haid Keteraturan Jumlah Persentase (%) Keluhan Jumlah Persentase (%) 1 Teratur 79 79 Tidak ada keluhan 73 73 2 Tidak Teratur 21 21 Ada keluhan 27 27 Total 100 100 100 100 165 Model Integrated Maternity Management (Diyan Indriyani dan Asmuji) gr% yaitu sebanyak 97 responden (97%), dan hanya 3 responden (3%) yang memiliki kadar Hb 10,4–10,6 gr%. Selain itu juga didapatkan kadar leukosit dari keseluruhan responden 100 responden (100%) dinyatakan normal yaitu berada pada rentang 6300–7460. Hasil distribusi pemeriksaan f isik didapatkan kondisi seluruh responden 100 responden (100%) dalam keadaan sehat dan tidak ada kelainan dan gangguan kesehatan. Adapun distribusi usia kehamilan pada ibu hamil usia muda diperoleh data pada 10 responden ibu hamil yaitu 4 orang hamil 22–23 minggu, 1 orang hamil 13–14 minggu, 3 orang hamil 19–10 minggu dan 2 orang hamil usia 27–28 minggu. Hasil distribusi keluhan selama hamil pada ibu hamil usia muda, 10 responden ibu hamil (totalitas) mengalami keluhan mual dan muntah di kehamilan 1–13 minggu, dan membaik di kehamilan 14 minggu ke atas. Selain itu 3 ibu hamil mengeluh pernah terjadi flek-flek darah pervaginan namun kehamilan masih berlanjut, dan 2 ibu mengatakan kadang kepalanya terasa pening. Data distribusi pemeriksaan antenatal care pada ibu hamil usia muda, dari 10 responden terdapat 8 responden (80%) mengatakan mulai melakukan pemeriksaan kehamilan saat sudah masuk usia 4 bulan (16 minggu), dan hanya 2 responden (20%) yang melakukan pemeriksaan kehamilan saat usia kehamilan 4–6 minggu, hal ini dilakukan karena mengalami keluhan muntah-muntah yang hebat dan ada yang mengalami f lek darah pervaginam. Selain itu 7 responden (70%) mengatakan periksa rutin ANC baik di posyandu maupun di Bidan Praktek Swasta (BPS), dan terdapat 3 responden (30%) mengatakan pemeriksaan ANC-nya tidak rutin, meskipun tetap melakukan pemeriksaan kehamilan. Hal ini dikarenakan kesibukan unt u k mencari naf kah g una membant u suami. PEMBAHASAN Gambaran usia responden untuk 80 remaja putri jumlah terbanyaknya adalah pada usia dewasa akhir yaitu 17–18 tahun (62,6%), untuk 10 ibu muda usia terbanyak adalah 17 tahun (70%) dan pada 10 ibu hamil usia yang paling banyak yaitu 18 tahun (60%). Usia secara tidak langsung bisa berpengaruh pada seseorang dalam pengambilan keputusan, karena mengandung makna kedewasaan. Semakin dewasa usia seseorang diduga semakin baik proses dalam pengambilan suatu keputusan, termasuk keputusan dalam mend apat k a n ha k-ha k re produ k si d a n keputusan yang berkaitan dengan fungsi reproduksi. Untuk itu usia aman dalam kehamilan sangatlah penting, baik untuk aspek fisiologis maupun psikologis. Hal ini selaras dengan pendapat Notoatmodjo (2012), yang mengatakan bahwa semakin dewasa umur seseorang akan semakin matang pula dalam pengambilan sikap dan keputusan. Demikian juga yang dikatakan dalam skor Poedji Rochjati dalam Indriyani (2013) bahwa usia berkaitan dengan keamanan dalam proses kehamilan, seseorang yang memiliki usia kurang dari 20 tahun dikategorikan dalam kriteria kehamilan yang berisiko. S el a i n u si a r e s p o n d e n p e n el it i mendapatkan gambaran riwayat kesehatan reprodu ksi seper ti usia saat menarche, siklus haid, lama waktu, keteraturan haid, dan gangguan haid secara umum dalam kondisi nor mal. Gambaran menst r uasi ini dapat memberikan informasi terhadap keberadaan fungsi reproduksi. Bagi wanita usia produktif, cara yang paling mudah dalam mengidentifikasi fungsi reproduksi salah satunya melalui gambaran menstruasi, karena biasanya penyimpangan awal dari fungsi reproduksi ini akan ditandai secara klinis antara lain dengan perubahan menstruasi. Indriyani (2013) mengatakan bahwa haid merupakan perdarahan periodik pada uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi. Khusus responden ibu hamil sejumlah 10 