Vol 9 No 1 April 2014.indd 151 MAKNA SEKSUALITAS PADA REMAJA ETNIS JAWA DI SMA WILAYAH SURABAYA UTARA (The Meaning of Sexuality for Javaneese Adolecent at Senior High School, North Surabaya) Hilmi Yumni*, Siti Nur Kholifah*, Asnani* Program Studi D III Keperawatan Kampus Sutopo Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Jl. Parangkusuma No.1 Surabaya E-mail: kholifah_stp@yahoo.co.id ABSTRAK Pendahuluan: Salah satu masalah kesehatan reproduksi remaja yang dihadapi negara-negara berkembang adalah masalah seksualitas. Permasalahan seksualitas bersifat multi faktor. Salah satunya faktor budaya, di mana hambatan budaya berpengaruh pada sosialisasi kesehatan reproduksi dan pendidikan seksual pada remaja. Selama ini pembicaraan tentang seksualitas di kalangan remaja masih dianggap tabu. Metode: Penelitian merupakan studi kualitatif. Jumlah informan sebanyak 10 siswa remaja, 1 tokoh masyarakat, 2 orang tua remaja, dan 2 orang guru. Data diperoleh dari hasil wawancara mendalam (indepth interview). Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil: Penelitian ini menghasilkan temuan-temuan tentang: 1) persepsi mengenai seksualitas sebagai hubungan intim atau aktifi tas fi sik yang didorong oleh hasrat dengan lawan jenis, persepsi tentang pergaulan remaja berkaitan dengan seksualitas dipandang sebagai sesuatu yang sangat memprihatinkan karena di luar norma dan adat istiadat, informasi tentang seksualitas lebih banyak diperoleh dari lingkungan sekolah dalam hal ini teman sebaya, media, lingkungan rumah, dalam hal ini masyarakat sekitar rumah dan hampir tidak ada yang mendapat informasi dari orang tua, dan norma-nilai-budaya masih diyakini remaja sebagai kendali diri dalam kegiatan yang berkaitan dengan seksualitas seperti pacaran; 2) perilaku remaja berkaitan dengan seksualitas yaitu perilaku seksual remaja ketika berpacaran masih normatif yang dipengaruhi oleh budaya timur, tidak ditemukan adanya informan yang melakukan hubungan seksual sebelum ada ikatan perkawinan; 3) psikoseksual remaja, dipengaruhi oleh hubungan sosial remaja di lingkungan rumah, termasuk kedekatan dengan orang tua, norma, nilai yang ditanamkan pada remaja ketika di rumah. Diskusi: Berdasarkan hasil penelitian dapat diberikan saran salah satunya bahwa diperlukan pembicaraan terbuka mengenai informasi seks dan seksualitas kepada remaja. Kata kunci: persepsi, perilaku, seksualitas, remaja ABSTRACT Introduction: One of reproductive health issues on adolescent in developing countries was sexuality. Issues of sexuality was multifactor, such as cultural factors. Cultural barriers affect the socialization of reproductive health and sexual education in adolescents, because it was considered taboo to talk about it. Method: This study was a qualitative study. The number of informants as many as 10 adolescent students, one community leader, 2 parent of adolescents, 2 teachers. The data shown is obtained from in-depth interviews. Data were then analyzed by using interactive analysis model, including data reduction, data display, and conclusion. Result: The result had shown that 1) perceptions of sexuality was understood as sexual intercourse or physical activity that was driven by the desire to the opposite sex, perceptions about adolescent promiscuity with regard to sexuality was seen as something that very concern because beyond norms and customs, many sexuality information was obtained from school environment such as peers, media, environment (in this case was people around the house) and none got information from the parents, and the norms-values -culture were believed as self-control in activities related to sexuality such as relationship; 2) adolecent’s behavior related to sexuality was associated with relationship and still