Vol 9 No 1 April 2014.indd 6 KOHERENSI REMAJA PECANDU MIRAS DALAM KONTEKS SALUTOGENESIS (Sense of Coherence on Liquor Abuse among Teenagers in Salutogenesis Context) Oedojo Soedirham*, Verdian Nendra Dimas Pratama* *Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya 60115 E-mail: oedojo@yahoo.com ABSTRAK Pendahuluan: Pecandu miras di Indonesia, terutama kalangan remaja merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat mencemaskan bahkan harus dihentikan. Hal tersebut berdampak pada peningkatan perilaku yang menyimpang pada remaja seperti kejahatan, tawuran, geng remaja, tindakan amoral, dan perilaku kriminal yang merajalela di kalangan remaja. Metode: Tipe penelitian ini adalah descriptive cross sectional dengan teknik purposive sampling. Kriteria inklusi digunakan untuk mendapatkan responden yang homogen. Hasil: Remaja pecandu miras tidak mempunyai tujuan hidup yang positif yang ditunjukkan dengan sebagian besar dari mereka tidak ingin berubah dan tidak tahu akan berubah atau tidak. Perilaku tersebut mungkin disebabkan oleh pengaruh yang sangat besar dari teman kelompoknya. Diskusi: Berdasarkan pada 29 pertanyaan dalam SOC dapat disimpulkan bahwa rerata responden tidak mau berubah menjadi lebih baik yang disebabkan oleh stress. Sense of Coherence merupakan formulasi yang berisi penjelasan teoritis tentang peran utama stres di dalam fungsi kehidupan manusia. Tekanan hidup yang besar dapat menyebabkan distress karena mengurangi kepercayaan bahwa kehidupan sebetulnya dapat dimengerti, bermakna, dan dapat dikelola. Oleh karena itu, sense of coherence juga merupakan mediator dari dampak stres terhadap gangguan jiwa. Kata kunci : pecandu miras, remaja, rasa koherensi ABSTRACT Introduction: Liquor abuse in Indonesia, especially among teenagers is now a public health problem that is quite alarming even been able to say ‘red lights.’ Impact of follow such behavior is increasing deviation forms such as delinquency, fi ghts, the emergence of juvenile gangs, acts immoral, and rampant thuggery in teenagers. Method: Type in this study was a descriptive cross-sectional with a purposive sample collection methods. Nonetheless applied inclusion criteria to be getting more specifi c respondents. Results: The results showed that the teens did not have a positive life orientation evidenced by the majority of them do not want to change and do not know whether to change or not. The attitude may be due to the infl uence of a very strong group. Discussion: Based on the 29 SOC questions concluded that on average the respondents did not want to turn in because of stress. “Sense of coherence” is a formulation provides a theoretical explanation for the central role of stress in human functioning. The pressures of life signifi cantly reduces the belief that the world is understandable, meaning ful, and manageable, and can lead to psychological distress. Thus, a sense of coherence is also a mediator of the effects of life stress on mental health. Key words: liquor abuse, teenagers, sense of coherence PENDAHULUAN Penyalahgunaan minuman keras di Indonesia terutama di kalangan remaja saat ini mer upakan per masalahan kesehatan masyarakat yang cukup mengkhawatirkan bahkan sudah dapat dibilang ‘lampu merah.’ Dampak ikutan dari perilaku tersebut adalah meningkatnya bentuk-bentuk penyimpangan seperti kenakalan, perkelahian, munculnya geng-geng remaja, perbuatan asusila, dan maraknya premanisme pada kalangan remaja. Beberapa peristiwa yang direkam oleh media baik cetak maupun elektronik menunjukkan hal yang mengkhawatirkan terutama bagi kehidupan para remaja. Hubungan antara supply dan demand untuk minuman keras ini kelihatan sekali terjadi begiru intens. Laporan yang berikut hanyalah sedikit dari begitu banyak yang sempat diliput ataupun yang tidak sempat terekam oleh media masa. TEMPO Interaktif, Kamis, 23 Juni 2011 | 23:05 WIB melaporkan bahwa Kepolisian Resor Purbalingga memusnahkan 5.050 botol minuman keras berbagai merek, Senin (3/5). Ribuan minuman keras tersebut merupakan hasil razia yang digelar kepolisian selama Maret menjelang pemilihan bupati Purbalingga. Selanjutnya dalam media yang sama juga dimuat berita bahwa di Bogor dua 7 Koherensi Remaja Pecandu Miras (Oedojo Soedirham, dkk.) siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) dihukum menghormat bendera merah putih di Kantor Dinas Pendidikan Kota Bogor saat panas matahari sedang terik, Kamis 22 September 2011. Keduanya kedapatan sedang teler karena menenggak minuman keras dan mengoleksi video porno. Lebih lanjut juga dilaporkan oleh TEMPO.CO, bahwa Kepolisian Sektor Bogor Utara menyita lima drum tuak ukuran 30 liter ditambah lima ember tuak yang baru setengah jadi dalam razia yang digelarnya, Kamis 23 Juni 2011. Polisi menyisir sejumlah warung dan gudang di kawasan perumahan di Tegallega setelah mendapat keluhan soal peredaran minuman keras yang meresahkan warga. Sementara itu karena dampak minuman keras maka kejadian di Blitar di laporkan oleh TEMPO.CO (Sabtu, 11 Juni 2011 | 16:17 WIB) di mana dua warga tewas usai tenggak arak oplosan yaitu ramuan arak dan buah gadung. Racikan tradisional ini cukup terkenal di kalangan pemabuk sebagai obat penghilang stress. Temuan di atas ini sama dengan temuan yang ada di desa Jatigono kecamatan Kunir kabupaten Lumajang, di mana perkembangan remaja saat ini dalam menyikapi berbagai masalah, pada umumnya dengan meminum minuman keras. Hal ini berarti bahwa kondisi penyalahgunaan minuman keras sudah berada pada taraf yang sangat mengkhawatirkan. Sesuai dengan st udi pendahuluan yang dilak u kan pada t anggal 22 September 2012 peneliti mandapatkan jumlah seluruh penduduk di Desa Jatigono kecamatan Kunir kabupaten Lumajang berjumlah 4.510 jiwa dan remaja berjumlah 642 berdasarkan klasifi kasi u mu r 11-24 t ahu n. Setelah melak u kan pendekatan dengan 48 orang remaja yang biasa minum minuman keras didapatkan hasil, bahwa mereka mengenal minuman keras akibat pergaulan juga karena ikut- ikutan hanya karena ingin dikatakan hebat. Mereka mengatakan dengan minum minuman keras mereka mendapatkan banyak teman dimana mereka mudah bergaul setelah minum minuman keras, kepercayaan diri mereka timbul setelah minum minuman keras, masalah akan teratasi saat minum minuman keras, mereka mengatakan peminum akan sangat disegani oleh orang, untuk menghilangkan stres (merasa enjoy), salah seorang dari mereka mengatakan ” kalau gak minum bukan laki- laki ”, saat ini minum minuman keras telah menjadi hobby bagi mereka. Mereka biasanya mium minuman keras dalam seminggu + 3-4 kali, mereka minum minuman keras dengan berkelompok yang terdiri dari 4–10 orang dan minuman yang sering diminum bermerek Arak Tuban, Topi Miring, Vodka, Bir Bintang, Bir Hitam, Cap Tikus dan sekali-kali Anggur Merah bila kepepet, biasanya minuman keras itu dicampur dengan minuman lainnya seperti: M 150, Pepsi Blue, Bintang Zero, Sprite, Cocacola agar terasa nikmat kata mereka. Mereka membeli minuman keras tersebut dari hasil patungan atau biasa dikenal dengan istilah sumbangan. Saat ditanyakan tentang pengetahuan mereka tentang minuman keras mereka mengatakan minuman keras it u adalah minuman yang mengandung alkohol dengan beberapa golongan sesuai dengan kadar alkohol yang ada dalam minuman keras, minuman keras dapat mengurangi tingkat kesadaran, dalam Agama minuman keras itu haram, dalam Hukum Negara minuman keras itu dilarang, dalam kesehatan minuman keras itu dapat