Vol 8 No 2 Oktober 2013.indd 317 INTERVENSI (STIMULASI MEMORI) MENINGKATKAN FUNGSI KOGNITIF LANSIA (Memory Stimulation) Intervention Increase Elderly Cognitive Function Kushariyadi* Darungan, Kec. Tanggul, Kab. Jember, kode pos 68155 Jawa Timur Email: kushariadi@gmail.com Blog: kushariadi.blogspot.com ABSTRAK Pendahuluan: Lansia secara fi siologis mengalami penurunan reversible pada fungsi kognitif (memori) disebabkan proses penuaan dan perubahan degeneratif progresif. Stimulasi memori tidak dikembangkan untuk remaja dan dewasa, namun penggunaan terhadap peningkatan memori lansia perlu penjelasan. Penelitian ini bertujuan meningkatkan memori lansia dengan promosi perawatan daya ingat. Metodologi: Jenis penelitian ini eksperimen semu dengan two group pre-post treatment design. Besar sampel kelompok perlakuan dan kontrol 30 lansia, diambil dengan teknik simple random sampling. Penelitian bertempat di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto pada April 2013. Instrumen menggunakan modul promosi perawatan daya ingat dan kuesioner fungsi kognitif. Data yang terkumpul diuji dengan wilcoxon sign rank test (α < 0,05) dan mann whitney test (α < 0,05). Hasil: Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan tingkat kemampuan orientasi ( p < 0,003), tidak ada perbedaan tingkat kemampuan registrasi (p < 1,000), ada perbedaan tingkat kemampuan perhatian dan kalkulasi (p < 0,039), ada perbedaan tingkat kemampuan mengingat kembali ( p < 0,046), ada perbedaan tingkat kemampuan bahasa (ρ < 0,035), ada perbedaan fungsi kognitif (memori) ( p < 0,001), ada perbedaan fungsi kognitif (memori) kelompok perlakuan dan kontrol ( p < 0,002). Diskusi: Promosi perawatan daya ingat menggunakan teori hubungan terapeutik perawat-pasien dan teori konsekuensi fungsional secara signifi kan meningkatkan memori lansia. Penggunaan promosi perawatan daya ingat pada lansia memerlukan kerja sama dan partisipasi aktif semua pihak. Kata kunci: stimulasi memori, fungsi kognitif, lansia ABSTRACT Introduction: Physiologically elderly experience irreversible decline in cognitive function due to the aging process and progressive degenerative changes. Memory care promotion can be used in adolescents and adults, however, its use in elderly still need explanation. The research was aimed to improve the memory of elderly using memory care promotion. Method: Type of research was quasy-experimental, two group pre-post treatment design. Sample size were 30 respondents. taken using simple random sampling technique. The research took place in nursing homes Mojopahit Mojokerto in April 2013. The instruments used were memory care promotion module and cognitive function questionairre. Wilcoxon signed rank test and mann whitney test were used to analyze the data with a signifi cance level of α < 0.05. Result: The result showed there were differences in orientation levels (p < 0.003), no difference in registration levels (p < 1.000), differences in attention and calculation levels (p < 0.039), differences in recall levels (p < 0.046), differences in language levels (p < 0.035), differences in the cognitive function (p < 0.001), and differences in the cognitive function between treatment group and the control group (p < 0.002). Discussion: Memory care promotion using the theory of therapeutic nurse-patient relationship and functional consequences theory can signifi cantly improve elderly memory. The use of memory care promotion needs the cooperation and active participation of all parties. Keywords: memory care promotion, cognitive function (memory), elderly PENDAHULUAN Lanjut usia secara fisiologis terjadi penurunan fungsi kognitif (memori) yang bersifat ireversibel. Kondisi ini disebabkan oleh proses penuaan dan perubahan degeneratif yang mungkin progresif (Gething et al., 2004; Lovell, 2006). Promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori) dapat digunakan pada remaja dan dewasa (Calero & Navarro, 2007; Miller, 2009). Namun promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori) terhadap peningkatan fungsi kognitif (memori) lansia masih perlu penjelasan. Permasalahan mengenai perubahan terkait usia pada proses penuaan yang dapat menurunkan fungsi kognitif (memori) pada lansia perlu diprioritaskan, karena pada lansia yang semakin bertambah usianya diharapkan fungsi daya ingatnya dapat terpelihara dengan baik sehingga fungsi dan kualitas hidup lansia sebagai individu kompleks, unik dapat berfungsi dan sejahtera. 318 Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 317–329 Di A mer i ka i nsiden pad a la nsia yang mengalami penurunan fungsi kognitif (memori) berjumlah 47 lansia berusia 50–67 tahun (Lesch, 2003). Di Italia insiden lansia yang mengalami penurunan memori terdapat 20 lansia berusia 60–70 tahun (Cavallini et al., 2003). Di Netherlands insiden pada lansia yang mengalami penurunan memori berjumlah 93 lansia dengan usia 65 tahun (Ekkers et al., 2011). Di Norwaygia insiden pada lansia yang mengalami penurunan memori terdapat 27% dengan diagnosis gangguan memori subjektif dan sebanyak 19 lansia berusia rerata 60,9 tahun (Braekhus et al., 2011). Di Hongkong insiden pada lansia yang mengalami penurunan memori berjumlah 20 lansia berusia 80 tahun (Lim, et al., 2012). Namun saat ini masih belum ada penelitian mengenai peningkatan daya ingat pada lansia. Data bulan Maret 2013 di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto berjumlah 43 lansia terdiri dari 9 lansia laki-laki dan 34 lansia perempuan dengan usia antara 58–91 tahun. Penurunan fungsi kognitif (memori) lansia jika tidak dilakukan tindakan akan berakibat terjadi penurunan ingatan pada lansia (Abraham & Shanley, 1997; Miller, 2009). Hal ini sesuai dengan teori kemunduran yang menyatakan dengan bertambahnya usia, daya ingat akan mengalami penurunan. Perubahan neuron dan sinaps otak sebagai pembentukan ingatan juga mengalami penurunan seiring bertambahnya usia (Solso et al., 2008; Wade & Travis, 2008). Akibat lainnya yaitu informasi yang tidak cepat dipindahkan ke ingatan jangka pendek akan menghilang (Hartley, 2006; Solso et al., 2008; Wade & Travis, 2008). Beberapa penelitian terhadap peningkatan memori lansia misalnya penelitian Cavallini et al (2003) bertujuan mencari keefektifan antara strategi mnemonic dengan strategi