done normatively, infl uenced by eastern culture, there was no informant who had sexual intercourse before marriage; 3) psychosexual of adolescent, were affected by social relationships in their environment at home, including closeness to parents, norms, values learned at home. Discussion: Based on the research results can be given suggestions that one of them needed to talk openly about sex and sexuality information to youth. Key words: perception, behavior, sexuality, adolescent 152 Jurnal Ners Vol. 9 No. 1 April 2014: 151–157 PENDAHULUAN Salah satu masalah kesehatan reproduksi r e m aja ya ng d i h a d a pi neg a r a - neg a r a berkembang adalah masalah seksualitas. Di Indonesia, masalah seksualitas remaja antara lain pengetahuan yang tidak lengkap dan tidak tepat tentang masalah seksualitas, kurangnya bimbingan untuk bersikap positif dalam hal yang berkaitan dengan seksualitas, penyalahgunaan narkotika dan zat aditif yang mengarah kepada penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik dan melalui hubungan seks bebas, penyalahgunaan seksualitas, kehamilan remaja, dan kehamilan pranikah (Depkes, 2002). Lembar fakta yang diterbitkan oleh PKBI, United Nation Population Fund Ascosiation (UNFPA) dan BKKBN menyebutkan bahwa setiap tahun terdapat sekitar 15 juta remaja berusia 15-19 tahun melahirkan, sekitar 2,3 juta kasus aborsi juga terjadi di Indonesia di mana 20% nya dilakukan oleh remaja. Fakta lain menunjukkan bahwa sekitar 15% remaja usia 10-24 tahun yang jumlahnya mencapai 52 juta telah melakukan hubungan seksual di luar nikah (Bagoes, 2004). K e s e h a t a n r e p r o d u k s i r e m a j a merupakan masalah kompleks tersendiri. Beberapa fenomena yang tergambar secara kuantitatif seper ti dalam uraian di atas sepertinya remaja sangat ter pojok dalam masalah seksualitas, padahal permasalahan seksualitas bersifat multifaktor. Salah satunya adalah faktor budaya, di mana hambatan budaya berpengaruh pada sosialisasi kesehatan reproduksi dan pendidikan seksual pada remaja karena membicarakannya dianggap tabu (Widiantoro, 2001). Apabila dikaitkan dengan psikologi perkemba nga n remaja , sei r i ng denga n pertumbuhan primer dan sekunder pada remaja ke arah kematangan yang sempurna, menimbulkan hasrat dan dorongan untuk menyalurkan keinginan seksualnya. Hal tersebut mer upa ka n su at u ya ng waja r karena secara alamiah dorongan seksual ini memang harus terjadi untuk menyalurkan kasih sayang antara dua insan, sebagai fungsi pengembangbiakan dan mempertahankan keturunan (Hurlock, 1990). Permasalahannya adalah remaja menyalurkan dorongan seksual tersebut dengan cara yang tidak bertanggung jawab, k a re na sebag ia n be sa r remaja mendapatkan pemahaman yang salah tentang seksualitas (Sarwono, 2006). Me n u r u t Fr e u d d a l a m Hu rlo c k (1990), pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual. Jika tahap-tahap psikoseksual dilalui dengan sukses, maka akan didapatkan kepr ibadian yang sehat. Bila dikaitkan dengan teori Freud, maka pada masa remaja berada pada fase genital, di mana fase tersebut merupakan fase di mana remaja mengembangkan minat seksual yang kuat pada lawan jenis. Penelitian ini ingin mengeksplorasi makna seksualitas pada remaja etnis Jawa melalui kajian persepsi remaja tentang seksualitas, perilaku remaja berkaitan dengan seksualitas dan tahapan psikoseksual menurut Freud dari pandangan remaja itu sendiri, orang tua, guru, dan tokoh masyarakat. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif agar dapat menangkap fenomena yang ada di lapangan. Kemudian dikaji lebih mendalam berkaitan dengan makna seksualitas remaja. Informasi yang diperoleh di lapangan disusun ke dalam teks yang menekankan pada masalah proses dan makna. Informasi at au d at a tersebut ber upa keterangan, pendapat, pandangan, tanggapan/respon yang berhubungan dengan makna seksualitas. Informan dalam penelitian ini adalah remaja, orang tua, guru, dan tokoh masyarakat. Sedangkan remaja berasal dari siswa dan siswi SMA Kawung dari Suku Jawa yang ada pada saat penelitian dan bersedia di wawancara. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (indepth interview). Inst r umen yang dig unakan dalam pengumpulan data adalah peneliti sendiri. Alat bantu pendukung adalah pedoman wawancara, catatan lapangan, dan tape recorder. 153 Makna Seksualitas pada Remaja Etnis Jawa (Hilmi Yumni, dkk.) HASIL Jumlah informan remaja siswa sebanyak 10 siswa (3 laki-laki dan 7 perempuan), tokoh masyarakat 2 orang (1 orang laki-laki dan 1 orang perempuan), guru 2 orang (semuanya laki-laki) dan orang tua yang mempunyai anak remaja sebanyak 2 orang (1 orang laki-laki dan 1 orang perempuan). Semua informan berasal dari Suku Jawa. Hasil dan analisis penelitian yang sesuai dengan pokok permasalahan yaitu makna seksualitas remaja pada etnis jawa dipandang dari persepsi, perilaku remaja terhadap seksualitas dan riwayat psikoseksual. Persepsi tentang seksualitas remaja. Remaja ketika mendengar kata “seksualitas” yang terbayang adalah aktivitas hubungan badan atau hubungan kelamin yang berlainan jenis. Sesuai dengan pernyataan informan sebagai berikut : “Seksualitas berkaitan dengan melakukan hubungan badan dengan lawan jenis” (S/4) Menurut orang tua, bahwa seksualitas adalah hubungan intim suami istri. Sesuai dengan pernyataan informan sebagai berikut “Seksualitas adalah hubungan intim suami isteri ...”(O/2) Persepsi guru tentang seksualitas juga diartikan sebagai hubungan badan. Sesuai dengan pernyataan informan sebagai berikut: “Seksualitas itu melakukan hubungan intim antara kedua manusia yang lain jenis” (G/2) Menur ut tokoh masyarakat bahwa seksualitas adalah suat u kegiatan yang berhubungan dengan naluri manusia terhadap lawan jenis. Sesuai dengan per nyataan informan sebagai berikut: “Seksualitas itu adalah kegiatan yang berhubungan dengan naluri manusia terhadap lawan jenis” (T/1) Penilaian yang diu ngkapkan oleh remaja terhadap pergaulan remaja sekarang ini berkaitan dengan seksualitas sudah mengarah ke negat if, remaja bera rg u men bahwa pergaulan remaja di Surabaya saat ini sudah kelewat batas, karena kemajuan teknologi, mudahnya akses gambar/video porno lewat jaringan internet, kurang perhatian orang tua. Hal itu sesuai dengan pernyataan informan sebagai berikut: “Remaja saat ini mudah mengakses jaringan internet, sehingga banyak dipengaruhi budaya asing” (S9) Menurut orang tua bahwa pergaulan remaja sekarang ini adalah bebas akibat kemajuan teknologi dan kurangnya perhatian orang tua. Hal itu sesuai dengan pernyataan informan sebagai berikut: “ Remaja pergaulan bebas karena kemajuan teknologi dan kurangnya perhatian orang tua pada anak” (O1) Pandangan gur u berkaitan dengan pergaulan remaja sekarang ini tergolong sangat berani, bebas, tidak ada rasa malu pada lingkungan. Hal ini dampak dari kemajuan teknologi dan kurangnya perhatian orang tua. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan sebagai berikut: “Pergaulan remaja hampir 70 % sangat berani dan tidak ada rasa malu pada lingkungan, akibat perkembangan teknologi dan kurang perhatian orang tua” (G1/G2) Toko h m a s y a r a k a t b e r p e n d a p a t bahwa pergaulan remaja sekarang ini sangat membahayakan bila tidak ada dasar agama. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan sebagai berikut: “Pergaulannya sangat berbahaya bila tidak diberi pengarahan dan pendidikan agama”(T/1) Informasi tentang seksualitas yang didapatkan remaja berasal dari media TV, internet, sekolah, guru, kelompok remaja di masyarakat, melalui seminar, majalah, koran, teman sepergaulan, lingkungan rumah (tetangga). Informasi yang didapatkan di sekolah berkaitan dengan pengenalan alat reproduksi dan fisiologinya, dampak seks bebas, penyakit HIV/AIDS. Informan remaja tidak ada yang mendapatkan infor masi seksualitas dari lingkungan keluarga. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan informan sebagai berikut: “Saya dapatkan informasi seksualitas dari sekolah, internet, dan TV, tentang organ 154 Jurnal Ners Vol. 9 No. 1 April 2014: 151–157 kelamin laki dan perempuan, proses fertilisasi” (S9) Pandangan orang tua informasi tentang seksualitas didapatkan dari sekolah, media cetak, TV. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan orang tua berikut: “Informasi tentang seks dari sekolah, media cetak, TV” (O1/O2) Pandangan gur u, bahwa infor masi tentang seksualitas diperoleh dari media Televisi. Sesuai dengan pernyataan Informan berikut: “Informasi seksualitas dari Televisi....”(G1/G2) Menurut tokoh masyarakat informasi seksualitas dari media Televisi, internet. Sesuai dengan pernyataan Informan berikut: “ ....dari media televisi dan internet” (T) Pendapat tentang budaya, norma dan larangan yang berkaitan dengan pacaran dan seksualitas dilingkungan. Informan yang berasal dari remaja mereka menyatakan tidak setuju melakukan hubungan badan sebelum menikah, karena orang tua mengajarkan tidak boleh melanggar norma agama. Hal itu sesuai dengan pernyataan informan berikut: “Orang tua melarang melakukan tindakan yang dilarang agama” (S2, S5) “Orang tua melarang melakukan hubungan seks sebelum menikah” (S1) Pendapat orang tua tentang norma berkaitan dengan pacaran dan seksualitas adalah bahwa hubu ngan seksual har us dilakukan bila ada ikatan pernikahan sebagai suami isteri. Hal itu sesuai dengan pernyataan informan berikut: “Tidak boleh hubungan intim layaknya suami isteri di luar nikah” (O1) Pendapat guru tentang norma pacaran dan seksualitas tidak setuju bila melakukan hubungan seks yang tidak wajar. Sesuai dengan pernyataan informan berikut: “ ...Melakukan hubungan seks tak wajar” (G2) Pendapat dari tokoh masyarakat bahwa dilarang pacaran melebihi batas. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Informan sebagai berikut: “Tidak boleh pacaran melebihi batas” (T1) Hal-hal yaang dianggap tabu berkaitan dengan seksualitas juga diungkapkan oleh informan orang tua, guru, tokoh masyarakat seperti membicarakan tentang seks dengan orang lain, menjelaskan secara terbuka pada remaja. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan informan sebagai berikut: “Membicarakan hubungan suami isteri tidak boleh diketahui oleh orang lain”(O1 & O2) “Tidak pantas menjelaskan secara vulgar pada remaja tentang seks” (G2) Dari pendapat informan orang tua dan guru, membicarakan tentang seksualitas adalah hal yang tidak pantas dibicarakan dengan remaja. Informan remaja siswa sebagian besar tinggal di rumah dengan orang tua. Remaja merasa nyaman dengan suasana r umah dan terdapat beberapa pendapat berkaitan dengan perlakuan yang didapatkan di rumah. Sebagian informan remaja tempat tinggalnya dekat dengan komplek hiburan malam. Aktifi tas yang dilakukan sewajarnya sebagai siswa ketika di sekolah dan di rumah sebagai bagian dari anggota keluarga dengan tugas perkembangannya. Demikan juga pendapat dari informan orang tua, guru dan tokoh masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan sebagai berikut: “ Suasana rumah sangat menyenangkan” (S9/ S8/S7/S4) “Kegiatan saya di rumah belajar dan membantu orang tua..”(S2/S6) Perilaku remaja terhadap seksualitas. Pendapat informan terhadap pergaulan remaja sekarang ini berkaitan dengan perilaku pacaran mereka gambarkan sebagai pergaulan yang sudah melebihi batas norma agama. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan sebagai berikut: “Remaja sekarang banyak yang berhubungan badan yang belum sah/bukan muhrimnya dan memegang bagian yang terlarang” (S3) “Pergaulan remaja sangat tidak wajar karena menurut sayapergaulan jaman sekarang di luar batas norma agama” (S8) 155 Makna Seksualitas pada Remaja Etnis Jawa (Hilmi Yumni, dkk.) “Perilaku remaja sekarang dalam pergaulan sangat berbahaya bila tidak diberi pengarahan dan pendidikan agama” (T1) “Pergaulan remaja hampir 70% sangat berani dan tidak ada rasa malu pada lingkungan..”(G2) Informan remaja sebagian mengatakan bahwa pacaran itu penting karena bisa menjadi motivasi dalam belajar dan saling membantu dalam memecahkan masalah. Hal itu juga diungkapkan oleh informan baik dari guru, tokoh masyarakat maupun orang tua. Berikut ini pernyataan informan: “Berpacaran untuk memberi semangat belajar, dukungan, tempat curhat..”(S2) Pe n g a l a m a n s el a m a b e r p a c a r a n terutama hal-hal yang dilakukan oleh remaja adalah berpegangan tangan, berpelukan, cium pipi, dan cium dahi. Mereka tidak berani melakukan hal yang lebih jauh karena merasa melanggar norma agama. Aktifi tas lain yang dilakukan selama pacaran antara lain jalan bersama, nonton film, berkirim surat. Hal itupun sama pendapatnya dengan informan guru, orang tua dan tokoh masyarakat. Sesuai dengan pernyataan informan sebagai berikut: “ ...ciuman pertama saya lakukan ketika ulang tahun kelas 1 SMA..”(S2) “...ketika pacar mengajak berhubungan seksual saya tolak karena melanggar norma yang berlaku di keluarga, agama maupun masyarakat dan belum cukup umur..”(S9(T1/ O/G1) Perilaku remaja dalam menonton fi lm/ video porno sebagian sudah mengaksesnya lewat internet sejak dari SMP. Sebagian remaja menganggap bahwa nonton video porno itu belum pantas dan tidak berani menontonnya. Respon remaja setelah menonton video porno sebagian biasa saja dan sebagaian memiliki perasaan emosional takut dan menjijikkan. Hal itu seperti yang disampaikan oleh informan berikut: “ ...Saya nonton luna, cut tari dan ariel bersama teman saya perempuan..”(S2) Informan siswa sebagian besar (80%) pernah menonton video porno, tetapi tidak ber pengar uh pada keinginan melakukan hubungan badan dengan lawan jenis. Pe r i la k u re m aja juga b e rk h aya l melakukan hubungan seksual, diwujudkan d ala m be nt u k m i mpi, na mu n me rek a mengalihkannya lebih ke arah positif dengan berargumen bahwa hubungan seksual boleh dilakukan oleh pasangan yang sudah menikah. Hal itu sesuai dengan yang diungkapkan oleh informan sebagai berikut: “ ...pernah membayangkan melakukan hubungan seksual, kemudian mimpi...”(S9) Psikoseksual remaja. Perkembangan psikoseksual remaja menurut Freud ketika berada pada fase falik dan laten sesuai dengan tahapan perkembangan remaja. Fase laten, berdasarkan pendapat dari informan remaja bahwa remaja perempuan sangat dekat dengan ayahnya dan remaja laki-laki sangat dekat dengan ibunya, remaja menganggap hal ini wajar tanpa dapat memberikan alasan yang jelas. Sedangkan menurut informan orang tua, tokoh masyarakat dan guru lebih menekankan pada pentingnya memisahkan anak yang sudah akil baligh sewaktu tidur di kamar yang berbeda dengan orang tua. Hal itu sesuai dengan pernyataan informan berikut: “....wajar-wajar saja anak perempuan dengan ayahnya dan sebaliknya...”(S3) “ ...setelah akil baligh tidur harus terpisah dengan ibunya bagi anak laki-laki, demikian juga anak perempuan terpisah dengan ayahnya..”(G1) Fase genital. Pendapat informan tentang perkembangan seksualitas pada fase genital adalah sebagai berikut : “ ...kedekatan dengan lawan jenis hanya sebatas berpacaran dengan aturan yang sudah ditetapkan orang tua” (S9) “...harus bisa jaga diri dan memegang adat ketimuran dan patuh...”