251 MENINGKATKAN RESPON PSIKOLOGIS TENAGA KERJA INDONESIA YANG TERINFEKSI HIV MELALUI DUKUNGAN KELUARGA DAN PEER GROUP SUPPORT (Improving Psychological Response on Indonesian’s Migrant Worker (TKI) Infected by HIV Through Family and Peer Group Support) *Tintin Sukartini, *Nursalam, *Eka Mishbahatul M.Has, *Candra Panji Asmoro, **Misutarno *Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya **RSUD Dr. Soetomo Surabaya Email: dopaminsirup@gmail.com ABSTRAK Pendahuluan: Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sebuah retrovirus yang menginfeksi sel-sel sistem imun, menghancurkan atau merusak fungsi dari sel-sel sistem imun. Isu yang beredar telah banyak penderita HIV baru yang terdeteksi sumber penularannya berasal dari mantan TKI yang bekerja di luar negeri. Tantangannya adalah bagaimana memperbaiki respon psikologis ODHA agar mampu percaya diri bersosialisasi dan tidak khawatir dengan stigma. Tujuan dari penelitian ini adalah melaksanakan model dukungan keluarga Tenaga Kerja Indonesia yang terinfeksi HIV dan Peer Group Support melalui modul yang dilaksanakan oleh keluarga dan kelompok sebaya. Metode: Penelitian ini menggunakan desain pre-experiment. Populasinya adalah ODHA yang tertular semasa kerja di luar negeri sebagai TKI di wilayah Jawa Timur. Sampel dipilih dengan menggunakan teknik simple random sampling. Variabel independennya adalah peer group support dan keluarga, variabel dependennya adalah respon psikologis responden. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitas didukung dengan pelaksanaan focus group discussion responden sebagai penguat hasil secara kualitatif. Hasil kuantitatif diuji menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test dengan α ≤ 0,05. Hasil: Hasil menunjukkan bahwa metode ini dapat meningkatkan respon psikologis klien yang terinfeksi HIV semasa kerja sebagai TKI di luar negeri dengan nilai signifikansi p=0,040. Hasil kualitatif menyatakan bahwa sebagian besar responden menemukan makna hidup yakni berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Diskusi: Dukungan keluarga dan peer group support dapat digunakan untuk meningkatkan respon psikologis penderita HIV yang terinfeksi semasa kerja di luar negeri menjadi TKI. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan sampel yang lebih besar sehingga mempunyai kelompok kontrol. Kata kunci: dukungan keluarga, peer group support, respon psikologis, TKI (Tenaga Kerja Indonesia), Human Immunodeficiency Virus (HIV) ABSTRACT Introduction: Human Immunodeficiency Virus (HIV) is a retrovirus that infects cells of the immune system, destroying or damaging the function of cells of the immune system. A lot of new detected HIV transmission source comes from former workers who work abroad. The challenge is how to improve the psychological response of people living with HIV (PLWHA) to be able to socialize confident and not worry about the stigma. The purpose of this study is to implement the model of family support Indonesian Workers who are infected with HIV and Peer Support Group through modules implemented by families and peer groups. Methods: This study was used a quasy-experimental. Population in this study were the PLWHA who contracted during work abroad as migrant workers in East Java. Samples were selected using simple random sampling technique. The independent variable were the family and peer group support, the dependent variable was the psychological response of respondents. Data were collected using a questionnaire that has been tested for validity and reliability and results were tested using the Wilcoxon Signed Rank Test with alpha ≤0.05 and supported by the implementation of the focus group respondents as a reinforcement of the qualitative results. Results: The results showed that this method can improve psychological response of the PLWHA during labor as migrant workers abroad