Vol 9 No 1 April 2014.indd 143 SELF MANAGEMENT INTERVENTION SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KEPATUHAN PADA PENDERITA DM (Self Management Intervention increasing compliance in patient with DM) Siti Nur Kholifah* Program Studi D III Keperawatan Kampus Sutopo Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Jl. Parangkusuma No.1 Surabaya E-mail : kholifah_stp@yahoo.co.id ABSTRAK Pendahuluan: Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang sering ditemukan di masyarakat. Diabetes disebabkan oleh kebiasaan yang tidak sehat seperti makan berlebihan, kurang olahraga, dan stres. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifi kasi self management sebagai salah satu intervensi yang dapat meningkatkan kepatuhan perawatan pada penderita DM. Metode: Penelitian ini menggunakan berdesain quasy experiments non randomized pretest-posttest. Jumlah responden adalah 20 keluarga yang tinggal dengan penderita DM tipe 2. Variabel independen dalam penelitian ini adalah self management intervention dan variabel dependennya adalah kepatuhan penderita DM. Data dikumpulkan dengan cara wawancara, food recall, dan observasi perubahan perilaku. Data kemudian dianalisis mengunakan paired t-test dengan α≤0.05. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan ada peningkatan kepatuhan diet diabetes, di mana sebelum intervensi hanya ada 3 (15 %) responden yang patuh pada diet dan setelah intervensi meningkat menjadi 19 (95 %) responden dengan p = 0.000. Kepatuhan pengobatan juga meningkat dari sebelum intervensi hanya 6 (30 %) responden yang patuh dan setelah intervensi seluruh responden (100%) patuh minum obat, dengan p=0.000. Kepatuhan olah raga juga mengalami peningkatan, dari hanya 2 (10%) responden yang patuh sebelum intervensi, menjadi 19 (95%) responden setelah intervensi, dengan p=0.000. Diskusi: Self management intervention dapat meningkatkan pengetahuan, pengembangan ketrampilan pemecahan masalah, dan meningkatkan self-effi cacy penderita. Self management dilakukan setelah penderita DM memahami penyakit dan menyadari pentingnya perawatan diri. Perawat komunitas diharapkan dapat menerapkan strategi intervensi keperawatan self management agar kepatuhan penderita diabetes dalam perawatan di rumah dapat ditingkatkan. Kata kunci: self management, kepatuhan, penderita DM tipe 2 ABSTRACT Introduction: Diabetes mellitus (DM) was a degenerative disease which often found in the community. Diabetes was caused by unhealthy habits, such as overeating, lack of exercise, and stress. The purpose of this study was to identify self- management as one of the interventions that can improve treatment compliance in patients with diabetes. Method: This study was used quasy experiments non randomized pretest-posttest design. Samples were 20 families who lived with type 2 diabetes patient. Variable independent was self management intervention and variable dependent was patient complience. Data were collected by using interview, food recall, and observation on behavioral change. Data then analyzed by using paired t-test with α≤0.05. Results: The results had showed that before intervention only 3 (15 %) respondents who obey diabetes diet, then increase to 19 (95 %) respondents after intervention with p value=0.000. Patient’s medication compliance also increased, from 6 (30 % ) respondents before intervention to 20 (100%) respondents after intervention, with p value= 0.000. Patient compliance on exercise also increase from 2 (10%) respondents before intervention, become 19 (95%) respondents after intervention, with p value=0.000. Discussion: Self management intervention could improve patient’s knowledge, problem-solving skills, and self-effi cacy. Self management should be done after the patient had understand their disease and realized the importance of self-care. Community health nurses were expected to implement self management as one of nursing intervention, so