(T1) PEMBAHASAN Berdasarkan data yang disampaikan informan siswa, orang tua, guru, dan tokoh masyarakat bahwa makna seksualitas adalah 156 Jurnal Ners Vol. 9 No. 1 April 2014: 151–157 hubungan badan dengan lawan jenis. Dalam kultur masyarakat kita, kata seks hampir selalu berkonotasi negatif begitu mendengar kata “seks” yang terbayang adalah aktifi tas yang terkait dengan hubungan kelamin. Seks dalam arti sebenarnya adalah alat kelamin, mengacu pada sifat-sifat biologis yang secara kasat mata berbentuk fi sik yang mendefi nisikan manusia sebagai perempuan atau laki-laki (Kemenkes RI, 2009). Begitu juga dengan seksualitas sering kali dipahami hanya sebuah aktifi tas fi sik yang didorong oleh hasrat dengan lawan jenis yang sebenarnya adalah aspek dalam kehidupan manusia sepanjang hidupnya yang berkaitan dengan alat kelaminnya. Seksualitas dialami dan diungkapkan dalam pikiran, khayalan, gairah kepercayaan, sikap, nilai, perilaku, perbuatan, peran, dan hubungan (Kemenkes RI, 2007). Penilaian pergaulan remaja dari informan siswa, orang tua, guru, dan tokoh masyarakat dimaknai dengan pergaulan yang bebas antar lawan jenis didukung dengan perhatian yang kurang dari orang tua dan kemajuan teknologi, sehingga akses situs porno dapat dengan mudah diperoleh. Sumber informasi tentang seksualitas yang disampaikan para informan siswa, guru, orang tua dan tokoh masyarakat adalah dari media cetak dan elektronik, tidak ada yang menyampaikan sumber informasi tentang seksualitas dari keluarga. Berbicara tentang seksualitas maka yang ada dipemikiran masyarakat secara umum adalah sesuatu atau topik yang sangat sensitif bahkan tabu untuk diperbincangkan secara terbuka baik di dalam keluarga atau publik. Orang tua dan pendidik jadi tidak mau terbuka atau berterus terang kepada anak-anak atau anak didik mereka tentang seksualitas, takut kalau anak-anak itu ikut-ikutan mau melakukan seks sebelum waktunya (seks sebelum menikah), sehingga tabu untuk dibicarakan (Sarwono, 2011). Berbagai pendapat informan siswa, orang tua, guru dan tokoh masyarakat tentang norma dan budaya pacaran adalah melarang pacaran melebihi batas seperti melakukan hubungan badan sebelum menikah. Akan tetapi menurut informan, perilaku remaja dalam berpacaran sudah melewati batas dan tanpa rasa malu, seperti melakukan hubungan badan sebelum menikah. Berdasarkan pendapat informan siswa dan g u r u, ber pacaran juga mempunyai dampak positif yaitu sebagai motivasi dalam belajar dan mencurahkan rasa kasih sayang antar sesama. Pendapat dari informan siswa, orang tua, guru, dan tokoh masyarakat tentang perilaku berpacaran adalah tidak sampai melakukan hubungan badan sebelum menikah karena melanggar norma keluarga, agama, dan masyarakat. Menurut informan siswa, hubungan seks sebelum menikah merugikan diri sendiri, sehingga apabila ada keinginan untuk melakukan hubungan seks dialihkan kepada hal lain. Pe r i l a k u s e k s u a l r e m aja d a l a m ber pacaran sebagian lebih karena alasan motivasi dalam belajar, ingin diperhatikan dan dimanja. Perilaku yang ditunjukkan dalam berpacaran seperti ngobrol, curhat, berpegangan tangan, ciuman pipi, dan cium dahi. Sebagian remaja juga mengakses fi lm/ video porno, sebagian yang tidak mengakses fi lm/video porno menganggap bahwa itu belum pantas dan tidak berani menontonnya. Yuanita (2011) menyatakan bahwa seiring dengan pertumbuhan primer dan sekunder pada remaja kearah kematangan yang sempurna, muncul juga hasrat dan dorongan untuk menyalurkan keinginan seksualnya. Perkembangan psikoseksual remaja menurut Freud berada pada fase falik dan laten. Berdasarkan pendapat informan siswa dan guru, kedekatan anak dengan orang tua dengan berlawanan jenis, anak perempuan dengan ayahnya dan anak laki-laki dengan ibunya. Pada fase laten sebenar nya sudah berkembang ke arah interaksi sosial, keingin- tahuan tentang seksualitas tetap berlanjut dan tahapan ini penting dalam pengembangan komunikasi dan kepercayaan diri. Oleh karena itu, pada tahap ini adanya kedekatan dengan orang tua dapat menjembatani dan meluruskan remaja dalam menerima informasi seksualitas yang menyesatkan dari akses media, teman atau sumber lainnya. 