Vol 8 No 2 Oktober 2013.indd 183 INDIKATOR PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI OLEH PASIEN RAWAT INAP RUMAH SAKIT TENTARA dr. SOEPRAOEN MALANG (Inpatients Nutritional Requirements Indicator at Army Hospital dr. Soepraoen Malang) Kumboyono*, Vina* * PSIK-FK Universitas Brawijaya Jl. Veteran Malang 65145 E-mail: kumbo_yono05@yahoo.com ABSTRAK Pendahuluan: Penerimaan pasien terhadap diet sangat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien selama masa rawat inap. Penerimaan terhadap diet yang diberikan rumah sakit dapat dilihat dari jumlah sisa makanan, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah makanan tambahan, cita rasa makanan, tingkat adaptasi lingkungan rumah sakit sehingga mempengaruhi motivasi untuk makan. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penerimaan diet makanan biasa oleh pasien di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Tentara dr. Soepraoen Malang. Metode: Desain penelitian yang digunakan deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional. Sampel dipilih secara purposive sampling pada 51 responden. Analisis data menggunakan chi-square dengan derajat kemaknaan 95%. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifi kan antara Makanan Tambahan dengan Sisa Makanan (pV = 0,018). Terdapat hubungan yang signifi kan antara Cita Rasa dengan Sisa Makanan (pV = 0,032). Terdapat hubungan yang signifi kan antara Tingkat Adaptasi dengan Sisa Makanan (pV = 0,026). Diskusi: Disimpulkan bahwa makanan tambahan, cita rasa makanan, dan tingkat adaptasi berhubungan dengan penerimaan pasien rawat inap terhadap diet. Disarankan agar perawat lebih memperhatikan faktor-faktor tersebut dalam memenuhi kebutuhan nutrisi pasien rawat inap di rumah sakit. Kata kunci: diet makanan biasa, makanan tambahan, cita rasa makanan, tingkat adaptasi, sisa makanan ABSTRACT Introduction: Patient acceptance to diet infl uences patient intake during the hospitalization. Patient acceptance on meals provided by the hospital can be seen from the left over. Whilst factors which infl uences patient motivation to fi nish their meals including addtional food, taste, and adaptation level to the hospital, the aim of this research was to identify factors that related to patient acceptance on meals provided by the hospital in class three ward dr. Soepraoen Hospital, Malang. Method: Descriptive analitic was used as research design with cross-sectional approach. As many as 51 samples were chosen with purposive sampling. Data was analyzed with chi square with 95%signifi cance. Results: The results showed a signifi cant relation between additional food and the leftover (p-Value = 0,018). There is signifi cant relation on the taste and the leftover (p-Value = 0.032) and adaptation level and leftover (p-Value = 0.026). Discussion: It can be concluded that additional food, taste, and adaptation level to the hospital have signifi cant relation with hospitalized patient acceptance on their diet. It is suggested that nurse pay more attention on these factors to fulfi ll patient nutrition needs during hospitalization. Keywords: diet, additional food, taste, adaptation level, leftover PENDAHULUAN Berdasar visi Indonesia Sehat 2025 diharapkan masyarakat Indonesia memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan juga memperoleh jaminan kesehatan. Pelayanan kesehatan bermutu yang dimaksud adalah pelayanan yang dapat memenu hi kebut u han masyarakat ser ta diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika profesi (Depkes RI, 2009). Salah satu usaha untuk mencapainya adalah memperbaiki sistem dan manajemen pelayanan di rumah sakit sebagai salah sat u penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat. Rumah sakit merupakan salah satu