300 INTERVENSI KEPERAWATAN TRUNCAL CONTROL EXERCISE TERHADAP FUNGSI EKSTREMITAS ATAS, KESEIMBANGAN, DAN BERJALAN PADA KLIEN PASCASTROKE (Nursing Intevention truncal Control Excercise of the Functional Capabilities of the Upper Limb, Balance and walk Clients Post Stroke) Kusnanto * Ganda Ardiansyah * Harmayetty * Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Email: ganz.301285@gmail.cm ABSTRAK: Pendahuluan: Klien pascastroke akan mengalami gangguan postural tubuh yang dapat mempengaruhi keseimbangan, kemampuan berjalan dan fungsi ekstremitas atas. Truncal control exercise memperbaiki dan memelihara postural tubuh yang baik. Rehabilitasi pascastroke masih berfokus pada latihan tungkai atas dan bawah hemiplegia dibandingkan perbaikan postural tubuh. Metode: Jenis penelitian menggunakan Quasy eksperimental dengan desain control group pretest – postest. Besar sampel didapatkan dengan tehnik consequetive sampling terdiri dari 20 responden (n-perlakuan = 10 dan n-kontrol = 10). Variabel independen adalah truncal control exercise. Variabel dependen adalah fungsi ekstremitas atas, keseimbangan, dan berjalan. Data dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi dan ceklist. Analisa data menggunakan independent t-test dan paired t-test dengan α = 0,05. Hasil: Hasil uji statistik kelompok perlakuan dan kontrol didapatkan p-value kemampuan fungsional ekstremitas atas = 0,270 dan p-value performance fungsi ekstremitas atas = 0,289. Hasil uji statistik kelompok perlakuan dan kontrol didapatkan p-value keseimbangan = 0,017. Hasil uji statistik kelompok perlakuan dan kontrol didapatkan p-value berjalan = 0,026. Diskusi: Intervensi keperawatan truncal control exercise kurang efektif terhadap perubahan fungsi ekstremitas atas, tetapi efektif terhadap keseimbangan dan berjalan klien pascastroke. Intervensi keperawatan truncal control exercise dapat dilanjutkan sebagai bentuk tindakan kolaboratif bagi perawat medikal bedah dengan fisioterapi untuk mengoptimalkan program rehabilitasi klien pascastroke dengan masalah keseimbangan dan berjalan di klinik maupun rumah klien. Kata kunci : Truncal control exercise, fungsi ekstremitas atas, keseimbangan, berjalan. ABSTRACT Introduction: Poststroke clients will have impaired postural body that can have affect to their balance, ability to gait and function of the upper limb. Truncal control exercise can improve and maintain body postural be good. Rehabilitation poststroke still focusing on upper and lower limbs exercise of hemiplegia compared postural body’s repair. Methods: This type of research used experimental with quasy control group pretest – postest design. The number of samples obtained with consecutive sampling techniques that appropriate criteria research consists of 20 respondents (n = 10 treatment-and n-control = 10). The independent variable is the truncal control exercise. The dependent variable is the function of the upper limb, balance, and gait. Data were collected by using observation and checklist sheets. Data were analyzed using independent t-test and paired t-test with α = 0,05. Results: The results of statistical tests performed in the treatment group and the control was obtained p-value of the functional capabilities of the upper limb = 0.270 and p-value of performance of upper limb function = 0.289. The results of statistical tests performed in the treatment group and the control was obtained p-value of balance = 0.017. The results of statistical tests performed in the treatment group and the control was obtained p-value of gait = 0.026. Discussion: Nursing interventions truncal control exercise have less effective results to changes in upper limb function, but it is effective to balance and walk clients pascastroke. Nursing interventions truncal control exercise can be continued as a form of collaborative action for medical-surgical nurse with physiotherapy to optimize rehabilitation programs of posstroke clients with balance and gait problems in clinic or home’s client. Keywords : Truncal control exercise, upper limb function, balance, gait _______________________________________________________________________________________________ PENDAHULUAN Stroke merupakan penyebab kelumpuhan nomor satu dan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung koroner dan penyakit kanker (Feigin et al. 2009). Kelumpuhan fisik pasca Stroke disebabkan oleh gangguan postural tubuh yang dapat mempengaruhi keseimbangan, kemampuan berjalan dan meningkatkan risiko jatuh klien serta gangguan aktivitas fungsional sehari-hari yang terkait dengan peran vital fungsi ekstremitas atas. (Weerdesteyn et al. 2008; Saeys et al. 2012; Aprile et al. 2006; Wee et al. 2015). Truncal control exercise memperbaiki dan memelihara postural tubuh yang baik dalam melakukan gerak serta menjadi dasar untuk semua gerakan pada lengan dan tungkai. Rehabilitasi pasca stroke masih berfokus pada latihan tungkai atas dan Jurnal Ners Vol. 11 No. 2 Oktober 2016: 300-310 301 bawah hemiplegia dibandingkan perbaikan postural tubuh (Karthikbabu et al. 2011; Irfan 2012). WHO (2010), ditemukan dari 10 juta klien Stroke menunjukkan