226 KESIAPAN MAHASISWA UNTUK BELAJAR KERJASAMA INTERPROFESI DALAM PERAWATAN ANTENATAL (The Readiness of Students to Learn Interprofessional Teamwork in Antenatal Care) Dina Zakiyyatul Fuadah*, Sunartini Hapsara**, Mariyono Sedyowinarso*** *Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Karya Husada Pare-Kediri Jalan Soekarno-Hatta No 01, Kediri **Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ***Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta E-mail: dinazakiyya_ichsan@yahoo.co.id ABSTRAK Pendahuluan: Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai rerata Angka Kematian Ibu yang tinggi. Usaha yang dilakukan adalah dengan mengembangkan praktik kolaborasi interprofesional pada tingkat pelayanan kesehatan. Sikap kolaborasi dalam kerja tim harus dibentuk sejak pada tingkat pendidikan melalui latihan dan simulasi pembelajaran interprofesional bagi siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pembelajaran interprofesional terhadap kesiapan siswa untuk bekerja sama interprofesional dalam melakukan antenatal care. Metode: Desain yang digunakan adalah quasi eksperimen (pretest-posttest tanpa kelompok kontrol) dengan time series. Responden pada penelitian ini adalah mahasiswa semester 5 di STIKes Karya Husada Kediri pada tahun 2011/2012 yang berjumlah 60 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random. Data didapatkan menggunakan kuesioner Readiness Interprofessional Learning Scale (RIPLS) dan Teamwork Score (TWS) observations checklist. Analisis statistic menggunakan Anova, Friedman, dan Kruskal Walllis. Hasil: Kesiapan siswa dalam belajar bekerja sama interprofesional menunjukkan angka p = 0,001 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara kesiapan sebelum dan sesudah pelatihan IPE. Delta test menunjukkan nilai p > 0,05 sehingga tidak ada perbedaan antara 3 kelompok mahasiswa dalam hal kesiapan belajar bekerja sama interprofesional dalam melakukan antenatal care. Diskusi: Pelatihan pembelajaran interprofesional menggunakan metode simulasi berpengaruh terhadap kesiapan mahasiswa keperawatan, kebidanan, dan gizi untuk belajar bekerja sama interprofesional dalam melakukan antenatal care. Kata kunci: pembelajaran interprofesional, kesiapan, pelatihan dan simulasi, mahasiswa pra klinik, antenatal care ABSTRACT Introduction: Indonesia as a developing country have a higher Maternal Mortality Rate (MMR). The prevention efforts is developing interprofessional collaborative practice (IPCP) in the level of health care. Collaboration attitudes should start from education level through interprofessional education training and simulation for student. The objective of this study was to analyze the effect of interprofessional education training toward the readiness of students to learn interprofessional teamwork in antenatal care. Methods: Quasi-experimental design (pre test and post test without control) with Time- Series Design. Participants used in this study were students of five semester in STIKes Karya Husada Kediri year of 2011/2012 and the number of samples are 60 students. Technique sampling using simple random. The data collected by used questionnaires Readiness Interprofessional Learning Scale (RIPLS) and checklist observations using Teamwork Score (TWS). Anova, Friedman test, and Kruskal Wallis was used to statistically analyzed the data. Results: Readiness to learn interprofessional teamwork indicates the value of p = 0.001 thats means there are significant differences between the readiness before and after training IPE. Delta test showed that p value > 0.05 so there is no difference between the three programs study on readiness to learn interprofessional teamwork in antenatal care. Discussion: Interprofessional education training using simulation methods can affect the readiness of nursing, midwifery and nutritionist students for learning interprofessional teamwork in antenatal care. Keywords: interprofessional education, readiness, training and simulations, pre clinics students, antenatal care. PENDAHULUAN World Health Organization (WHO) menyatakan setiap menit seorang wanita meninggal selama persalinan atau melahirkan. Jurnal Review in Obstetric and Gynecology tahun 2010 juga menyatakan bahwa sekitar 529.000 perempuan meninggal akibat kondisi yang berhubungan dengan kehamilan setiap tahunnya dan hampir semua yaitu 99% dari kematian ibu, terjadi di negara berkembang. Indonesia sebagai negara berkembang masih memiliki angka kematian ibu (AKI) yang 227 Kesiapan Mahasiswa