with a significance value of p=0.040. Qualitative results stated that the majority of respondents found the meaning of life that is surrendered to God Almighty. Discussion: Family and peer group support can be used to increase the psychological response of the PLWHA during work abroad as migrant workers. Future studies are expected to use a larger sample so as to have a control group. Keywords: family support, peer group support, psychological response, TKI (Indonesian Labor), Human Immunodeficiency Virus (HIV) PENDAHULUAN Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sebuah retrovirus yang menginfeksi sel- sel sistem imun, menghancurkan atau merusak fungsi dari sel-sel sistem imun. Sebagai progress dari infeksi, sistem imun menjadi lemah, dan manusia menjadi lebih rentan terkena infeksi. Stadium yang paling lanjut dari infeksi HIV adalah Acquired Immune mailto:dopaminsirup@gmail.com Jurnal Ners Vol. 11 No. 2 Oktober 2016: 251-255 252 Deficiency Syndrome (AIDS) (WHO 2013). Virus tersebut merusak kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turun dan hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi lainnya (Nursalam, & Kurniawati 2007) Penurunan imunitas dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang perlu diperhatikan oleh tenaga kesehatan adalah stresor psikososial. Lingkup terkecil dari lingkungan sosial pasien adalah keluarga. Dukungan sosial terutama dari keluarga adalah penting, dan sangat menentukan perkembangan penyakit yang dapat menurunkan kondisi kesehatan pasien, mempercepat progresivitas penyakit hingga timbul kematian. Pada penelitian lainnya oleh tim diperoleh hasil bahwa pengembangan model dukungan keluarga dan dukungan sebaya mampu meningkatkan kemandirian keluarga dalam tindakan perawatan anggota keluarga yang terinfeksi HIV ketika bekerja sebagai TKI di luar negeri. Berdasarkan hasil tersebut peneliti merasa perlu mengimplementasikan suatu modul hasil penelitian sebelumnya untuk melihat pengaruhnya terhadap respon psikologis responden. Respon psikologis ini yang perlu diketahui terlebih dahulu karena merupakan manifestasi awal dari keyakinan responden sebelum muncul adanya interaksi sosial dengan yang lain dan juga kekhawatiran dari adanya stigma oleh masyarakat. Pada tahun 2013 ini, Ditjen PP & PL Kementerian Kesehatan Republik Indonesia merilis data tentang penemuan kasus baru HIV pada tahun 2012 mencapai 21.511. Data ini meningkat daripada tahun sebelumnya pada 2011 sejumlah 21.031. Jumlah penderita HIV khusus Propinsi Jawa Timur, seperti yang disampaikan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur pada tahun 2011 tercatat sebanyak 2646 jiwa, terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya sejumlah 2233 jiwa. Data hingga Juni 2012 menunjukkan bahwa Kabupaten Kediri dan Kabupaten Tulungagung termasuk dalam zona merah distribusi kasus AIDS di Propinsi Jawa Timur. Data secara nasional mengenai TKI yang positif terinfeksi HIV&AIDS belum terdokumentasi dengan baik. Namun, terdapat sumber menyatakan bahwa terjadi kewaspadaan oleh pihak Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan (Disnakertransduk) Jawa Timur mengenai penyebaran kasus HIV&AIDS di Propinsi Jawa Timur adalah dari mantan tenaga kerja- tenaga kerja Indonesia. Data jumlah pekerja di Jawa timur yang terjangkit HIV&AIDS sebanyak 1700-an, dengan 10% diantaranya adalah mantan Tenaga Kerja Indonesia (News 2011) Individu dengan HIV&AIDS yang mendapat perawatan di rumah sakit akan mengalami kecemasan dan stres pada semua tingkat usia. Penyebab kecemasan yang dialami pasien tersebut salah satu faktor yang mempengaruhi selain dari petugas kesehatan adalah keluarga. Keluarga juga sering merasa cemas dengan perkembangan keadaan pasien, pengobatan, dan biaya perawatan. Meskipun dampak tersebut tidak secara langsung kepada pasien, tetapi secara psikologis pasien akan merasakan perubahan perilaku dari keluarga yang menungguinya selama perawatan (Marks, 1998). Pasien menjadi semakin stres dan berpengaruh terhadap proses penyembuhannnya karena penurunan respon imun. Robert Ader (1885) telah membuktikan bahwa individu yang mengalami kegoncangan jiwa akan mudah terserang penyakit, karena pada kondisi stres akan terjadi penekanan sistem imun (Subowo 1992). Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya yang mencari pengembangan model dari kerangka konsep yang dibuat terhadap dampaknya bagi kemandirian perawatan anggota keluarga ODHA terhadap ODHA. Penelitian tahun berikutnya ini mengambil fenomena yang ditemukan selama penelitian tahun sebelumnya, yakni melihat pengaruh intervensi yang dikembangkan terhadap respon psikologis responden. Ada keterkaitan antara lingkungan sosial (keluarga dan teman sebaya) pasien HIV&AIDS dengan progresifitas penyakit tersebut, membuat penulis ingin mengetahui bagaimana gambaran reaksi psikologis (respon stres) pada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang terinfeksi virus HIV. Dukungan dari lingkungan sosial (keluarga) sangat dibutuhkan pasien HIV&AIDS sehubungan dengan rasa putus asa yang dialami pasien sejak pasien tersebut dinyatakan terinfeksi virus HIV. Harapannya, dengan adanya respons emosi yang positif dari keluarga dapat mengurangi stres yang dialami pasien. BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan jenis penelitian pre- experiment dengan pre-post test design. Populasi terjangkau adalah TKI yang terinfeksi HIV di Kabupaten Tulungagung. Pengambilan sampel Meningkatkan Respon Psikologis TKI yang Terinfeksi HIV (Nursalam, dkk) 253 dilakukan dengan teknik simple random sampling dan diperoleh sampel sebanyak 11 responden. Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel independen dukungan keluarga dan peer group support, serta variabel dependen berupa respon psikologis responden yang terinfeksi HIV dari semasa kerja sebagai TKI di luar negeri. Instrumen yang digunakan adalah instrumen respon psikologis yang evaluasinya diperkuat dengan focus group discussion (FGD) dengan pertanyaan terstruktur pada pasien yang terinfeksi HIV dari semasa kerja sebagai TKI di luar negeri. Kuesioner telah diuji validitas dan reliabilitasnya. HASIL PENELITIAN Penelitian sampai jurnal ini diterbitkan telah menyelesaikan intervensi dan pengambilan data post-test di Tulungagung. Jumlah responden selama penelitian berlangsung sebanyak 11 responden. Responden lainnya gugur karena keluarga tidak mengikuti koordinasi bentuk intervensi. Tingkat respon psikologis responden yang terinfeksi HIV dari semasa kerja menjadi TKI di luar negeri ditunjukkan dalam tabel di bawah. Respon psikologis TKI penderita HIV sebelum intervensi Juni -September 2016 di Kabupaten Tulungagung lebih dari separoh memiliki respon psikologis bargaining sebesar 62,5%. Tabel 1 Tabel respon psikologis penderita HIV tertular saat TKI setelah intervensi Juni -September 2016 di Kabupaten Tulungagung Res Respon Psikologis Tot Den Ang Barg Depr Acc % % % % % % TKI - - 12,5 25 62,5 100 Tabel 2 Tingkat respon psikologis responden sebelum dan setelah intervensi di Kabupaten Tulungagung pada bulan Juni- September 2016 Tingkat Respon Psikologis Pre Post % % Kurang 62,5 12,5 Cukup 12,5 25 Baik 25 62,5 Total 100 100 Wilcoxon Signed Rank Test p=0,040 Data di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden penderita HIV sebelum intervensi respon psikologisnya berada dalam tahap bargaining. Sebagian kecil responden sebelum intervensi respon psikologisnya berada dalam tahap depresi. Respon psikologis dalam tahap menerima dialami oleh sebagian kecil responden. Setelah mulai dilakukan intervensi, sebagian kecil saja responden yang respon psikologisnya berada dalam tahap bargaining dan tingkat psikologis depresi. Respon psikologis acceptance dialami oleh sebagian besar responden. Pengaruh intervensi dapat dilihat dari signifikansi perubahan respon psikologis sebelum dan sesudah intervensi. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat pengaruh intervensi dukungan keluarga dan teman sebaya terhadap respon psikologis ODHA. PEMBAHASAN Respon adaptasi psikologis terhadap stresor menurut Kubler Ross (1974) menguraikan lima tahap reaksi emosi seseorang terhadap stresor yakni 1) pengingkaran; 2) marah; 3) tawar menawar; 4) depresi; dan 5) menerima. Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Dukungan keluarga merupakan sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda dalam setiap tahap siklus kehidupan. Dukungan keluarga dapat berfungsi dengan kepandaian akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga. Keberadaan dukungan keluarga yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya angka mortalitas (Friedman, 2010). Satu penelitian tentang dukungan kelompok sebaya yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana perubahan kepatuhan pengelolaan/perawatan pada pasien dengan diabetes mellitus didapatkan hasil bahwa dengan peer group support mampu meningkatkan kepatuhan responden dalam menjalankan latihan fisik dan konsumsi obat pada penderita diabetes mellitus, namun tidak mampu meningkatkan kepatuhan akan diit penderita. Saran yang Jurnal Ners Vol. 11 No. 2 Oktober 2016: 251-255 254 diberikan yakni membuat sebuah peer group support antar penderita dan keluarga sebagai wadah interaksi dan saling memberi dukungan baik berupa pengetahuan maupun emosional (Diantiningsih , Y, Kusnanto, & Bakar 2012) Pemberian materi berupa dukungan keluarga selain aspek intensitas dalam pemberiannya, namun juga perlu diperhatikan aspek kedalaman dalam penanaman pentingnya peran keluarga secara bersama- sama. Peneliti dalam memberikan materi pentingnya dukungan keluarga memperhatikan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki oleh keluarga yang merawat. Penerimaan keluarga akan sakit yang diderita anggota keluarga yang terinfeksi HIV juga diperhatikan. Hal ini menjadi perhatian peneliti karena dibutuhkan komitmen sebelum membentuk intensi yang kuat dari anggota keluarga untuk mau dan mampu merawat anggota keluarga yang terinfeksi HIV, dimana penyakit ini akan selamanya diidap oleh anggota keluarga yang terifeksi HIV tersebut. Aspek kemampuan keluarga dalam memenuhi peran sebagai perawat dilakukan pengidentifikasian terlebih dahulu oleh peneliti. Sebagian besar responden tahu apa yang harus diperbuat atau perannya selama anggota keluarga yang terinfeksi HIV sedang sehat maupun ketika sakit. Hal ini menjadi potensi yang perlu ditingkatkan oleh peneliti dengan menggunakan modul yang dibuat oleh Tim Peneliti. Peneliti memberikan materi berupa manfaat-manfaat yang bisa diperoleh penderita HIV jika dirawat dengan kasih sayang oleh keluarga. Adanya dukungan seperti hal tersebut dengan tidak disadari oleh keluarga maupun penderita memberi stimulus yang positif bagi penderita sehingga penderita tidak stres. Tim peneliti mempunyai pendapat bahwa materi yang telah diberikan kepada anggota keluarga ODHA mampu diterapkan dengan baik oleh keluarga, sehingga tingkat respons psikologis responden juga meningkat dibuktikan dengan signifikasi analisis data yang telah dikerjakan. Kombinasi intervensi dukungan keluarga oleh keluarga mereka sendiri bersama dengan peer group support membawa tim peneliti beropini bahwa intervensi tersebut juga berperan besar dalam hasil respon psikologis responden yang didapat. Kegiatan pertemuan rutin yang diadakan pihak terkait yang menangani ODHA di wilayah tempat penelitian sering kali diadakan, namun peserta pertemuan yang merupakan penderita maupun keluarganya masing-masing mulai merasa malas untuk datang dengan berbagai alasan. Tim peneliti memberi arahan dalam intervensi peer group support yakni merubah strategi menjadi