merusak kesehatan. Tapi mereka tetap minum minuman keras karena alasan yang telah diungkapkan mereka diatas. Jadi penelitian ini lebih menitikbertkan pada orientasi hidup para remaja tersebut dengan mengg u nakan k uesioner Sense of Coherence (SOC) d ar i A ntonovsk y (Eriksson and Lindström, 2005) yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. BAHAN DAN METODE Jenis dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan potong lintang dengan metode pengambilan sampel secara purposive. Meskipun demikian diberlakukan kriteria i n k lusi u nt u k mend apat ka n responden yang lebih spesifi k. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target dan terjangkau yang akan diteliti. Adapun syarat yang diambil dalam penelitian ini adalah: 1) remaja berumur 11–24 8 Jurnal Ners Vol. 9 No. 1 April 2014: 6–10 tahun dan belum menikah yang berdomisili di Desa Jatigono Kecamatan Kunir Kabupaten Lumajang, 2) remaja berumur 11-24 tahun dan belum menikah yang mengkonsumsi minuman keras yang berdomisili di desa Jatigono Kecamatan Kunir kabupaten Lumajang, 3) remaja yang bersedia menjadi responden, dan 4) remaja pengguna miras tidak dalam pengaruh miras ketika pengambilan data dilakukan. Dalam meng uk ur aspek Sense Of Coheren ada 3 (Tiga) jenis variabel yaitu ingin ber ubah, tidak tahu ingin ber ubah atau tidak dan tidak ingin berubah. Menurut Monica Eriksson memberikan gambaran untuk mengklasifi kasikan dengan perhitungan sebagai berikut: 1) tidak ingin berubah jika total skor ≤ 72,5, 2) tidak tahu ingin berubah atau tidak ingin berubah jika total skor > 72,5 - ≤159,5 dan 3) ingin berubah jika total skor > 159,5. Penelit ia n d ila k u ka n pad a bula n Juli 2012 terhadap 43 remaja desa Jatigono kecamatan Kunir kabupaten Lumajang. Data diperoleh berdasarkan hasil jawaban kuesioner. Kemudian diolah sesuai dengan t ujuan penelitian untuk mengetahui Perilaku remaja pengguna minuman keras di desa Jatigono kecamatan Kunir kabupaten Lumajang. HASIL K a r a k t e r i s t i k r e s p o n d e n d a l a m penelit ian di kelompok kan berd asa rkan tingkat pendidikan, umur, dan jenis kelamin. Mayoritas responden mempunyai tingkat pendidikan SLTA (67,4%), ber usia 19-24 tahun (65,1%), dan berjenis kelamin laki-laki (95,3%). Tingkat pengetahuan remaja tentang minuman keras di desa Jatigono kecamatan Kunir kabupaten Lumajang sebanyak 46,5% Tabel 1. Analisis butir pertanyaan kuesioner SOC Soal Hasil Analisis 1 rata-rata responden memiliki perasaan tidak percaya diri yang mengakibatkan timbulnya stress sehingga mereka mengekspresikan rasa itu dengan melakukan meminum minuman keras. 2 rata-rata responden memiliki perasaan tidak bisa melakukan pekerjaan yang dilakukan bersama dengan orang lain disebabkan kurangnya rasa percaya pada orang lain dan cenderung menarik diri dari lingkungan. 3 rata-rata responden mengenal orang-orang terdekatnya dengan baik hanya pada komunitasnya (para peminum-minuman keras) saja, itu disebabkan karena sering berinteraksi dan memiliki perasaan enak apabila berkumpul dengan mereka. 4 rata-rata responden memiliki kepedulian apa yang terjadi disekitar mereka tapi ada hambatan untuk berkomunikasi atau berkerjasama dengan orang lain. 5 rata-rata responden selalu dikejutkkan oleh orang yang mereka kenal betul, sehingga mereka merasa tidak enak dengan keadaan seperti itu dan mencoba melakukannya dengan meminum minuman keras. 6 rata-rata responden sering merasakan di kecewakan oleh orang yang di andalkan (pacar), sehingga itu memicu mereka untuk melampiaskan dengan hal-hal yang kurang baik dengan melakukan minum minuman keras. 7 rata-rata responden merasa hidup mereka membosankan. 