203 RATIONAL-EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY TERHADAP PENURUNAN STRES IBU DENGAN ANAK LEUKEMIA (The Application of Rational-Emotive Behavior Therapy to Reduce Stress among Mother with Leukemia Children) Yuni Sufyanti Arief*, Ilya Krisnana* *Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, Kampus C Jl. Mulyorejo Surabaya E-mail: yuni_sa@fkp.unair.ac.id ABSTRAK Pendahuluan: Seorang anak yang terdiagnosis Leukemia akan menjalani beberapa prosedur tindakan yang lama dan menyakitkan. Selama proses hospitalisasi akibat Leukemia anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian atau tindakan penanganan yang menurut berbagai penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan stress (Supartini, 2004 dalam Arif, S.Y., 2007). Beberapa metode yang digunakan menghadapi kecemasan adalah psikoprofilaksis, relaksasi dan imajinasi (Reeder dkk., 2011). Terapi rational-emotive behaviour oleh Albert Ellis tahun 1990 menjelaskan manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Metode: Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan efek Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) terhadap tingkat stres ibu dengan anak menderita Leukemia. Desain penelitian yang digunakan adalah quasy-experiment pre-post control group design. Sampel penelitian ini adalah 10 orang ibu dari anak yang terdiagnosis Leukemia yang dirawat di Ruang Hematologi anak Bona 2 RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Variabel dalam penelitian ini adalah tingkat depresi dan kecemasan ibu dengan anak menderita leukemia. Hasil: Berdasarkan uji statistik wilcoxon didapatkan p = 0,025 pada kelompok perlakuan dan p = 0,32 pada kelompok kontrol. Hasil uji mann whitney didapatkan p = 0,012. Hal ini menunjukkan bahwa terapi rational- emotive behaviour dapat menurunkan tingkat depresi dan kecemasan (stres) ibu dengan anak menderita leukemia. Diskusi: Diharapkan penerapan terapi rational-emotive behaviour dapat dilakukan untuk menurunkan depresi dan kecemasan ibu dengan pada kasus penyakit kronis dengan tetap mempertahankan keefektifan daripada tujuan REBT. Kata kunci: stres, kecemasan, depresi, rational-emotive behaviour. ABSTRACT Introduction: A child who is diagnosed with Leukemia will undergo several procedures are long and painful action. During the process of hospitalization due to leukemia children and parents can experience a variety of events or actions handling according to various studies shown by the experience very traumatic and stressful (Supartini 2004 in Arif, SY, 2007). Some of the methods used to deal with anxiety is psikoprofilaksis, relaxation and imagination (Reeder et al., 2011). Rational-emotive behavior therapy by Albert Ellis in 1990 describes a unique man who is basically have a tendency to think rational and irrational. Methods: aim of this study is to explain the effect of Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) for stress levels of mothers with children suffering from Leukemia. The study design used was a pre-experiment Quasy-post control group design. The sample was 10 mothers of children diagnosed with leukemia are treated in a child hematology ward Soetomo hospital. Variable in this study is the level of depression and anxiety mothers with children suffering from leukemia. Result: Based on the results obtained Wilcoxon statistical test p = 0.025 in the treatment group and p = 0.32 in the control group. Mann Whitney test results obtained p = 0.012. Conclution: Rational-emotive behavior therapy can reduce levels of depression and anxiety (stress) mothers with children suffering from leukemia. It is expected that the application of rational -emotive behavior therapy can be done to reduce depression and anxiety in women with chronic disease cases while maintaining the effectiveness the goal of REBT. Keywords: stress, anxiety, depression, rational-emotive behavior PENDAHULUAN Leukemia adalah suatu keganasan organ pembuat