that patient compliance on their treatment can be increased. Key words: Self management intervention, compliance, patient DM type 2 144 Jurnal Ners Vol. 9 No. 1 April 2014: 143–150 PENDAHULUAN Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik, di mana penderitanya tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif, sehingga terjadi kelebihan glukosa dalam darah (Brunner & Suddart, 2000; Arora, 2007). Penyebab DM antara lain gaya hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan makan berlebih, kurang olahraga, dan stres (Depkes RI, 2005). Be rd a sa rk a n d at a W HO (20 0 0), Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar unt u k prevalensi penderita DM setelah India, Cina, dan Amerika Serikat. Prevalensi penderita DM di Indonesia adalah 8,6% dari total penduduk. Sekitar 3,2 juta meninggal dunia karena komplikasi penyakit tersebut. Komplikasi dapat mengenai seluruh organ yang penting pada tubuh, seperti mata menjadi buta, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan risiko amputasi karena luka yang membusuk. Komplikasi yang terjadi akan berdampak pada penurunan kemampuan fi sik, psikologis, dan sosial ekonomi bagi penderita dan keluarganya (Arisman & Suyono, 2000). Up ay a p e n a n g g u l a n g a n DM d i m a sya r a k at sud a h d i la k u k a n melalu i pencegahan primer dan sekunder untuk mengurangi risiko komplikasi, kematian, dan mengurangi biaya pengobatan. Pencegahan primer merupakan tindakan pencegahan DM pada individu yang berisiko melalui modifi kasi gaya hidup, di antaranya pola makan sesuai, aktivitas fi sik, dan penurunan berat badan dengan program edukasi yang berkelanjutan. Sedangkan pencegahan sekunder merupakan tindakan pencegahan terjadinya komplikasi akut maupun jangka panjang. Programnya meliputi pemeriksaan, pengobatan tekanan darah, perawatan kaki diabetes, pemeriksaan mata secara rutin, pemeriksaan protein dalam urin, serta program untuk menurunkan atau menghentikan kebiasaan merokok (Depkes RI, 2005). Perawatan DM dapat berhasil dengan bai k apabila dilak u kan secara terat u r. Kepat uhan unt uk melakukan perawatan secara teratur ini membutuhkan kedisiplinan diri. Oleh karena itu, pengaturan diri sendiri (self management) merupakan salah satu cara untuk mencapai kedisiplinan diri dalam melakukan perawatan. Berdasarkan pendapat beberapa ahli, self management merupakan suatu upaya pengaturan diri untuk mencapai suatu tujuan. Self management bertujuan agar individu mampu mengobservasi kebutuhan diri tanpa bergantung pada lingkungan. Self management ini banyak digunakan sebagai salah satu intervensi untuk penyakit kronis di antaranya DM (Sarkar, Fisher & Schillinger, 2006). S e l f m a n a g e m e n t m e r u p a k a n bagian dari ilmu perilaku psikologi yang dikemukakan pertama kali oleh Bandura pada 1970. Menurut Bandura, self management merupakan motivasi manusia yang tidak hanya berdasarkan penghargaan dari luar, tetapi juga karena observasi kebutuhan dari dalam diri, penghargaan dan hukuman dari tindakan untuk mencapai tujuan tertentu (Takoshian, 1997). Yukl (1994) mengungkapkan bahwa self management merupakan proses pendelegasian dan pemberdayaan dalam pemberian tanggung jawab serta pengambilan keputusan untuk mencapai suatu tujuan. Beberapa hasil penelitian terdahulu me njela sk a n ba hwa se lf m a n a ge m e n t dapat digunakan sebagai intervensi untuk men i ng kat ka n keberha sila n per awat a n penderita penyakit kronis, seperti DM Tipe 2, Asma, dan Artritis. Intervensi self management dapat mengefektif kan pelaksanaan program pengobatan. Penderita dapat menyadari pent i ng nya menjala n i pengobat a n d a n perawatan untuk kesembuhan. Contohnya, penderita DM harus patuh dengan diet, minum obat, olahraga, dan pemantauan kadar gula darah. Pemantauan keberhasilan intervensi self management pada penderita DM dilakukan dengan mengevaluasi kadar gula darah, berat badan, kadar lemak dalam darah, dan IMT (Indeks Massa Tubuh) (Newman dkk, 2004; Coleman, 2005). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengidentifi kasi self management sebagai salah satu intervensi yang dapat meningkatkan kepatuhan perawatan pada penderita DM. 145 Self Management Intervention (Siti Nur Kholifah) BAHAN DAN METODE Pe n el it i a n i n i b e r d e s a i n q u a s y experiment non randomized pretest posttest. Jumlah responden adalah 20 keluarga yang tinggal dengan penderita DM tipe 2. Penelitian ini dirancang dengan memberikan perlakuan berupa self management intervention. Sebelum dan sesudah diberi perlakuan, dilakukan pretest dan posttest dengan menilai tingkat kepatuhan responden terhadap perawatan DM. Variabel independen penelitian ini adalah self management intervention dan variabel dependennya adalah kepatuhan penderita DM. Data dikumpulkan dengan cara wawancara, food recall, dan observasi peubahan perilaku. Untuk mengetahui perbedaan kepatuhan sebelum dan sesudah dilakukan uji Paired T Test dengan α≤0.05. Self management intervention dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah- la ng k a h t i nd a k a n sebagai ber i k ut: 1) member ikan pendidikan dan pelatihan kepa d a kelu a rga , denga n menjelaska n tentang pengertian dari tindakan yang akan dilakukan, manfaatnya dan mempraktikkan prosedu r t i nd a k a n nya; 2) member i k a n motivasi sekaligus mengkaji komitmen dari keluarga untuk melakukan tindakan yang telah diajarkan; 3) melakukan perawatan langsung (direct care), tahap ini dilakukan untuk terapi modalitas perawatan luka; 4) mengadakan follow up secara berkala dengan sistem pencatatan dan pelaporan untuk semua tindakan yang dilaksanakan oleh keluarga menggunakan lembar pemantauan kegiatan harian dan food recall; 5) proses penyadaran diri (setelah pemantauan dilakukan selama satu bulan dan keluarga telah mampu melakukan perawatan secara teratur, maka keluarga dianjurkan untuk membuat jadwal sendiri untuk perawatan dirinya); dan 6) memberikan penguatan pada saat keluarga sudah mencapai kondisi penyadaran diri untuk membentuk kepercayaan diri dan meyakinkan perilaku keluarga. HASIL Tabel 1 menunjukkan bahwa sebelum dilakukan intervensi hanya ada 3 (15%) responden yang patuh menjalankan diet DM, tetapi sesudah intervensi meningkat menjadi 19 (95%) responden yang patuh. Satu keluarga yang belum patuh sebenarnya sudah mengerti tentang diet DM, tetapi tidak mau mematuhi diet DM karena merasa sudah tidak ada keluhan. Hasil uji statistik didapatkan p=0.000, yang berarti ada perbedaan yang bermakna antara kepatuhan diet DM sebelum dan sesudah pelaksanaan self management intervention. Intervensi pertama dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan pada keluarga. Data yang didapatkan adalah keluarga belum mengerti tentang pengaturan makan untuk penderita DM tipe 2. Keluarga kemudian diajarkan materi tentang pengertian diet, manfaat, prinsip pelaksanaan, cara menghitung kebutuhan kalori, dan cara membuat menu sesuai dengan kalori yang dibutuhkan dalam waktu 24 jam. Waktu yang diperlukan untuk intervensi berbeda-beda untuk tiap keluarga. Akan tetapi, rata-rata dibutuhkan waktu minimal 3 bulan untuk mencapai tujuan agar keluarga mampu menjalankan diet secara teratur. Media yang digunakan adalah buku penduan diet DM. Pendidikan dan pelatihan dilanjutkan dengan memberikan motivasi sekaligus mengkaji komitmen keluarga untuk melakukan diet DM. Langkah berikutnya adalah memantau kepatuhan diet DM dengan food recall. Setelah keluarga menjalankan diet DM, keluarga diajarkan untuk membuat Tabel 1. Data kepatuhan diet DM sebelum dan sesudah dilaksanakan self management intervention Kepatuhan Diet Patuh Tidak Patuh Jumlah Sebelum 3 (15%) 17 (85%) 20 Sesudah 19 (95%) 1 (5%) 20 Paired T-Test (2-tailed) p= 0.000 146 Jurnal Ners Vol. 9 No. 1 April 2014: 143–150 catatan harian sendiri tentang makanan dan minuman yang dikonsumsi agar