orang peneliti mendapatkan kondisi yang berhubungan dengan pemeriksaan kehamilan (ANC) masih terdapat 3 orang (30%) yang melakukan ANC tidak teratur. Alasan yang diuraikan adalah karena ikut membantu suami dalam mencari naf kah, sehingga kadang lupa untuk melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai jadwal yang telah ditentukan. Memang 166 Jurnal Ners Vol. 9 No. 2 Oktober 2014: 159–172 untuk rutinitas ANC dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain misalnya pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang pentingnya ANC, dukungan petugas kesehatan dan dukungan dari keluarga terutama suami atau orang tua, karena suami atau keluarga merupakan social support yang paling utama selama ibu menjalani kehamilan. Kondisi ini sesuai hasil penelitian oleh Indriyani (2008) yang mendapatkan adanya hubungan pengetahuan d a n si k ap t e nt a ng keha m ila n de nga n kepatuhan pelaksanaan antenatal care pada ibu primigravida, demikian juga dalam Hamzah (2013) yang mendapatkan hasil bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan keteraturan antenatal. Juga menurut Notoatmodjo (2003) yang mengatakan bahwa ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku individu. Menurut peneliti hal ini menguatkan asumsi bahwa dukungan petugas kesehatan juga sangat menentukan keberhasilan cakupan ANC bagi ibu hamil, sehingga dapat menekan risiko kematian ibu dan bayi. Makna kesehatan reproduksi masih dimaknai dengan sehat secara fisik saja dengan cara menjaga kebersihan organ reproduksi. Padahal tentunya remaja putri memiliki pengetahuan yang baik tentang anatomi dan fisiologi sistem reproduksi termasuk makna dari kesehatan reproduksi. Hal ini karena dengan persepsi yang baik akan membangun perilaku remaja menjadi lebih baik terkait hak-hak reproduksinya. Selain itu persepsi remaja putri tentang hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi seperti perilaku seks bebas serta dampak dan risikonya, kehamilan yang tidak diinginkan, kehamilan pada usia dini dan bahaya perilaku aborsi didapatkan pendapat yang sangat bervariasi. Variasinya persepsi remaja ini karena mereka mendapatkan sumber informasi yang berbeda, dan sekolah belum memiliki program khusus secara intensif tentang topik-topik tersebut. Secara umum pendapat remaja sudah mengarah kepada konsep yang benar, hanya saja kualitas persepsinya masih beragam termasuk remaja putri yang drop out sekolah masih malu-malu menanggapi topik ini. Seks bebas ditanggapi sebagai perilaku yang tidak tepat dan berisiko menimbulkan kehamilan dan terkena penyakit menular seksual. Remaja sudah memaknai dengan tepat tentang seks bebas dan bahayanya, namun menurut remaja kadang sulit untuk menghindari hal tersebut bila sudah memiliki pacar yang sangat dipercaya. Menu r ut peneliti, kondisi ini mungkin terjadi karena informasi yang diterima belum terlalu lekat dan teretensi dengan baik, sehingga persepsi remaja masih belum membentuk perilaku yang sesuai dengan makna persepsinya. Sunaryo (2004) mema k nai persepsi mer upa ka n pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan meanggapi pesan. Persepsi sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor seperti karakteristik individu, sasaran persepsi dan faktor situasi. Menurut peneliti supaya remaja memiliki persepsi yang selaras dengan perilakunya diperlukan pemaknaan yang sangat kuat terhadap suatu objek, sehingga akan membangun keyakinan yang tepat untuk pengambilan keputusan dalam perilaku tertentu seperti menghindari seks bebas. Salah satu dampak perilaku seks bebas menurut remaja adalah bisa terjadi kehamilan, dan kehamilan yang terjadi adalah kehamilan yang tidak diinginkan. Pada kondisi hamil pad a hal belu m ter jad i per n i ka ha n i n i menurut remaja bisa berdampak dikeluarkan dar i sekolah, malu ter masu k membuat malu keluarga, stres