bahwa sebanyak 5 juta orang mengalami kematian dan 5 juta orang lainnya mengalami kelumpuhan fisik yang permanen pasca Stroke (Mozaffarian et al. 2015). Hasil penelitian didapatkan bahwa di antara 160 responden, 53 responden (33%) dilaporkan mengalami jatuh selama periode 1 tahun pasca Stroke dan dari 53 klien, 37 klien (70%) terjatuh di rumah, dengan usia rata–rata klien adalah 71 tahun. (Schmid et al. 2013). Laporan Riskesdas tahun 2007 didapatkan bahwa kelumpuhan fisik berdasarkan penyakit yang diderita menunjukkan peningkatan dari 3896 klien Stroke, 1622 klien mengalami kelumpuhan fisik permanen dengan prevalensi klien Stroke di Indonesia yang meningkat dari 8,3 per 1000 penduduk menjadi 12,1 per 1000 penduduk pada hasil laporan Riskesdas 2013 (Depkes RI 2008; Depkes RI 2014). Gangguan keseimbangan, kelemahan otot dan penurunan fleksibilitas jaringan lunak pada klien Stroke disebabkan gangguan fungsi serebellum-vestibular dan lesi sel saraf Upper Motor Neuron yang terjadi saat serangan Stroke yang berdampak kelemahan fungsi gerak pada seluruh ekstremitas, kedua ekstremitas atau sebagian ekstremitas (Smeltzer et al. 2010; Ganong 2013). Keterlambatan aktifitas otot dan pembentukan gerakan pada ekstremitas atas-bawah mempengaruhi stabilitas tubuh dalam merespon keseimbangan yang menyebabkan klien pasca Stroke mengalami gangguan postural hingga klien dapat terjatuh saat memulai gerakan berdiri dan berjalan serta gangguan aktivitas fungsional sehari-hari akibat penurunan kemampuan fungsi ekstremitas atas klien (Irfan 2012; Saeys et al. 2012; Wee et al. 2015). Kemampuan kontrol postural dibutuhkan dalam seluruh aspek gerakan fungsional tubuh dan terkait dengan peran dasar dalam keseimbangan postur sehingga gerak ekstremitas atas-bawah menjadi terkontrol dan efisien (Lalonde & Strazielle 2007; Karthikbabu et al. 2011). Otot–otot trunk memegang peran yang terintegrasi dalam stabilisasi postur tubuh. Mobilitas gerak ekstremitas hanya dapat dilakukan dengan stabilitas postur tubuh yang memadai (Irfan 2012; Saeys et al. 2012). Pendekatan The Mauk Model Of PostStroke Recovery diharapkan menjadi ruang bagi keperawatan untuk mengakomodasi bentuk intervensi keperawatan truncal control exercise terhadap fungsi ekstremitas pada klien pasca Stroke. BAHAN DAN METODE Jenis penelitian menggunakan Quasy eksperimental dengan desain control group pretest – postest. Kelompok perlakuan dilakukan intervensi keperawatan truncal control exercise dan kelompok kontrol dilakukan intervensi sesuai dengan program rumah sakit. Pada kedua kelompok diawali dengan pre test dan setelah dilakukan intervensi diadakan post test. Populasi penelitian adalah klien Stroke infark yang dirawat di ruang Soka RSUD Nganjuk pada bulan 23 Mei – 16 Juli 2016. Besar sampel didapatkan dengan tehnik consequetive sampling yang sesuai kriteria penelitian terdiri dari 20 responden (n-perlakuan = 10 dan n- kontrol = 10). Kriteria penelitian adalah kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : klien pasca Stroke infark (≥72 jam pasca serangan Stroke), mempunyai riwayat serangan pertama, berusia 45 - 60 tahun, mengalami hemiparese (ekstremitas atas dan bawah), mempunyai tekanan darah sistolik ≤ 140 mmHg (untuk klien tanpa riwayat Gagal ginjal kronik) dari hasil observasi 24 jam terakhir selama 4 kali pengukuran tekanan darah. Klien pasca Stroke dengan nilai/skor screening : Derajat kecacatan Stroke 1-3, Streamlined Wolf Motor Function test ≥ 6, Berg Balance Scale test ≥ 14, dan Tinetti test ≥ 0. Variabel independen adalah truncal control exercise. Variabel dependen adalah fungsi ekstremitas atas, keseimbangan, dan berjalan. Data dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi dan ceklist dari The Streamlined Wolf Motor Function (fungsi ekstremitas atas), Berg Balance Scale test (keseimbangan), dan Tinetti test- subsection gait (berjalan). Analisa data deskriptif untuk mengetahui distribusi frekuensi meliputi mean, SD, uji normalitas, dan uji homogenitas dari fungsi ekstremitas atas, keseimbangan, dan berjalan pada kelompok perlakuan dan kontrol. Analisa inferensial untuk distribusi data normal menggunakan independent t-test dan paired t- test dengan α = 0,05. Analisa inferensial untuk Intervensi Keperraatan Truncal Control Exercise (Kusnanto, dkk) 302 distribusi data tidak normal menggunakan mann-whitney test dan wilcoxon test dengan α = 0,05. HASIL PENELITIAN Pada tabel 1 terlihat bahwa pada kelompok perlakuan sebelum dilakukan truncal control exercise, 6 orang klien pascastroke mempunyai nilai kemampuan fungsional ekstremitas atas dibawah sama dengan 12 (60%) dan rerata nilai 11,20. Sesudah dilakukan truncal control exercise selama 24 hari, nilai kemampuan fungsional ektremitas atas menunjukkan peningkatan . Responden yang mengalami peningkatan nilai kemampuan fungsional ekstremitas atas sesudah dilakukan intervensi berada diatas nilai 12, yaitu sebanyak 8 orang (80%) dengan rerata nilai 14,40. Hasil berbeda ditunjukkan kelompok kontrol. Pada kelompok kontrol sebelum dilakukan intervensi sesuai standar rumah sakit, 6 orang klien pascastroke juga mempunyai nilai kemampuan