untuk Belajar (Dina Zakiyyatul Fuadah, dkk.) cukup tinggi (Sukmawati, 2012). Penyebab tersering kematian ibu adalah perdarahan postpartum, eklampsia, persalinan macet, dan sepsis. Kematian ibu masih disebabkan karena masalah terkait keterlambatan mengambil ke put u s a n , ke t e rla mb at a n me ng a k s e s pelayanan kesehatan dan keterlambatan dalam melakukan tindakan di sarana pelayanan kesehatan (Armiatin, 2013). Upaya menurunkan angka kematian ibu salah satunya melalui peningkatan pelayanan kesehatan neonatal dan ibu melalui program pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Perawatan selama kehamilan atau perawatan antenatal sebagai salah satu bentuk pelayanan KIA yang aman dan bermutu bagi ibu hamil dan janin/bayi dapat terwujud bila sistem mikro pelayanan KIA yang diberikan oleh klinis berjalan dengan baik (Depkes, 2008). Pelayanan dikatakan baik apabila tata kelola pelayanan dalam memberikan perawatan tidak terjadi fragmentasi atau tumpang tindihnya peran dan fungsi sebagai pemberi pelayanan dengan latar belakang profesi yang berbeda (Susilaningsih, 2011). Pelayanan yang tumpang tindih antar profesi terjadi karena kurangnya komunikasi antar tenaga kesehatan dalam kerja sama tim. Saat ini, pada pelayanan antenatal masih sering terjadi overlapping kompetensi, di mana tidak ada pembagian atau batasan peran yang jelas dalam memberikan pelayanan perawatan antara profesi dokter, perawat dan bidan di mana hal tersebut dapat memicu ketegangan antar profesi yang menghambat terjadinya bentuk kerja sama yang efektif. Dampak dari kurangnya kerjasama antar tenaga kesehatan yang baik menjadikan pemanfaatan fasilitas pelayanan yang harus diterima masyarakat tidak efektif dan efisien. Melalui kerja sama yang baik antar profesi kesehatan dalam pelayanan, maka pasien akan ditangani secara holistik sehingga outcome perawatan dan kepuasan pasien akan meningkat (Remington, 2006). Kerja sama antara dokter dan perawat adalah hal yang sangat penting dalam mengoptimalkan pelayanan kepada pasien (Liaw, 2013; Way et al., 2000). Kemampuan bekerja sama secara interprofesi (interprofessional teamwork) tidak muncul begitu saja, melainkan harus ditemukan dan dilatih sejak dini mulai dari tahap perkuliahan agar mahasiswa mempunyai bekal pengetahuan dan pengalaman mengenai cara bekerja sama secara tim yang baik dengan profesi lain sebelum mereka terjun ke dunia kerja (Wagner, 2011). Model pembelajaran pendidikan interprofesi atau interprofessional education yang selanjutnya disebut IPE dapat dijadikan suatu media pembelajaran bagi mahasiswa untuk belajar dan melatih kemampuan bekerja sama dengan profesi lain. IPE merupakan proses di mana sekelompok peserta didik atau tenaga kesehatan dengan latar belakang berbeda belajar bersama dalam jangka waktu tertentu pada masa pendidikan, dengan interaksi sebagai tujuan utamanya, u nt u k kolabor a si d ala m menyed ia k a n pelayanan preventif, promotif, rehabilitatif, dan pelayanan kesehatan lainnya (WHO, 2010). IPE memberikan kesempatan kepada mahasiswa yang mempunyai latar belakang profesi yang berbeda dengan tujuan yang sama bekerja bersama secara aktif dalam meningkatkan kualitas perawatan kepada pasien. Saat ini pengembangan kurikulum IPE belum dikembangkan secara merata di instansi pendidikan. WHO (2010) mengeluarkan data tentang penerapan IPE di beberapa negara, yaitu pada tatanan institusi sebanyak 10,2% dokter, 16% perawat atau bidan, 5,7% ahli gizi, serta tenaga kesehatan lainnya telah menerima pembelajaran berbasis IPE. Pada tatanan universitas hasil dari survei dari 42 negara menyatakan bahwa sebanyak 24,6% sudah mendapatkan kurikulum IPE pada tahap akademik. Sementara di Indonesia belum termasuk didalamnya, untuk itu perlu adanya sosialisasi tentang metode pembelajaran IPE ini secara menyeluruh di seluruh instansi pendidikan mengingat sekolah tinggi ilmu kesehatan merupakan penyedia utama calon tenaga kesehatan yang nantinya diharapkan mempunyai kompetensi yang baik terutama kemampuan untuk bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya. Pembelajaran ini ber potensi untuk menyiapkan mahasiswa dalam menghadapi praktik klinik, membantu meningkatkan hubungan profesional yang kuat dengan me ng ha rgai pe r a n nya ma si ng-ma si ng. 228 Jurnal Ners Vol. 9 No. 2 Oktober 2014: 226–235 Pengenalan pembelajaran IPE salah satunya dapat melalui suatu pelatihan yang dilengkapi dengan simulasi di mana cara ini merupakan cara yang cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor mahasiswa dalam pembelajaran IPE. Melalui pelatihan memungkin kan peser ta unt uk mengeksplorasi cara-cara kolaboratif untuk meningkatkan aspek komunikatif perawatan klinis. Banyak penelitian menunjuk kan bahwa melalui simulasi akan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam berkolaborasi atau bekerja sama secara tim. Penelitian Liaw, S.Y., et al (2011) menjelaskan bahwa pelatihan inter profesional berbasis simulasi dalam program sarjana telah memberikan kesempatan mahasiswa kedokteran dan keperawatan sebagai pengembangan awal keterampilan komunikasi dan kerja sama interprofesi. STIKes Karya Husada Kediri sebagai institusi pendidikan tinggi swasta yang menyelenggarakan pendidikan formal untuk sarjana dan diploma yang terdiri dari program studi S1 Ilmu Keperawatan dan diploma keperawatan, kebidanan dan gizi belum terpapar dengan metode pembelajaran IPE. Melihat permasalahan tersebut maka perlu dipikirkan suatu program sosialisasi terkait tentang pembelajaran IPE pada institusi ini karena mempunyai kesempatan untuk dikembangkan nya metode pembelajaran secara inter profesi yait u salah sat u nya melalui pelatihan pendidikan interprofesi yang dilakukan pada mahasiswa keperawatan, kebidanan dan gizi di STIKes Karya Husada Pare Kediri. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di STIKes Kar ya Husada Kedir i. Jenis penelitian merupakan quasy-experiment (pre test dan post test tanpa kontrol) dengan time series design di mana post test dilakukan sebanyak dua kali pengambilan data. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa diploma (D3) STIKes Kar ya Husada Kediri angkatan 2011/2012 semester V (lima) jurusan keperawatan, kebidanan, dan gizi yang berjumlah 280 mahasiswa. Pemilihan tersebut dilakukan dikarenakan mahasiswa pada tahap pre klinik dan sudah mendapatkan materi tentang perawatan antenatal. Sampel yang masuk kriteria inklusi adalah mahasiswa reguler STIKes Kar ya Husada angkatan 2011/2012 semester V (lima) yang bersedia menjadi responden. Besar sampel dalam penelitian ini didasarkan pada studi literatur menggunakan rumus besar sampel penelitian analitik numerik berpasangan (Shrader et al,.2012; Dahlan, S. 2012). Besar sampel adalah 60 responden, kemudian dibagi menjadi 10 kelompok kecil, masing-masing kelompok terdiri dari 6 mahasiswa meliputi mahasiswa keperawatan, kebidanan dan gizi kesehatan. Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling. J e n i s d a t a y a n g d i g u n a k a n dalam penelitian ini adalah data primer diperoleh melalui kuesioner Readiness for Interprofessional Learning Scale (RIPLS) (Parsell dan Blihg, 1999) untuk mengukur sikap yang langsu ng diber ikan kepada responden dan checklist teamwork score (TWS) (Shrader, et al.,2012) untuk mengukur keterampilan kerja sama mahasiswa melalui observasi pada saat simulasi. Pada penelitian ini responden diberikan intervensi berupa pelatihan interprofessional education (IPE) yang dilengkapi dengan metode simulasi perawatan antenatal pada ibu hamil. Pengambilan data dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pre test, post test 1 dan post test 2, di mana jeda waktu pengambilan data adalah satu minggu. A n a l is a d at a u nt u k me nget a hu i perbedaan sikap dan perilaku responden sebelum dan sesudah intervensi menggunakan uji Repeated Anova untuk data berdistribusi nor mal d a n uji Fried man u nt u k d at a berdistribusi tidak normal. Uji delta beda menggunakan Kruskal Wallis HASIL Responden pada penelitian ini berjumlah 60 mahasiswa yang menyelesaikan proses penelitian mulai dari pre test sampai dengan post test pertama dan kedua. Responden terdiri atas mahasiswa program studi keperawatan, 229 Kesiapan Mahasiswa untuk Belajar (Dina Zakiyyatul Fuadah, dkk.) program studi kebidanan, program studi gizi kesehatan. Adapun karakteristik responden pada penelitian ini mayoritas responden memiliki karakteristik usia 20 tahun (56,7%), responden perempuan (85,0%) lebih banyak dari laki-laki, asal program studi responden memiliki persentase jumlah yang sama dari ketiga program studi (33,3%) untuk program studi keperawatan, kebidanan dan gizi, sebagian besar responden menyatakan belum pernah memiliki pengalaman pembelajaran interprofesi (90,0%). Hasil pengambilan dan pengolahan data secara statistik menggunakan uji Friedman (tabel 1) menjelaskan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara pemberian pelatihan IPE dengan perubahan sikap mahasiswa untuk belajar kerja sama interprofesi dalam perawatan antenatal