tempat umum yang memberikan pelayanan kesehat a n masya ra kat ya ng kompleks, sehingga banyak sekali pelayanan kesehatan yang berkaitan dan saling bekerja dalam satu tim kesehatan mulai dari pelayanan medis, pelayanan keperawatan, pelayanan gizi, dan pelayanan rehabilitasi (Evawati, 2008). Salah satu pelayanan di rumah sakit yang memegang peranan penting adalah Pelayanan Gizi di Rumah sakit (PGRS). Hal ini mer upakan bagian integral dari pelayanan kesehatan paripurna di rumah sakit dengan beberapa kegiatan, antara lain 184 Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 183–189 pelayanan gizi rawat inap. Pelayanan gizi rawat inap adalah, serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien melalui makanan sesuai penyakit yang dideritanya. Adapun pelayanan gizi rawat inap yang paling umum yaitu penyelenggaraan makanan bagi pasien yang dirawat (Almatsier, 2010). Penyelenggaraan makanan di rumah sakit dilaksanakan dengan tujuan untuk menyediakan makanan yang kualitasnya baik, jumlah sesuai kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi pasien yang membutuhkan (Depkes, 2007). Mutu pelayanan gizi yang baik akan mempengaruhi indikator mutu pelayanan Rumah Sakit. Semakin baik kualitas pelayanan gizi rumah sakit semakin tinggi tingkat kesembuhan pasien, semakin pendek lama rawat inap dan semakin kecil biaya perawatan rumah sakit (Depkes, 2007). Keberhasilan suatu pelayanan gizi antara lain dikaitkan dengan daya terima pasien terhadap diet yang disajikan, sehingga merupakan salah satu cara penentuan dari evaluasi yang sederhana dan dapat dipakai sebagai indikator keberhasilan pelayanan gizi (Susetyowati, 2010). Penerimaan diet oleh pasien rumah sakit dapat dilihat dari jumlah sisa makanan di rumah sakit. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah makanan tambahan di luar diet rumah sakit, cita rasa makanan yang kurang enak, tingkat adaptasi terhadap lingkungan rumah sakit yang berbeda dengan lingkungan rumah sehingga mempengaruhi motivasi untuk makan (Soegianto, 2008). Makanan tambahan biasanya dibawa oleh keluarga pasien di luar dari diet yang diberikan rumah sakit karena alasan makanan tersebut adalah makanan kesukaan pasien (Proverawati, 2010). Diet dari rumah sakit dibuat rendah/ pantang garam jadi makanan yang disajikan terasa hambar, sehingga makanan terasa kurang enak, dan porsi yang disajikan terlalu banyak bagi pasien sehingga tidak mampu menghabiskan porsi diet yang diberikan. Daya terima pasien yang rendah akan berdampak bur uk bagi status gizi dan kesembuhan pasien Selain itu daya terima pasien terhadap makanan juga dipengar uhi oleh keadaan fi sik/klinis pasien itu sendiri. Sehingga risiko kurang gizi akan muncul secara klinis pada periode rawat inap di rumah sakit berkaitan dengan penyakit yang mendasarinya. Perawat merupakan penghubung utama antara pasien dengan anggota tim kesehatan lainnya, karena adanya kontak yang terus- menerus dengan pasien. Peran perawat adalah melakukan pemesanan makanan atau diet ke dapur sesuai preskripsi diet yang sudah ditetapkan. Perawat mengamati pasien sewaktu makan, melaporkan tentang penerimaan pasien terhadap diet yang diberikan, apakah habis dimakan atau tidak, kemungkinan adanya masalah dengan defekasi atau hal-hal lain yang berkaitan dengan makanan atau diet yang diberikan. Perawat bertanggung jawab dalam pemberian makanan peroral, enteral, maupun parenteral, dan memberi laporan secara lisan atau tertulis tentang kemungkinan akibat yang kurang baik karena pemberian makanan tersebut. Serta memberi penjelasan secara garis besar kepada pasien dan keluarganya tentang makanan atau diet yang diberikan (Almatsier, 2010). Rumah Sakit Tentara dr. Soepraoen di Kota Malang adalah Rumah Sakit tipe B dengan kapasitas 