fungsional ekstremitas atas dibawah sama dengan 12 (60%) dan rerata nilai 11,00. Sesudah klien pascastroke menjalani intervensi sesuai dengan standar rumah sakit, nilai kemampuan fungsional ekstremitas atas kelompok kontrol juga mengalami peningkatan. Klien pascastroke yang mengalami peningkatan nilai kemampuan fungsional ekstremitas atas sesudah dilakukan intervensi sesuai standar rumah sakit berada diatas nilai 12, yaitu hanya 5 orang (50%) dengan rerata nilai 13,50. Hasil analisis pada tabel 1 menunjukkan bahwa hasil uji analisis perbedaan selisih kemampuan fungsional ekstremitas atas sesudah intervensi antara kelompok perlakuan dan kontrol, didapatkan p-value = 0,270 yang berarti tidak terdapat perbedaan perubahan kemampuan fungsional ekstremitas atas antara kelompok perlakuan dan kontrol. Pada tabel 2 terlihat bahwa pada kelompok perlakuan sebelum dilakukan intervensi truncal control exercise, 5 orang mempunyai waktu performance fungsi ekstremitas atas kurang dari sama dengan 9 detik dan rerata waktu 8,98 detik. Sesudah dilakukan truncal control exercise selama 24 hari, 6 orang mempunyai waktu performance fungsi ekstremitas atas kurang dari sama dengan 9 detik dan rerata waktu 8,52 detik. Pada kelompok kontrol sebelum dilakukan intervensi sesuai standar sumah sakit, 10 orang mempunyai waktu performance fungsi ekstremitas atas diatas 9 detik dengan rerata waktu 9,99 detik. Sesudah dilakukan intervensi sesuai dengan standar rumah sakit, 3 orang mempunyai waktu performance fungsi ekstremitas atas kurang dari sama dengan 9 detik dengan rerata waktu 9,73 detik Jurnal Ners Vol. 11 No. 2 Oktober 2016: 300-310 303 Hasil analisis ditunjukkan pada tabel 2 yang menunjukkan bahwa hasil uji analisis perbedaan selisih rerata waktu performance fungsi ekstremitas atas sebelum dan sesudah intervensi antara kelompok perlakuan dan kontrol, didapatkan nilai p = 0,289. Hasil nilai p > 0,05 berarti tidak terdapat perbedaan selisih rerata waktu performance fungsi ekstremitas atas antara kelompok perlakuan dan kontrol. Pada tabel 3 terlihat bahwa sebelum dilakukan intervensi truncal control exercise, kelompok perlakuan didapatkan 5 orang mempunyai nilai keseimbangan dibawah dari sama dengan 30 dan nilai rerata keseimbangan adalah 25,50. Sesudah dilakukan intervensi truncal control exercise selama 24 hari, didapatkan bahwa 9 orang kelompok perlakuan mempunyai nilai keseimbangan diatas 30 dengan rerata nilai sebesar 37,60. Hasil kelompok kontrol sebelum dilakukan intervensi sesuai standar rumah sakit, 8 orang mempunyai nilai keseimbangan dibawah sama dengan 30 dan rerata nilai keseimbangan sebesar 23,50. Sesudah dilakukan intervensi, didapatkan bahwa 7 orang kelompok kontrol mempunyai nilai keseimbangan diatas 30 dengan rerata nilai sebesar 33,70. Hasil analisis ditunjukkan pada tabel 3 yang menunjukkan bahwa hasil uji analisis perbedaan rerata selisih nilai keseimbangan setelah intervensi antara kelompok perlakuan dan kontrol dengan menggunakan Independent t-test didapatkan nilai p = 0,017 yang berarti terdapat perbedaan perubahan keseimbangan antara kelompok perlakuan dan kontrol. Pada tabel 4 terlihat bahwa sebelum dilakukan intervensi truncal control exercise, kelompok perlakuan didapatkan 7 orang mempunyai nilai kemampuan berjalan dibawah sama dengan 8 dan nilai rerata kemampuan berjalan adalah 7,90. Sesudah dilakukan intervensi truncal control exercise selama 24 Intervensi Keperraatan Truncal Control Exercise (Kusnanto, dkk) 304 hari, didapatkan bahwa 8 orang kelompok perlakuan mempunyai nilai kemampuan berjalan diatas 8 dengan rerata nilai sebesar 10,20. Hasil kelompok kontrol sebelum dilakukan intervensi sesuai standar rumah sakit, 10 orang mempunyai nilai kemampuan berjalan dibawah dari sama dengan 8 dan rerata nilai keseimbangan sebesar 7,00. Sesudah dilakukan intervensi, didapatkan bahwa 4 orang kelompok kontrol mempunyai nilai kemampuan berjalan diatas 8 dengan rerata nilai sebesar 8,60. Hasil analisis ditunjukkan pada tabel 4 yang menunjukkan bahwa hasil uji analisis perbedaan rerata selisih nilai kemampuan berjalan setelah intervensi antara kelompok perlakuan dan kontrol dengan menggunakan Uji Mann-Whitney didapatkan nilai p = 0,026 yang berarti terdapat perbedaan perubahan kemampuan berjalan antara kelompok perlakuan dan kontrol. PEMBAHASAN Hasil penelitian sebelum dilakukan intervensi truncal control exercise pada kelompok perlakuan menunjukkan bahwa hampir seluruh responden bisa melakukan tugas yang diberikan antara lain meletakkan tangan ke meja dan meletakkan tangan ke box dengan gerakan perlahan, tetapi untuk tugas meraih dan mengambil ke depan, mengangkat kaleng serta mengangkat pensil, sebagian besar responden melakukan gerakan masih dipengaruhi sinergi derajat pada siku lengan yang lemah dan gerakan dilakukan secara perlahan. Tugas dari penilaian SWMFT yang sulit dilakukan responden adalah melipat handuk, yang ditunjukkan dari 10 orang kelompok perlakuan saat melipat handuk menggunakan lengan yang lemah masih membutuhkan bantuan lengan yang sehat untuk sedikit menyesuaikan diri atau merubah posisi. Kondisi yang sama juga terlihat pada