dengan nilai p = 0,001 (α < 0,05). Hasil pada sub variabel menunjukkan sub variabel kerja sama dan kolaborasi, identitas profesi mengalami peningkatan kesiapan yang signifikan, namun sub variabel peran dan tanggung jawab tidak mengalami peningkatan. Nilai mean berdasarkan rentang skala RIPLS antara 19-95 pada penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa mempunyai sikap yang positif terhadap kesiapan untuk belajar kerja sama interprofesi dalam perawatan antenatal. Hasil pengambilan dan pengolahan data secara statistik uji Friedman (tabel 2) menjelaskan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara pemberian pelatihan dengan keterampilan kerja sama mahasiswa dalam melakukan perawatan antenatal pada saat simulasi dengan nilai p = 0,001 (α < 0,05). Nilai mean berdasarkan rentang skala TWS antara 22–110 pada penelitian ini yang semakin meningkat menunjukkan perilaku yang positif terhadap kesiapan mahasiswa untuk belajar kerja sama interprofesi dalam perawatan antenatal. Uji beda dilakukan untuk mengetahui perbedaan kesiapan antar program studi keperawatan, kebidanan dan gizi kesehatan dengan menggunakan uji Kruskall Wallis, didapatkan hasil nilai p > 0,05 baik dari kompetensi sikap dan keterampilan, maka hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan kesiapan antara program studi keperawatan, kebidanan dan gizi kesehatan dalam perawatan antenatal. (tabel 3 dan 4) Tabel 1. Uji komparatif variabel dan sub variabel kesiapan untuk belajar kerja sama interprofesi dalam perawatan antenatal pada mahasiswa di STIKes Karya Husada Kediri Variabel Pre Post 1 Post 2 p Mean (Min-maks) SD Mean (Min-maks) SD Mean (Min-maks) SD Kesiapan terhadap IPE (n= 60) 82,83 (70,00- 90,00) 5,57 87,22 (73,00-95,00) 5,62 84,77 (65,00- 95,00) 7,06 0,001* K e r j a s a m a d a n Kolaborasi 40,15 (34,00- 45,00) 2,63 42,32 (35,00-45,00) 2,30 41,23 (31,00- 45,00) 3,40 0,001* Identitas profesi 29,97 (19,00- 35,00) 2,82 31,92 (26,00-35,00) 3,05 31,05 (26,00- 35,00) 3,01 0,003* Peran dan tanggung jawab 12,72 (10,00- 15,00) 1,40 12,98 (8,00-15,00) 1,46 12,48 (7,00-15,00) 1,84 0,210 Sumber: Data Primer Instrumen: RIPLS range scale 19-95, nilai 95 mengindikasikan sikap positif *p < 0,05 230 Jurnal Ners Vol. 9 No. 2 Oktober 2014: 226–235 Tabel 2. Uji beda kesiapan untuk belajar kerja sama interprofesi dalam perawatan antenatal antar prodi di STIKes Karya Husada Kediri Responden Ilmu Keperawatan (n=20) Kebidanan (n=20) Gizi Kesehatan (n=20) p Mean St. dev Mean St. dev Mean St. dev Pre-Post 1 3,25 7,58 4,60 7,96 5,30 7,08 0,685 Post 1-Post 2 -0,45 9,32 -1,50 8,83 -5,40 9,14 0,396 Pre-Post 2 2,80 6,91 3,10 8,71 -0,10 8,68 0,203 Sumber: Data Primer Instrumen: RIPLS range scale 19–95, nilai 95 mengindikasikan sikap positif Tabel 4. Uji beda kesiapan untuk belajar kerja sama interprofesi dalam perawatan antenatal antar prodi di STIKes Karya Husada Kediri Tahun 2014 Responden Ilmu Keperawatan (n=20) Kebidanan (n=20) Gizi Kesehatan (n=20) p Mean St. dev Mean St. dev Mean St. dev Pre-Post 1 41,40 8,76 41,40 8,76 41,40 8,76 1,000 Post 1-Post 2 47,40 5,29 47,40 5,29 47,40 5,29 1,000 Pre-Post 2 6,00 7,38 6,00 7,38 6,00 7,38 1,000 Sumber: Data Primer Instrument: Teamwork Score (TWS) range scale 22-110, nilai 110 mengindikasikan perilaku positif Tabel 3. Uji komparatif variabel kesiapan mahasiswa secara berkelompok untuk belajar kerja sama interprofesi dalam perawatan antenatal di STIKes Karya Husada Kediri Variabel Pre Post 1 Post 2 PMean (Min-maks) SD Mean (Min-maks) SD Mean (Min-maks) SD Keseluruhan (n= 60) 47,30 (41,00-54,00) 4,67 88,70 (78,00-101,00) 6,90 94,70 (82,00-102,00) 6,39 0,001* Ilmu Keperawatan 47,30 (41,00-54,00) 4,74 88,70 (78,00-101,00) 7,02 94,70 (82,00-102,00) 6,50 0,001* Kebidanan 47,30 (41,00-54,00) 4,74 88,70 (78,00-101,00) 7,02 94,70 (82,00-102,00) 6,50 0,001* Gizi Kesehatan 47,30 (41,00-54,00) 4,74 88,70 (78,00-101,00) 7,02 94,70 (82,00-102,00) 6,50 0,001* Sumber: Data Primer (observasi pada kelompok interprofesi) Instrument: Teamwork Score (TWS) range scale 22–110, nilai 110 mengindikasikan perilaku positif *p<0,05 PEMBAHASAN K e s i a p a n m a h a s i s w a s a n g a t mempengaruhi pelaksanaan pembelajaran secara interprofesional (Parsell et al., 1999). Seseorang dikatakan mempunyai kesiapan jika sudah memenuhi kriteria kompetensi yang ditentukan. Kompetensi yang diharapkan dalam pembelajaran IPE meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap dan kemampuan dalam tim yang akan dijalaninya dalam melakukan praktik bersama (A mer ican College of Clinical Pharmacy, 2009). Pada penelitian ini 231 Kesiapan Mahasiswa untuk Belajar (Dina Zakiyyatul Fuadah, dkk.) pengukuran kesiapan mahasiswa dilihat dari dua kompetensi yaitu kompetensi sikap dan kompetensi keterampilan dalam IPE. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signif ikan kesiapan mahasiswa antara sebelum dan sesudah d iber i ka n i nter vensi ber upa pelat i ha n interprofessional education (IPE) pada keseluruhan mahasiswa dengan nilai p = 0,001 (α = 0,05). Nilai mean yang semakin meningkat mengindikasikan sikap mahasiswa semakin positif terhadap pembelajaran IPE. Coster et al., (2008), Hind (2003) menyatakan bahwa mahasiswa keperawatan, kebidanan, kedokteran gigi, fisioterapi, farmasi, gizi kesehatan dan okupasi menunjukkan rata- rata skor yang tinggi dalam kesiapan terhadap pembelajaran IPE, hal ini berarti mahasiswa mempunyai sikap yang positif terhadap kesiapan IPE, didukung dengan penelitian Morison et al., (2004) yang menyatakan bahwa mahasiswa kedokteran dan keperawatan mempunyai kesiapan yang positif setelah mengikuti program IPE, mereka memperoleh pengalaman ter utama kaitannya dengan pengembangan keterampilan dalam kerja sama tim. Hal senada juga disampaikan dalam penelitian Cullen (2003) dengan menggunakan metode Interprofessional Team Objective Structured Cinical Examination (ITOSCE) dengan skenario perawatan intrapartum, menyatakan bahwa mahasiswa kebidanan dan kedokteran menyatakan kesiapannya terhadap pembelajaran interprofesional. Semua pendapat semakin menguatkan bahwa sebagian besar mahasiswa tenaga kesehatan dengan latar belakang profesi yang berbeda menunjukkan sikap yang positif terhadap keinginan untuk bekerja sama setelah mendapatkan program pelatihan atau training tentang pembelajaran IPE. Sub variabel kerja sama dan kolaborasi diketahui nilai p signifikan pada semua waktu pengambilan data (lihat tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa mengalami peningkatan yang signifikan terkait kerja sama dan kolaborasi setelah intervensi baik pada saat pengambilan data pertama maupun pengambilan data kedua setelah intervensi, seperti yang diungkapkan oleh Barr (1998), bahwa salah satu outcome yang diharapkan dalam penerapan IPE adalah terjadinya kerja sama dan kolaborasi yang kuat antar professional kesehatan terutama dari disiplin il mu yang berbed a. Responden d alam penelitian ini sebagian besar menunjukkan sikap positif bahwa pembelajaran interdisiplin di dalam kelas akan membantu mereka menjadi anggota tim pelayanan kesehatan yang lebih baik. Sub variabel identitas profesi mengalami peningkatan pada pengambilan data pre-post 1 (p = 0,001). Identitas profesi merefleksikan pentingnya identitas professional profesi untuk mendef inisikan kehidupan dan kekuatan budaya profesi masing-masing individu. Morison et al., (2004) menyatakan bahwa mahasiswa kedokteran, keperawatan dan gizi kesehatan menjadi lebih memiliki rasa yang kuat berkaitan dengan peran profesi mereka sendiri setelah mendapatkan training IPE. Begitu pula yang disampaikan Coster et al., (2008) bahwa mahasiswa yang memiliki identitas profesi yang positif terhadap IPE saat berada pada tahap akademik akan lebih tertarik untuk berkolaborasi dengan mahasiswa profesi lain, karena mereka membawa persepsi yang lebih positif tersebut saat memasuki pendidikan klinik. Sub var iabel peran profesi tidak mengalami perubahan yang signifikan (p = 0,210) setelah mengikuti pelatihan IPE. Tidak adanya perubahan pada sub variabel peran dan tanggung jawab profesi bisa dipengaruhi oleh waktu pelatihan IPE yang singkat, sehingga mahasiswa belu m mengalami proses internalisasi peran yang maksimal. Pada penelitian ini, pelatihan hanya dilakukan selama dua hari dan dievaluasi sebanyak dua kali dengan jeda waktu satu minggu. Di Universitas Auckland, implementasi IPE dengan responden mahasiswa tahun pertama akademik pendidikan dokter, keperawatan dan farmasi berlangsung satu bulan (Horsburgh et al, 2001). Penelitian Coster, (2008) membutuhkan waktu empat tahun melakukan program IPE dengan metode longitudinal survey untuk mengetahui perubahan kesiapan mahasiswa kesehatan dalam pembelajaran interprofesi yang dimulai dari mahasiswa 232 Jurnal Ners Vol. 9 No. 2 Oktober 2014: 226–235 masuk sampai studinya berakhir, waktu yang cukup lama ini mendukung terciptanya interaksi antara mahasiswa satu dengan yang lainnya. Perubahan peran sangat berkaitan dengan pengamalan seseorang saat berada di lingkungan kerja, perubahan peran akan dirasakan mahasiswa setelah nantinya terpapar dengan dunia kerja di mana dia akan dituntut untuk bekerja bersama dengan profesi lain. Uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan kesiapan pada kelompok mahasiswa antara sebelu m dan sesudah diber ikan intervensi berupa pelatihan interprofessional education (IPE) pada mahasiswa keperawatan, kebidanan dan gizi dengan nilai p = 0,001 di semua pengambilan data pada saat simulasi perawatan antenatal kepada ibu hamil. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan ceklist Teamwork Score (Shrader, D. 2013) di mana dalam ceeklist tersebut dapat mengevaluasi perilaku mahasiswa dalam aspek pembentukan struktur tim dari anggota kelompok, kepemimpinan, monitoring situasi pada saat melakukan perawatan, kemampuan memberikan dukungan kepada sesama anggota dan melakukan komunikasi yang efektif baik dengan anggota maupun dengan pasien dan keluarga pasien. Melalui pembelajaran IPE yang disertai simulasi mengharuskan mahasiswa profesi kesehatan belajar dan meniadakan perbedaan di antara mereka dengan menjadikan tim yang solid diantara mereka sehingga mahasiswa dapat saling menghargai satu sama lain dan hanya berfokus pada peningkatan kesejahteraan pasien. Ker et al., (2003) menyatakan bahwa pengenalan lebih dini tentang pembelajaran interprofesi kepada mahasiswa akan sangat bermanfaat bagi mereka ketika menjalankan profe si me rek a . Pe mbelaja r a n be r upa pemberian pengetahuan tentang profesi mereka dan profesi kesehatan lain. Serta adanya pelatihan simulasi ketika berada di bangsal rumah sakit dapat menambah pengalaman dan wawasan mahasiswa akan pentingnya kolaborasi saat melakukan tindakan bagi pasien. Di samping itu, pembelajaran ini juga dapat meningkatkan kepercayaan diri bahwasanya mereka memiliki keterampilan yang baik. Melalui model pendekatan tersebut maka diharapkan para mahasiswa mempelajari dan memahami hubungan antara berbagai subdisiplin yang berbeda dan keterkaitannya dengan kenyataan yang ada di dunia ini. Model pendekatan ini memadukan keterampilan, pengetahuan, atau bahkan sikap dan perilaku, sehingga dengan pelatihan dan simulasi diharapkan mahasiswa dapat belajar untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul dengan berkolaborasi bersama sesuai dengan kompetensi masing-masing profesi. Pada hasil uji statistik mengenai kesiapan masing-masing prog ram st udi baik dari komponen sikap dan keterampilan menunjukkan nilai p > 0,05 hal ini berarti menunjukkan tidak adanya perbedaan kesiapan antara program studi keperawatan, kebidanan dan gizi. Karakteristik responden dalam penelitian ini relatif homogen (lihat tabel 6), sebagian besar (85 %) berjenis kelamin perempuan, rentang usia tidak terlalu jauh yaitu antara 20-21 tahun, hampir seluruhnya (90%) belum mempunyai pengalaman pembelajaran interprofesi, dan jumlah mahasiswa mempunyai proporsi yang sama untuk masing-masing program studi yaitu 20 mahasiswa. Pada penelitian ini peneliti memberikan intervensi yang sama untuk semua responden yaitu pre test dan post test, pemberian materi dengan topik yang sama yang dilakukan fasilitator yang sama untuk semua responden. Hal tersebut mungkin menjadi salah satu faktor yang mendukung hasil analisis bahwa tidak ada perbedaan kesiapan untuk masing-masing program studi. Keseimbangan kelompok, tahapan pembelajaran, serta subjek dari pelatihan merupakan hal yang esensial dari pelaksanaan IPE (Morison et al, 2004). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Oandasan & Reeves, (2005); Pirrie, (1999); Lockhart Wood, (2000) bahwa interaksi interprofesional yang efektif diperlukan keseimbangan dalam jumlah atau populasi, keseimbangan kelompok dalam pembelajaran merupakan hal yang dibutuhkan dalam kesuksesan IPE karena kelompok profesi yang lebih besar bisa menjadi penghalang yang membuat dominasi salah satu pihak. Hal tersebut tercermin dalam penelitian ini, di mana masing-masing kelompok interprofesi 233 Kesiapan Mahasiswa untuk Belajar (Dina Zakiyyatul Fuadah, dkk.) mempunyai komposisi yang sama baik dari jumlah dana latar belakang profesi. Tunstall Pedoe et al, (2003) yang menyatakan bahwa mahasiswa yang sudah mendapatkan pengalaman dan pengetahuan mempunyai kesiapan yang lebih tinggi dalam bekerja maupun kolaborasi daripada mahasiswa yang belum memperoleh informasi sebelum nya mengenai interprofessional education. Hal tersebut bertentangan dengan hasil penelitian ini, sebagian besar yaitu 90% dari responden belum mempunyai pengalaman