316 tempat tidur yang terbagi dalam beberapa kelas perawatan dengan jumlah pasien perhari rata-rata 109 pasien. Macam-,macam diet makanan yang diberikan kepada pasien tergantung dari jenis penyakitnya dengan kalori standar diet makanan biasa yang diberikan 2080 kalori. Penyebab sisa makanan di r umah sakit merupakan masalah yang sangat kompleks dan saling berkaitan dan hal ini akan bervariasi dan berbeda-beda ditiap daerah karena terkait dengan kebiasaan dan perilaku yang berbeda- beda juga. Dari uraian dan fenomena diatas peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penerimaan diet makanan oleh pasien rawat inap di Rumah Sakit Tentara dr. Soepraoen Malang. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penerimaan diet makanan biasa yang disajikan pada pasien rawat inap kelas III di Rumah Sakit Tentara dr. Soepraoen Malang. Manfaat penelitian ini adalah memberikan 185 Indikator Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi oleh Pasien Rawat Inap (Kumboyono, dkk.) informasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang faktor-faktor apa saja terkait pengaruh penerimaan makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit serta bagi Rumah Sakit dapat memperbaiki pelayanan asuhan keperawatan pada pasien rawat inapnya. BAHAN DAN METODE Pe nel it ia n me ngg u na k a n metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Variabel penelitian dilakukan satu kali pengukuran dalam kurun waktu yang sama pada pasien rawat inap kelas III yang mendapatkan makanan biasa. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien di r uang rawat inap yang mendapatkan makanan biasa yang dirawat di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit Tentara dr. Soepraoen Malang yang berjumlah 51 orang. Pengambilan sampel penelitian ini dilakukan dengan metode non probability sampling, dengan pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Kriteria inklusi: pasien pria dan wanita usia 17–59 tahun yang rawat inap minimal tiga hari di kelas III, kesadaran compos mentis, diet biasa (2080 kalori). Kriteria eksklusi: pasien dengan keluhan menelan, sakit gigi sariawan dan mual/muntah. Dat a yang di k u mpul kan meliputi makanan tambahan, cita rasa makanan, tingkat adaptasi terhadap lingkungan rumah sakit dan data sisa makanan. Data dianalisis menggunakan chi-suqare dengan tingkat kemaknaan 95%. HASIL Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 29 orang (56,86) dan berada pada kisaran umur 45–59 tahun yaitu sebanyak 31 orang (60,78%). Adapun masa lama rawat inap pasien mayoritas 3–5 hari yaitu sebanyak 41 orang (80%). Tabel 2 menjelaskan bahwa dari 51 responden penelitian, mayoritas responden mengkonsumsi makanan tambahan dari luar rumah sakit yakni sebanyak 43 orang (84%). Sebagian besar (61%) responden memberikan penilaian cukup terhadap cita rasa makanan. Selama rawat inap mayoritas responden tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit yakni sebanyak 31 orang (61%). Berdasarkan Tabel 3 diketahui dari 51 responden penelitian, mayoritas responden (67%) memiliki sisa makanan karbohidrat dalam jumlah sedikit. Sebagian besar (63%) responden memiliki sisa makanan lauk hewani dalam jumlah sedikit. Mayoritas (53%) responden mempunyai sisa makanan lauk nabati tergolong banyak. Mayoritas (59%) responden mempunyai sisa makanan sayuran tergolong banyak. Sebagian besar (63%) responden memiliki sisa makanan buah tergolong sedikit. Analisis bivariat dilakukan unt uk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dianalisis dengan menggunakan uji chi-square. Tabel 4 di atas menunjukkan nilai p (0.018) < dari α (0,05), sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti pada selang kepercayaan 95% diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifi kan antara makanan tambahan dengan penerimaan diet makanan biasa. Pasien yang tidak mendapatkan makanan tambahan cender ung hanya menyisakan sedikit sisa makanan, baik berupa karbohidrat, lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan buah- buahan. Tabel 1. Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin, usia, lama rawat inap Karakteristik f % Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 29 22 57 43 Usia 17–25 tahun 25–35 tahun 35–45 tahun 45–59 tahun 2 8 10 31 3 16 20 61 Lama rawat inap 3–5 hari 5–10 hari > 10 hari 41 9 1 80 18 2 186 Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 183–189 lebih kecil daripada α (0,05) sehingga H0 ditolak. Diinterpretasikan dari uji tersebut bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan pasien dalam beradaptasi dengan penerimaan diet makanan biasa. Pasien yang tidak bisa beradaptasi cenderung menyisakan diet makanan dalam jumlah yang banyak baik dari unsur karbohidrat, lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan buah- buahan. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden yaitu sebanyak 43 orang (84%) mendapatkan makanan tambahan dari luar Rumah Sakit, dan sebanyak 8 orang (16%) tidak mendapatkan makanan Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan variabel yang berhubungan dengan penerimaan diet Variabel n % Makanan Tambahan Responden Ada makanan tambahan 43 84 Tidak ada makanan tambahan 8 16 Cita Rasa Makanan Menurut Responden Baik 8 16 Cukup 31 61 Buruk 12 23 T i n g k a t A d a p t a s i t e r h a d a p Lingkungan Rumah Sakit Dapat beradaptasi 20 39 Tidak dapat beradaptasi 31 61 Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan penerimaan diet Jumlah Sisa Makanan Karbohidrat n % Banyak 17 33 Sedikit 34 67 Lauk Hewani Banyak 19 37 Sedikit 32 63 Lauk Nabati Banyak 27 53 Sedikit 24 47 Jumlah Sisa Makanan Sayuran n % Banyak 30 59 Sedikit 21 41 Buah-buhan Banyak 19 37 Sedikit 32 63 Tabel di atas menunjukkan nilai p (0.032) < α (0,05), sehingga H0 ditolak. Pada 95% selang kepercayaan, disimpulkan adanya hubungan yang signifikan antara cita rasa dengan penerimaan diet makanan biasa. Pasien yang memiliki cita rasa yang baik terhadap diet, cenderung hanya menyisakan sedikit sisa makanan dari golongan unsur karbohidrat, lauk hewani, lauk nabati, sayuran maupun buah-buahan. Hasil uji chi-square pad a selang kepercayaan 95%, diperoleh nilai p (0,026) Tabel 4. Hubungan makanan tambahan dengan sisa makanan Makanan Tambahan Sisa Makanan Total X2 Sig. Sedikit Banyak n % n % n % Ada 19 37 24 47 43 84 5,63 0,018Tidak Ada 8 16 0 0 8 16 Total 27 53 24 47 51 100 Tabel 5. Hubungan cita rasa makanan dengan sisa makanan Cita Rasa Makanan Sisa Makanan Total X2 Sig. Sedikit Banyak n % n % N % Baik 7 15 1 1 8 16 7,73 0,032 Cukup 17 33 14 28 31 61 Kurang 3 5 9 18 12 23 Total 27 53 24 47 51 100 Tabel 6. Hubungan tingkat adaptasi dengan sisa makanan Tingkat Adaptasi Sisa Makanan Total X2 Sig. Sedikit Banyak n % n % N % Bisa beradaptasi 17 33 3 6 20 39 6,28 0,026Tidak Bisa beradaptasi 10 20 21 41 31 61 Total 27 53 24 47 51 100 187 Indikator Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi oleh Pasien Rawat Inap (Kumboyono, dkk.) tambahan. Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan uji chi-square terdapat hubungan yang signifi kan antara makanan tambahan dengan sisa makanan pada pasien dengan nilai p < 0,05. Pasien yang tidak mendapatkan makanan tambahan cenderung menyisakan sedikit sisa makanan. Sedangkan pasien yang mendapatkan makanan tambahan cenderung menyisakan banyak makanan. Pasien rawat inap selain mengkonsumsi makanan dari rumah sakit juga mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit, sehingga menimbulkan terjadinya banyak sisa makanan pada pasien rawat inap (Sumiyati, 2008). Pasien seringkali mengeluh nafsu makan berkurang ketika disajikan makanan dari rumah sakit (Kozier et al., 2009). Sebagai dampaknya kerabat/ keluarga sering membawa makanan kesukaan pasien dari rumah atau membeli makanan kesukaan pasien dari luar, sehingga pasien sudah merasa kenyang dengan konsumsi makanan di luar diet tersebut (Evawati, 2008). Akibatnya makanan yang di sajikan dari rumah sakit banyak tersisa untuk dibuang. Adapun makanan tambahan yang paling banyak dikonsumsi oleh 48 responden adalah makanan ringan seperti roti, kue kering, kue tradisional dan buah-buahan serta beberapa menu makanan pokok seperti pecel, ayam goreng lalapan, sop ayam, ikan panggang dan lain-lain yang sesuai dengan selera pasien masing-masing. Makanan tambahan didapat dari kemauan pasien sendiri maupun dibawakan oleh keluarga sebagai buah tangan pada saat mengunjungi pasien. Dalam hal ini mungkin keluarga memerlukan sedikit bimbingan mengenai diet k husus yang dibutuhkan klien sehingga bila membawa makanan tetap mematuhi aturan diet pasien dengan memperhatikan jumlah kalori dan tanpa kontra indikasi (Budiningsari, 2011). Berdasarkan hasil penelitian terdapat hubungan yang signifikan antara cita rasa dengan sisa makanan dengan nilai p < 0,05. Semakin baik cita rasa yang dirasakan oleh pasien, cenderung menyisakan sedikit sisa makanan. Menurut Sumiyati (2008) rasa enak pada jenis makanan yang sama akan berbeda pada setiap orang karena pengalaman yang berbeda tergantung dari kesenangan atau selera seseorang. Rasa makanan ditimbulkan oleh terjadinya berbagai indera dalam tubuh manusia, terutama indera penglihatan, indera penciuman, indera pengecap dan makanan yang memiliki rasa yang tinggi adalah makanan yang menarik, menyebarkan bau yang sedap dan memberikan rasa yang lezat. Adapun yang mempengaruhi rasa makanan adalah suhu makanan, bumbu masak dan bahan penyedap, tekstur makanan, dan aroma makanan. Perbedaan suhu akan menyebabkan perbedaan rasa yang timbul. Makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin akan meng urangi sensitivitas saraf pengecap t e r h a d a p r a s a . S u h u m a k a n a n j u g a mempengaruhi daya terima seseorang terhadap makanan yang disajikan sesuai dengan cuaca/ lingkungan. Bumbu adalah bahan yang ditambahkan pada makanan dengan maksud tujuan untuk mendapatkan rasa makanan yang enak dan rasa yang tepat setiap kali masak serta dapat membangkitkan selera karena memberikan rasa makanan yang khas. Tekstur makanan adalah hal yang berkaitan dengan struktur makanan yang dirasakan di mulut. Tekstur meliputi rasa renyah, keempukan dan kekerasan makanan yang dirasakan oleh indera pengecap. Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera serta dapat menentukan kelezatan makanan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden yaitu sebanyak 31 orang (61%) tidak bisa beradaptasi, dan sebanyak 20 orang (39%) yang bisa beradaptasi. Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan uji chi- square terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat adaptasi dengan sisa makanan pada pasien p < 0,05. Pasien yang tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit cenderung banyak dalam hal sisa makanan. Sedangkan pasien yang mampu beradaptasi dengan lingkungan cenderung menyisakan sedikit sisa makanan. 