pelatihan pada usia muda dan lansia dan mengevalusi kemampuan lansia unt uk meningkatkan kinerja. Penelitian Calero dan Navarro (2007) bertujuan menganalisa adanya plastisitas pada lansia berisiko terjadi kerusakan kognitif dan mengeksplorasi hubungan plastisitas kognitif dan hasil yang diperoleh dari program pelatihan memori. Penelitian Ekkers et al (2011) bertujuan mengkaji keefektifan intervensi perilaku kognitif untuk menangani depresi dan ruminasi lansia. Penelitian Lesch (2003) bertujuan menilai keefektifan beberapa kondisi pelatihan yang berbeda untuk meningkatkan pemahaman dan memori lansia. Penelitian Engvig et al (2010) bertujuan memeriksa efek jangka pendek dari program pelatihan memori intensif pada kognisi dan struktur otak pada paruh baya dan lansia. Penelitian Lim et al (2012) ber t ujuan member i kan prog ram stimulasi perhatian dan ingatan, strategi dasar gabungan dan imajinasi. Penelitian Engvig et al (2012) bertujuan mengetahui volume dan efek hipocampus terkait perubahan kinerja memori saat mengikuti pelatihan. Penelitian Carretti et al (2011) bertujuan mengevaluasi kontribusi metakognitif dan motivasi terhadap keefektifan strategi pelatihan memori lansia. Penelitian Bottiroli et al (2008) bertujuan mengukur efektifi tas jangka panjang dari dua strategi mnemonic dengan tehnik lokus dan pelatihan strategis. Penelitian McDaniel dan Bugg (2012) bertujuan meningkatkan manfaat pelatihan memori menggunakan salah satu pendekatan seperti strategi pengambilan pelatihan, strategi memori prospektif, dan strategi untuk belajar dan mengingat nama. Permasalahan yang ingin diangkat peneliti dalam penelitian ini bertujuan menganalisis perbedaan fungsi kognitif (memori) lansia sebelum dan sesudah dilakukan promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori). Solusi untuk meningkatkan fungsi kognitif (memori) lansia dengan memberikan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil kesehatan dan peningkatan kualitas hidup lansia misalnya promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori) dengan mengaplikasikan gabungan model teori hubungan terapeutik per awat-pa sien d a n teor i konsek uensi fungsional. Perawat meningkatkan kesehatan lansia dengan member i harapan u nt u k dilibatkan dalam aktivitas yang membantu perkembangan kebugaran kognitif. Manfaat t e h n i k p e n i n g k a t a n f u n g s i ko g n i t i f (memori) terhadap lansia secara signifi kan mempengaruhi hasil terhadap kesehatan dan status mental (Hoyer & Verhaeghen, 2006; Miller, 2009; Peplau, 1992). 319 Promosi Perawatan Daya Ingat (Stimulasi Memori) (Kushariyadi) BAHAN DAN METODE Jenis penelitian quasy exsperiment menggunakan two group pre-post treatment design bertujuan membandingkan kelompok perlakuan yang diberi intervensi dengan kelompok kontrol yang tidak diberi intervensi. Sampel lansia di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto pada Maret 2013 sebanyak 30 responden dengan kriteria inklusi: 1) usia 60- 80 tahun; 2) dapat dilakukan pengukuran status fungsi kognitif (memori); 3) memiliki tingkat status fungsi kognitif (memori) ringan sampai sedang; 4) bisa berkomunikasi dengan lancar; 5) bersedia menjadi responden. Tehnik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Sampel kemudian dibagi menjadi kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berdasarkan matching usia. Instrumen untuk promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori) menggunakan modul promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori) diadaptasi dari Fogler & Stern (1994). Modul dikembangkan dan dimodifi kasi ke dalam 3 fase hubungan interpersonal perawat- pasien (orientasi, kerja, resolusi) memiliki 16 item panduan yang diklasifi kasikan menjadi 3 tahapan daya ingat (ingatan sensori, ingatan jangka pendek atau primer, ingatan jangka panjang atau sekunder). Instrumen fungsi kognitif menggunakan diadaptasi dan dimodifi kasi dari Folstein, et al. (1975). Instrumen tersebut memiliki 11 item pertanyaan atau perintah mengenai: orientasi, registrasi, perhatian, kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa. Total skor dikategorikan menjadi gangguan kognitif ringan (nilai 21–30), gangguan kognitif sedang (nilai 11–20), gangguan kognitif berat (nilai < 10). Pada pelaksanaannya responden dibagi menjadi kelompok perlakuan dan kontrol masing-masing sebanyak 15 lansia. Masing- masing kelompok diberikan pre-test fungsi kognitif hari ke-1. Kelompok perlakuan diberi intervensi keperawatan promosi perawatan daya ingat 2 kali seminggu selama 2 minggu sekitar 15 menit, sedangkan kelompok kontrol tidak diberi intervensi. Teknik promosi perawatan daya ingat meliputi: fase orientasi (salam terapeutik, e v a l u a s i p e r t e m u a n , ko n t r a k t o p i k , waktu, tempat), fase kerja: ingatan sensori (menggunakan isyarat indera penglihatan, mengamati dengan aktif, mengenali nama benda yang dilihat), ingatan jangka pendek (menentukan waktu dan tempat, menghitung angka, menggambar, mengikuti perintah, menggabung huruf, mengatur kata yang cocok, menggabung kalimat dan mengulangginya, menggabung nama dan kata), ingatan jangka panjang (bercerita dan menginggatnya), fase resolusi (evaluasi, tindak lanjut, kontrak akan datang mengenai topik, waktu, tempat). Melak ukan post-test kognitif hari terakhir minggu ke-2 menggunakan pada kedua kelompok. Hasil pre-test dan post-test dicatat dan disimpan untuk diolah dan dianalisis. Kelompok kontrol akan diberi perlakuan yang sama yaitu intervensi keperawatan promosi perawatan daya ingat setelah penelitian selesai untuk memenuhi aspek justice. Analisis data menggunakan Wilcoxon siqned rank test dan Mann Whitney test dengan tingkat kemaknaan α < 0,05. HASIL Sebagian besar usia responden kelompok perlakuan 60–65 tahun, 71–75 tahun, 76–80 tahun, sedangkan kelompok kontrol berusia 76–80 tahun. Pada jenis kelamin menunjukkan sebagian besar responden kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol adalah perempuan. Pada pendidikan terak hir menunjuk kan sebagian besar responden kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol adalah tidak tamat sekolah dasar. Pada agama menunjukkan sebagian besar responden kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol beragama Islam. Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa ada perbedaan tingkat kemampuan orientasi lansia yang bermakna antara sebelum dan sesudah pemberian promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori) dengan p = 0,003. Namun, nilai signifi kansi kelompok kontrol p = 0,377 maka tidak ada perbedaan tingkat kemampuan orientasi lansia yang bermakna antara sebelum dan sesudah pemberian promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori). Pada tingkat kemampuan registrasi kelompok perlakuan dan kontrol didapatkan 320 Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 317–329 Tabel 1. Perbedaan tingkat kemampuan kelompok perlakuan dan kontrol di panti werdha mojopahit, Mojokerto No Tingkat kemampuan Perlakuan Kontrol Pretest Postest Pretest Postest 1 Orientasi Median (min-max) 5 (3–8) 7 (2–9) 3 (0–8) 4 (0–8) Mean ± SD 5,13 ± 1,76 6,33 ± 2,19 3,60 ± 2,29 3,86 ± 2,16 Wilcoxon p = 0,003 p = 0,377 2 Registrasi Median (min-max) 3 (3–3) 3 (3–3) 3 (3–3) 3 (3–3) Mean ± SD 3,00 ± 0,00 3,00 ± 0,00 3,00 ± 0,00 3,00 ± 0,00 Wilcoxon p = 1,000 p = 1,000 3 Perhatian dan kalkulasi Median (min-max) 5 (0–5) 5 (0–5) 5 (0–5) 5 (0–5) Mean ± SD 3,93 ± 1,66 4,46 ± 1,45 3,93 ± 1,66 3,66 ± 2,02 Wilcoxon p = 0,039 p = 0,102 4 Mengingat kembali Median (min-max) 3 (2–3) 3 (3–3) 3 (1–3) 3 (2–3) Mean ± SD 2,73 ± 0,45 3,00 ± 0,00 2,66 ± 0,61 2,73 ± 0,45 Wilcoxon p = 0,046 p = 0,317 5 Bahasa Median (min-max) 8 (7–9) 8 (7–9) 8 (4–9) 8 (5–9) Mean ± SD 7,73 ± 0,59 8,20 ± 0,77 7,46 ± 1,24 7,53 ± 0,99 Wilcoxon p = 0,035 p = 0,564 Tabel 2. Perbedaan status fungsi kognitif (memori) kelompok perlakuan dan kontrol di panti werdha mojopahit, Mojokerto, 2013 Fungsi kognitif (memori) Perlakuan Kontrol Sebelum Median (min-max) Mean ± SD 23 (16–27) 22,53 ± 3,31 21 (14–27) 20,66 ± 4,02 Sesudah Median (min-max) Mean ± SD 26 (18–29) 25,00 ± 3,38 22 (16–27) 20,80 ± 3,76 Wilcoxon p = 0,001 p = 0,642 Mann whitney p = 0,002 nilai signifikan p = 1,000 maka tidak ada perbedaan tingkat kemampuan registrasi lansia yang bermakna antara sebelum dan sesudah pemberian promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori). Hasil uji Wilcoxon signed rank test kelompok perlakuan didapatkan nilai signifikan p = 0,039 maka ada perbedaan tingkat kemampuan perhatian dan kalkulasi lansia yang bermakna antara sebelum dan sesudah pemberian promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori). Kelompok kontrol didapatkan nilai signifi kan p = 0,102 maka tidak ada perbedaan tingkat kemampuan perhatian dan kalkulasi lansia yang bermakna antara sebelum dan sesudah pemberian promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori). Perbedaan tingkat kemampuan mengingat kembali lansia yang bermakna antara sebelum dan sesudah pemberian promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori) terjadi pada kelompok perlakuan ( p = 0,046), sedangkan pada kelompok kontrol (p= 0,317) yang berarti tidak ada perbedaan tingkat kemampuan mengingat kembali. Tingkat kemampuan bahasa pada lansia dalam kelompok perlakuan mengalami peningkatan setelah diberikan intervensi promosi perawatan daya ingat ( p = 0,035) dan tidak ada perbedaan tingkat kemampuan bahasa lansia pada kelompok kontrol ( p = 0,564). Hasil uji Wilcoxon signed rank test kelompok perlakuan didapatkan nilai signifi kan p = 0,001 maka ada perbedaan status fungsi kognitif (memori) lansia yang bermakna antara sebelum dan sesudah pemberian promosi perawatan daya ingat (stimulasi 321 Promosi Perawatan Daya Ingat (Stimulasi Memori) (Kushariyadi) memori). Kelompok kont rol didapatkan nilai signifikan p = 0,642 maka tidak ada perbedaan status fungsi kognitif (memori) lansia yang bermakna antara sebelum dan sesudah pemberian promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori). Hasil uji Mann Whitney antara post kelompok perlakuan dan post kelompok kontrol menunjukkan p = 0,002 maka ada perbedaan status fungsi kognitif (memori) lansia antara kelompok perlakuan dan kontrol. PEMBAHASAN Terdapat perbedaan signifikan pada tingkat kemampuan orientasi lansia antara sebelum dan sesudah pemberian promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori). Perbedaan tampak pada hasil nilai rerata t i ng kat kema mpu a n or ient asi sebelu m diberikan perlakuan sebesar 5,13 dengan simpangan baku ±1,76. Perbedaan juga terlihat saat lansia kurang bisa menjawab pertanyaan mengenai tanggal, bulan, tahun, kelurahan, dan kecamatan. Namun, sesudah diberikan perlakuan nilai rerata tingkat kemampuan orientasi meningkat menjadi 6,33 dengan simpangan baku ±2,19. Perbedaan juga terlihat saat lansia sebagian besar dapat menjawab pertanyaan mengenai jam, hari, tahun, alamat, kecamatan, kabupaten, dan propinsi. Terdapat peningkatan selisih nilai rerata antara data pre-test dan post-test pada kelompok perlakuan sebesar 1,20 dan pada kelompok kontrol selisih nilai rerata antara data pre-test dan post-test juga meningkat sebesar 0,26. Secara keseluruhan berarti pemberian promosi perawatan daya ingat (stimulasi memor i) ber pengar u h terhadap tingkat ke m a mpu a n or ie nt a si la n sia . Hal i n i d isebabka n k a rena kema mpu a n la nsia menerima pembelajaran promosi perawatan daya ingat dan melatihnya di dalam aktivitas kegiatan hidup harian seperti menentukan waktu ( jam, hari, tanggal, bulan, tahun) dan menentukan tempat (alamat, desa atau kelurahan, kecamatan, kabupaten atau kota, propinsi). Penelitian Calero dan Navarro (2007) menunjukkan pemberian pelatihan berfokus pada kemampuan strategi dalam memori verbal seperti orientasi, efektif terhadap lansia. Penelitian Cavallini et.al, (2003) menyebutkan lansia menunjukkan kemampuan strategi meningkatkan memori verbal seperti orientasi terkait tempat, waktu dan orang. Lansia memungkinkan untuk menempatkan kemampuan strateginya ke dalam aktivitas kegiatan hidup harian. Orientasi ter masuk dalam memori jangka pendek atau primer. Memori jangka pendek mencakup memori verbal dengan menilai memor i bar u tentang or ientasi dan menilai kemampuan strategi individu mempelajar i hal bar u. Or ientasi lansia terhadap orang, waktu dan tempat merupakan informasi sangat penting. Proses pertukaran informasi mengenai orang, waktu dan tempat dalam aktivitas kegiatan hidup harian secara verbal terlihat melalui penggunaan kata yang digunakan individu untuk berbicara (Lumbantobing, 