tentang pembelajaran interprofesi, namun hasil pengukuran kesiapan relatif sama dan tidak ada perbedaan dari ketiga program studi. Fungsi pelatihan dalam meningkatkan pengetahuan dan pengalaman belajar kerja sama interprofesi nampaknya cukup efektif untuk meningkatkan kesiapan mahasiswa, walaupu n ma ha siswa belu m mem ili k i pengalaman tentang pembelajaran interprofesi namun mereka menunjuk kan sikap dan perilaku yang positif untuk belajar kerja sama interprofesi. M e m i l i h t o p i k p e m b e l a j a r a n merupakan salah satu hal yang krusial dalam Interprofessional Education (Buring, 2009). Banyak topik pembelajaran yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran IPE, seperti halnya Saini et al., (2011) yang berpendapat bahwa topik tentang health promotion pada anak-anak dengan kasus gangguan pernapasan efektif untuk dipelajari dengan pendekatan I PE. Pend apat lai n d a r i Vya s (2012) menyatakan bahwa modul tentang patient safety dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kerja sama mahasiswa profesi kesehatan dalam menangani pasien. Cullen (2003); Furber (2004) menggunakan skenario kasus perawatan intrapartum dalam program pembelajaran IPE. Dalam hal ini peneliti ber usaha menggali beberapa topik yang sesuai dengan kondisi sumber daya manusia di institusi kami yaitu bidang maternitas dengan topik mengenai perawatan antenatal, karena mahasiswa pada tahap ini sudah mendapatkan mata kuliah tersebut sehingga lebih mudah untuk memahami, selain itu topik tersebut mampu mencakup berbagai disiplin ilmu yaitu keperawatan, kebidanan dan gizi dan sangat representatif untuk dilaksanakan di laboratorium skill. Peran fasilitator dalam pembelajaran IPE juga sangat mempengaruhi kesiapan mahasiswa. Barr (1994) menambahkan seorang fasilitator dalam IPE diharuskan telah terbiasa dengan dinamika pembelajaran interprofesi, memiliki kemampuan untuk mengoptimalkan kesempatan belajar, menghargai perbedaan dan keahlian dari profesi yang berparisipasi dalam grup pembelajaran IPE. Bahwa dosen yang ideal dalam penyelenggaraan IPE selain dapat berkomunikasi dengan baik, sebagai inovator, dosen tersebut juga harus dapat menghargai profesi lain. Temuan ini juga didukung Barr et al., (2005), menyebutkan seorang dosen juga harus dapat bertindak sebagai inovator dalam penyelenggaraan pembelajaran IPE SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pelatihan interprofessional education (IPE) dengan menggunakan metode simulasi dapat mempengaruhi kesiapan mahasiswa program studi keperawatan, kebidanan dan gizi kesehatan untuk belajar kerja sama interprofesi d ala m per awat a n a ntenatal. Kesiapa n mahasiswa dilihat melalui dua kompetensi yaitu sikap dan keterampilan. Perubahan sikap mahasiswa semakin positif setelah dilakukan pelatihan terutama pada komponen kerja sama & kolaborasi dan identitas profesi. Perubahan kemampuan keterampilan bekerja sama menunjukkan perilaku yang positif pada saat simulasi. Saran Perlu adanya kontinuitas kegiatan yang serupa dimulai dari institusi pendidikan dengan lebih banyak mengadakan kegiatan akademik yang melibatkan beberapa profesi. Jadwal kegiatan simulasi interprofesi dengan muatan kasus yang berbeda perlu dimasukkan dalam kurikulum akademik. Peningkatan sumber daya tenaga pengajar untuk menjadi role model masing-masing profesi melalui kegiatan bimbingan di klinik dengan menunjuk dosen yang bersertifikasi pelatihan IPE. Peneliti selanjutnya sebaiknya melakukan evaluasi 234 Jurnal Ners Vol. 9 No. 2 Oktober 2014: 226–235 retensi memori pada mahasiswa yang dapat mempengaruhi perubahan sikap untuk bekerja sama interprofesi. KEPUSTAKAAN American College of Clinical Pharmacy, 2009. Interprofessional Education: Principles and Application, A Framework for Clinical Pharmacy. Pharmacotherapy, 29(3), 145–164. Barr, H. 1998. Competent to collaborate: towards a competency-based model for interprofessional education. Journal of Interprofessional Care, 12: 181–187. Barr, H. 2005. Effective interprofessional education: argument, assumption and evidence. 1st ed. Oxford: Blackwell Publishing Buring, S.M., Bhushan, A., Broeseker, A., Conway, S., D u nca n-Hewit t, W., Hansen, L. & Westberg, S. 2009. Interprofessional education supplement: interprofessional education: edinitions, student competencies, and guidelines for impementation. American Journal of Pharmaceutical Education, 73 (4) Article 59. Coster, S., 2008. Interprofessional attitudes amongst undergraduate students in the health professions: a longitudinal questionnaire survey. International Journal of Nursing Studies 45 1667– 1681. (Online), (http://www.elsevier. com/ijns diakses tanggal 20 Maret 2013) C u l le n , L ., Sy mond s, I., Fr a se r, D., 20 03. Evalu at ion of a for mat ive i nt e r profe ssion al t e a m obje ct ive s t r u c t u r e d cl i n ic a l ex a m i n at ion (itosce): a method of shared learning in maternity education. Medical Teacher 25 (1). 