246 EFEK MIE PISANG DAN SUKUN TERHADAP GLUKOSA DARAH SEWAKTU (The Effect of Banana and Breadfruits Noodles on Glucose Levels) Nursalam, Rista Fauziningtyas, Candra Panji Asmoro, Kusnanto, Meryana adriani Fakultas Keperawatan UNAIR/ Kampus C Unair, Mulyorejo, Surabaya email: nursalam@fkp.unair.ac.id ABSTRAK Pendahuluan: Kesadaran masyarakat terhadap gaya hidup sehat menyebabkan perubahan pada pemilihan bahan makanan untuk dikonsumsi. Penambahan tepung Pisang dan Sukun meningkatkan kadar serat pada mie. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan komposisi tepung pengganti pada mie yang berefek pada peningkatan GDS paling rendah. Metode: Desain penelitian ini adalah control group pretest posttest design. Sampel didapatkan sebanyak 58 orang mahasiswa Fakultas Keperawatan Unair yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 58 sampel dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu mie A (kontrol), B (subtitusi 30%) dan C (subtitusi 20%). Pemeriksaan GDS dilakukan sebelum pemberian Mi dan 60 menit setelah pemberian mi. Analisa data yang digunakan adalah dengan ANOVA one way. Hasil: Berdasarkan uji ANOVA one way didapatkan p=0,000 (p<0,050) yang berarti ada perbedaan hasil pada ke tiga kelompok tersebut. Kenaikan tertinggi Nilai GDS adalah pada kelompok mi A dan terendah kelompok mi B. Diskusi: Penambahan tepung pisang dan sukun pada mie dapat menurunkan kenaikan nilai GDS responden bukan penderita DM. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui kandungan mi dengan tepung pisang dan sukun dan respon GDS pada penderita DM. Kata Kunci: Mie, Tepung, Pisang, Sukun, Gula Darah, Diabetes ABSTRACT Introduction: Public awareness of healthy lifestyles cause a change in the selection of foodstuffs for consumption. Bananas and breadfruit flour additions increase the fiber content on the noodles. The purpose of this study was to determine the composition of noodles flour substitute on the effect on an increase in the lowest Glucose levels. Methods: The research design was pretest posttest control group design. Sample obtained as many as 58 students of the Faculty of Nursing University of Airlangga who meet the inclusion and exclusion criteria. 58 samples were divided into three groups, namely Noodles A (control), B (substitution 30%) and C (substitution 20%). Glucose levels examination carried out before eating noodles and 60 minutes after eat it. The data analysis of this study was the one-way ANOVA. Results: Based on the one-way ANOVA test was obtained p = 0.000 (p <0.050), which means no differences in outcomes in all three groups. The highest increasing of glucose levels is group A and the lowest in group B. Discussion: The addition of banana and breadfruit flour on the noodles can reduce the increase in the glucose levels after eat it. Further research needs to be done to determine the content of noodles with a banana and breadfruit flour and glucose’s responses in patients with diabetic mellitus. Keyword : Noodles, Flour, Banana, Breadfruit,Glucose, Diabetic Mellitus. PENDAHULUAN Penyakit degeneratif menimbulkan permasalahan bagi negara di seluruh dunia. Beban pembiayaan untuk perawatan dan pengobatan penyakit degeneratif menyebabkan kerugian hingga miliar dolar (World Health Organization, 2016). Kemajuan ilmu kesehatan yang sangat pesat belum dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Sampai saat ini penyakit degeneratif telah menjadi penyebab kematian terbesar di dunia (Handajani, Roosihermiatie, & Maryani, 2010). Sebanyak kurang lebih 17 juta jiwa meninggal lebih awal setiap tahun akibat penyakit degeneratif. Di beberapa negara dengan pendapatan nasional rendah dan sedang kematian akibat penyakit degeneratif mencapai 80%. Negara tersebut antara lain yaitu Brazilia, Kanada, Cina, India, Nigeria, Pakistan, Rusia, Inggris, dan Tanzania (Handajani et al., 2010). Salah satu penyakit degeneratif yang paling banyak di derita adalah Diabetes mellitus (DM). Pada tahun 2014 sebanyak 422 juta orang di seluruh dunia menderita DM (World Health Organization, 2016). Penduduk Indonesia di atas 20 tahun sebanyak 125 juta, dengan prevalensi DM sebesar 4,6% maka diperkirakan pada tahun 2000 jumlah penderita DM berjumlah 5,6 juta orang. Sedangkan pada tahun 2020 akan didapatkan sekitar 8,2 juta penderita DM (Handajani et al., 2010). Oleh karena itu dibutuhkan upaya untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan merubah gaya hidup menjadi lebih sehat. Kesadaran masyarakat terhadap gaya hidup sehat menyebabkan perubahan pada pemilihan bahan makanan untuk dikonsumsi. mailto:nursalam@fkp.unair.ac.id Jurnal Ners Vol. 11 No. 2 Oktober 2016: 246-250 247 Berbagai penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, stroke, serangan jantung telah membuat masyarakat semakin waspada terhadap makanan yang dikonsumsi (Ningrum, Nisa, & Pangastuti, 2013). Salah satu penyakit degeneratif yang disebabkan karena pola konsumsi makanan yang tidak sehat adalah DM. Makanan yang dapat menjadi pemicu DM adalah makanan berlemak, berminyak, mengandung banyak gula dan tinggi karbohidrat, serta kurang serat (Umar, Bodhi, & Kepel, 2013). Diabetes mellitus adalah gangguan kronis dari metabolisme karbohidrat , protein, dan lemak. Gangguan ini terjadi akibat perbedaan antara jumlah insulin yang dibutuhkan oleh tubuh dan jumlah insulin yang tersedia. Sel beta pankreas memproduksi insulin dan C- peptida, yang disimpan dalam granul sekresi dari sel beta dan dilepaskan ke dalam aliran darah pada saat kadar glukosa darah meningkat. Insulin mengangkut glukosa dan asam amino melintasi membran sel tubuh, terutama sel otot dan lemak. Mekanisme ini akan meningkatkan penyimpanan hati glikogen, bahan penyimpanan karbohidrat kepala, dan membantu dalam metabolisme trigliserida, asam nukleat, dan protein (Sommers, Johson, & Beery, 2007). Faktor resiko penyakit DM type 2 adalah obesitas, olahraga yang tidak teratur, gaya hidup dan konsumsi makanan yang tidak sehat dan riwayat keluarga dengan DM (Kurnawan, 2010; World Health Organization, 2016). DM dapat dicegah dengan mengontrol berat badan, meningkatkan latihan dan aktifitas, merubah gaya hidup yang lebih sehat dan konsumsi makanan seimbang. Pemilihan makanan sehat perlu dilakukan untuk menjaga kadar glukosa darah. Salah satu makanan yang dapat menjaga glukosa darah adalah makanan dengan tinggi serat. Serat belum lama ini diketahui dapat membantu meregulasi kadar glukosa darah (Saputro & Estiasih, 2015). Namun dengan tingginya aktivitas masyarakat beberapa dekade ini masyarakat juga membutuhkan makanan yang mudah diolah. Salah satu bahan makanan yang digemari masyarakat Indonesia dan mudah diolah adalah mi (Koswara, 2009). Mi berbahan tepung terigu diketahui memiliki indeks glikemik (IG) yang sangat tinggi yaitu 85 (Witono, Kumalaputri, & Lukmana, 2012). Bahan makanan dengan IG tinggi akan meningkatkan kadar glukosa dengan cepat (Arif & Budiyanto, 2013). Kondisi yang tidak boleh terjadi pada penderita DM. Sehingga peneliti berupaya untuk mencari bahan lain yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan mi. Sukun diketahui memiliki IG rendah sekitar 23-60 dengan kandungan pati yang cukup tinggi. Selain itu Sukun juga memiliki kandungan vitamin dan juga mineral yang lebih jika dibandingkan dengan tepung terigu (Prahandoko, 2013). Pisang memiliki nilai IG 59 dan kandungan serat 0,6 g/100g, serta vitamin dan mineral yang juga lebih dibandingkan dengan tepung terigu. Selain itu pisang diketahui memiliki kandungan kalium (Witono et al., 2012). Kalium diketahui berfungsi untuk membantu kerja insulin membuka membran sel dan memasukkan glukosa ke dalam sel tubuh (Smeltze & Bare, 2004). Kedua bahan tersebut merupakan bahan makanan yang banyak terdapat di Indonesia dan harga terjangkau (Safriani et al., 2013). BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini telah mendapatkan sertifikat layak etik dari Komisi