hingga berbuat untuk melakukan tindakan pengakhiran kehamilan yaitu aborsi. Selain itu kehamilan yang terjadi merupakan kehamilan pada usia dini. Persepsi remaja ini sudah tepat, meskipun pendapat remaja juga sangat bervariasi. Menurut peneliti persepsi remaja ini merupakan hal positif dalam mengarahkan perilaku remaja untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan hamil pada usia yang masih dini. Kehamilan yang tidak diinginkan dan hamil di usia dini akan memiliki dampak pada beberapa aspek meliputi aspek fisik, psikologis, social, ekonomi dan spiritual. Berkaitan dengan aspek fisik hal ini akan berkontribusi pada risiko kematian ibu dan bayi, sehingga mestinya 167 Model Integrated Maternity Management (Diyan Indriyani dan Asmuji) diperlukan tindakan pencegahan perilaku supaya tidak terjadi kehamilan dengan cara mencegah seks bebas. Remaja mayoritas mengungkapkan pendapat bahwa tindakan yang paling sering dilakukan saat remaja terjadi kehamilan di luar nikah adalah keinginan dan atau perilaku aborsi. Berbagai alasan dikemukakan oleh remaja tentang alasan aborsi dan secara umum karena perasaan malu atau tidak mau mempermalukan orang tua, karena alasan ini remaja melakukan aborsi, meskipun dalam pendapat remaja mereka memahami bahwa aborsi adalah tindakan yang berbahaya dan dapat merenggut nyawa karena adanya perdarahan. Namun biasanya aborsi tetap akan dilakukan karena remaja juga beralasan masih ingin sekolah dan belum siap secara mental dan ekonomi. Asumsi peneliti bahwa keputusan remaja memilih tindakan aborsi karena pada masa remaja mereka merupakan kelompok usia yang masih belum matang dalam menanggapi suatu stimulus, sehingga keputusan yang diambil adalah keputusan yang masih didasarkan pada sikap agresivitas sesuai masa perkembangan remaja. Remaja masih melihat dari satu aspek saja dan belum pada aspek secara menyeluruh. Aborsi merupakan tindakan abortus provokatus kriminalis yang dapat berdampak pada ker usakan organ reproduksi dan juga menimbulkan risiko perdarahan. Seperti yang dipaparkan di atas bahwa penyebab utama kematian ibu dan bayi di Indonesia termasuk Kabupaten Jember adalah perdarahan, hipertensi dan infeksi. Perdarahan merupakan penyebab kematian tertinggi. Jatinangor (2013) mengatakan bahwa saat ini banyak sekali kasus aborsi yang dilakukan karena para remaja yang berpacaran tanpa kenal batas, sehingga berhubungan badan dan hamil. Untuk menutupinya maka dilakukanlah aborsi. Aborsi bisa berdampak pada kondisi perdarahan, risiko kanker, infeksi, risiko kehamilan prematur pada kehamilan selanjut nya, risiko kematian dan juga berdampak psikologis. Adapun menurut Bararah (2010) dikatakan bahwa mendapatkan kehamilan yang tidak terduga memang sering menimbulkan beban mental tersendiri. Akibatnya banyak praktik aborsi yang dilakukan meski itu terbilang ilegal. Menurut peneliti berdasarkan hal tersebut penting sekali mengenalkan pada remaja dengan lebih intensif dan terprogram tentang topik mengenali lebih baik anatomi dan fisiologi sistem reproduksi, perilaku seks bebas serta dampak dan risikonya, kehamilan yang tidak diinginkan, kehamilan pada usia dini dan bahaya perilaku aborsi. Melalui program informasi yang intensif diharapkan akan membangun perilaku remaja menjadi lebi h opt i mal d ala m memper t a ha n ka n hak-hak reproduksinya. Berdasarkan teori perilaku menurut Notoatmodjo (2003) dalam Setiawan (2010) dikatakan bahwa perilaku baru terjadi bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan suatu reaksi yang disebut rangsangan. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada tidak didasari pengetahuan. Seperti yang disampaikan juga dalam Notoatmodjo (2010) yang membagi domain perilaku dalam 3 ranah yaitu pengetahuan, sikap dan praktik atau tindakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut guru di sekolah, sekolah belum memiliki program khusus yang berkaitan dengan optimalisasi persepsi tentang kesehatan reproduksi remaja dan segala permasalahannya. Sekolah tidak memiliki mata pelajaran khusus tentang kesehatan reproduksi. Selama ini guru telah melakukan upaya membangun persepsi siswi melalui mata pelajaran seperti Biologi, Agama, Penjaskes, Keputrian dan BK, dan penyampaiannya secara implisit saat mengajar. Namun program khusus secara periodik dan continue belum ada. Hal ini sesuai dengan pengakuan siswi bahwa mereka mengatakan tidak ada pelajaran khusus tentang kesehatan reproduksi dan segala permasalahan yang berhubungan dengan hal itu. Menurut peneliti informasi yang lengkap dan detail tentang kesehatan reproduksi sangat penting untuk disampaikan ke siswi, mengingat siswi suatu saat akan memasuki usia produktif yang akan bertanggung jawab terhadap hak-hak reproduksinya. Namun, untuk memberikan informasi secara continue termasuk melakukan pendampingan pada siswi tentang kesehatan 168 Jurnal Ners Vol. 9 No. 2 Oktober 2014: 159–172 reproduksi, diperlukan kompetensi yang baik dari seorang guru. Hal ini agar guru mampu melakukan peran secara tepat saat melakukan pendampingan. Selain guru, orang tua juga merupakan pendukung yang sangat penting dalam mendidik remaja putri. Berdasarkan hasil penelitian orang tua mayoritas mengatakan bahwa menikah pada usia yang masih dini tidak menjadi masalah dan tidak berdampak pada risiko kesehatan. Kekhawatiran orangtua lebih pada risiko permasalahan ekonomi yang masih belum stabil, karena usia anak dan menantu masih muda, sehingga orangtua masih ikut bertanggung jawab secara ekonomi meskipun anaknya sudah menikah. Selain itu persepsi bahwa kehamilan pada usia muda juga tidak menjadi masalah, dan tidak berdampak pada risiko kesehatan. Secara umum persepsi orang tua tentang dampak pernikahan dini dan kehamilan pada usia dini masih rendah. Menurut peneliti hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain pendidikan yang rata-rata adalah pendidikan rendah (SD), faktor budaya dan paparan informasi tentang kesehatan masih kurang. Pada masyarakat pedesaan faktor budaya sangat kuat. Budaya yang dimaksud seperti anak perempuan tidak perlu sekolah terlalu tinggi, karena nantinya akan menjadi istri yang tergantung pada suami, bila fisik sudah kelihatan besar bisa dinikahkan karena takut jadi perawan tua dan lain sebagainya. Menurut pengakuan orangt ua bahwa du k ungan utama yang dilakukan pada remaja putri lebih pada aspek moralitas, seperti jangan hamil sebelum menikah. Menurut peneliti dukungan orangtua mestinya tidak hanya pada aspek moralitas, namun juga harus menyentuh aspek-aspek yang lain. Namun untuk memiliki kemampuan dalam memberikan dukungan yang optimal, orang tua juga harus memiliki pengetahuan yang baik tentang masalah tersebut. Karena adanya dukungan yang baik dari orangtua akan menguatkan persepsi remaja putri dalam menyikapi masalah kesehatan reproduksi. Katc dan Kahn (2000) dalam Mazbow (2009) berpendapat bahwa dukungan sosial adalah perasaan positif, menyukai, kepercayaan, dan perhatian dari orang lain yaitu orang yang berarti dalam kehidupan individu yang bersangkutan berupa pengakuan, kepercayaan dan bantuan langsung dalam bentuk tertentu. Salah satu bentuk dukungan sosial ini adalah berupa dukungan informasi Kelompok masyarakat berisiko selain remaja putri adalah ibu muda dan ibu hamil dengan usia muda. Didapatkan hasil penelitian bahwa persepsi kelompok ini tentang risiko hamil di usia muda masih tergolong berpersepsi kurang. Mereka secara umum mengatakan kalau tidak menjadi masalah hamil saat usianya masih muda, yang terpenting adalah bisa mengejan yang kuat saat melahirkan. Mereka mengatakan penting untuk melakukan pemeriksaan kehamilan, meskipun keputusan untuk melahirkan di petugas kesehatan atau bersalin di