2012; Videbeck, 2008). Data dalam ingatan primer tidak lagi berupa kesan sensori harfi ah, bentuk akuistik, visual, fi tur sensorik, tetapi berubah bentuk menjadi penyandian yang diidentifi kasi dan dinamai seperti bentuk kata, lalu dimasukkan ke ingatan sekunder. Jika data tersebut tidak dimasukkan maka akan menghilang (Solso et al., 2008; Wade & Travis, 2008). Hal ini sesuai ingatan primer atau ingatan kerja merupakan ingatan baru atau komponen ingatan berfokus pada daya individu mengingat, menyimpan, secara aktif memikirkan, mengelola sejumlah informasi atau materi atau peristiwa harian yang baru terjadi dan terbatas serta mengambil materi setelah beberapa menit sampai hari (Bah r udin, 2011; Lu mbantobing, 2012; Ormrod, 2009). Kemampuan strategi peningkatan fungsi kognitif (memori) lansia di Panti Mojopahit Mojokerto terhadap orientasi tempat, waktu dan orang melalui proses pembelajaran dengan promosi perawatan daya ingat dan diterapkan di dalam aktivitas kegiatan hidup harian. Pembelajaran orientasi meliputi menentukan waktu ( jam, hari, tanggal, bulan, tahun) 322 Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 317–329 dan menentukan tempat (alamat, desa atau kelurahan, kecamatan, kabupaten atau kota, propinsi). Tidak terdapat perbedaan signifikan pada tingkat kemampuan registrasi lansia antara sebelum dan sesudah pemberian promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori). Tampak pada hasil nilai rerata tingkat kemampuan registrasi sebelum dan sesudah diberikan perlakuan adalah sama tinggi yaitu 3,00 dengan simpangan baku ± 0,00. Terlihat juga saat lansia dapat menjawab pertanyaan mengenai mengulangi 3 nama benda yaitu buku, pensil, dan penghapus. Tidak terdapat selisih nilai rerata antara data pre-test dan post-test pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Hal ini berarti pemberian promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori) tidak berpengaruh terhadap tingkat kemampuan registrasi lansia. Hal ini disebabkan karena pengetahuan umum lansia terhadap nama benda atau kata. Lansia terus-menerus melatih mengulang informasi seperti bentuk verbal misalnya nama benda secara sengaja dan sadar mengingat objek. S e s u a i p e n g e t a h u a n d e k l a r a t i f merupakan pengetahuan terkait karakteristik sesuatu pada saat ini, sebelumnya, dan setelahnya, yang mencakup pengetahuan dunia secara umum dan ingatan tentang pengalaman hidup spesif ik. Pengetahuan deklaratif melibatkan pengetahuan bahwa sesuatu adalah benar. Sebagian besar pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan eksplisit yaitu pengetahuan disadari dan dijelaskan secara verbal (Ormrod, 2009; Wade & Travis, 2008). I n d iv id u m e n g u l a n g i i n fo r m a si (registrasi) yang telah disampaikan tanpa dibantu objek untuk diingat melalui cara eksplisit yaitu secara sengaja, sadar mengingat objek. Individu berlatih secara efektif, kreatif dan konst r uktif akan lebih baik dalam kemampuan registrasi misalnya menyebut nama benda yang dipelajari (Ginsberg, 2008; Walgito, 2004). Memori eksplisit merupakan registrasi atau pengulangan kembali informasi (peristiwa atau objek) secara sadar melalui: 1) recall yaitu mengulangi kembali, mereproduksi informasi yang tersimpan di memori; 2) recognition yaitu mengenali informasi yang diobservasi, dibaca dan didengar sebelumnya. Misalnya membandingkan informasi yang disajikan secara verbal dengan informasi yang tersimpan di memori lansia. Informasi yang disimpan di memori dikode dalam berbagai bentuk seperti bentuk verbal misalnya dalam bentuk nama atau kata aktual yang semuanya dikode secara verbal maupun secara pembayangan (imagery) (Lumbantobing, 2012; Ormrod, 2009; Wade & Travis, 2008). Pengulangan (rehearsal) atau registrasi merupakan proses kognitif dimana informasi diulang terus-menerus secara mental atau verbal dengan cukup cepat sebagai cara mempelajari dan mengingat. Pengulangan p e m a nt ap a n (m a i n te n a n c e re h e a r sa l ) merupakan pengulangan secara cepat sejumlah kecil informasi agar tetap berada di memori kerja. Menyimpan informasi di memori kerja selama individu bersedia terus berbicara pada diri sendiri dapat membantu mempertahankan informasi di memori kerja sampai waktu yang tak terbatas. Jika individu sering mengulang fakta pada diri sendiri, akhirnya fakta dapat tersimpan (Ormrod, 2009; Wade & Travis, 2008). Sesuai dengan komunikasi terapeutik mer upakan tehnik komunikasi berfokus pada individu, perawat dan proses interaktif menghasilkan hubungan perawat-pasien, merupakan faktor pendukung lansia dalam p e ng u la nga n at au r eg ist r a si mel iput i mendengarkan secara aktif yaitu proses aktif menerima informasi dan mengkaji reaksi individu terhadap pesan yang diterima (Parker & Smith, 2010; Smeltzer, 2001). Lansia di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto diharapkan secara teratur, efektif, kreatif dan terus-menerus melatih kemampuan registrasi atau mengulang informasi yang didapat, agar lansia menjadi tetap produktif. Hal ini sesuai tujuan komunikasi terapeutik antara lain memotivasi dan mengembangkan pribadi pasien ke arah konst r uktif dan adaptif. Terdapat perbedaan signifi kan (p = 0,039) tingkat kemampuan perhatian dan kalkulasi lansia antara sebelum dan sesudah pemberian promosi perawatan daya ingat (stimulasi 323 Promosi Perawatan Daya Ingat (Stimulasi Memori) (Kushariyadi) memori). Perbedaan tampak pada hasil nilai rerata tingkat kemampuan perhatian dan kalkulasi sebelum diberikan perlakuan sebesar 3,93 dengan simpangan baku ±1,66. Perbedaan juga terlihat saat lansia kurang bisa menjawab pertanyaan mengenai pengurangan angka 500–100. Namun sesudah diberikan perlakuan nilai rerata tingkat kemampuan perhatian dan kalkulasi meningkat menjadi 4,46 dengan simpangan baku ± 1,45. Perbedaan juga terlihat saat lansia sebagian besar dapat menjawab pertanyaan mengenai pengurangan angka 500–100, 400–100, 300–100, 200–100, dan 100–100. Terdapat peningkatan selisih nilai rerata antara data pre-test dan post- test pada kelompok perlakuan sebesar 0,53 sedangkan pada kelompok kontrol selisih nilai rerata antara data pre-test dan post-test menurun sebesar 0,27. Secara keseluruhan berarti pemberian promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori) berpengaruh