kelompok kontrol. Hasil sesudah dilakukan intervensi keperawatan truncal control exercise didapatkan bahwa sebagian besar klien pascastroke saat melakukan tugas yang diberikan sudah mampu melakukan gerakan secara normal, tetapi masih sedikit lambat dan koordinasi motorik halus kurang stabil, seperti meletakkan tangan ke meja, meletakkan tangan ke box, meraih – mengambil ke depan, mengangkat kaleng dan mengangkat pensil. Sedangkan untuk tugas melipat handuk, hampir seluruh klien pascastroke dapat melakukan meski dengan gerakan yang perlahan. Penelitian yang terkait langsung antara pengaruh intervensi truncal control exercise dengan fungsi ekstremitas atas pada klien pascatroke memang belum ditemukan peneliti. Hasil penelitian yang ditemukan peneliti hanya terkait penguatan kontrol otot trunk dengan pemberian restrain dalam peningkatan fungsi ekstremitas atas, yaitu penelitian yang dilakukan Wee et al. (2015) dengan desain cross sectional study, didapatkan bahwa klien pascastroke dengan hemiplegia yang Jurnal Ners Vol. 11 No. 2 Oktober 2016: 300-310 305 mendapatkan penguatan terhadap kontrol trunk, melalui pengukuran the streamlined wolf motor function test dtemukan terjadi penurunan waktu performance sebesar 1,83 detik dan peningkatan kemampuan fungsional ekstremitas atas sebesar 0,1 poin (Wee et al., 2015). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setengah klien pascastroke mempunyai manifestasi klinis yang sama yaitu hemiparesis kanan-kiri atas-bawah. Hemiparesis terjadi karena disfungsi Upper motor neuron dalam korteks serebri, substansia alba subkortikal, kapsula interna, batang otak, atau medula spinalis dan Lower motor neuron dalam nukleus motorik pada batang otak dan kornu anterior medula spinalis saat serangan Stroke iskemik akut terjadi (Kowalak et al., 2011). Secara teori, truncal control exercise dapat memperkuat otot-otot trunk yang akan melatarbelakangi stabilisasi otot inti dari tubuh sehingga dapat meningkatkan pergerakan segmen proksimal dan distal dari ekstremitas atas (Gjelsvik 2014; Wee et al., 2015). Latihan stabilisasi otot trunk didapatkan memiliki efek pada stabilisasi bahu yang diikuti peningkatan gerakan siku, pergelangan tangan dan jari. Trunk yang stabil memberikan dasar yang kuat untuk gerakan awal yang dihasilkan ekstremitas atas (Kim et al., 2011; Bae et al., 2013; Miyake et al., 2013) Stabilisasi postural tubuh akan meningkatkan kinerja otot-otot inti salah satunya yaitu kontraksi intra abdominal pressure pada otot abdominalis, didukung oleh stabilisasi bahu yang meningkat saat truncal control exercise akan mendukung inisiasi proses impuls motorik untuk melakukan gerakan yang lebih stabil sehingga dapat meningkatkan pergerakan siku, pergelangan tangan dan jari-jari untuk perbaikan fungsi ekstremitas atas. Hasil uji statistik tidak menunjukkan perbedaan secara bermakna dan belum ada penelitian yang terkait secara langsung antara intervensi keperawatan truncal control exercise dan fungsi ekstremitas atas dengan menggunakan desain penelitian randomized control trial. Kesimpulan hipotesis pertama adalah intervensi keperawatan truncal control exercise tidak berpengaruh terhadap fungsi ekstremitas atas pada klien pascastroke. Opini dalam penelitian ini didukung teori mekanisme pemulihan Stroke melalui kortikospinal lateral yang mengungkapkan bahwa traktus kortikospinal merupakan jalur saraf utama yang memperantarai pergerakan terampil volunter. Terdapat dua jalur traktus kortikospinal yang terpisah. Bagian yang terbesar melintasi traktus kortikospinal lateral yang terbentuk sebanyak 75-90% dan serat kortikospinal melintasi pada medula menyebabkan fungsi utama pada kortikospinal lateral untuk mengontrol perototan (musculature) pada bagian distal mempengaruhi pergerakan motorik halus pada klien pascastroke (Jang 2007; Takeuchi & Izumi 2013). Kelemahan ekstremitas atas klien pascastroke terjadi pada 70-80% dan dapat terus menetap pada 4% klien. Pemulihan ekstremitas atas yang mengalami kelemahan terjadi dalam tiga bulan pertama setelah mengalami serangan Stroke (Rabadi et al., 2008). Hasil penelitian setelah dilakukan intervensi keperawatan truncal control exercise menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara bermakna rerata selisih nilai keseimbangan antara kelompok perlakuan dan kontrol. Hasil observasi penilaian dengan Berg Balance Scale test sebelum intervensi didapatkan bahwa sebagian klien pascastroke pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol masih mampu melakukan semua prosedur tugas dari item BBS dengan nilai skor 2 yaitu membutuhkan bantuan minimal dan waktu yang terbatas. Pada hasil observasi penilaian BBS pada kelompok perlakuan didapatkan data bahwa sesudah dilakukan intervensi truncal control exercise ada 4 orang mendapatkan nilai maksimal dengan mampu mandiri dan stabil melakukan item prosedur Berg Balance Scale test yaitu duduk tak tersangga dengan tangan melipat selama 2 menit dan hampir seluruh klien pascastroke mendapatkan nilai skor 3 dari setiap item prosedur Berg Balance Scale test, yang berarti mampu melakukan item prosedur secara stabil dan mandiri dengan pengawasan dan alat bantu. Hasil observasi penilaian BBS kelompok kontrol didapatkan data bahwa sesudah dilakukan intervensi sesuai program rumah sakit, hampir seluruh klien pascastroke masih berada pada nilai skor 2 untuk penilaian item Berg Balance Scale test, yang berarti masih membutuhkan bantuan minimal dan waktu yang berbatas dalam menyelesaikan item prosedur. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian randomized control trial yang Intervensi Keperraatan Truncal Control Exercise (Kusnanto, dkk) 306 dilakukan oleh Saeys et al. (2012) pada 33 orang klien yang mengalami hemiparesis menunjukkan bahwa truncal exercise secara bermakna dapat meningkatkan keseimbangan berdiri klien pascastroke (Saeys et al., 2012). Hasil penelitian randomized control trial yang dilakukan Kilinc et al. (2016) pada 22 klien pascastroke yang mengalami hemiparesis menunjukkan bahwa Metode Bobath pendekatan truncal exercise secara bermakna dapat meningkatkan keseimbangan klien pascastroke daripada latihan konvensional (Kilinç et al., 2016). Hasil penelitian ini dan juga hasil penelitian lain yang mendukung, dapat disimpulkan bahwa intervensi keperawatan truncal control exercise dapat meningkatkan keseimbangan klien pascastroke secara bermakna. Kesimpulan penelitian ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Verheyden et al. (2006) yang menyatakan bahwa truncal exercise difokuskan untuk meningkatkan stabilisasi truncal yang merupakan inti komponen penting dari keseimbangan dan terkoordinasi dengan penggunaan ekstremitas dalam melakukan aktivitas fungsional sehari-hari (Verheyden et al., 2006). Stabilisasi postural tubuh dengan latihan truncal control exercise akan diikuti perubahan letak centre of gravity (COG) sehingga tubuh mampu memprediksi respon terhadap gravity dan ground reaction force (GRF), yang memungkinkan tubuh tetap seimbang melalui penyesuaian terhadap Base of support (BOS) dan centre of gravity (COG). Fasilitasi motor learning dan motor re- learning klien pascastroke menjadi faktor penting dalam pembentukan koneksi fungsional antara sistem penunjang kontrol postural sehingga dapat terbentuk stabilisasi lumbar dan menstimulasi kontrol neuromuskuler, kekuatan dan daya tahan otot yang penting sebagai penjaga stabilitas dinamis dari tulang belakang sehingga terjadi perbaikan keseimbangan, terutama peningkatan keseimbangan duduk klien pascastroke. Hasil penelitian setelah dilakukan intervensi keperawatan truncal control exercise menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata selisih nilai kemampuan berjalan antara kelompok perlakuan dan kontrol. Hasil penilaian kemampuan berjalan dengan menggunakan tinetti test – subsection gait kelompok perlakuan sebelum dilakukan intervensi truncal control exercise didapatkan data bahwa pada intruksi kesimetrian melangkah seluruh klien pascastroke mempunyai jarak melangkah kaki kanan-kiri yang tidak sama dan ada 4 orang klien pascastroke memulai inisiasi berjalan dengan ragu. Sesudah dilakukan intervensi truncal control exercise didapatkan hasil penilaian tinetti test – subsection gait bahwa nilai kesimetrian melangkah hampir seluruh klien pascastroke sudah mempunyai jarak melangkah kaki kanan-kiri yang sama dan seluruh responden menginisiasi berjalan tanpa ragu. Hasil penelitian sesudah dilakukan truncal control exercise juga didapatkan data bahwa hampir seluruh klien pascastroke terjadi peningkatan item instruksi berjalan lurus tanpa menggunakan alat bantu. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian randomized control trial yang dilakukan oleh Saeys et al. (2012) pada 33 orang pascastroke yang mengalami hemiparesis menunjukkan bahwa truncal exercise selain dapat meningkatkan keseimbangan berdiri, secara bermakna juga meningkatkan kemampuan berjalan klien pascastroke (Saeys et al., 2012). Hasil penelitian randomized control trial yang dilakukan Kilinc et al (2016) pada 22 responden pascastroke yang mengalami hemiparesis menunjukkan bahwa metode Bobath pendekatan truncal exercise selain meningkatkan keseimbangan, secara bermakna juga dapat meningkatkan kemampuan berjalan klien pascastroke daripada latihan konvensional (Kilinç et al., 2016). Hasil penelitian ini dan juga hasil penelitian sebelumnya, peneliti berkesimpulan bahwa intervensi keperawatan truncal control exercise dapat meningkatkan kemampuan berjalan klien pascastroke secara bermakna. Kesimpulan peneliti ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Verheyden et al. (2006) bahwa sekelompok otot truncal berperan penting mempertahankan postur yang stabil melawan gravitasi yang dapat memberikan kestabilan bagian proksimal dari ekstremitas dan kepala. Kestabilan proksimal merupakan prasyarat terjadinya gerakan leher dan ekstremitas yang baik (Verheyden et al., 2006). Lamoth et al. (2008) juga mengemukakan bahwa latihan core stabilty dengan berbasis pada kontrol trunk dapat meningkatkan ayunan posterior panggul dan Jurnal Ners Vol. 11 No. 2 Oktober 2016: 300-310 307 perpindahan centre of gravity selama fase ayunan melangkah. Koordinasi kelompok trunk (transversus abdominis dan oblikus internal) memiliki