rumah ditolong oleh dukun belum diputuskan. Menurut partisipan melahirkan di bidan atau di dukun sama-sama tidak masalah. Partisipan juga melakukan kebiasaan untuk pijat di dukun di samping melakukan pemeriksaan kehamilan (ANC). Partisipan sangat tergantung dengan orang tua dalam mengambil keputusan untuk menetapkan penolong persalinan. Pendapat peneliti dengan kondisi tersebut bahwa persepsi ibu muda dan ibu hamil dengan usia muda ini masih kurang. Hal ini kemungkinan didukung oleh banyak fak tor seper ti pendidikan rendah, pengetahuan tentang kehamilan dan persalinan masih kurang, pengambilan keputusan dalam keluarga juga faktor budaya. Ibu hamil dalam usia risiko sehar usnya mendapatkan pemantauan lebih tinggi karena risiko-risiko yang mungkin terjadi. Namun memang fenomenanya risiko tersebut tidak dirasakan oleh partisipan. Dalam kondisi seperti ini sangat memerlukan bantuan berupa dukungan untuk mengoptimalkan persepsi ibu. Melalui upaya penguatan dukungan dari keluarga diharapakan ibu muda dan ibu hamil dalam usia muda ini akan memiliki perilaku kesehatan yang lebih baik dalam mencegah kejadian kematian ibu dan bayi. Indriyani (2013) mengatakan suatu kehamilan dapat memiliki kondisi yang disebut risiko, baik berisiko rendah maupun tinggi. Dikatakan risiko adalah ukuran statistik dari peluang untuk terjadinya suatu keadaan yang tidak 169 Model Integrated Maternity Management (Diyan Indriyani dan Asmuji) diinginkan di masa mendatang. Adapun yang dimaksud faktor risiko yaitu suatu keadaan atau ciri seseorang atau kelompok yang mempunyai hubungan dengan peluang akan terjadinya kondisi seperti penyakit atau kematian. Mengingat konsep ini maka menurut peneliti ibu hamil yang memiliki peluang risiko harus berbuat untuk melakukan pencegahan terhadap timbulnya risiko. Untuk terjadinya perilaku pencegahan antara lain dengan membangun persepsi yang tepat dari ibu hamil guna melakukan upaya ANC secara teratur. Upaya menurunkan AKI dan AKB pada masyarakat pedesaan menjadi tanggungjawab bersama. Berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan dan petugas kesehatan didapatkan data bahwa upaya promotif dan preventif untuk menur unkan AKI dan AKB telah dilakukan, namun hasil pencapaian masing- masing program bervariasi. Banyak kendala yang dihadapi antara lain faktor SDM, factor eksternal dan faktor budaya masyarakat. Sebagai sasaran program adalah remaja putri, pasangan usia subur, calon pengantin, pengantin baru dan ibu hamil baru. Namun khusus untuk remaja putri drop out sekolah dan ibu muda masih belum tersentuh dalam program kegiatan. Selain it u orang t ua dan suami sebagai social support dalam pemberdayaan masyarakat untuk mendukung remaja putri dan ibu muda serta ibu hamil juga masih belum tersentuh dalam program. Sedangkan pendidikan kesehatan di sekolah tentang kesehatan reproduksi belum dilakukan secara terprogram dan kontinu, upaya yang dilakukan petugas kesehatan masih bersifat sporadis. Kondisi ini menu r ut peneliti memerlukan upaya yang lebih koordinatif dalam melaksanakan upaya promotif dan preventif. U p a y a p r o m o t i f d a n p r e ve n t i f merupakan pintu masuk untuk memutus rantai AKI dan AKB, sehingga masyarakat menjadi mandiri dan memiliki perilaku kesehatan yang tepat. Bila ditelaah kembali tentang daur siklus kehidupan, maka remaja putri merupakan kelompok yang sangat memerlukan informasi tepat tentang kesehatan reproduksi dan segala per masalahan nya. Melalui peningkatan persepsi remaja putri, diharapkan mereka akan berperilaku lebih baik dalam mempertahankan ha k-ha k reprodu k si nya. Hal i n i tent u akan sinergis dengan berkurangnya angka pernikahan dini yang masih cukup tinggi yaitu sekitar 30%. Remaja putri ini nantinya akan menyongsong tahap perkawinan pada usia yang cukup dan sesuai dengan kriteria sehat di usia produktif. Tugas