terhadap tingkat kemampuan perhatian dan kalkulasi lansia. Hal ini disebabkan karena lansia memperhatikan secara seksama saat menerima stimulus dari luar berupa pertanyaan yang diajukan perawat, sehingga strategi yang digunakan lebih efektif untuk menjawab pertanyaan tersebut. Penelitian Calero dan Navarro (2007) menunjukkan pelatihan memori terhadap perhatian dan kalkulasi pada lansia dipengaruhi kecepat an pem rosesan dan keefek tifan strategi untuk meningkatkan lansia dalam belajar mengingat angka, urutan angka, dan menghitung mundur. Kecepatan pemrosesan dapat mengkompensasi defi sit akibat pengaruh usia, pendidikan dan kemampuan verbal. Kemampuan seperti menyelesaikan masalah, proses ber pikir, perhatian dan kalkulasi termasuk fungsi berpikir yang lebih tinggi. Kemampuan pembelajaran, kecepatan pemrosesan dan keefektifan strategi seseorang menjadi selektif karena motivasi, pemahaman, dan pengenalan terhadap isi materi. Seseorang menggunakan pendekatan tertentu (strategi) untuk mengingat sesuatu dan belajar dalam hal perhatian dan kalkulasi (Maas et al., 2011; Ormrod, 2009). Atensi (perhatian) yaitu memfokuskan kecepatan pemrosesan mental pada stimuli tertentu. Sesuatu yang diperhatikan individu secara mental dipindahkan ke memori kerja. Memberikan perhatian berarti mengarahkan pikiran pada sesuatu yang perlu dipelajari dan diingat, misalnya mengingat angka dan menghitung mundur. Pada pemrosesan i n for ma si, memor i mel ibat k a n proses penyandian, penyimpanan, dan pemanggilan kembali (Ormrod, 2009; Wade & Travis, 2008). Terdapat perbedaan signifi kan (p = 0,046) tingkat kemampuan mengingat kembali lansia antara sebelum dan sesudah pemberian promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori). Perbedaan tampak pada hasil nilai rerata tingkat kemampuan mengingat kembali sebelu m d iber i ka n perla k u a n sebesar 2,73 dengan simpangan baku ±0,45. Perbedaan juga terlihat saat lansia kurang bisa menjawab pertanyaan mengenai mengulang nama penghapus. Namun sesudah diberikan perlakuan nilai rerata tingkat kemampuan mengingat kembali meningkat menjadi 3,00 dengan simpangan baku ±0,00. Perbedaan juga terlihat saat lansia sebagian besar dapat menjawab pertanyaan mengenai mengulang nama buku, pensil, dan penghapus. Terdapat peningkatan selisih nilai rerata antara data pre- test dan post-test pada kelompok perlakuan sebesar 0,27 sedangkan pada kelompok kontrol selisih nilai rerata antara data pre-test dan post-test juga meningkat sebesar 0,07. Secara keseluruhan berarti pemberian promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori) berpengaruh terhadap tingkat kemampuan mengingat kembali lansia. Hal ini disebabkan k a re n a la n sia me ng u a sai ke m a mpu a n mengenal nama benda dan menjadi suatu kebiasaan dalam hidup keseharian sehingga memudahkan lansia untuk mengingatnya kembali secara spontan. Sesuai dengan memori atau pengetahuan prosedural merupakan memori mengenai cara melaksanakan tindakan atau keterampilan. Memor i prosedu ral mer upakan memor i implisit, karena begitu suatu kemampuan atau kebiasaan dikuasai oleh seseorang, kemampuan atau kebiasaan tersebut tidak lagi memerlukan pemrosesan secara sadar. Individu belajar bagaimana melakukan banyak hal. Individu 324 Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 317–329 dapat melakukan hal tersebut dengan baik, dengan cara mengadaptasi perilakunya sendiri dengan kondisi yang berubah. Pengetahuan prosedural mencakup informasi bagaimana memberikan respons di sit uasi berbeda (Ormrod, 2009; Wade & Travis, 2008). Pemanggilan atau mengingat kembali (retrieval ) mer upakan proses mengingat kembali infor masi yang telah disimpan sebelumnya di memori. Individu mengingat kembali informasi dengan cara implisit yaitu secara otomatis tidak disadari perkataan m el u n c u r t e r u c a p, b e r k a it a n d e n g a n keterampilan. Individu berlatih secara efektif, kreatif dan konstruktif akan lebih baik dalam kemampuan mengingat kembali informasi (kumpulan kata dan nama) yang dipelajari sehingga saat berbicara perkataan tersebut keluar secara otomatis (Ginsberg, 2008; Ormrod, 2009; Walgito, 2004). Pembelajaran implisit merupakan proses pembelajaran terjadi saat individu memperoleh pengetahuan atau perilaku mengenai sesuatu, namun tidak menyadari cara memperoleh dan tidak mampu menjelaskan dengan baik bagaimana mempelajari pengetahuan tersebut (Ormrod, 2009; Wade & Travis, 2008). Memori implisit atau pengetahuan implisit merupakan informasi pengetahuan masa lalu mempengaruhi pikiran dan tindakan sekalipun tidak ber usaha mengingatnya seca r a sa d a r. M isal nya mengg u na k a n pancingan ( priming), individu dimint a mendengarkan lalu menguji apakah informasi tersebut mempengar uhi kinerja individu (Lumbantobing, 2012; Ormrod, 2009; Wade & Travis, 2008). Fa k t o r p e n d u k u n g l a i n y a i t u lingkungan yang menstimulasi dan kesehatan kardiovaskular berefek positif pada aspek fungsi kognitif (memori) lansia dalam registrasi dan mengingat kembali. Demontrasi efektif, kreatif dan konstruktif lansia menunjukkan bahwa kreativitas, produktivitas pada semua tingkatan usia berdampak positif pada kemampuan registrasi dan mengingat kembali. Kiner ja efektif dan k reatif dibut uh kan integritas seluruh sistem memori meliputi pengenalan, retensi, penyimpanan informasi, registrasi dan mengingat kembali informasi yang disimpan (Lumbantobing, 2012; Smeltzer, 2001). Hal i n i terk ait f u ngsi ek sek ut if yang lebih tinggi meliputi kemampuan merencanakan, beradaptasi, menyelesaikan masalah, digabung dengan aspek perilaku sosial dan kepribadian misalnya inisiatif, kreatif, konstruktif, produktif, motivasi dan inhibisi (Ginsberg, 2008). Sesuai model peplau yang bersifat psikodinamis bahwa keperawatan sebagai proses interpersonal terapeutik bertujuan mengembangkan personal ke arah pribadi dan kehidupan sosial yang kreatif, konstruktif dan produktif. Interaksi nonverbal sebagai sebuah faktor, model utama komunikasi terapeutik sebagai interaksi verbal (Basford & Slevin, 2006; Potter & Perry, 2009). Lansia dikonsepkan sebagai individu dinamis yang mempengaruhi dan dipengaruhi lingk ungan ser ta orang lain, mendapat dukungan sumber daya dan faktor lingkungan. Lansia yang tidak bergantung pada orang lain memiliki