darah sehingga sumsum tulang didominasi oleh klon maligna limfositik dan terjadi penyebaran sel-sel ganas tersebut ke darah dan semua organ tubuh (Permono, B., dkk., 2006). Leukemia menempati 40% dari semua keganasan pada anak (Permono, B., dkk., 2006). Seorang anak yang terdiagnosis Leukemia akan menjalani beberapa prosedur tindakan yang lama dan menyakitkan. Selama proses hospitalisasi akibat Leukemia anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian atau tindakan penanganan yang menurut berbagai penelitian dit unjuk kan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan stress (Supartini, 2004 dalam Arif, S.Y., 2007). Permasalahan psikologis yang 204 Jurnal Ners Vol. 9 No. 2 Oktober 2014: 203–208 dialami oleh anak yaitu shock, stres, ketakutan, marah dan depresi (Simon, H., 2005). Anak yang mengalami stres selama dalam masa perawatan, dapat membuat orang tua menjadi stres dan stres orang tua akan membuat tingkat stres anak semakin meningkat (Supartini, 2004). Hasil penelitian menunjukkan orangtua pada anak leukemia mengalami depresi 85,6% dengan tingkatan sedang ke berat (Rao, et al., 1992), gejala stress paska trauma mulai dari 12–80% (Yalug, I., et al., 2011) dan 51% orang tua mengalami kecemasan tinggi pada 6–18 bulan post diagnosis Leukemia (Sloper, 2000 dalam Hus, M.A., 2009). Beberapa metode yang digunakan menghadapi kecemasan adalah psi koprof ilaksis, relaksasi, dan imajinasi (Reeder dkk., 2011). Terapi rational- emotive behaviour oleh Albert Ellis tahun 1990 menjelaskan manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Terapi ini menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimultan yaitu ketika mereka berpikir, mereka juga beremosi dan bertindak (Hariadi, 2008). Namun, sampai saat ini pengaruh terapi rational-emotive behaviour terhadap penurunan kecemasan ibu dengan anak menderita leukemia belum dapat dijelaskan. Angka kejadian Leukemia pada anak semakin meningkat. Data dari RSUD Dr. Soetomo pada tahun 2003–2005 terdapat 237 penderita baru Leukemia (Ratwita, M., dkk., 2006). Berdasarkan sumber data dari Yayasan Onkologi Anak Indonesia tahun 2012 angka kejadian kanker di dunia pada anak umumnya adalah 140 penderita baru per satu juta per tahun anak di bawah umur 18 tahun. Sedangkan di seluruh Indonesia, dengan jumlah penduduk 220 juta jiwa diperkirakan terdapat kurang lebih 11.000 kasus baru per tahun. Penyakit Akut Limfoblastik Leukemia (ALL) di RSUD Dr. Soetomo menempati urutan pertama dari penyakit Neoplasma pada anak, yaitu sejumlah 209 pasien anak menderita Leukemia pada tahun 2011. Berdasarkan survey di ruang perawatan Hematologi anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya menunjukkan bahwa 80% anak mengalami stres hospitalisasi yaitu menangis dan berusaha menarik tangan saat dilakukan injeksi. Oleh karena anak menangis orang tua menjadi cemas dan berusaha mengatakan kepada perawat untuk melakukan tindakan secara pelan. Berdasar wawancara kepada orang tua, 100% orang tua mengatakan sedih, cemas dan bingung dengan kondisi anak. Orang tua juga mengatakan belum paham sepenuhnya tentang leukemia dan penyebabnya. Distres psikologis pada orang tua sangat terkait dengan timbulnya stress pada anak (Robinson, et al., 2007 dalam Hus, M.A., 2009). Gejala distres pada anak merupakan keadaan yang wajar akibat tindakan pengobatan dan penatalaksanaan di r umah sakit (Kazak, Simms & Rourke, 2002; Mulhern, Fairclough, Smith, & Douglas, 1992 dalam Kazak, E.A., 2005). Orang tua menunjukkan gejala stres yang sama dengan anak akibat hospitalisasi (Hoekst ra-Weebers, Jaspers, Kamps, & Klip, 2001 dalam Kazak, E.A., 2005). Saat stres akan terjadi peningkatan kortisol yang dapat menghambat pembentukan antibodi dan menurunkan pembentukan sel darah putih (Niven, 2002). Penurunan antibodi akan menurunkan imunitas tubuh. Jika stres dibiarkan maka akan berakibat pada anak yaitu proses penyembuhan penyakit menjadi terhambat, waktu perawatan lebih