Etik Fakultas Keperawatan Unair dengan Nomor 216-KEPK Riset yang dilakukan merupakan quasy experiment yang berdesain control group pretest postttest design (Clamp, Gough, & Land, 2004). Peneliti memberikan 3 macam mi kepada 3 kelompok, yaitu mie dengan bahan tepung terigu, mie berbahan tepung pisang dan sukun sebanyak 30% dan 20%. Kemudian peneliti mengukur glukosa darah sewaktu (GDS) sebelum dan sesudah pemberian mi dengan stick glukometer merk Nesco. Perlakuan dilakukan pada saat sarapan pagi yaitu jam 07.00. Pengambilan darah untuk posttest dilakukan 60 menit setelah perlakuan (Ningrum et al., 2013). Pre test diambil sebelum perlakuan. Subjek penelitian diminta untuk tidak mengkonsumsi makanan apapun setelah bangun tidur, hanya diperbolehkan minum air putih. Penentuan sampel menggunakan purposive sampling (Budijanto, 2013; Clamp et al., 2004) dan dilakukan pada bulan Agustus-September 2016. Subjek penelitian berjumlah 58 orang Mahasiswa FKp Unair yang dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok A (Kelompok kontrol berjumlah 19 orang), kelompok B (mi dengan tepung subtitusi 30%), dan kelompok C (mie dengan tepung subtitusi 20%). Pemilihan Efek Mie Instan dan Sukun Terhadap Gula Darah Sewaktu (Nursalam, dkk) 248 subjek penelitian ditentukan dengan kriteria inkulusi dan eksklusi. Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah, IMT normal yaitu 18,5- 22,9, Usia 20-30 tahun (Kurnawan, 2010). Kriteria eksklusi yang ditentukan oleh peneliti adalah penderita Diabetes Mellitus (DM), Sirosis Hepatis (SH), Gagal Ginjal Kronis (GGK), penyakit infeksi yang mempengaruhi metabolisme (TBC), Kanker/ Tumor. Mengkonsumsi obat-obatan dan Perokok (Ningrum et al., 2013). Bahan yang digunakan di dalam penelitian antara lain mi kontrol dengan komposisi: telur, tepung terigu, tepung tapioka, garam, minyak, air, kaldu ayam bubuk. Mi dengan tepung subtitusi 30%, komposisi: telur, tepung terigu, tepung tapioka, garam, minyak, air, kaldu ayam bubuk, Tepung pisang dan sukun dengan berat 30% dari berat tepung terigu. Mie dengan tepung subtitusi 20%, komposisi: telur, tepung terigu, tepung tapioka, garam, minyak, air, kaldu ayam bubuk, tepung pisang dan sukun dengan berat 20% dari berat tepung terigu. (Koswara, 2009; Nasution, 2005). Ketiga mi diolah seperti mi ayam dengan tambahan bawang putih, bawang merah, gula garam, minyak bawang, ayam, daun bawang dan selada. Tiap jenis mie disajikan dengan berat 100 gr. Alat yang digunakan antara lain Glukometer dan strip stick merk nesco, jarum, alkohol swab, timbangan berat badan, pengukur tinggi badan. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini dianalisa menggunakan uji paired t test untuk mengetahui ada perbedaan antara nilai GDS pre test dan post test di setiap kelompok. Uji One Way Annova digunakan untuk mengetahui perbedaan pada 3 kelompok perlakuan. Hasil Karakteristik Responden Responden yang dipilih berjumlah 58 orang, 46 orang perempuan dan 12 orang laki- laki. Semua responden dalam status gizi yang baik ditentukan dengan nilai IMT dalam rentang normal dan tidak menderita penyakit yang mempengaruhi metabolisme tubuh. Karakteristik sampel berupa umur, berat badan, tinggi badan, IMT dan kondisi kesehatan dikumpulkan untuk mengetahui responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria untuk penyakit yang diderita oleh responden diketahui dengan cara menanyakan kepada responden mengenai penyakit yang diderita saat ini dan riwayat penyakit keluarga penderita. Anamnesis ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan subjek memiliki resiko DM. Umur rata-rata responden adalah 22,8 tahun, dengan rata-rata berat badan 52,1 kg dan tinggi badan 161 cm dengan IMT 20,1. Respon GDS terhadap Mie A, B dan C Rerata nilai GDS pre test dan post test menunjukkan rerata nilai GDS sebelum diberikan perlakuan tertinggi adalah kelompok mie A, yaitu 71, 84 mg/dL dan terendah pada kelompok mie C yaitu 71,21 mg/dL. Hasil analisa