jemput bola dan tidak perlu menunggu adanya kegiatan formal. Kelompok sebaya juga diberi materi tentang peran mereka dalam memperbaiki respon psikologis responden oleh Tim Peneliti menggunakan modul. Pertemuan- pertemuan informal seperti misal saat keluarga penderita maupun penderita bertemu di rumah sakit untuk mengambil obat ARV seringkali menjadi ajang bertukar informasi dan memberikan dukungan, serta memberikan pengetahuan terkini mengenai HIV oleh Tim Peneliti. Peneliti melihat fungsi dari dilakukan peer group support pada responden sudah terlaksana setelah diberikan materi dan strategi pendampingan melalui observasi. Dukungan keluarga dan dukungan kelompok sebaya yang terus menerus tentu menjadi tantangan bagi Tim Peneliti untuk menjaga konsistensi intervensinya terhadap responden. Oleh karena itu, tim peneliti lebih sering memantau dengan berkomunikasi melalui telepon. Kunjungan langsung kepada keluarga dan kelompok sebaya dilakukan untuk pemberian materi kepada mereka. Antusias responden juga menjadi bahan evaluasi kami. Melalui wawancara, dukungan antar kelompok sebaya diakui oleh beberapa responden mampu memberikan solusi dari setiap permasalahan psikologis yang muncul. Kekhawatiran- kekhawatiran dalam kegiatan bersosialisasi di masyarakat baik pada saat di rumah maupun di tempat kerja mereka mampu ditemukan solusi yang mana solusi tersebut muncul dari keluarga responden lain yang pernah mengalami dan anggota keluarga penderita lain menguatkan solusi tersebut sehingga timbul dukungan antar kelompok sebaya untuk kemudian dipraktikkan kepada responden yakni ODHA TKI. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dukungan keluarga dan peer group support mampu meningkatkan tingkat respon psikologis TKI yang terinfeksi HIV dari semasa kerja di luar negeri di wilayah Kabupaten Tulungagung. Dukungan keluarga dan peer group support dalam hal ini mencakup peran keluarga dan teman sebaya dalam perawatan secara biologis (ketika Meningkatkan Respon Psikologis TKI yang Terinfeksi HIV (Nursalam, dkk) 255 penderita mengalami atau tidak penyakit penyerta HIV), psikososial, dan spiritual. Saran Peningkatan respon psikologis hanya mencakup pada pada ODHA yang menjadi kriteria penetapan responden penelitian. Penambahan cakupan jumlah responden dengan penentuan kriteria diharapkan dapat menambah jumlah responden dan diharapkan desain penelitian yang diambil adalah quasy- experiment. Pihak terkait juga melakukan kunjungan rumah penderita tanpa menggunakan identitas dari instansi mana untuk melakukan pengawasan atau pengkajian bagaimana respon psikologis berubah setiap saat karena manusia sangat unik. KEPUSTAKAAN Diantiningsih , Y, Kusnanto, & Bakar, A., 2012. Peer group support terhadap perubahan kepatuhan pengelolaan penyakit diabetes mellitus tipe 2. News, A., 2011. JATIM tertinggi kasus HIV/AIDS. Available at: . Nursalam, & Kurniawati, N., 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien terinfeksi HIV, Jakarta: Salemba Medika. Subowo, 1992. Histologi umum, Jakarta: Bumi aksara. WHO, 2013. HIV/AIDS. diakses tanggal 19 Desember 2013 pukul 18.00. Dinkes Provinsi Jawa Timur. 2012. Program pengendalian penyakit menular di Jawa Timur. Diakses tanggal 22 Desember 2013 pukul 17.33 Depkes. 2013. Profil kesehatan Indonesia 2012. diakses tanggal 19 Desember 2013 pukul 18.16. Depkes, 2003. Pedoman nasional perawatan, dukungan dan pengobatan bagi ODHA: buku pedoman untuk petugas kesehatan dan petugas lainnya. Jakarta: Ditjen PPM dan PL Depkes Nursalam, Yusuf, Ah, Widyawati Y I, & Asmoro , C P, 2015. Pengembangan Model Pemberdayaan Keluarga Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang Terinfeksi HIV dan Peer Group Support dalam Kemandirian Perawatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang Terinfeksi HIV. Jurnal Ners, Vol. 2 2015 Stewart, G., 1997. Managing HIV. Sydney: MJA Publisher