lama dan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi selama perawatan (Nursalam & Susilaningrum, 2005). Sedangkan stres pada orang tua dapat menurunkan imunitas, sehingga risiko terkena penyakit sangat mudah (Subowo, 1992 dalam Nursalam & Susilaningrum, 2005). Terapi rational-emotive behaviour adalah aliran yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi berpikir rasional dan jujur maupun berpikir irasional. Sebagian besar reaksi emosional seseorang disebabkan oleh evaluasi dan interpretasi yang disadari maupun tidak disadari oleh individu. Hambatan emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan penuh prasangka (Reeder dkk., 2011). Fokus terapi rational-emotive behaviour yaitu pikiran irasional mendorong ke arah emosi negatif yang tidak sehat diganti dengan pikiran-pikiran alternatif yang rasional (Elizabeth, 2008). Terapis menerapkan model ABCDE dengan memberikan pikiran rasional 205 Rational-Emotive Behavior Therapy (Yuni Sufyanti Arief dan Ilya Krisnana) (disputing) sehingga menghasilkan efek baru yang sesuai (effect) (Wayne, 2005). Terapi rational-emotive behaviour diharapkan dapat menurunkan kecemasan ibu dengan anak menderita leukemia. METODE Rancangan penelitian yang digunakan a d a l a h r a nc a ng a n p e n el it i a n Q u a s y - experiment. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu dari anak yang terdiagnosis Leukemia yang dirawat di Ruang Hematologi anak Bona 2 RSUD Dr. Soetomo Surabaya dengan kriteria inklusi ibu meliputi: 1) ibu kandung dari anak; dan 2) dapat membaca dan menulis. Sedangkan kriteria inklusi anak meliputi: 1) Anak terdiagnosis Leukemia usia toddler dan prasekolah; 2) MRS pertama kali di Ruang Bona 2; dan 3) Tidak dalam kondisi kritis. Sampel dipilih dengan teknik purposive sampling yang dibagi menjadi kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Alat pengumpul data penelitian menggunakan instrumen kuesioner untuk mengukur derajat kecemasan dengan menggunakan alat ukur dari Depression Anxiety and Stress Scale 42 yang telah dimodifikasi oleh peneliti. Prosedur pengumpulan data dengan memilih calon responden yang sesuai dengan kriteria sampel. Pada minggu ke-1, peneliti mencari responden dengan mengacu pada kriteria in klusi di Ruang Bona lantai 2 RSDS Surabaya. Responden diberi informed consent sebagai persetujuan menjadi sampel penelitian dan diberi pre-test menggunakan kuesioner depresi dan kecemasan berdasarkan DASS 42 dengan didampingi peneliti, sehingga diperoleh skor awal sebelum inter vensi. Hasil skor pada pre-test tersebut dijadikan sebagai data awal dan matching sampel untuk menentukan kelompok sampel. Pada minggu ke-2, kelompok kontrol hanya diberi leaf let mengenai konsep penyakit leukemia di RSDS Surabaya. Kelompok perlakuan diberikan terapi rational-emotive behaviour selama 12 sesi dalam 3 minggu secara kontinyu dengan durasi tiap pertemuan ± 30 menit, dilakukan secara personal. 1 sesi terdiri dari 5 tahap. 1 minggu dilakukan 4 sesi dalam 4 hari berturut- turut dengan 1 sesi/ hari. Sesi berikutnya dilakukan setelah jeda istirahat 3 hari dan berakhir pada sesi ke-12. Peneliti membuat kontrak waktu pertemuan dengan ibu dengan anak menderita Leukemia yaitu 1 hari sebelum dilaksanakan terapi. Terapi yang diberikan dalam 3 minggu, mengacu pada keyakinan irasional yang masih dialami ibu berhubungan dengan kecemasan melakukan perawatan pada anak yang menderita Leukemia hingga ibu mengadopsi gaya baru dalam berpikir dengan menggunakan filosofi REBT yaitu keyakinan irasional diubah menjadi keyakinan rasional mengenai perawatan anak dengan leukemia. Pada minggu ke-5, peneliti memberikan post- test kepada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol untuk mengetahui hasil akhir dari terapi rational-emotive behaviour. Post-test diberikan dengan menggunakan instrumen yang sama pada pre-test sehingga dapat diketahui progresivitas dari intervensi yang diberikan. Data yang dikumpulkan, dianalisis