keluarga mampu mengevaluasi secara mandiri diet DM yang telah dilaksanakan. Apabila keluarga sudah mampu menjalankan diet DM secara benar, keluarga diberikan reinforcement untuk menguatkan perubahan perilaku yang sudah dilakukan. Tabel 2 menjelaskan bahwa hanya ada 6 (30%) responden yang patuh minum obat sebelum dilakukan intervensi, tetapi sesudah inter vensi selu r u h responden (100%) patuh untuk minum obat. Hasil uji statistik didapatkan p=0.000, yang berarti ada perbedaan yang bermakna antara kepatuhan minum obat sebelum dan sesudah pelaksanaan self management intervention. Penerapan self management intervention untuk meningkatkan kepatuhan minum obat dilaksanakan dengan memberikan pendidikan kesehatan. Materi pendidikan kesehatan yang diberikan adalah mengenai jenis obat yang biasa diberikan kepada penderita DM, khasiat dari masing-masing jenis obat, dosis obat, dan dampak apabila tidak minum obat secara teratur. Setelah keluarga memahami informasi yang diberikan, perawat membuatkan jadwal minu m obat pada tiap keluarga sesuai dengan jenis obat dan dosisnya. Setiap kali pasien selesai minum obat, keluarga harus memberikan tanda (vb) pada jadwal yang tersedia. Perawat melakukan follow up dengan melihat jadwal dan membandingkan dengan Tabel 2. Data kepatuhan minum obat sebelum dan sesudah dilaksanakan self management intervention Kepatuhan Minum Obat Patuh Tidak Patuh Jumlah Sebelum 6 (30%) 14 (70%) 20 Sesudah 20 (100%) 0 20 Paired T-Test (2-tailed) p= 0.000 Tabel 3. Data kepatuhan olahraga sebelum dan sesudah dilaksanakan self management intervention Kepatuhan olahraga Patuh Tidak Patuh Jumlah Sebelum 2 (10%) 18 (80%) 20 Sesudah 19 (95%) 1 (5%) 20 Paired T-Test (2-tailed) p= 0.000 berkurangnya jumlah obat yang tersedia. Setelah pemantauan selama satu bulan, perawat memberikan penguatan karena keluarga telah teratur minum obat dengan cara menyadarkan perubahan dari gejala yang dirasakan dan pemeriksaan kadar gula darah. Tabel 3 menjelaskan bahwa responden yang patuh berolahraga sebelum dilakukan intervensi hanya 2 (10%) responden dan sesudah intervensi terdapat 19 (95%) responden. Hasil uji statistik didapatkan p=0.000, yang berarti ada perbedaan yang bermakna kepatuhan olahraga sebelum dan sesudah pelaksanaan self management intervention. P e l a k s a n a a n s e l f m a n a g e m e n t intervention untuk meningkatkan kepatuhan berolah raga dilakukan dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang manfaat olahraga bagi penderita diabetes, jenis olahraga yang dapat dilakukan, dan urutan gerakan olahraga yang dianjurkan. Kemudian perawat membuat jadwal untuk senam secara bersama-sama pada 20 keluarga yang dilakukan intervensi. Senam dilaksanakan 2 kali per minggu selama 2 bulan dengan bantuan instruktur. Selama 2 bulan tersebut, dilakukan evaluasi kemampuan penderita DM dalam melakukan senam. Setelah dua bulan, semua penderita DM diminta untuk membuat jadwal sendiri untuk melakukan senam. Penderita DM lebih memilih untuk senam di rumahnya sendiri dengan jadwal disesuaikan dengan kesibukannya masing- masing. Perawat melakukan follow up kegiatan 147 Self Management Intervention (Siti Nur Kholifah) olahraga sesuai dengan jadwal yang dibuat. Perawat memberikan reinforcement setiap melakukan follow up care. Perawat juga menyadarkan bagaimana perubahan kebugaran jasmani setelah melakukan olahraga secara r utin. Penyadaran ini akan menguatkan keluarga untuk terus melanjutkan olahraga secara rutin. Waktu yang dibutuhkan keluarga untuk mampu melakukan olahraga sendiri di rumah adalah 2-3 bulan. Hasilnya, 3 keluarga melakukan olahraga 1 kali dalam seminggu dengan waktu 30 menit-1 jam, 12 keluarga 2-3 kali seminggu dengan waktu 30 menit-1 jam, dan 4 keluarga melakukan olahraga setiap hari dengan durasi waktu 30 menit-1 jam. Sementara ada 1 keluarga yang melakukan olahraga tidak secara rutin, karena alasan kesibukan. PEMBAHASAN Keberhasilan peningkatan