efek pada parameter berjalan karena menstabilisasi tulang belakang, daerah lumbopelvik, dan semua segmen trunkus-pelvis saat menapakkan kaki, meskipun adaptasi fleksibel dalam perubahan kecepatan berjalan tidak berpengaruh dengan latihan core stabilty. Peningkatan stabilitas postural tubuh terutama otot trunk bawah dan panggul menghasilkan shiftness dari lumbar spine sekaligus memberikan postural support dapat meningkatkan kemampuan keseimbangan statis, keseimbangan dinamis, dan kontrol gerakan spine sehingga dapat menyebabkan gaya berjalan lebih stabil (Chung et al., 2013; Irfan 2012). Truncal control exercise menjadikan pola aktivasi yang sinergis dalam terbentuknya base of support pada seluruh trunk dan otot spinalis. Pembentukan base of support yang baik juga dipengaruhi gabungan struktur hip dan pelvic dari keduanya. Hip dan pelvic terdapat gabungan kelompok otot besar yang merupakan stabilisator dari trunk sampai dasar kaki dan menyediakan power untuk gerakan melangkah ke depan. Intervensi truncal control exercise ini dapat meningkatkan kemampuan berjalan terutama kesimetrian melangkah dari kedua kaki dan kemampuan berjalan lurus tanpa menggunakan alat bantu. Hasil uji statistik yang membandingkan sebelum-sesudah intervensi antara kelompok perlakuan dan kontrol didapatkan bahwa tidak ada perbedaan truncal control exercise terhadap fungsi ekstremitas atas, ada perbedaan intervensi keperawatan truncal control exercise terhadap keseimbangan dan berjalan pada klien pascastroke. Penelitian disimpulkan bahwa intervensi keperawatan Truncal control exercise kurang efektif terhadap perubahan fungsi ekstremitas atas, tetapi efektif terhadap keseimbangan dan berjalan klien pascastroke. Intervensi keperawatan Truncal control exercise lebih efektif terhadap perubahan keseimbangan daripada perubahan kemampuan berjalan pada klien pascastroke, dikarenakan mempunyai nilai p-value keseimbangan lebih kecil daripada p-value berjalan Hasil kesimpulan peneliti sejalan dengan penelitian yang dilakukan Verheyden et al. (2006) mengenai kemampuan trunk pascastroke dan hubungannya dengan keseimbangan, berjalan, dan kemampuan fungsional pada 51 klien pascastroke. Hasil penelitian dengan analisis regregsi linear multivariat didapatkan bahwa keseimbangan lebih signifikan dibandingkan dengan berjalan dan kemampuan fungsional. Penelitian randomized control trial yang dilakukan Verheyden et al. (2009) juga mendukung hasil penelitian ini. Verheyden et al. (2009) melakukan penelitian terkait latihan peningkatan performa trunk pada 33 klien pascastroke, berdasarkan hasil general linear repeated measures model didapatkan bahwa keseimbangan lebih signifikan dibandingkan kemampuan kontrol trunk dan berjalan. Peneltian pre-post design yang dilakukan Karthikbabu et al. (2011) mengenai peran rehabilitasi kontrol trunk terhadap kemampuan kontrol trunk, keseimbangan, dan berjalan pada 15 klien pascastroke. Hasil penelitian menyatakan bahwa rerata effect size index (d) dari kontrol trunk (d = 1,75) dan keseimbangan (d = 1,65) lebih besar daripada berjalan (d = 0,65). Truncal exercise akan menstimulasi sensorimotor akan meningkatkan neuroplasticity otak yang diikuti reorganisasi cortical maps, sehingga terjadi pemulihan sel saraf pendukung kemampuan fungsional. Input somatosensoris ke cortex motorik menyebabkan terjadinya motor re-learning yang diikuti pemulihan motor (gerakan). Sel saraf sensori dan motorik yang telah pulih akan meningkatkan kemampuan kelompok otot core (otot spine, abdominalis, dan pelvic) sehingga kontrol trunk klien meningkat. Stabilitas terhadap otot trunk dan memiliki efek pada stabilisasi bahu yang diikuti peningkatan gerakan siku, pergelangan tangan dan jari. Trunk yang stabil memberikan dasar yang kuat untuk gerakan awal yang dihasilkan ekstremitas atas (Kim et al., 2011; Bae et al., 2013; Miyake et al., 2013). Stabilitas kontrol trunk juga akan meningkatkan stabilisasi postural tubuh. Stabilisasi postural tubuh akan diikuti perubahan letak centre of gravity (COG) sehingga tubuh mampu memprediksi respon terhadap gravity dan ground reaction force (GRF), yang memungkinkan tubuh tetap seimbang melalui penyesuaian terhadap base of support (BOS) dan centre of gravity (COG). Aktivasi kelompok otot abdominalis, diafragma dan pelvic floor yang saling Intervensi Keperraatan Truncal Control Exercise (Kusnanto, dkk) 308 bersinergi dalam memperbaiki stabilisasi postural tubuh akan menghasilkan kekakuan (stiffness) dari lumbar spine, sekaligus memberikan postural support untuk meningkatkan kontrol gerakan spine. Kontrol spine yang adekuat akan memperkuat power klien pascastroke dalam melakukan gerakan ayunan dan melangkah selama gerakan berjalan (Irfan 2012). Hasil analisis untuk efek truncal control exercise terhadap fungsi ekstremitas atas tidak bermakna dan dari hasil data tabulasi fungsi ekstremitas atas dan teori yang mendukung, truncal control exercise juga dapat berefek terhadap fungsi ekstremitas atas. Hal ini dikarenakan klien pascastroke telah memasuki tahap rehabilitasi dan intervensi dilakukan di rumah yang mendukung proses pemulihan fungsi neurologis