secara sistematik dan dengan menggunakan uji statistik wilcoxon signed rank test. Selain itu digunakan pula uji statistik mann whitney test. HASIL Usia r e s p onde n p a d a kelomp ok perlak uan ber usia 26 –35 tahu n, hanya 1 responden (20%) yang ber usia 20 –25, sedangkan responden pada kelompok kontrol sebagian besar berusia 20–25 tahun. Tingkat pendidikan menunjukkan, 3 responden pada kelompok perlakuan (60%) memiliki tingkat pendidikan SMP, 2 responden (40%) memiliki pendidikan SMA sedangkan responden pada kelompok kontrol sebagian besar memiliki pendidi kan SM A (60%). Kara k ter isti k peker ja a n responden, menu nju k ka n, 4 responden pada kelompok perlakuan (80%) sebagai ibu rumah tangga, 1 responden (20%) memiliki pekerjaan wiraswasta sedangkan responden pada kelompok kontrol sebagian besar sebagai ibu rumah tangga (60%), dan yang lainnya mempunyai pekerjaan wiraswasta (20%) dan PNS (20%). Tabel 1 menunjukkan bahwa sebanyak 4 orang responden (80%) mengalami stres ringan 206 Jurnal Ners Vol. 9 No. 2 Oktober 2014: 203–208 dan 1 orang responden (20%) mengalami stres sedang sebelum diberikan terapi REB. Setelah diberikan terapi didapatkan sebanyak 4 orang responden memiliki skor stres normal dan 1 orang responden (20%) memiliki skor stres ringan. Hal ini menunjukkan bahwa REBT dapat menurunkan stres hospitalisasi pada orang tua yang anaknya dirawat di RS. Sedangkan untuk responden kelompok kontrol didapatkan hasil adalah sebagai berikut sebanyak 3 responden (60%) mengalami stres sedang, sisanya (40%) mengalami stres ringan. Berdasarkan test kolmogorov smirnov didapatkan data p = 0,759 untuk kelompok perlakuan dan p = 0,903 untuk kelompok kontrol, hal ini berarti bahwa distribusi data pre test pada kedua kelompok adalah normal. Dari uji statistik Wilcoxon sign rank test pada kelompok perlakuan didapatkan nilai signifikansi (p) = 0,025, sehingga (α) < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima. Ada pengaruh pemberian REBT terhadap penurunan tingkat stres hospitalisasi orang tua yang anaknya dirawat di Rumah Sakit. Sedangkan untuk responden kelompok kontrol didapatkan nilai signifikansi (p) = 0,32. Berdasarkan uji statistik mann whitney didapatkan nilai signifikansi (p) = 0,012, sehingga (α) < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima. Ada perbedaan tingkat depresi dan kecemasan orang tua dengan anak leukemia yang diberikan REBT dan tidak. PEMBAHASAN Berdasarkan tabel 1 menunjuk kan bahwa ada pengar uh pember ian R EBT terhadap penurunan tingkat stres hospitalisasi orang tua yang anaknya dirawat di RS. Hal ini dapat dilihat dari skor stres responden sebelum dan sesudah diber ikan terapi. Sebelum diberikan terapi sebagian besar responden memiliki skor stres ringan yaitu sebanyak 4 responden (80%) dan hanya ada 1 responden (20%) yang memiliki skor stres sedang. Setelah diberikan REBT tingkat stres responden 100% mengalami penurunan. Sebanyak 4 responden (80%) tidak mengalami stres (skor stres normal) dan hanya ada 1 responden (20%) yang mengalami stres ringan. Hal ini sesuai dengan teori yang d ip a p a r k a n ole h C or e y (20 07 ) ya ng menjelaskan bahwa salah satu tujuan REBT adalah menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, dan rasa marah, di mana gangguan emosional tersebut digolongkan dalam kategori stres. Dari 28 orang yang dilakukan skrining stres dengan menggunakan DASS-21 hanya ditemukan 10 orang yang mengalami stres. Sedangkan skor stres yang didapatkan adalah stres ringan dan sedang saja, tidak ada yang menunjukkan stres berat maupun sangat berat. Hal ini dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor yaitu: 1) adanya peer group support dalam ruangan hematologi, sehingga orang tua dapat beradaptasi dengan kondisi yang dihadapi saat itu; 2) stres yang dialami orang tua tergantung pada kondisi anak saat dilakukan skrening stres (saat orang tua mengisi kuesioner stres). Pada saat kondisi anak membaik atau