kepatuhan penderita DM dalam melaksanakan diet dan minum obat di keluarga karena self management intervention dapat digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan, proses pengembangan ket rampilan pemecahan masalah penderita, dan meningkatkan self- effi cacy dalam situasi kehidupan nyata yang penting bagi penderita. Pendekatan ini juga mencakup perubahan sistem yang berfokus pada lingkungan perawatan primer. Keluarga dan petugas kesehatan dapat mendukung pender it a dalam pengelolaan dir i (self management). Upaya dapat dilakukan dengan penataan interaksi antara penderita, keluarga, dan petugas kesehatan dalam mengidentifi kasi masalah, membuat perubahan lingkungan yang menghilangkan hambatan pengelolaan diri, serta memberikan pendidikan secara individu, maupun melalui sumber daya manajemen diri masyarakat yang tersedia (Newman S., Steed L. & Mulligan K., 2005). Berdasarkan penelitian meta analisis dari Glazier, Bajcar, Kennie dan Wilson (2006), self management untuk perawatan DM terdiri dari monitoring glukosa darah, pengaturan diet, olahraga, minum obat, dan memanfaatkan pelayanan kesehatan pada saat membutuhkannya. Self management dilakukan setelah penderita DM memahami penyakitnya, mengerti komplikasi yang terjadi dan menyadari pentingnya perawatan diri. Self management menjadi suatu intervensi karena dianggap lebih efektif. Dikarenakan pemantauan perawatan terdapat pada diri penderita DM sendiri tidak tergantung pada anggota keluarga serta petugas kesehatan yang ada. Tahapan proses pelaksanaan intervensi self management adalah pertama, memberikan pendidikan dan pelatihan kepada penderita, keluarga, dan masyarakat tentang perawatan penyakit DM, komplikasi yang timbul akibat perawatan yang tidak teratur, ketrampilan mengenali tanda dan gejala, ketrampilan mengukur gula darah dan reduksi urin. Pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat dan keluarga sangat berpengaruh terhadap perilaku yang ditunjukkan. Pemberian materi disesuaikan dengan tingkat pendidikan masyarakat. Teori yang mendasari memberikan pendidikan ini adalah bahwa meningkatkan pengetahuan penderita tentang penyakit yang menyebabkan perubahan perilaku akan meningkatkan hasil klinis. Sebuah teori yang mendasari pemberian pendidikan pada self management adalah self- ef f ica c y. S elf- ef f ica c y mer upa k a n suatu keyakinan penderita sesuai dengan kemampuannya sendiri unt uk mencapai suat u per ilak u ter tent u at au mencapai pengurangan gejala sehingga hasil klinis me mbai k . D u k u nga n m a n aje me n d i r i memperluas peran profesional perawatan kesehatan dalam memberikan informasi untuk membantu penderita membangun kepercayaan dan membuat pilihan yang mengarah pada peningkatan manajemen diri dan hasil yang lebih baik. Pendidikan penderita biasanya diberikan oleh ahli kesehatan (Newman, Mulligan & Steed, 2004). Schamall (1994) dalam Lueckenotte (2000) mengkategorikan 6 (enam) informasi umum yang dibutuhkan, yaitu pengetahuan keluarga tentang kondisi fi sik penderita DM, peningkatan ketrampilan koping, perset ujuan dengan keluarga, komunikasi yang efektif dengan penderita DM, memanfaatkan pelayanan yang ada di masyarakat dan perencanaan perawatan 148 Jurnal Ners Vol. 9 No. 1 April 2014: 143–150 pada penderita DM dalam jangka waktu yang panjang. Pengetahuan keluarga tentang kondisi fi sik diberikan karena keluarga perlu mengetahui tentang tanda dan gejala penyakit DM, pengobatan yang dilakukan, penurunan kemampuan fungsional dan implikasi pada keluarga. Kedua, memberikan motivasi kepada keluarga dan masyarakat bahwa perawatan secara rutin pada penderita DM penting dilakukan untuk menghindari komplikasi. Berdasarkan beberapa teori, arti motivasi a d a l a h a l a s a n ya ng me nd a s a r i s e bu a h perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang memiliki motivasi tinggi berarti orang tersebut memiliki alasan yang kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya. Tujuan yang mendasari motivasi ditentukan sendiri oleh penderita DM. Penderita DM akan tergerak untuk melakukan perawatan secara rutin karena keinginannya untuk hidup sehat. Motivasi intrinsik inilah yang yang perlu dibangun pada penderita DM. Selain itu, motivasi ekstrinsik yang juga penting adalah dari keluarga. Keluarga merupakan orang terdekat dengan penderita DM mempunyai kesempatan yang besar untuk senantiasa memberikan dorongan agar penderita DM mau melaksanakan perawatan. Berdasarkan beberapa penelitian, sumber dukungan dari keluarga sangat penting untuk kesejahteraan fisik dan psikososial. Penderita DM akan memperoleh keunt ungan dari dukungan keluarga seperti kesehatan fi sik, kepuasaan diri, kesejahteraan emosional dan penyesuaian. Dukungan keluarga juga melindungi penderita DM dari dampak stres yang merugikan karena perawatan dalam jangka waktu yang lama (Rose, 1997 dalam Riasmini, 2002; Jang dkk, 2002 dalam Miller, 2004). Dorongan yang dapat diberikan keluarga di antaranya adalah dengan memberikan fasilitas yang dibutuhkan penderita DM untuk perawatan sehari-hari. K e t i g a , m e n g g u n a k a n m e t o d e perawatan langsu ng (direct care) pada keluarga dan masyarakat dalam jangka waktu tertentu dengan melibatkan partisipasi mereka dan memberdayakan potensi yang ada. Perawatan langsung dimaksudkan juga untuk memberikan contoh secara langsung dan melatih keluarga tentang perawatan penderita DM. Keluarga merupakan komponen utama sebagai pendukung dalam pemberian perawatan kepada usia lanjut di rumah (Jang dkk, 2002 dalam Miller, 2004). Keluarga didefi nisikan sebagai dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Anggota keluarga saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peranan masing-masing, dan menciptakan ser ta mempertahankan suatu budaya (Bailon & Maglaya, 1987). Helvie (1998), menyatakan bahwa tujuan dari pemberdayaan keluarga adalah meningkatkan potensi keluarga dalam bidang kesehatan agar mampu meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik bagi seluruh keluarga melalui kegiatan swadaya. Tahapan pemberdayaan terdiri dari tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sa d a r d a n pedu li, t a hap t r a n sfor ma si kemampuan berupa wawasan pengetahuan dan kecakapan dan tahap peningkatan kemampuan pengetahuan dan keterampilan, sehingga terbent uklah inisiatif ser ta kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian keluarga dalam melaksanakan perawatan DM. Keempat, mengad a kan follow up secara berkala dengan sistem pencatatan dan pelaporan. Kelima, proses penyadaran diri. Keluarga dianjurkan untuk membuat jadwal sendiri untuk perawatan dirinya dengan dibantu perawat. Misalnya mengatur dietnya, jadwal olahraga dan minum obat secara teratur. Untuk memantau pelaksanaan jadwal tersebut, keluarga diberikan suatu buku untuk mencatat setiap tindakan yang dilakukan dan dampak yang dirasakannya. Setiap keluhan yang dirasakan oleh klien dan upaya yang telah dilakukan dicatat dalam buku tersebut. Dengan metode ini diharapkan keluarga menyadar i apapu n yang telah dilakukannya ternyata membawa dampak bagi kondisi kesehatannya. Apabila keluarga atau masyarakat sudah sadar dengan dampak dan manfaat yang dirasakan dari setiap tindakan yang dilakukan, maka mereka akan dapat mengatur diri mereka sendiri untuk melakukan perawatan diri secara teratur. 