menjadi lebih baik dan kondisi klien pascastroke lebih stabil. Faktor lain seperti motivasi dan dukungan keluarga menjadi penting dalam mengembalikan fungsi ekstremitas atas, keseimbangan dan berjalan klien pascastroke. Kondisi jauh berbeda terjadi di rumah sakit, dimana klien pascastroke dalam tahap fase akut stroke, sehingga keadaan organ-organ masih dalam tahap adaptasi (Warlow et al., 2007). Perawat memiliki peran yang sangat penting dalam penatalaksanaan klien stroke secara umum. Diagnosa keperawatan dan intervensinya merupakan arahan yang sesuai dalam manajemen perawatan klien stroke. Prinsip rehabilitasi lanjut klien pascastroke dengan pendekatan problem solving. Pendekatan ini mengarahkan perawat bahwa setiap klien stroke memiliki karakteristik tertentu dan menentukan bentuk yang spesifik dengan mengacu pada prinsip dasar rehabilitasi yang sama. Tugas dan wewenang perawat dalam proses rehabilitasi klien stroke berdasarkan Undang-Undang Keperawatan Nomor 38 tahun 2014 Bab V tentang Praktik Keperawatan menyatakan bahwa perawat bertugas sebagai pemberi asuhan keperawatan yang dapat dilakukan melalui praktek mandiri dengan berpegang teguh kode etik, standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur operasional. Tugas dan wewenang perawat didukung filosofi Kristin L. Mauk dengan teori The Mauk Model Of Poststroke Recovery yang berpandangan bahwa klien pascastroke sering menghadapi masalah fisik, psikososial dan emosional setelah meninggalkan rumah sakit. Discharge planning perawatan pascastroke di rumah, masih diberikan ketika klien dan keluarga belum mampu untuk belajar menerima konsekuensi dampak stroke di rumah. Pendekatan The Mauk Model Of Poststroke Recovery menjadi ruang bagi keperawatan untuk mengakomodasi bentuk intervensi keperawatan truncal control exercise. Pada rehabilitasi klien pascastroke, Mauk (2006) menjelaskan bahwa perawat dapat mengidentifikasi fase recovery dari klien pascastroke yang terdiri dari 6 fase (agonizing, fantasizing, realizing, blending, framing, dan owning) dan dapat memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien. Truncal control exercise dapat dilakukan pada klien pascastroke yang mengalami pemulihan stroke fase blending. Selama fase blending, klien memulai untuk mengolah bentuk kehidupan pascastroke sesuai kemampuan klien dan merupakan waktu yang ideal bagi perawat untuk memberikan instruksi tentang self care dan truncal control exercise dapat diberikan karena motivasi klien untuk belajar secara umum masih tinggi. Pada fase blending, perawat dapat menekankan klien bahwa kekuatan yang tampak dalam diri dapat mendorong harapan serta mendorong ketekunan dan motivasi klien selama rehabilitasi. Perawat secara aktif mempromosikan keterlibatan keluarga. Fokus tindakan keperawatan pada fase blending adalah mengajari dengan memasukkan seluruh skill yang dibutuhkan untuk penyesuaian hidup pascastroke di rumah dan penguatan skill yang diberikan dapat diawali dengan pemberian latihan truncal control exercise pada klien pascastroke. Pelaksanaan truncal control exercise yang mempunyai keterkaitan dan sinergi erat dalam proses asuhan keperawatan dapat melatarbelakangi perawat untuk lebih meningkatkan aspek keilmuan terkait patofisiologi sistem muskuloskeletal dan aspek kolaborasi dengan fisioterapis melalui sharing berbagai tehnik dasar gerakan fisioterapi. Keterbatasan jumlah fisioterapis di rumah sakit yang belum sebanding dengan jumlah perawat dapat teratasi melalui kolaborasi yang baik antara perawat dan fisioterapis dalam pelaksanaan perawatan klien pascastroke untuk mencapai peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang optimal. SIMPULAN DAN SARAN Jurnal Ners Vol. 11 No. 2 Oktober 2016: 300-310 309 Simpulan Intervensi keperawatan Truncal control exercise kurang efektif terhadap perubahan fungsi ekstremitas atas, tetapi efektif terhadap keseimbangan dan berjalan klien pascastroke. Intervensi keperawatan Truncal control exercise lebih efektif terhadap perubahan keseimbangan daripada perubahan kemampuan berjalan pada klien pascastroke. Saran Intervensi keperawatan truncal control exercise dapat dilanjutkan sebagai bentuk tindakan kolaboratif bagi perawat medikal bedah dengan fisioterapi sehingga dapat mengoptimalkan program rehabilitasi klien pasca Stroke yang mengalami masalah fungsi ekstremitas atas, keseimbangan, dan berjalan di klinik maupun rumah klien. KEPUSTAKAAN Alghwiri, A.A., 2015. The Correlation between Depression , Balance , and Physical Functioning Post Stroke. Journal of Stroke and Cerebrovascular Diseases, pp.1–5. Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.jstrokecerebro vasdis.2015.10.022. Aprile, I. et al., 2006. Predictive variables on disability and quality of life in stroke outpatients undergoing rehabilitation. Neurology Science, 27, pp.40–46. Bae, S.H. et al., 2013. Effects of Trunk Stabilization Exercises on Different Support Surfaces on the Cross-sectional Area of the Trunk Muscles and Balance Ability. , 25(6), pp.741–745. Cabanas, R., Cuchi, G.U. & Bagur-Calafat, C., 2013. Trunk training exercises approaches for improving trunk performance and functional sitting balance in patients with stroke: A systematic review. NeuroRehabilitation, 33(4), pp.575–592. Chung, E.