3841. Dahlan, S. 2012. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Seri evidence based medicine 1. Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman operasional: pelayanan ter padu kesehat a n reprodu k si d i puskesmas. Jakarta: Depkes RI. Hind M., Norman I., Cooper S., Gill E., 2003. Inter professional perception of health ser vice student. Journal Interprofessional care. (Online), (http:// www.ncbi.nlm.gov/pubmed/12772467., diakses tanggal 20 Maret 2011). Horsburg, M., Lamdin, R., Wiliamson, E. 2001. Multiprofesional learning: the at tit udes of medical, nursing and pharmacy student to shared learning. Medical Education, 35: 876–883 Ker, J. Mole, L. Bradley, P., 2003. Early i nt roduct ion to i nter professional learning: a simulated ward environment. Medical Education, 37: 248–255. Liaw, Zhou, Lau, Siau, Chan., 2013. An i nt e r profe ssion al com mu n icat ion training using simulation to enhance safe care for a deteriorating patient, Nurse Education Today, (Online), (http:// dx.doi.org/10.1016/j.nedt.2013.02.019., diakses tanggal 2 April 2013). Mariano C., 1999. The case for interdisciplinary collaboration. Nurse Outlook, 37 (6): 285–258. Morison, S., Boohan, M., Moutray, M & Jenkins, J., 2004. Developing pre- qualification interprofessional education for nursing and medical studenrs: sampling student attitudes to guide development. Nurse Education in Practice (4), 20–29. Nou r, N.M., 2008. A n Int roduction to maternal mortality. Review in Obstetric Gynecology 1 (2): 77: 81. Oandasan I, Reeves S (b)., 2005. Key elements of interprofessional education. Part 2: factors, processes and outcomes. Journal of Interprofessional Care, 19(Suppl 1): 39–48. Parsell, G., Bligh, J., 1999. The development of a questionnaire to assess the readiness of health care students for interprofessional learning (RIPLS). Medical Education Journal, 33(1), 95–100. Pirrie, A., 1999. Reflection on multidisciplinary education in the health profession. British Education Research Journal. 25 (1): 113–126. Remington, T.L., Foulk, M. A & Williams, B.C., 2006. Evaluation of evidence for interprofessional education. American Journal of Pharmaceutical Education, 70(3), p. 66. 235 Kesiapan Mahasiswa untuk Belajar (Dina Zakiyyatul Fuadah, dkk.) Shrader. S., Kern, Zoller, Blue., 2012. Interprofessional teamwork skills as predictors of clinical outcomes in a simulate health care setting. Association of Schools of Allied health Profession, Wash., DC. Saini. B., Shah, Kearey, Basme, Grootjans, Armour., 2011. An interprofessional lear ning module on ast ma health promot ion. American Jour nal of Pharmaceutical Skill 75 (2) article 30. Sukmawati, F., Purnami dan Nugroho., 2012. Sistem informasi geografis jejaring rujukan ibu dirujuk dan karakteristiknya di kota semarang tahun 2011. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 1(2) 163–176. Susilaningsih, F,. Mukhlas., Sunartini dan Ut a r i n i., 2011. Nu r s e - phy sic i a n collaborative practice in interdisciplinary model of patient care. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. 14 (2) 92–98. Tunstall Pedoe, S., Rink, E., Hilton, S., 2003. St udent attit ude to undergraduate interprofessional education. Journal of Interprofessional Care 17, 161–172. Vyas. D., Mc. Culloh., Dyer., Gregory and Higbee., 2012. An interprofessional course using human simulation patient simulation to teach patient safety and teamwork skill. American Journal of Pharmaceutical Skill 76 (4) 71 Wagner, J., Liston, B. & Miller, J., 2011. D e v e l o p i n g i n t e r p r o f e s s i o n a l communication skills. Teaching and learning in nursing, 6(3), pp. 97–101. (Online) (http://linkinghub.elsevier. com/retrieve/pii., diakses tanggal 25 Februari 2013) World Health Organization. 2010. World health report 2006: working together for health. (Online), (http://www.who. int/hrh/professional. diakses tanggal 4 Desember 2012) World Health Organization. 2010 Framework fo r a c t i o n o n i n te r p rofe s si o n a l education and collaborative practice. Geneva, Switzerland: WHO.