188 Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 183–189 Menata r uangan pasien senyaman mungkin akan meningkatkan nafsu makan pasien misalnya membuat ruangan bebas dari bau obat dan bau-bauan lain yang mengganggu nafsu makan pasien (Budiningsari, 2011). Li ng k u nga n r u ma h sa k it ya ng sa ngat berbeda dengan lingkungan r umah akan berdampak pada peningkatan tingkat stress pasien, sehingga nafsu makan pasien akan berkurang atau hilang. Berikan lingkungan yang rapi, bersih yang bebas dari hal-hal yang tidak enak dipandang dan aroma yang tidak menyenangkan. Balutan kotor, pispot yang telah digunakan, set irigasi yang tidak tertutup atau bahkan alat makanan yang telah kotor dapat mempengaruhi selera makan pasien secara negative (Kozier et al., 2009). Ketidaknyamanan lingkungan fisik tanpa sadar atau disadari akan menyebabkan stress pada pasien, bentuk ketidaknyamanan lingkungan fi sik di rumah sakit dapat berupa kebersihan ruang yang tidak terjaga, suhu ruang yang terlalu panas, kebisingan yang mengganggu, penerangan yang terlalu terang atau intensitas penerangan yang rendah bila dibiarkan berlanjut ter us mener us dikhawatirkan akan berpengaruh negatif pada kualitas kesehatan pasien (An-Nafi , 2009). Be rd a s a rk a n d a r i h a si l a n al isis dengan menggunakan uji statistik diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara makanan tambahan dengan sisa makanan karbohidrat, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buah di mana pasien yang tidak mendapatkan makanan tambahan cenderung sisa makanan sedikit. Hal ini dikarenakan pasien yang tidak mendapatkan asupan makanan tambahan hanya mengandalkan asupan dari diet yang diberikan rumah sakit, sedangkan pasien yang mendapatkan makanan tambahan dari luar menyisakan sisa makanan yang banyak karena bentuk makanan tambahan dari luar yang dikonsumsi juga kaya akan karbohidrat, lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan buah. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan ada hubungan antara cita rasa dengan Sisa makanan karbohidrat, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buah pada pasien. Di mana pasien yang memiliki cita rasa yang baik cenderung hanya menyisakan sedikit makanan, sehingga pasien cocok dan menyukai dengan jenis makanan yang disajikan oleh rumah sakit baik itu dari tingkat kematangan dan teksturnya. Sebagian besar pasien tidak menyukai dengan jenis makanan lauk nabati yang disajikan oleh rumah sakit seperti tahu atau tempe, hal ini dikarenakan menu lauk nabati yang disajikan tidak sesuai dengan selera pasien. hal ini sesuai dengan penelitian Ariefuddin, et al. (2009) di RSUD Gunung Jati Cirebon menunjukkan bahwa persentase ketidakpuasan pasien yang terbesar ditemui pada sisa lauk nabati, kemungkinan bukan disebabkan oleh rasa makanan akibat tidak ada perbedaan menu setiap kelas perawatan, melainkan disebabkan frekuensi pengulangan variasi lauk nabati sama yang terlalu sering dalam waktu berdekatan seperti tahu dan tempe. Berdasarkan dari hasil analisis dengan menggunakan uji statistik diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara Tingkat Adaptasi dengan Sisa Makanan karbohidrat, lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan buah pada pasien. Pasien yang bisa beradaptasi cenderung hanya menyisakan sedikit makanan. Menurut An-Nafi (2009) mengatakan untuk mendukung kondisi psikologis pasien perlu diciptakan lingkungan yang menyehatkan, nyaman. Secara psikologis lingkungan memberikan dukungan positif bagi proses penyembuhan. Faktor psikologis dapat membantu pemulihan kesehatan penderita yang sedang dalam masa perawatan di rumah sakit. Faktor tersebut dapat dibentuk melalui suasana ruang pada fi sik bangunan rumah sakit yang bersangkutan. Kehadiran sebuah suasana tertentu diharapkan dapat mereduksi faktor stress atau tekanan mental yang dialami oleh penderita yang sedang menjalani proses pemulihan kesehatan. Suasana ter tent u dalam lingkungan fisik rumah sakit dapat menambah faktor stress penderita, sehingga dapat menghambat atau menggagalkan proses pemulihan kesehatannya. Sehingga dapat dilihat bahwa faktor lingkungan mempunyai peranan terbesar dalam proses penyembuhan, oleh sebab itu perlu mendapatkan perhatian yang cukup besar pada sebuah fasilitas layanan Rumah Sakit (Proverawati, 201). 