157 Makna Seksualitas pada Remaja Etnis Jawa (Hilmi Yumni, dkk.) Menurut pendapat informan remaja tent ang kedekat an dengan lawan jenis mengatakan bahwa hubungan remaja dengan lawan jenis sewajarnya sebagai teman, saling menghargai. Namun, bila remaja tersebut ber peran sebagai pacar maka hubungan kedekatan remaja tersebut sebatas pacaran dengan aturan yang ditetapkan oleh orang tua. Sedangkan dari pendapat tokoh masyarakat, orang t ua dan g u r u tentang hubu ngan kedekat a n remaja denga n lawa n jen is mengatakan harus dibatasi dan menjaga diri karena masih memegang adat ketimuran. Pada fase fali k (genit al), remaja mengembangkan minat seksual yang kuat pada lawan jenis. Menurut remaja bahwa hubungan remaja dengan lawan jenis sewajarnya sebagai teman, saling menghargai, namu n bila remaja tersebut berperan sebagai pacar maka hubungan kedekatan remaja tersebut sebatas pacaran dengan aturan yang ditetapkan oleh orang tua. Sedangkan dari pendapat tokoh masyarakat, orang tua dan gur u tentang hubungan kedekatan remaja dengan lawan jenis mengatakan harus dibatasi dan menjaga diri karena masih memegang adat ketimuran. Hal ini berkaitan dengan aspek budaya. Dalam penelitian ini semua informan berasal dari etnis Jawa, sehingga argumen-argumen yang di sampaikan hampir selalu dikaitkan dengan nilai, norma, aturan, bahkan dengan agama. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Makna seksualitas remaja etnis Jawa merupakan hubungan dengan lawan jenis yang masih memperhatikan norma, nilai, budaya dan aturan agama, tidak melakukan hubungan badan sebelum menikah, tidak ada pengaruh untuk melakukan hubungan seksual ketika menonton video porno, dan pacaran yang dilakukan digunakan sebagai semangat untuk belajar dan mencurahkan rasa kasih sayang. Saran Saran yang ditujukan kepada remaja d i ha rapka n u nt u k tet ap men i ng kat ka n pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi remaja dan memper tahankan perilaku seksual yang baik dan bertanggung jawab. Bagi orang tua harus bersifat terbuka dalam membicarakan masalah seksual kepada anaknya, disesuaikan dengan perkembangan anak, tidak memandang tabu terhadap informasi seksualitas. KEPUSTAKAAN Bagoes. 2004. Demografi umum. Jakarta: Pustaka Pelajar. Bungin. 2008. Metodologi penelitian kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafi ndo Persada. Depkes RI. 2002. Pedoman pelaksanaan kegiatan, komunikas informasi, edukasi (KIE), kesehatan reproduksi: untuk petugas kesehatan di tingkat pelayanan dasar. Jakarta: Depkes RI. Hurlock. 1990. Developmental psychology: a lifespan approach. Boston: McGraw- Hill. Hurlock. 1973. Adolescent development. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha. Santrock. 2003. Adolescence perkembangan remaja. Jakarta: Erlangga. Sarwono. 2011. Psikologi remaja ed. revisi cet. 14. Jakarta: Rajawali Pers. Tim Penulis Poltekkes Depkes Jakarta I. 2010. Kesehatan remaja: problem dan solusinya. Jakarta: Salemba Medika. Torsina. 2010. Seks remaja: isu dan tips. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer. Wawan & Dewi. 2010. Pengetahuan, sikap, dan perilaku manusia. Yogyakarta: Nuha Medika. Wiknjosastro. 2005. Ilmu kandungan. Jakarta: Yaya sa n Bi n a P u st a k a Sa r wono Prawirohardjo. Yuanita. 2011. Fenomena dan tantangan remaja menjelang dewasa. Yogyakarta: Brilliant Books.