hubungan interpersonal yang mempengar uhi kesehatan kebut uhan nya (Basford & Slevin, 2006; Miller, 2009). Keperawatan adalah proses terapeutik dan interpersonal berpartisipasi membentuk si s t e m a s u h a n ke s e h a t a n m e mb a n t u individu mengembangkan interaksi perawat- pasien. Keperawatan sebagai proses terapi interpersonal merupakan alat pendidikan, kekuatan dalam berkembang meningkatkan kepribadian kreatif, konstruktif, produktif, personal dan komunitas (Alligood & Tomey, 2006; Videbeck, 2011). Hal ini sesuai t ujuan komunikasi t e r a p e u t i k y a i t u m e m o t i v a s i d a n mengembangkan pribadi pasien kearah kreatif, konstruktif, produktif dan adaptif. Perawat juga mempromosikan dan meningkatkan pengalaman individu mencapai keadaan sehat yaitu kehidupan kreatif, konstruktif dan produktif. Perawat memberikan dukungan kesehatan dan bimbingan pada masalah pasien sehingga pemecahan masalah mudah dilakukan (Basford & Slevin, 2006; Videbeck, 2011). Tehnik komunikasi terapeutik berfokus pada individu, perawat dan proses interaktif 325 Promosi Perawatan Daya Ingat (Stimulasi Memori) (Kushariyadi) menghasilkan hubungan perawat-pasien, merupakan faktor pendukung lansia dalam mengingat kembali informasi dengan cara meng u ng kapka n kembali yait u pa sien meng ulang apa yang diyak ini perawat mengenai pendapat yang diungkapkan (Parker & Smith, 2010; Smeltzer, 2001). Faktor pendukung lain yang membuat lansia mampu dalam hal tingkat kemampuan registrasi dan mengingat kembali yait u lansia mengikuti kegiatan secara aktif yang diadakan Panti Mojopahit Mojokerto meliputi senam pagi, bimbingan agama, pemeriksaan kesehatan berkala, berkebun, lomba, dan pendampingan. Terdapat perbedaan signifi kan tingkat kemampuan bahasa lansia antara sebelum dan sesudah pemberian promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori). Perbedaan tampak pada hasil nilai rerata tingkat kemampuan bahasa sebelu m diber i kan perlakuan sebesar 7,73 dengan simpangan baku ±0,59. Perbedaan juga terlihat saat lansia kurang bisa menjawab pertanyaan mengenai bercerita kegiatan sehari-hari secara berurutan. Namun sesudah diberikan perlakuan nilai rerata tingkat kemampuan bahasa meningkat menjadi 8,20 dengan simpangan baku ±0,77. Perbedaan juga terlihat saat lansia sebagian besar dapat menjawab pertanyaan mengenai memperlihatkan dan menamai kunci dan uang, mengulangi kata “tak ada jika, dan, atau tetapi”, mengikuti perintah tiga langkah “angkat telapak tangan”, “lalu jari menggenggam”, “lalu membuka”, mengikuti perintah tarik napas lewat hidung dan keluarkan lewat mulut”, dan menyalin gambar kotak. Terdapat peningkatan selisih nilai rerata antara data pre-test dan post- test pada kelompok perlakuan sebesar 0,47 sedangkan pada kelompok kontrol selisih nilai rerata antara data pre-test dan post-test juga meningkat sebesar 0,07. Secara keseluruhan berarti pemberian promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori) berpengaruh terhadap tingkat kemampuan bahasa lansia. Hal ini disebabkan karena lansia menggunakan bahasa dalam keseharian aktivitas kegiatan hidupnya, misalnya berkomunikasi, berpikir dan berperilaku. Penelitian Cavallini et.,al. (2003) menu nju k kan memor i ker ja meningkat saat lansia menyelesaikan tugas dari segi bahasa menggunakan kumpulan daftar kata, penamaan dan mengikuti perintah. Hal ini dipengaruhi kemampuan lansia dalam mengevaluasi kembali tugas dari segi bahasa menggunakan strategi belajar terkait cara berpikir dan melakukan tindakan pada situasi berbeda misalnya dalam aktivitas kegiatan hidup harian. Penelitian Bot tirolli et.,al, (2008) menunjukkan pelatihan memori diberikan ke dalam aktivitas kegiatan hidup harian. Strategi pelatihan yang dipelajari dalam aktivitas kegiatan hidup harian meningkatkan memori kerja lansia dan memelihara efek latihan jangka panjang. Lansia menjalani pelatihan memori menunjukkan pengetahuan memori lebih besar dan sedikit keluhan. Pe n el it i a n E ng v ig e t .a l , (2010) menunjukkan efek jangka panjang pelatihan memori terkait cara meningkatkan memori kerja ke dalam fungsi aktivitas kegiatan hidup harian yang berfungsi sebagai mekanisme dalam melindungi kerusakan fungsi kognitif (memori). Penelitian menunjukkan pelatihan memori meningkatkan memori kerja. Sesuai teor i hubu ngan terapeutik memandang bahasa mempengaruhi pemikiran, berpikir mempengaruhi tindakan, berpikir dan ber tindak mempengar uhi perasaan. Sehingga bahasa adalah model utama dalam mempengaruhi pikiran dan perasaan (Basford & Slevin, 2006; Potter & Perry, 2009). Meskipun lansia di Panti Mojopahit Mojoker to memiliki riwayat pendidikan formal tidak tamat sekolah dasar, akan tetapi hal tersebut tidak menyurutkan lansia dalam melatih kemampuan strategi keterampilan b el aj a r y a i t u d e n g a n m e n i n g k a t k a n kemampuan strategi keterampilan pelatihan dan pembelajaran melalui pendidikan informal dengan cara melaksanakan aktifi tas kegiatan hidup harian terkait bahasa. H a si l n i l a i t i ng k at ke m a m pu a n bahasa menunjuk kan per ubahan berar ti terhadap peningkatan memori (Maas et al., 2011). Penelitian Matthews et al (1999) memperlihatkan kelompok lansia banyak 326 Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 317–329 yang mempertahankan fungsi intelektualnya. Pendidikan formal melindungi lansia dari penurunan fungsi kognitif (memori) terkait penuaan, walaupun pendidikan yang dijalani lansia berlangsung selama beberapa tahun sebelumnya. Penelitian Zhu et al (1998) menunjukkan pendidikan formal membantu pada fungsi kognitif (memori) lansia. Selain itu lansia mampu memperbaiki penampilan intelektualnya melalui pendidikan informal dengan latihan dan pengalaman melakukan berbagai tugas dalam aktivitas kegiatan hidup harian. Penelitian Calero dan Navarro (2007) menunjukkan tingkat pendidikan ( jumlah tahun di sekolah) dan kemampuan bahasa dapat memprediksi peningkatan daya ingat setelah pelatihan memori. Penelitian Lim et al (2012) dalam kriteria inklusi menggunakan responden lansia dengan tingkat pendidikan berkisar dari tidak sekolah sampai 4 tahun sekolah dasar. Sebagaimana peran perawat pada hubungan terapeutik perawat-pasien sebagai pendidik (teacher) bahwa perawat berupaya membe r i k a n pe ny u lu ha n , pe nd id i k a n , pelatihan, bimbingan pada pasien atau keluarga mengatasi masalah kesehatan, dibimbing ke arah pertumbuhan dan perkembangan kepribadian. Perawat membantu pasien belajar secara formal maupun informal. Perawat membangk itkan minat pasien terhadap sesuatu yang harus diketahui pasien dan cara menghadapi informasi tersebut (Alligood & Tomey, 2006; Basford & Slevin, 2006; Videbeck, 2011). Hal ini sesuai kompetensi f u ngsi kognitif (memori) lansia yaitu kemampuan melakukan aktivitas kegiatan harian terus- me ne r u s, me r upa k a n ha sil pe ne r apa n proses kognitif berulang di berbagai situasi. Kecerdasan terkristalisasi digunakan jika strategi penyelesaian tugas yang dilakukan memerlu kan penget ahuan yang per nah dipelajari selama kehidupan lansia. Kecerdasan cairan digunakan saat strategi penyelesaian tugas yang dilakukan tidak berhubungan denga n pengala ma n at au penget a hu a n sebelumnya (Maas et al., 2011). Bahasa dalam komunikasi terapeutik dig u nakan mengidentif i kasi objek dan konsep yang didisk usikan. Ur utan dan makna terbentuk dengan menyusun perkataan menjadi frase dan kalimat yang dapat dipahami oleh pembicara dan pendengar. Penggunaan bahasa di dalam hubungan terapeutik, perawat mendorong pasien bercerita mengenai kegiatan aktivitasnya. Melalui cara ini, perawat memahami konteks kehidupan pasien dan dapat membantu permasalahannya (Potter & Perry, 2009; Videbeck, 2011). Terdapat perbedaan signifi kan status fungsi kognitif (memori) lansia antara sebelum dan sesudah pemberian promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori). Perbedaan tampak pada hasil nilai rerata status fungsi kognitif (memori) lansia sebelum diberikan perlakuan sebesar 22,53 dengan simpangan bak u ±3,31. Namun sesudah diberikan perlakuan nilai rerata status fungsi kognitif (memori) lansia meningkat menjadi 25,00 dengan simpangan baku ±3,38. Terdapat peningkatan selisih nilai rerata antara data pre- test dan post-test pada kelompok perlakuan sebesar 2,47 dan pada kelompok kontrol selisih nilai rerata antara data pre-test dan post-test juga meningkat sebesar 0,14. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan status fungsi kognitif (memori) lansia antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol ( p = 0,002). Secara keselur uhan berar ti pemberian promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori) berpengaruh terhadap status fungsi kognitif (memori) lansia. Hal ini disebabkan karena lansia nampak aktif berpartisipasi mengikuti pelatihan promosi perawatan daya ingat. Penelitian Bot tirolli et al (2008) menunjukkan pengetahuan memori kerja lansia meningkat secara efektif di usia tua melalui peran aktif lansia mengikuti pelatihan memori. Penelitian mengenai efek beberapa jenis pelatihan memori meningkatkan fungsi memori di usia tua dan mengurangi keluhan masalah memori. Penelitian Cavalli ni et al (2003) menyebutkan pelatihan memori terbukti lebih bermanfaat bagi semua kelompok usia 327 Promosi Perawatan Daya Ingat (Stimulasi Memori) (Kushariyadi) termasuk lansia. Efektivitas program pelatihan memori lansia dipengaruhi oleh hubungan inter personal dan keak tifan par tisipasi lansia yang secara signifi kan meningkatkan memori. Penelitian Calero dan Navarro (2007) menunjukkan hubungan interpersonal yang beragam dan keaktifan dapat meningkatkan memori lansia. Hal ini dibuktikan dengan subjek yang memiliki skor tinggi mini mental state exam menunjukkan peningkatan fungsi kognitif (memori) setelah pelatihan. Pengembangan pelatihan memori sangat membantu memulihkan penuruan kemampuan fungsi kognitif (memori). Pe n el it i a n E k ke r s e t a l (2011) membuktikan pelatihan memori pada lansia sangat membantu, dan penilaian menggunakan mini mental state exam yang mempunyai skor tinggi secara signifi kan mempengaruhi memori kerja lansia. Ke m a m p u a n b el aja r, m e n e r i m a keterampilan dan infor masi bar u pada lansia dipengaruhi keaktifan berpartisipasi di pengalaman menerima informasi. Proses kemampuan belajar lansia akan mudah bila perawat: 1) memberikan tehnik meningkatkan daya ingat untuk memperkuat mengingat data; 2) menggunakan intelegensi tiap saat; 3) menghubungkan informasi baru dengan yang sudah dikenal; 4) memaksimalkan penggunaan alat indera; 5) menggunakan penerangan yang tidak menyilaukan; 6) menyediakan suasana tenang dan nyaman; 7) menentukan sasaran jangka pendek dengan input dari kelompok pembelajaran; 8) mengatur periode mengajar singkat (Smeltzer, 2001; Miller, 2009). B e r d a s a k a n t e o r i Pe pl a u y a it u teori kolaborasi hubungan perawat-pasien membent uk dorongan kek uatan melalui hubungan interpersonal yang efektif dalam membantu pemenuhan kebutuhan pasien. Hubungan perawat-pasien adalah proses dinamis meliputi usaha kolaborasi perawat- pasien mengatasi masalah, meningkatkan kesehatan dan kemampuan adaptasi (Parker & Smith, 2010; Potter & Perry, 2009) lansia dalam meningkatkan daya ingat. Hal ini sesuai inti asuhan keperawatan yaitu hubungan pelayanan yang terbentuk a n t a r a p e r aw a t- p a sie n m e n g g u n a k a n komunikasi terapeutik. Perilaku merupakan komunikasi dan komunikasi mempengaruhi per ilak u, sehingga komu nikasi penting bag i hubu nga n i nter personal perawat- pasien. Perawat menggunakan komunikasi mengekspresikan kepedulian pada pasien dengan cara mendorong pengajaran dan pembelajaran interpersonal (Potter & Perry, 2009; Videbeck, 2011). Promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori) merupakan tindakan keperawatan m e n i n g k a t k a n ke t e r a m p i l a n m e m o r i menggunakan proses interaksi interpersonal atau hubungan terapeutik perawat-pasien melalui fase orientasi, kerja dan resolusi, bertujuan: 1) meningkatkan keterampilan daya ingat lansia; 2) meningkatkan kesejahteraan lansia sehingga tercapai kesehatan optimal, fungsi dan kualitas hidup. Selama tahapan fase tersebut pasien menyelesaikan tugas dan hubungan berubah, yang membantu proses penyembuhan (Parker & Smith, 2010; Peplau, 1992). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Terdapat pengaruh promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori) terhadap status fungsi kognitif (memori) lansia. Terdapat perbedaan status fungsi kognitif (memori) lansia kelompok perlakuan dan kelompok kontrol setelah diberikan promosi perawatan daya ingat (stimulasi memori). Saran P r o m o s i p e r aw a t a n d ay a i n g a t (stimulasi memori) dapat digunakan untuk meningkatkan f ungsi kognitif (memori) lansia di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto. Untuk meningkatkan fungsi kognitif (memori) lansia perlu kerjasama dan partisipasi aktif dari semua pihak Panti Werdha Mojopahit Mojokerto agar didapatkan hasil kesehatan lansia yang optimal. 328 Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 317–329 KEPUSTAKAAN Abraham, C & Shanley, E 1997, Psikologi Sosial untuk Perawat, Jakarta: EGC. Alligood, MR & Tomey, AM 2006, Nursing Theorists and Their Work, 7th Ed, Mosby, St. Louis Missouri. Bahrudin, M 2011, Pemeriksaan Klinis di Bidang Penyakit Syaraf, UMM Pres, Malang. UMM Press. Bottiroli, S, Cavallini, E & Vecchi, T 2008, Long-Term Effects of Memory Training in the Elderly: A Longitudinal Study. Archives of Gerontology and Geriatrics 47 (2008) 277–289. diakses 17 Desember 2012, . Braek hus, A, Ulstein, I, Wyller, TB & Enge d a l, K 2011, T he Me mor y Clinic-outpatient Assessment when Dementia is Suspected. Tidsskr. Nor. laegeforen. 131, 2254–2257. diakses 2 November 2012, . Calero, MD & Navarro, E 2007, Cognitive Plasticity as A Modulating Variable on the Effects of Memory Training in Elderly Persons. Archives of Clinical Neuropsychology 22 (2007) 63–72. diakses 17 Desember 2012, . Carretti, B, Borella, E, Zavagnin, M & Beni, RD 2011, Impact of Metacognition and Motivation on the Eff icacy of Strategic Memory Training in Older Adults: Analysis of Specifi c, Transfer and Maintenance Effects. Archives of Gerontology and Geriatrics 52 (2011) 192–197. diakses 17 Desember 2012, . Cavallini, E, Pagnin, A & Vecchi, T 2003, Aging and Ever yday Memor y: the Benefi cial Effect of Memory Training. Arch. Gerontol. Geriatr. 37 (2003) 241- 257. diakses 17 Desember 2012, . Ekkers, W, Korrelboom, K, Huijbrechts, I, Smits, N, Cuijpers, P & Gaag, MVD 2011, Competitive Memory Training for Treating Depression and Rumination in Depressed Older Adults: A Randomized Controlled Trial. Behavior Research and Therapy 49 (2011) 588–596. Elsevier. diakses 17 Desember 2012, . Engvig, A, Fjell, AM, Westlye, LT, Moberget, T, Sundseth, O, Larsen, VA & Walhovd, KB 2010, Effects of Memory Training on Cortical Thickness in the Elderly. NeuroImage 52 (2010) 1667–1676. diakses 17 Desember 2012, . Engvig, A. Fjell, AM, Westlye, LT, Skaane, NV, Sundseth, O & Walhovd, K B 2012, Hippocampal Sub Field Volumes Correlate with Memory Training Benefi t in Subjective Memory Impairment. Ne u roIm age 61 (2012) 188 –194. diakses 17 Desember 2012, . Erviyanti, AD 2007, Peningkatan Daya Ingat dengan Metode Belajar Hafalan System Asosiasi: Penelitian True Eksperimen d alam Bid a ng Kesehat a n Ment al Sekolah di SDN Keputran 3 Surabaya. Tesis. Universitas Airlangga. Surabaya. diakses 28 Januari 2013, . Gething, L, Fethney, J, McKee, K, Persson, LO, Goff, M & Church-ward, M 2004, Validation of the Reactions to Ageing Questionnaire: Assessing Similarities A Cross Several Countries. Journal of gerontological nursing. 30 (9), 47–54. d ia k se s 5 Nop e mb e r 2012 , . Ginsberg, L 2008, Lecture Notes: Neurology, Jakarta: Penerbit Erlangga. Hartley, A 2006, Changing Role of The Speed of Processing Construct in the Cognitive Psychology of Human Aging. In J.E. Birren & K.W. Schaie (Eds.), Handbook of the Psychology of Aging (6th ed., pp. 183-207). San Diego: Academic Press. diakses 2 Nopember 2012, . Hoyer, WJ & Verhaeghen, P 2006, Memory aging. In J.E. Birren & K.W. Scaie (Eds). Handsbook of the Psycology of Aging (6th ed., pp. 209–232) San Diego: Academic Press. diakses 2 Nopember 2012, . 329 Promosi Perawatan Daya Ingat (Stimulasi Memori) (Kushariyadi) Lesch, MF 2003, Comprehension and Memory for Warning Symbols: Age-Related Differences and Impact of Training. Journal of Safety Research 34 (2003) 495–505. diakses 17 Desember 2012, . Lim, MHX, Liu, KPY, Cheung, GSF, Kuo, MCC, Li, K R & Tong, CY 2012, Effectiveness of a Multifaceted Cognitive Training Programme for People with Mild Cognitive Impairment: A One- Group Pre- and Posttest Design. Hong Kong Journal of Occupational Therapy (2012) 22, 3–8. diakses 17 Desember 2012, . Lovell, M 2006, Caring for the Elderly: Changing Perceptions and Attitudes. Journal of Vascular Nursing. 24(1), 22-26. diakses 7 Nopember 2012, . Lumbantobing, SM 2012, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Maas, ML, Komalasar i, R, Lusyana, A & Yuningsih, Y 2011, Asuhan Keperawatan Geriatric: Diagnosis NANDA, Kriteria Hasil NOC & Intervensi NIC, Jakarta: EGC. Matthews., Cauley., Yaffe & Zmuda 1999, Estrogen Replacement Therapy and Cognitive Decline in Older Community Women. Journal of the American geriatrics society, 47 (5), 518–523. McDaniel, MA & Bugg, JM 2012, Memory Training Interventions: What has been Forgotten?. Journal of Applied Research in Memory and Cognition 1 (2012) 45– 50. diakses 17 Desember 2012, . Miller, CA 2009, Nursing for Wellness in Older Adults, 5th Edition ed, Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Ormrod, JE 2009, Psikologi Pendidikan. Me m b a n t u Si s w a Tu m b u h d a n Berkembang, Ed. 6, Jilid 1, Jakarta: Penerbit Erlangga. Parker, ME & Smith, MC 2010, Nursing Theories & Nursing Practice, 3rd. Ed, Philadelphia: Davis Company. Peplau, HE 1992, Interpersonal Relations: A Theoretical Framework for Application in Nursing Practice. Nursing Science Quarterly, 5 (1), 13–18. diakses 7 Nopember 2012, . Smeltzer, SC 2001, Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner & Suddarth, Ed.8, Jakarta: EGC. Solso, RL, Maclin, OH & Maclin, MK 2008, Psikologi Kognitif, Ed. 8, Jakarta: Penerbit Erlangga. Videbeck, SL 2011, Psychiatric-Mental Health Nursing, 5th ed, Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Wade, C & Travis, C 2008, Psikologi, Jilid 2, Ed. 9, Jakarta: Penerbit Erlangga. Walgito, B 2004, Pengantar Psikologi Umum, Ed.4, Yogyakarta: Penerbit Andi. Zhu., Viitanen., Guo., Winblad & Fratiglioni 1998, Blood Pressu re Reduction, Cardiovascular Disease and Cognitive Decline in the Mini-Mental State Examination in Community Population of Normal Very Old People: A Three Year Follow-up, Journal of clinical epidemiology. 51 (5), 385–391