8 rata-rata responden mengatakan hidup mereka tidak jelas tujuannya atau tidak ada tujuan sama sekali, itu dapat dipengaruhi karena mereka tidak memiliki cita-cita. 9 rata-rata responden sangat sering merasa di perlakukan tidak adil oleh lingkungan di sekitarnya, sehingga mereka melampiaskan kekecewaan itu hanya dengan komunitasnya (peminum minuman keras) saja. 10 rata-rata responden mengatakan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir hidup mereka konsisten dan jelas. Karena sebagian dari mereka memiliki pekerjaan. 11 rata-rata responden mengatakan apa yang mereka kerjakan kemungkinan dimasa depan sangat membosankan dan mematikan. 9 Koherensi Remaja Pecandu Miras (Oedojo Soedirham, dkk.) Soal Hasil Analisis 12 rata-rata responden sangat sering mempunyai perasaan ada dalam situasi yang tidak biasanya dan tidak tahu harus melakukan apa. 13 rata-rata responden mengatakan bahwa kehidupan itu menyakitkan. 14 rata-rata responden mengatakan hidup mnurut meraka yang penting senang dan seenaknya saja. 15 rata-rata responden mengatakan bahwa mereka mempunyai solusi yang jelas dalam menghadapi situasi yang sulit, maksud dari solusi yang jelas itu adalah dengan berlari ke minuman keras. 16 rata-rata responden mengatakan aktivitas setiap hari mereka sebagai sumber rasa sakit dan kebosanan. 17 rata-rata responden mengatakan masa depan mereka penuh perubahan tanpa mengetahui apa yang terjadi selanjutnya. 18 rata-rata responden mengatakan ketika sesuatu yang tidak menyenangkan di masa depan mereka cenderung marah pada diri sendiri tentang hal itu. 19 rata-rata responden mengatakan tidak pernah atau sangat jarang mempunyai gagasan dalam hidup. 20 rata-rata responden mengatakan mereka melakukan sesuatu dengan kenyakinan bahwa meminum minuman keras akan membuat mereka terus akan merasa baik. 21 rata-rata responden mengatakan bahwa mereka sangat sering tidak mempunyai perasaan peduli terhadap orang lain. 22 rata-rata responden mengatakan bahwa kehidupan pribadi mereka dimasa mendatang akan benar-benar tanpa makna dan tujuan. Dan mereka terkadang merasa bingung dengan kehidupan mereka. 23 rata-rata responden berfi kir meragukan akan ada atau tidak ada seseorang yang dapat di andalkannya di mmasa mendatang. 24 rata-rata responden merasa sangan jarang atau tidak pernah tahu persis apa yang akan terjadi selanjutnya pada kehidupannya. 25 rata-rata responden mengatakan bahwa mereka sangat sering menjadi pecundang dalam beberapa situasi tertentu di masa lalunya. 26 rata-rata responden mengatakan mereka bersikap berlebihan atau diremehkan saat sesuatu menimpa mereka. 27 rata-rata responden berfi kiran tidak akan berhasil mengatasi kesulitannya dalam menghadapi hal yang sulit dalam hidup. 28 rata-rata responden merasa mereka sangat jarang atau tidak pernah melakukan hal-hal yang berguna di kehidupannya. 29 rata-rata responden merasa sangat sering tidak yakin mengontrol emosi pada dirinya. (20 orang) pada kategori baik, pengetahuan sedang sebanyak 16 0rang (37,2%), dan pengetahuan kurang baik sebanyak 7 orang (16,3%). Sedangkan rasa koherensi remaja pengguna minuman keras menunjuk kan perilaku tidak tahu sebesar 7 orang (16,3%), ingin berubah 15 orang (34, 9%), dan paling banyak mempunyai perilaku tidak ingin berubah sebesar 21 orang (48,8%). PEMBAHASAN Berdasarkan 29 pertanyaan SOC dapat di simpulkan bahwa rata-rata responden tidak ingin berubah di karenakan stress. Adanya sikap tersebut dapat dikarenakan pengaruh kelompok yang sangat kuat. Hal yang memperburuk keadaan adalah banyak diantara mereka yang ditinggal bekerja ke luar negeri oleh orang tua mereka sehingga mereka tidak punya panutan dalam hidup mereka. Rasa koherensi merupakan formulasi teoritis yang memberikan penjelasan tentang peran stres dalam fungsi manusia. Antonovsky juga menyatakan bahwa tekanan hidup yang signifi kan mengurangi kepercayaan bahwa dunia ini dipahami, bermakna, dan dikelola, dan dapat mengakibatkan tekanan psikologis. 