stabil, stres orang tua berkurang Tabel 1. Tingkat stres responden Ruang Hematologi Bona II RSUD Dr. Soetomo Surabaya Klasifikasi stres Perlakuan Kontrol Pre Post Pre Post Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Normal 0 0 4 80 0 0 0 0 Ringan 4 80 1 20 2 40 3 60 Sedang 1 20 0 0 3 60 2 40 Total 5 100 5 100 5 100 5 100 Kolmogorov Smirnov p=0,759 P=0,903 Wilcoxon p = 0.025 p =0.32 Mann Whitney p = 0.012 207 Rational-Emotive Behavior Therapy (Yuni Sufyanti Arief dan Ilya Krisnana) atau bahkan tidak muncul (normal), sedangkan ketika kondisi anak memburuk, stres orang tua dapat terlihat atau meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nursalam, dkk (2005) yang menjelaskan bahwa ketidakpercayaan dan rasa penolakan orang tua terjadi apabila anaknya sakit. Apalagi kalau dirasa anaknya yang sakit terjadi secara tiba-tiba. Setelah diberikan REBT selama rata- rata 5 kali tatap muka, responden mengalami per ubahan pemikiran yait u pemikiran- pem i k i r a n i r a sion al be r uba h me nja d i pemikiran yang rasional. Selain itu, responden lebih bisa mener ima berbagai prog ram pengobatan dan tindakan selama di RS. Hal ini sesuai dengan konsep dasar REBT yang dijelaskan oleh Wayne (2005) bahwa terapi REBT merupakan terapi yang diterapkan pada perilaku manusia secara komprehensif. Terapi ini menjelaskan penyebab masalah berdasarkan biopsychosocial yaitu kombinasi biologi, psikologi, dan sosial yang digunakan dalam perasaan dan perilaku manusia. Sedangkan Corey (2007) menjelaskan bahwa tujuan utama REBT antara lain adalah memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self actualization seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan afektif yang positif. REBT memberikan pengaruh terhadap pemikiran irasional seseorang melalui biopsychosocial agar berubah menjadi pemikiran yang rasional. Pada pelaksanaan terapi tahap activating event semua responden (100%) menyatakan dirinya mengalami stres karena memikirkan kondisi anak yang dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab internal maupun eksternal seperti ketidakpercayaan akan penyakit anak, bingung memikirkan dari mana penyakit itu didapatkan (terutama penyakit kanker) sedangkan keluarga maupun sanak saudara tidak ada yang memiliki penyakit serupa, serta tidak mendapatkan dukungan dari suami maupun keluarga. Pada tahap beliefs about event sebagian besar responden menyatakan bahwa penyakit yang diderita anaknya merupakan ujian dari Tuhan YME dan sebagian besar mereka percaya anaknya dapat disembuhkan. Pikiran irasional yang dialami responden seperti keinginan agar anaknya segera dioperasi, tidak bersemangat untuk menjalani perawatan anak, dan tidak bisa yakin sepenuhnya kalau anaknya dapat disembuhkan. Sedangkan pada tahap consequent sebagian besar responden (80%) memiliki pemikiran yang irasional yaitu berkeinginan yang tidak sesuai dengan prosedur pengobatan seperti meminta agar anaknya segera dioperasi sedangkan kondisi anak tidak memungkinkan untuk dioperasi dan tidak bersemangat untuk melanjutkan perawatan anak di RS. P a d a t a h a p d i s p u t i n g t e r a p i s mengarahkan klien pada hal-hal yang rasional, menjelaskan efek positif serta menanamkan pemikiran rasional tersebut. Pada tahap new effect didapatkan responden mau menerima dan berjanji untuk menerapkan pemikiran- pemikiran rasional baru yang sudah diberikan oleh terapis sebelumnya. Hal ini sesuai dengan penjelasan Elizabeth (2008) bahwa fokus terapi rational- emotive behaviour yaitu pikiran irasional yang mendorong ke arah emosi negatif yang tidak sehat diganti dengan pikiran-pikiran alternatif yang rasional. Hasil evaluasi REBT menunjukkan, semua responden memiliki pemikiran baru yang rasional, sehingga hal ini berpengaruh pada skor stres responden. Hasil skoring stres pada saat evaluasi akhir dengan menggunakan kuosioner DASS 21, didapatkan 4 responden (80%) tidak mengalami stres (skor stres normal) dan 1 responden (20%) mengalami