189 Indikator Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi oleh Pasien Rawat Inap (Kumboyono, dkk.) SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden yang menjalani rawat inap mendapatkan makanan tambahan di luar diet yang diberikan. Sebagian besar responden memberikan penilaian cukup pada cita rasa makanan yang diberikan. Mayoritas pasien tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penerimaan diet makanan biasa di ruang rawat inap Rumah Sakit Tentara dr. Soepraoen Malang adalah adanya makanan tambahan, cita rasa dan tingkat adaptasi. Saran Perawat sebagai anggota tim asuhan gizi rumah sakit hendaknya memberikan penjelasan dalam pemberian makanan pada pasien harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diet yaitu ada tidaknya makanan tambahan, cita rasa makanan, tingkat adaptasi pasien terhadap lingkungan rumah sakit. Untuk penelitian selanjutnya disarankan pengambilan variabel penelitian lebih luas lagi tentang faktor- faktor yang mempengaruhi penerimaan diet dan dalam perhitungan sisa makanan dapat digunakan metode visual yang terbaru. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S., 2010. Penuntun Diet. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. An-Nafi , FA., 2009. Pengaruh Kenyamanan lingkungan Fisik Ruang Rawat Inap Kelas III terhadap kepuasan pasien Di RSUI Kustati Surakarta. Tugas Akhir tidak dipublikasikan. Universitas Sebelas Maret. Ariefuddin, Kuntjoro, dan Prawiningdyah, 2009. Analisis sisa makanan lunak r umah sakit pada penyelenggaraan makanan dengan sistem outsourcing di RSUD Gunung Jati Cirebon. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 5 (3): 133–42. Depkes R, 2007. Pedoman Penyelenggaraan M a k a na n Rumah S a k it. Ja k a r t a: Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik. Departemen Kesehatan. Depkes RI, 2009. Departemen Kesehatan RI, (Online), (www.depkes.go.id/downloads /.../RPJPK%202005_2025.pdf, diakses 24 April 2011, jam 14.00 WIB). Evawati, D., 2008. Efektivitas Penyuluhan Gizi Terhadap Tingkat Pengetahuan Pasien Post Operasi di Ruang Flamboyan RSU USD Gambiran Kediri. Wahana, Vol 51 No 2, November 2008, (Online), (ht t p://ju r nal.pdii.lipi.go.id /ad min / jurnal/512085459.pdf, diakses 1 Mei 2011, jam 13.00). Kozier, et al., 2009. Buku Ajar Praktik keperawatan klinis. Edisi 5. Jakarta: Penerbit EGC. Budiningsari, D. dkk., 2011. Menu Pilihan Diet Nasi yang Disajikan Berpengaruh Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien VIP di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, Vol. 7, No. 3, Maret 2011 Hal 112–120, (Online), (http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download. php?dataId=11220, diakses tanggal 20 Oktober 2011, jam 15.00 WIB). Proverawati, dkk., 2010. Ilmu Gizi untuk Keperawatan dan Gizi Kesehatan. Edisi Pertama. Yogyakarta: Nuha Medika. Soegianto, B., 2008. Pelayanan Gizi Rumah Sakit, (Online), (www.f k.uwks.ac.id/ elib/ arsip/departemen/ilmu%20gizi/ ADVOKASI, diakses 28 april 2011, jam 20.00 WIB). Sumiyati, 2008. Analisa sisa makanan, (Online), (http://digilib .unimus. ac.id /f iles /disk1/21/jtptunimus_ gdl_s1_ 20 0 8 _ s u m iy a t ig 01019 -2b a b2 , p d f , diakses 28 Mei 2011, jam 16.00 WIB). Susetyowati, dkk., 2010. Status gizi awal berdasarkan Patient Generated Subjective Global Assessment berhubungan dengan asupan zat gizi dan perubahan berat badan pada penderita kanker rawat inap di RSUP DR. Mohammad Hoesin Palembang. Jurnal Gizi klinik Indonesia, Vol.7(2): 80–84, (Online), (http://digilib. unnes.ac.id /gsdl// collect/ archiver / HASH OIDF/82f1e1ed, diakses tanggal 3 Mei 2011, jam 18.00 WIB).