menggunakan ANOVA one way didapatkan nilai p= 0,960 (p<0,050), artinya rerata nilai GDS pada ketiga kelompok (mie A, B dan C) sama atau tidak ada perbedaan. Setelah 60 menit pemberian mie A, B dan C dilakukan pemeriksaan GDS kembali sebagai nilai posttest. Dari pemeriksaan GDS diketahui (tabel 1) bahwa kelompok yang memiliki rerata nilai GDS tertinggi adalah mie A (kontrol) dan trendah pada mie B (subtitusi 30%) yaitu 77,70 mg/dL. Hasil Hasil analisa dengan uji menggunakan ANOVA one way, yaitu p= 0,000 (p<0,050), artinya rerata nilai GDS pada ketiga kelompok (mie A, B dan C) ada perbedaan yang signifikan. Rata-rata kenaikan GDS Tabel 1. Rerata kenaikan GDS dalam 60 menit setelah pemberian mie A, B dan C Jenis Mie f Mean Mi A (kontrol) 19 +25.7 Mi B (subtitusi 30%) 20 +6.2 Mi C (subtitusi 20%) 19 +12.2 Total 58 +14.8 Jurnal Ners Vol. 11 No. 2 Oktober 2016: 246-250 249 Setelah 60 menit pemberian mie A, B dan C dilakukan pemeriksaan GDS diketahui rerata kenaikan GDS tertinggi adalah pada kelompok yang diberikan mi A yaitu 25,7 mg/dL dan terendah pada kelompok mie B yaitu 6,2 mg/dL. PEMBAHASAN Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa rerata nilai GDS posttest terdapat perbedaan yang sangat signifikan diantara ketiga kelompok dengan pemberian mi A, B dan C. Lebih jauh dijelaskan pada tabel 3 bahwa perbedaan tersebut terlihat pada kenaikan GDS setelah konsumsi mi. Kenaikan GDS terendah pada mi B yaitu mie dengan subtitusi tepung pisang dan sukun sebesar 30% dari jumlah tepung terigu. Respon kenaikan glukosa darah dipengaruhi oleh 2 hal utama yaitu kondisi tubuh responden dan bahan makanan yang dikonsumsi. Pada penelitian ini responden yang terlibat memiliki kondisi tubuh yang sama yaitu yang memnuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Responden dengan nilai IMT dalam rentang normal (18-22,5) dan tidak memiliki riwayat penyakit (DM, SH, TBC, Kanker/Tumor dan GGK) diharapkan memiliki metabolime yang baik. Selain itu pemilihan usia responden 20- 30 tahun bertujuan tidak terjadi kenaikan kadar glukosa darah. Pada usia lebih dari 30 tahun, kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg%/tahun pada saat puasa dan akan naik sebesar 5,6-13 mg%/tahun pada 2 jam setelah makan.1,3 (Kurnawan, 2010). Faktor lain yang mempengaruhi respon kenaikan kadar glukosa darah adalah dari bahan makanan. Faktor ini dirinnci sebagai berikut kadar serat, perbandingan amilosa dan amilopektin, daya cerna pati, kadar lemak dan protein, dan cara pengolahan. Masing-masing komponen tersebut memberikan kontribusi dan saling berpengaruh hingga menghasilkan respons glikemik yang berbeda (Arif & Budiyanto, 2013). Kandungan serat pangan yang tinggi berkontribusi pada glukosa darah. Serat larut yang berbentuk viskus dapat memperpanjang waktu pengosongan lambung (Kusharto, 2006). Serat utuh dapat bertindak sebagai barier pada pencernaan, sehingga memperlambat laju makanan pada saluran pencernaan dan menghambat aktivitas enzim. Kondisi ini membuat proses pencernaan pati menjadi lambat dan respons glukosa darah pun akan lebih rendah (Arif & Budiyanto, 2013). Bahan makanan yang memilikikadar lemak yang tinggi cenderung memperlambat laju pengosongan lambung, sehingga laju pencernaan makanan pada usus halus juga lambat. Sementara itu, kadar protein yang tinggi kemungkinan dapat merangsang sekresi insulin sehingga glukosa darah terkendali (Arif & Budiyanto, 2013). Berdasarkan Keperawatan komplementer makanan dapat digunakan sebagai terapi atau media perawatan, dikenal dengan istilah “Functional food and Nutraceutical”. Makanan yang dikonsumsi perlu diketahui fungsi di dalam tubuh, baik sebagai bahan makanan yang mengoptimalkan kesehatan maupun sebagai bahan makanan untuk mencegah penyakit. Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan makanan sebagai media terapi dan perawatan adalah harus berdasarkan evidence (Snyder & Lindquist, n.d.). Artinya perlu dilakukan penelitian pada kandungan bahan makanan dan reaksi di dalam tubuh, baik tubuh yang sehat maupun yang sedang sakit. Beberapa jenis bahan makanan yang telah terbukti dapat digunakan sebagai media terapi dan perawatan adalah probiotics, Coenzyme Q10, Glucosamine, Chondroitin Sulfate, dan Collagen Hydrolysate (untuk osteoarthitis), teh hijau dan lain sebagainya SIMPULAN & SARAN Simpulan Penggantian tepung terigu dengan tepung sukun terbukti dapat menurunkan kenaikan glukosa darah sewaktu pada responden bukan penderita DM. Subtitusi tepung pisang dan sukun sebnyaka 30% memberikan efek kenaikan GDS paling sedikit. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh kadar serat dan kalium yang lebih tinggi pada tepung pisang dan sukun apabila dibandingkan dengan tepung terigu. Saran Peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian kandungan mie dengan subtitusi tepung pisang dan sukun. Selain itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek pemberian mi tepung pisang dan sukun terhadapa Efek Mie Instan dan Sukun Terhadap Gula Darah Sewaktu (Nursalam, dkk) 250 kadar glukosa darah penderita Diabetes Mellitus. Perawat dapat berkolaborasi dengan ahli gizi untuk membuat mie dengan penambahan tepung sukun dan pisang, sehingga dapat digunakan sebagai alternatif makanan untuk diet DM. KEPUSTAKAAN Arif, A. Bin, & Budiyanto, A. (2013). Glicemic Index of Foods and Its Affecting Factors. J Litbang Pert, 32(2). Budijanto, D. (2013). Populasi, Sampling, dan Besar Sampel. Retrieved September 20, 2016, from http://www.risbinkes.litbang.depkes.go.id /2015/wp- content/uploads/2013/02/SAMPLING- DAN-BESAR-SAMPEL.pdf Clamp, C. G. L., Gough, S., & Land, L. (2004). Resources for Nursing Research (4th ed.). London: SAGE Publication Ltd. Handajani, A., Roosihermiatie, B., & Maryani, H. (2010). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pola Kematian Pada Penyakit Degeneratif di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 13, 42–53. Koswara, S. (2009). Teknologi pengolahan mie. Kurnawan, I. (2010). Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut. Public Health, 576– 584. Kusharto, C. M. (2006). Serat Makanan Dan Kesehatan. Jurnal Gizi Dan Panga, 1(November), 45–54. Nasution, E. Z. (2005). Pembuatan mie kering dari tepung terigu dengan tepung rumput laut yang difortifikasi dengan kacang kedelai. Jurnal Sains Kmia, 9(2), 87–91. Ningrum, D. R., Nisa, F. Z., & Pangastuti, R. (2013). Indeks Glikemik dan beban glikemik sponge cake sebagai jajanan berbasis karbohidrat pada subyek bukan penyandang diabetes melitus in prosiding Seminar Nasional Food Habit and Degenerative Diseases (pp. 109–119). Prahandoko, T. P. (2013). Pengaruh substitusi tepung sukun (. Safriani, N., Moulana, R., Studi, P., Hasil, T., Pertanian, F., & Kuala, U. S. (2013). Pemanfaatan pasta sukun (Artocarpus Altilis) pada pembuatan mie kering, (2), 17–24. Saputro, P. S., & Estiasih, T. (2015). Pengaruh Polisakarida Larut Ir (PLA) dan serat pangan Umbi-Umbian Terhadap Glukosa Darah: Kajian Pustaka: Effect of Water Soluble Pollysacarides and Dietary Fiber Tubers on Blood Glucose : A review. Jurnal Pangan Dan Agroindustri, 3(2), 756–762. Smeltze, S. C., & Bare, B. (2004). Textbook of Medical-Surgical Nursing (10th ed.). New York: Lipincot williams & Wilkins. Snyder, M., & Lindquist, R. (n.d.). Complementary / Alternative Therapies in Nursing (5th ed.). Nee York: Springer Link. Sommers, M. S., Johson, S. A., & Beery, T. A. (2007). DISEASES and DISORDERS A Nursing Therapeutics Manual (3rd ed.). Philadelphia: F.A. Davis Company. Umar, F. A., Bodhi, W., & Kepel, B. J. (2013). Gambaran gula darah darah pada remaja obes di minahasa 1. Jurnal E-Biomedik (eBM), 1(1), 265–269. Witono, J. ., Kumalaputri, A. J., & Lukmana, H. S. (2012). Optimasi Rasio tepung terigu, tepung pisang dan tepung Ubi Jalar, serta konsentrasi zat aditif pada pembuatan Mie. . World Health Organization. (2016). Global Report on Diabetes. http://doi.org/ISBN 978 92 4 156525 7