berat yang diemban oleh petugas kesehatan ini tidak akan optimal tanpa partisipasi dari masyarakat. Dengan mengoptimalkan peran guru dan orangtua serta suami, diharapkan hal ini akan mengefektif kan upaya promotif dan preventif yang telah diprogramkan dalam menekan AKI dan AKB. Dukungan menurut Gottlieb (1983) dalam Zainudin (2002) dikatakan sebagai informasi verbal atau nonverbal, bantuan nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang yang akrab dengan subyek dalam lingkungan sosialnya yang dapat memberikan keuntungan emosionalnya atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Mazboy (2009) menguatkan bahwa keluarga sebagai pendukung memiliki makna yaitu keluarga merupakan sumber dukungan sosial karena dalam hubungan keluarga tercipta hubungan saling mempercayai. Individu sebagai anggota keluarga akan menjadikan keluarga sebagai harapan, tempat mengeluarkan keluhan- keluhan bila mengalami per masalahan. Berdasarkan hal tersebut menurut peneliti dengan adanya dukungan keluarga yang optimal akan menguatkan persepsi dan perilaku remaja putri maupun ibu muda dan ibu hamil dengan usia muda. Upaya memandirikan masyarakat agar dapat menolong dirinya sendiri dalam mengatasi masalah kesehatan d i kenal denga n ist ila h pembe rd aya a n masyarakat. Wikipedia (2013) menjelaskan bahwa makna pemberdayaan masyarakat yaitu proses pembangunan di mana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. Pemberdayaan masyarakat hanya bisa terjadi apabila warganya ikut berpartisipasi. Petugas kesehatan juga mengatakan bahwa cakupan deteksi dini kehamilan (K1 murni) masih rendah. Salah satu faktor yang mempengaruhi hal ini karena adanya keyakinan 170 Jurnal Ners Vol. 9 No. 2 Oktober 2014: 159–172 masyarakat tentang budaya pamali (tidak baik) bila melakukan pemeriksaan kehamilan saat masih hamil muda. Masyarakat meyakini akan terjadi risiko yang tidak diinginkan terhadap kelangsungan kehidupan janin. Karena budaya ini, maka ibu hamil rata-rata melakukan pemeriksaan kehamilan yang pertama kali saat kehamilan sudah memasuki usia 4 bulan ke atas. Hal ini tentu bertolak belakang dengan anjuran dalam program K4 yang menganjurkan ibu hamil minimal melakukan 1 kali pemeriksaan kehamilan saat trimester 1. Keterlambatan deteksi dini kehamilan bisa ber pengar uh pada risiko kehamilan ibu. Karena bila permasalahan kesehatan di usia kehamilan trimester 1, maka dapat menimbulkan kemungkinan keterlambatan penanganan. Jadi rendahnya cakupan K1 murni juga dapat berkontribusi terhadap peningkatan AKI dan AKB. Leininger (1984) dalam Indriyani (2013) mengatakan bahwa budaya adalah nilai-nilai atau norma-norma yang diyakini oleh individu atau kelompok sehingga mereka melakukan tindakan. Budaya dipandang juga sebagai rencana hidup. Strategi yang dapat digunakan dalam menyikapi budaya masyarakat yang dikembangkan oleh Leininger yaitu mempertahankan budaya (bila budaya masyarakat tidak bertentangan dengan kesehatan), negosiasi budaya (bila budaya tertentu lebih menguntungkan kesehatan) dan mengganti budaya (bila budaya masyarakat merugikan status kesehatan). Pada akhirnya semua upaya untuk menurunkan AKI dan AKB akan kembali dan terkait erat serta tergantung dari partisipasi masyarakat. Untuk itu masyarakat perlu diberi pemahaman menyeluruh tentang mengapa d a n bagai ma na mereka ber pa r t isipasi, sehingga AKI dan AKB dapat diturunkan (Wiknjosastro, 2005). Oleh sebab itu upaya promotif dan preventif dalam menurunkan AKI dan AKB sebenarnya justru menjadi pintu masuk yang sangat penting (Herawani, 2000). Berdasarkan hal tersebut diperlukan model kerjasama saling sinergisme antara masyarakat, petugas kesehatan dan institusi lokal dengan penguatan aspek promotif dan preventif dalam menurunkan AKI dan AKB. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Persepsi remaja putri di sekolah tentang masalah kesehatan reproduksi masih belum optimal. Guru memiliki rasa tanggung jawab untuk meningkatkan pemahaman siswi terkait kesehatan reproduksi yang dilakukan dengan memberikan nasehat sesuai dengan peran dan tanggung jawab sesuai bidang ilmu dalam mata pelajaran karena secara umum kurikulum khusus tentang kesehatan reproduksi tidak ada. Orang tua secara umum tidak merasa khawatir terhadap risiko status kesehatan pada anak perempuan yang menikah dini maupun hamil pada usia muda. Kekhawatiran orang tua lebih kepada risiko ekonomi yang belum matang saat pernikahan anak pada usia yang masih dini. Berkaitan dengan dukungan orangtua pada remaja putri secara umum masih sebatas dukungan yang bersifat moralitas, dan belum pada aspek fungsi kesehatan. Program kegiatan bidang kesehatan t e rk ait upaya promot if d a n preve nt if dalam menurunkan AKI dan AKB sudah dilaksanakan. Namun pencapaian masing- masing program masih bervariasi. Khusus sasaran program pada kelompok remaja drop out dan ibu muda dan orangtua secara umum masih belum tersentuh, sedangkan pada remaja putri di sekolah pendidikan kesehatan terkait kesehatan reproduksi masih bersifat sporadic. Adapun untuk sasaran program pada kelompok ibu hamil, bayi dan balita sudah dilaksanakan secara optimal. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program meliputi faktor SDM, faktor eksternal, faktor budaya, dan faktor geografis. Upaya pendekatan promotif dan preventif dalam menurunkan AKI dan AKB bagi masyarakat pedesaan dapat dilakukan secara terintegrasi dan mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat dalam mendukung kelompok masyarakat berisiko, sehingga perubahan perilaku kesehatan menjadi lebih optimal. Saran Orang t ua dan suami disaran kan untuk mengoptimalkan pemahaman tentang 171 Model Integrated Maternity Management (Diyan Indriyani dan Asmuji) kesehatan reproduksi dan per masalahan yang berkaitan, kehamilan dan persalinan. Pemahaman yang meningkat akan membantu orangtua dan suami memiliki kemampuan memberikan dukungan yang lebih optimal pada kelompok berisiko yaitu remaja putri, ibu muda dan ibu hamil pada usia muda. Selain itu hendaknya orangtua memfasilitasi remaja putri untuk mendapatkan hak-hak reproduksinya dengan cara berkontribusi dalam pendewasaan usia menikah pada putrinya. M e n a m b a h w a w a s a n t e n t a n g masalah seputar kesehatan reproduksi pada remaja sangat penting bagi gur u. Selain itu memberikan dukungan pada siswi di sekolah dengan cara meningkatkan persepsi siswi tentang kesehatan reproduksi dan permasalahan yang berkaitan, dan dilakukan secara intensif dan terprogram. Saran lain agar guru mengaktif kan layanan bimbingan dan konseling yang didalamnya termasuk berperan aktif membantu siswi mengatasi permasalahan kesehatan reproduksi yang dibutuhkan. Mengoptimalkan program pelayanan kesehatan ter utama aspek promotif dan pr eve nt i f se c a r a t e r i nt eg r a si mela lu i perpanjangan tangan dengan mengoptimalkan pemberd aya a n ma sya r a k at pendu k u ng seperti guru, suami dan orangtua. Integrasi dengan adanya kerjasama petugas kesehatan, institusi local dan masyarakat tersebut akan mengefektif kan upaya promotif dan preventif dalam menurunkan AKI dan AKB. Dinas kesehatan sebaiknya membuat kebijakan dalam memperkuat sistem integrasi layanan pada aspek promotif dan preventif melalui kerjasama yang intensif antara dinas kesehatan, institusi lokal dan masyarakat. Selain itu agar arah kebijakan program dapat dilakukan secara intensif dan terprogram dengan jelas. Penelitian selanjutnya perlu untuk melakukan uji coba secara lebih komprehensif terhadap efektivitas model integrated maternity management dengan penguatan aspek promotif dan preventif dalam menurunkan AKI dan AKB pada masyarakat pedesaan. Uji coba tersebut hendaknya dijadikan landasan untuk menyempurnakan model. KEPUSTAKAAN Anondo, D. 2010. Pelayanan Gratis Melalui P r o g r a m J a m i n a n p e r s a l i n a n (Jampersal).http://manajemen-rs.net. Diakses 06 Januari 2012. Bararah, V.F. 2010. Bahaya Melakukan Aborsi. health.detik.com Bobak, LM., Lowdermilk, D.L., & Jensen, M.D., 2005. (Alih Bahasa * Wijayarini, M . A). B u k u A j a r K e p e r a w a t n Maternitas. Edisi 4. Jakarta: EGC Chapman, V. 2003. The Midwifw’s Labour & Birth Handbook. Oxford: Blackwell Publishing Company. Depkes RI, 2001. Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy Safer (MS) di Indonesia 2001–2010. Jakarta: Depkes Hamzah, F. 2013. Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Keteraturan Antenatal Ca re d i P u ske sma s Uju ng L e ro Kecamatan Suppa Kabupaten Piring Sulawesi Selatan. (Online) (w w w. poltekes-mks.ac.id. Di akses 20 Oktober 2013) Herawani, dkk. 2000. Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Jakarta: EGC. Indriyani, D. (a) 2009. Hubungan Tingkat pe ngeta h ua n d a n Sik a p Re m aja terhadap Pernikahan Dini. Jember: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember. Indriyani, D.(b) 2010. Hubungan Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Seksual Pada Remaja. Jember: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember. Indyiyani, D.(c) dkk. 2011. Studi Pengetahuan Re m a ja P u t r i t e n t a n g d a m p a k Pernikahan Dini Pada Kesehatan Reproduksi. Jember: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember. Indriyani, D. (d) dkk. 2011. Identifikasi Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pernikahan Dini di Masyarakat. Jember: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember. Indriyani, D. (e) 2013. Keperawatan Maternitas Pada Area Pera watan Antenatal. Yogyakarta: Graha Ilmu Indriyani, D. (f ). 2013. Penerapan Konsep dan Teori Keperawatan: Ibu Postpartum 172 Jurnal Ners Vol. 9 No. 2 Oktober 2014: 159–172 Dengan Kematian Janin. Yogyakarta: Arr-Ruzz Media. Jati nangor. 2013. Bahaya Aborsi Bagi Kesehatan Fisik dan Mental. (Online) (http://www.jatinangorku.com. Diakses tanggal 20 Oktober 2013) Kemenkes RI. 2011. Petunjuk Tehnis Jaminan Persalinan. Jakarta : Kemenkes RI. Ladewig, P.W., London, M.L., & Olds, S.B. 2002. Clinical Handbook: Contemporary Maternal-Neonatal Nursing Care. 5th ed. New Jersey: Prentice Hall. Listyani, A.S., 2010. Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi di Surabaya Lampaui target Minimal. (Online) (http://kelanakota.suarasurabaya.net. Diakses 04 Januari 2012) Mazboy. S. 2009. Dukungan Keluarga dalam Perilaku Kesehatan. (Online) (http:// www.masbow.com. Diakses tanggal 5 Januari 2012) Mochtar, R., 2001. Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi-Obstetri Patologi. Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: EGC. Notoat modjo, S. 2010. I l mu Per ila k u Kesehatan. Jakarta: Rhineka Cipta Pillitery, A. 2003. Maternal And Child Health Nursing. Fourth Edition. Philadelphia: Lippincott. Saifuddin, A,B. 2002. Buku Acuan nasional Pelayanan Maternal dan Neonatal. Jakarta: JNPKKR-POGI bekerja sama dengan YBP-Sarwono Prawirohardjo. Saifuddin, A.B. 2002. Buku panduan Praktis pelayanan Komplikasi perinatal dan Neonatal. Ja kar t a: Yayasan Bi na Pustaka sarwono Prawirohardjo. Wijaya, A.M., 2009. Angka Kematan Ibu dan Bayi Target MDGs. (Online), ( http:// www.infodokterku.com. Diakses 06 Januari 2012) Wikipedia. 2013. Pemberdayaan Masyarakat. (O n li ne), ( ht t p://id.w i k iped ia.org. Diakses tanggal 06 Januari 2012) Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Yustina, I. 2010. Upaya Strategis menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). (Online), (jurnal. pdii.lipi.go.id. Diakses tanggal 18 Oktober 2013) Zainudin. (2002). Psikologi Kesehatan. (Online), (http://www.e-psikologi.com. Diakses tanggal 18 Oktober 2013)