10 Jurnal Ners Vol. 9 No. 1 April 2014: 6–10 Dengan demikian, rasa koherensi juga merupakan mediator dari efek kehidupan stres pada kesehatan mental (Antonovsky, 1979). Rasa koherensi sebagai orientasi global yang mengungkapkan sejauh mana seseorang memiliki perasaan, meresap dinamis dan abadi meskipun keyakinan bahwa rangsangan yang berasal dari lingkungan seseorang internal dan eksternal dalam perjalanan hidup yang terstruktur, dapat diprediksi dan dijelaskan, sumber daya yang tersedia untuk memenuhi tuntutan yang ditimbulkan oleh rangsangan, dan tuntutan adalah tantangan, layak investasi dan keterlibat an. Dalam for mulasinya, rasa koherensi memiliki tiga komponen. Comprehensibility mer upakan keyakinan bahwa hal-hal terjadi secara teratur dan dapat diprediksi dan perasaan bahwa Anda dapat memahami peristiwa dalam hidup Anda dan cukup memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan. Manageability adalah keyakinan bahwa Anda memiliki keterampilan atau kemampuan, dukungan, bantuan, atau sumber daya yang diperlukan untuk mengurus hal- hal, dan bahwa hal-hal yang dikelola dan dalam kendali Anda. Kebermaknaan yang merupakan keyakinan bahwa hal-hal dalam hidup yang menarik dan merupakan sumber kepuasan, bahwa hal-hal yang benar-benar layak dan bahwa ada alasan yang baik atau tujuan untuk peduli tentang apa yang terjadi. Menurut Antonovsky, (1979) ketiga elemen tersebut adalah yang paling penting. Jika seseorang percaya tidak ada alasan untuk bertahan dan bertahan dan menghadapi tantangan, jika mereka tidak memiliki rasa makna, maka mereka tidak akan memiliki motivasi untuk memahami dan mengelola acara. Sedangkan rata-rata responden tidak memiliki ke tiga formulasi tersebut. Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa apabila seseorang ingin ada perubahan perilaku yang lebih baik di kehidupannya harus melakukan ke tiga criteria yang telah di jelaskan oleh Antonovsky. (Antonovsky, 1979) SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa para remaja tersebut tidak mempunyai orientasi kehidupan yang positif dibuktikan dengan mayoritas dari mereka tidak ingin berubah dan tidak tahu apakah ingin berubah atau tidak. Saran Pertanyaan SOC sebanyak 29 butir dapat dipakai dalam penelitian di bidang lainnya misalnya keperawatan terutama untuk kasus-kasus kronis sehingga dapat membantu memberikan pelayanan yang lebih tepat. DAFTAR PUSTAKA Antonovsky, Aaron, 1978. Health, Stress and Coping. San Francisco, Jossey-Bass. Antonovsky, Aaron, 1996. The salutogenic model as a theor y to guide health p r o m o t i o n . H e a l t h P r o m o t i o n International. Vol. 11, No. 1 pp 11-18. Lindst röm, B. and M. Er iksson, 2006. C o n t e x t u a l i z i n g s a l u t o g e n e s i s and A ntonovsk y in public health developme nt. He a lth P ro m ot i o n International, Vol. 21 No. 3. Becker, Craig M, et al., 2010. Salutogenesis 30 Years Later: Where do we go from here? International Electronic Journal of Health Education, 2010; 13: 25-32. Eriksson, M and B. Lindström, 2008. A salutogen ic i nter pret at ion of t he Ottawa Charter. Health Promotion International, Vol. 23 No. 2. (2008). Lindst röm, B. and M. Er iksson, 2005. Salutogenesis. J Epidemiol Community Health 59:440–442. Eriksson, Monica and B. Lindström, 2005. Validity of Antonovsky’s sense of coherence scale: a systematic review. J Epidemiol Community Health ; 59:460– 466. Langeland, Eva et al., 2007. Promoting Coping: Salutogenesis Among People With Mental Health Problems. Issues in Mental Health Nursing, 28:275–295, 2007.