stres ringan. Dengan demikian program inovasi REBT memiliki pengaruh terhadap pemikiran irasional yang berdampak pada penurunan stres hospitalisasi pada orang tua yang anaknya dirawat di RS dengan penyakit hemato-onkologi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemberian REBT dapat menurunkan tingkat stres orang tua yang memiliki anak yang dirawat di RS. Tingkat depresi stres orang tua yang memiliki anak yang dirawat di 208 Jurnal Ners Vol. 9 No. 2 Oktober 2014: 203–208 RS yang mendapat REBT dan tidak mendapat perlakuan menunjukkan adanya perbedaan penurunan. Saran Kepada perawat yang bertugas di Ruang anak dapat menerapkan REBT pada orang tua pasien. Kegiatan REBT dapat dilakukan pada kasus penyakit kronis yang lainnya dengan tetap mempertahankan keefektifan daripada tujuan REBT yaitu dilakukan di samping bed pasien. Hal ini dilakukan karena keterbatasan sumber daya manusia yang ada. Untuk penelitian selanjutnya pengaruh REBT dikembangkan dengan menggunakan variabel- variabel penelitian yang lainnya seper ti variabel stres hospitalisasi pada anak yang orang tuanya diberikan terapi tersebut. KEPUSTAKAAN Arif, S.Y. 2007. Efektivitas penurunan stres hospitalisasi anak dengan terapi bermain dan terapi musik. Jurnal Ners, 2(2), Hal. 72–78. Arikunto, 2007. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Brooks. 2011. Rational emotive behaviour therapy (REBT). (Online), (http://www. palmbeachstate.edu. diakses tanggal 10 April 2012) Dharma, K.K. 2011. Metodologi penelitian keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info Media. Damanik, E. D. 2010. Pengujian validitas dan reliabilitas analisis item dan pembuat norma dass: Penelitian pada kelompok sampel yogyakarta dan bantul yang mengalami gempa bumi 2010. (Online), (http://www.digilib.ui.ac.id/ opac/themes/libri2/detail.jsp?id=94859. diakses tanggal 21 Februari 2012) Dryden, Windy & Michael Neenan. 2004. The rational emotive behaviour therapy. California: Sage Publication. (Online) (http://www.scribd.com. diakses tanggal 27 Desember 2011) Froggatt, Wayne. 2005. A brief introduction to rational emotive behaviour therapy. Edisi 3. New Zealand: Stortford Lodge. (Online), (http://www.rational.org.nz. Diakses tanggal 27 Desember 2011) Hus, M.A. 2009. Parents and children coping with pediatric cancer: associations between parent and child anxiety, and parent-child communication. Thesis, Na shv i l le Te n ne sse e: Va nde rbi lt University. K a z a k , E . A . 2 0 0 5. Ev i d e n c e - b a s e d interventions for survivors of childhood cancer and their Families. Journal of Pediatric Psychology, 30 (1), (Online) ( ht t p://jp e p s y.ox for djou r n a l s.org. Diakses tanggal, 8 Desember 2011) Lovibond, S.H. & Lovibond, P.F. 1995. Manual for the depression an xiet y stress scales. (2nd Ed.). Sydney: Psychology Foundation. Nursalam, Rekha & Utami. 2005. Asuhan keperawatan bayi dan anak. Jakarta: Salemba Medika. Niven, N. 2002. Psikologi kesehatan pengantar u n t u k p e ra wa t d a n p r ofe si o n a l kesehatan lain. Jakarta: EGC. Permono, B., Ugrasena, Ratwita, M. 2006. Pedoman diagnosis dan terapi bagian ilmu kesehatan anak. Edisi 3. Surabaya: RSUD Dr.Soetomo. Ratwita, M., Ugrasena, I.D.G.& Permono, B. 2006. Pengeloaan medik anak denga lelukemia dan kemungkinan pengelolaanya di rs kabupaten. Naskah Lengkap Ilmu Kesehatan Anak XXXVI. Surabaya: Divisi Hematologi-Onkologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo. Simon, H. 2005. Leukemia. (Online) (http:// healthguide.howstuffworks.com/acute- lymphocytic-leukemia-in-depth.htm/ printable. Diakses tanggal 12 Oktober, 2010) Supartini. 2004. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC. Wong, et al. 2009. Buku ajar keperawatan pediatrik. Volume 1. Jakarta : EGC. Yalug, I. et al. 2011. Post-traumatic stress disorder and post-traumatic stress symptoms in parents of children with cancer: a review. Neurology, Psychiatry and Brain Research, 17, pp. 27–31.