-J. et al., 2013. The effects of core stabilization exercise on dynamic balance and gait function in stroke patients. Journal of physical therapy science, 25(7), pp.803–6. Available at: http://www.pubmedcentral.nih.gov/article render.fcgi?artid=3820398&tool=pmcent rez&rendertype=abstract. Depkes RI, 2014. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Available at: www.depkes.go.id. Feigin, V.L. et al., 2009. Worldwide stroke incidence and early case fatality reported in 56 population-based studies: a systematic review. The Lancet Neurology, 8(4), pp.355–369. Available at: http://dx.doi.org/10.1016/S1474- 4422(09)70025-0. Gjelsvik, B., 2014. Trunk Control in Stroke : Aspects of Measurement, relation to brain lesion, and change after rehabilitation. , pp.1–104. Herdman, T.H. (Ed) & Kamitsuru, S. (Ed), 2014. NANDA International nursing diagnoses: definitions and classification 2015-2017. Nursing diagnoses 2015- 2017 : definitions and classification. Irfan, M., 2012. Fisioterapi Bagi Insan Stroke 1st ed., Yogyakarta: Graha Ilmu. Jang, S.H., 2007. A review of motor recovery mechanisms in patients with stroke. NeuroRehabilitation, 22, pp.253–259. Karatas, M. et al., 2004. Trunk Muscle Strength in Relation to Balance and Functional Disability in Unihemispheric Stroke Patients. American Journal of Physical Medicine & Rehabilitation, 83(2), pp.81–87. Available at: http://content.wkhealth.com/linkback/ope nurl?sid=WKPTLP:landingpage&an=000 02060-200402000-00001. Karthikbabu, S. et al., 2011. Role of Trunk Rehabilitation on Trunk Control, Balance and Gait in Patients with Chronic Stroke: A Pre-Post Design. Neuroscience & Medicine, 02(02), pp.61–67. Kilinç, M. et al., 2016. The Effects of Bobath- based trunk exercises on trunk control, functional capacity, balance, and gait: a pilot randomized controlled trial. Stroke Rehabilitation, 23(1), pp.50–58. Available at: http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1 179/1945511915Y.0000000011#.V6iGsh KxhU8. Kim, Y., Kim, E. & Gong, W., 2011. The Effects of Trunk Stability Exercise Using PNF on the Functional Reach Test and Muscle Activities of Stroke Patients. Journal of Physical Therapy Science, 23, pp.699–702. Kowalak, J.P., Welsh, W. & Mayer, B., 2011. Buku Ajar Patofisiologi R. Komalasari, A. O. Tampubolon, & M. Ester, eds., Intervensi Keperraatan Truncal Control Exercise (Kusnanto, dkk) 310 Jakarta: EGC. Lalonde, R. & Strazielle, C., 2007. Brain regions and genes affecting postural control. Progress in neurobiology, 81(1), pp.45–60. Available at: http://www.sciencedirect.com/science/art icle/pii/S0301008206001407. Mauk, K.L., 2006. Nursing Interventions Within The Mauk Model Of Poststroke Recovery. Rehabilitation Nursing, 31(6), pp.257–264. Available at: http://myaccess.library.utoronto.ca/login? url=http://search.ebscohost.com/login.asp x?direct=true&db=cin20&AN=20092865 55&site=ehost-live. Michaelsen, S.M. et al., 2001. Effect of Trunk Restraint on the Recovery of Reaching Movements in Hemiparetic Patients. the American Heart Association. Available at: http://stroke.ahajournals.org. Miyake, Y. et al., 2013. Core exercises elevate trunk stability to facilitate skilled motor behavior of the upper extremities. Journal of Bodywork and Movement Therapies, 17, pp.259–265. Mozaffarian, D. et al., 2015. AHA Statistical Update Heart Disease and Stroke Statistics — 2015 Update A Report From the American Heart Association WRITING GROUP MEMBERS, National Stroke Association, 2015. Impact Of Stroke - Women and Stroke. Available at: http://www.stroke.org/understand- stroke/impact-stroke/women-and-stroke. Price, S.A. & Wilson, L.M., 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2 6th ed., Jakarta: RGC. Rai, R.K. et al., 2014. Efficacy of Trunk Rehabilitation and Balance Training On Trunk Control , Balance and Gait in Post Stroke Hemiplegic Patients : A Randomized Controlled Trial. Journal of Nursing and Health Science, 3(3), pp.27– 31. Saeys, W. et al., 2012. Randomized Controlled Trial of Truncal Exercises Early After Stroke to Improve Balance and Mobility. NeuroRehabilitation and Neural Repair, 26(3), pp.231–238. Takeuchi, N. & Izumi, S.I., 2013. Rehabilitation with poststroke motor recovery: A review with a focus on neural plasticity. Stroke Research and Treatment, 2013. Verheyden, G. et al., 2009. Additional Exercises Improve Trunk Performance After Stroke: A Pilot Randomized Controlled Trial. NeuroRehabilitation and Neural Repair, 23, pp.281–286. Available at: http://nnr.sagepub.com. Verheyden, G. et al., 2006. Trunk performance after stroke and the relationship with balance , gait and functional ability. Clinical Rehabilitation, 11, pp.451–458. Wee, S.K. et al., 2015. Effect of Trunk Support on Upper Extremity Function in People With Chronic Stroke and People Who Are Healthy. Physical Therapy Journal, 95(August), pp.1163–1171. Weerdesteyn, V. et al., 2008. Falls in individuals with stroke. Journal of Rehabilitation Research & Development, 45(8), pp.1195–1213.