149 Self Management Intervention (Siti Nur Kholifah) Pada saat keluarga sudah mencapai kondisi penyadaran diri, perawat dapat memberikan penguatan untuk membentuk kepercayaan diri dan meyakinkan perilaku keluarga yang telah terbentuk tersebut. Berdasarkan tabel 1 dan 3, ada 1 (satu) keluarga yang sama tidak patuh untuk menjalankan diet dan olahraga. Keluarga tersebut merasa dengan minum obat secara teratur sudah tidak ada keluhan. Keluarga mengatakan dahulu pada saat pertama kali didignosa DM sudah melakukan diet, tetapi penyakitnya tidak sembuh-sembuh. Kesibukan dalam mengurus rumah tangga juga alasan keluarga tidak melakukan olahraga. Hal ini dapat dijelaskan bahwa hambatan dalam kebe rha sila n self m a n age me nt a d ala h kondisi kronis yang sering terjadi sebagai komorbiditas. Penderita dengan penyakit kronis sering merasa jengkel, putus asa dan depresi, hal ini yang menjadi penghalang keefektifan self management. Rendahnya self-efficacy mer upakan potensi hambatan lain untuk pelaksanaan intervensi ini. Untuk mengatasi hambatan tersebut, berdasarkan beberapa hasil penelitian, kunci dari strategi pelaksanaan intervensi self management di masyarakat adalah 1) modif ikasi budaya masyarakat setempat dan mengidentif i kasi budaya masyarakat baik yang dapat menguatkan maupun yang melemahkan tercapainya tujuan intervensi; 2) mengajarkan masyarakat sebagai pendidik; 3) berorientasi juga pada perilaku masyarakat tentang pengobatan; 4) intensitas intervensi >10 kali kontak dalam waktu lebih dari 6 bulan (Glazier, Bajcar, Kennie dan Wilson, 2006). P e l a k s a n a a n s e l f m a n a g e m e n t memerlukan dukungan dari berbagai pihak terutama orang-orang yang ada di sekitar penderita DM. Dukungan dapat berasal dari pelayanan kesehatan yang ada, petugas kesehatan, anggota keluarga atau orang yang paling berpengaruh serta masyarakat sekitar. Semua komponen tersebut berkontribusi terhadap pembentukan kesadaran diri untuk melakukan perawatan secara teratur, sehingga penderita DM dapat memelihara stat us kesehatannya secara mandiri. KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ada peningkatan kepatuhan penderita DM Tipe 2 d alam mela k sa na ka n d iet DM, minum obat, dan olahraga setelah dilakukan self management intervention. Self management merupakan salah satu bentuk intervensi keperawatan yang bertujuan untuk membentuk kesadaran diri, sehingga penderita penya k it DM pat u h d alam mela k u kan perawatan secara teratur. Saran Pe r awat komu n it a s d i h a r apk a n dapat menerapkan strategi intervensi self management agar kepatuhan penderita DM dalam melakukan perawatan sehari-hari dapat meningkat. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui efektifi tas intervensi self management pada penderita DM di wilayah Jawa Timur. KEPUSTAKAAN A risman & Suyono. 2000. Pencegahan diabetes mellitus. Jakarta: Hipokrates. Arora. 2007. Press diabetes. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer. Bailon & Maglaya. 1987. Family health nursing: the process, Philippiness: UP. College of Nursing Diliman, Quezon City. Brunner & Suddarth. 2000. Medical surgical n u r si n g. (9 t h e d). Ph i l a d el p h i a : Lippincott Depkes RI, 2005, Diabetes mellitus di Indonesia, http://www.depkes.go.id diperoleh tanggal 1 Oktober 2006. Glazier, Bajcar, Kennie dan Wilson. 2006. A systematic review of intervention to improve diabetes care in sicially disadvantaged populations. Proquest Medical Library. 29 (7). 1675-1688. Helvie. 1998. Advanced practice nursing in the community. New Delhi India: SAGE Publication Inc. Jones. 2003. Self management and self direction in the success of native literacy learners, http://www.proquest.umi.com diperoleh tanggal 4 Desember 2006 150 Jurnal Ners Vol. 9 No. 1 April 2014: 143–150 Miller. 2004. Nursing for wellness in older adults: theory and practice. (4th ed.), Philadelphia : Lippincott. Newman, Steed, & Mulligan. 2004. Self management intervention for chronic illness. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/15500899 diperoleh tanggal 3 September 2013. Ta kosh ia n. 1997. Self management in organization, http://www.proquest. umi.com diperoleh tanggal 4 Desember 2006 Yukl. 1994. Leadership in organization. New Jersey: Prentice-Hall Inc. Lueckenotte. 2000. Gerontologic nursing. (2th ed.). St. Louis: Mosby. Watkins, Edward, & Gastrell. 2003. Community health nursing: framework for practice. (2nd ed.), London: Bailliere Tindall.