Vol 8 No 2 Oktober 2013.indd 357 INDEKS REMUNERASI TENAGA KEPERAWATAN (Nursing Remuneration Index) Suprajitno* * Jurusan Keperawatan Poltekkes Malang Jl. Besar Ijen No 77C Malang 65112 E-Mail: bedonku@yahoo.co.id ABSTRAK Pendahuluan: Perawat memiliki beberapa variabel , yang dapat digunakan sebagai dasar remunerasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan indeks remunerasi keperawatan di rumah sakit Ngudi Waluyo Wlingi menggunakan pendekatan statistik. Metode: Desain penelitian adalah deskriptif, yaitu studi yang terbagi menjadi dua level. Level pertama adalah survei dan focus group discussion (FGD) dan level kedua adalah menilai rumus indeks remunerasi dengan simulasi. Subjek untuk survei adalah seluruh perawat yang memiliki status dipekerjakan oleh negara (PNS) di rumah sakit Ngudi Waluyo Wlingi dari tahun 2011 sedangkan untuk FGD adalah eksekutif manajemen dan perawat. Subjek untuk survei adalah 117 perawat, sedangkan untuk FGD terdapat dua eksekutif manajemen dan sepuluh perawat. Analisis data dilakukan dengan menggunakan software AMOS. Hasil: Indeks remunerasi dibentuk oleh tiga faktor di tempat bekerja, pekerjaan tambahan yang diukur dengan pekerjaan tambahan sehari-hari dan panjangnya sebagai pengaman, dan jenis intervensi keperawatan yang diukur dari jumlah intervensi keperawatan dalam kategori sederhana, ringan, sedang, berat, dan intervensi keperawatan khusus. Rumus indeks remunerasi adalah (0.252 x bekerja kategori tempat) + (0,226 x indeks pekerjaan tambahan) + (0,218 x jenis indeks intervensi keperawatan). Diskusi: Penilaian yang sesuai dengan menggunakan goodness of fi t index 0.827, yang berarti 82,7% dari rumus indeks remunerasi dapat dijelaskan oleh faktor-faktor di tempat kerja, pekerjaan tambahan, dan jenis intervensi keperawatan, sedangkan 17,3% dijelaskan oleh faktor lain. Kata kunci: rumah sakit, perawat, indeks remunerasi ABSTRACT Introduction. Nurses have some variables, which can be used as basic of the remuneration. The aim of the study was to develop nursing remuneration index in the hospital of Ngudi Waluyo Wlingi using statistics approach. Methods. Research design was descriptive, study that is divided into two levels. The fi rst level was surveying and focus group discussion and the second level was assessing the remuneration index formula by simulation. The subject for surveying was the whole nurses who have state employ status at hospital of Ngudi Waluyo Wlingi on 2011 while for the focus group discussion was the executive management and nurses. Subject for surveying were 117 nurses, while for focus group discussion was two executive management and ten nurses. The data analysis was by using AMOS software. Result. Remuneration index formed by three factors were worked place, additional job which was measured by the daily additional job and the length as observer, and kind of nursing interventions which were measured from the amount of nursing intervention in the category of simple, mild, moderate, severe, and special nursing intervention. Resulting formula of remuneration index was (0.252 x Worked place categories) + (0.226 x Additional job index) + (0.218 x Kind of nursing intervention index). Discussion. Fit assessment by using goodness of fi t index was 0.827, which mean 82.7% of the remuneration index formula can be explained by factors of workplace, additional job, and kind of nursing intervention, while 17.3% was explained by other factors. Key word: hospital, nurses, remuneration index PENDAHULUAN A s u h a n k e p e r a w a t a n d a p a t memberikan kont ribusi kepada layanan kesehatan yaitu meningkatkan kepuasan pasien yang pada akhirnya berdampak pada meningkatnya jumlah pasien atau keluarga yang mempercayakan layanan kesehatannya kepada rumah sakit. Kepuasan pasien yang mendapat layanan perawat akan memberikan informasi kepada pasien atau keluarga pasien sebagai pengguna atau pelanggan. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan sarana layanan kesehatan. Peningkatan pendapatan dimungkinkan juga a k a n me n i ng k at k a n keu nt u nga n (benefit) sarana layanan kesehatan. Upaya yang perlu dilakukan pihak pengelola untuk mempertahankan pelayanan kesehatan adalah 358 Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 357–374 mengembalikan sebagian pendapatan kepada pemberi layanan kesehatan dalam bentuk insentif atau bonus di luar penghasilan rutin, yang juga diberikan kepada tenaga keperawatan. Pengembalian sebagian pendapatan kepada tenaga keperawatan yang memberikan layanan kesehatan tidak hanya didasarkan salah satu kategori yang dimiliki tenaga keperawatan, tetapi perlu mempertimbangkan s elu r u h a s p ek y a ng d i m i l i k i t e n a g a keperawatan. Upaya demikian disebut dengan remunerasi (remuneration). Remunerasi mempunyai defi nisi kompensasi yang diterima untuk pelayanan yang per nah diberikan (compensation for services), yang dapat disebut sebagai insentif. Pemberian remunerasi sebagai insentif pada tenaga keperawatan diharapkan dapat meminimalkan kesenjangan, diperlukan penilaian setiap komponen yang dimiliki oleh tenaga keperawatan baik yang berhubungan kinerja profesi dan tugas tambahan yang dimiliki dalam setiap menjalankan kewajiban. Beberapa variabel yang dapat dipertimbangkan d a l a m m e m b e d a k a n k i n e r j a t e n a g a keperawatan yaitu pendidikan formal yang dimiliki, pendidikan kompetensi keahlian, jabatan fungsional, lama bekerja pada institusi pelayanan kesehatan, tempat bekerja, prestasi yang pernah diperoleh, kewenangan tambahan, jenis tindakan, rotasi dinas yang dijalani, dan jam pekerjaan yang dilaksanakan. Sedangkan tugas tambahan yang dapat dipertimbangkan dalam pemberian insentif yaitu kedudukan sebagai penanggung jawab pekerjaan tertentu, tugas yang diperoleh untuk kegiatan institusi, dan tugas tambahan lain yang berhubungan dengan institusi bekerja. Secara statistika, setiap variabel agar dapat dilihat besar peranan perlu diberikan satuan ukuran numerik. Variabel tenaga keperawatan yang mempunyai kemiripan sifat dapat dijadikan sebagai faktor indeks remunerasi dalam penentuan insentif sebagai jasa pelayanan. Setiap faktor secara bersama- sama dan mempunyai nilai tertentu dapat menyusun besaran yang disebut indeks, dan yang dimaksud dengan indeks adalah statistik komposit atau disebut juga indeks komposit. Pengembangan indeks dapat dilakukan dengan pendekatan statistika, di mana statistika me mpu nyai ke m a mpu a n me nga n al isis variabel berskala penjenjangan (ordinal). Peran variabel tenaga keperawatan teramati dalam faktor dibaca dari nilai loading factor (lambda) yang dihasilkan dengan analisis faktor konfi rmatori. Variabel teramati atau manifes disebut valid sebagai indikator jika mempunyai nilai signifi kansi kurang dari 0,05. Secara keseluruhan untuk menilai kesesuaian formula indeks remunerasi menggunakan nilai goodness of fi t index. Formula indeks remunerasi merupakan penjumlahan faktor dengan bobot yang dihasilkan analisis fi rst order pada AMOS. Sehingga, dilakukan penelitian tentang indeks remunerasi tenaga keperawatan, yang dimaksud remunerasi dalam penelitian ini adalah pemberian insentif. Tujuan umum penelitian ini adalah merumuskan formula indeks remunerasi tenaga keperawatan dengan pendekatan statistika sebagai cara unt uk pemberian insentif. Sedangkan tujuan khususnya adalah, memilih variabel tenaga keperawatan yang merupakan indikator dari faktor indeks remunerasi dengan pendekatan statistika, mengembangkan faktor indeks remunerasi berdasarkan indikator tenaga keperawatan dengan metode Linier Structural Relation, mengembangkan formula indeks remunerasi tenaga keperawatan, dan menilai formula indeks remunerasi tenaga keperawatan dengan melakukan simulasi. BAHAN DAN METODE Jenis penelitian ini adalah deskriptif yang dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu mengumpulkan data variabel tenaga keperawatan sebagai variabel manifes (teramati) yang dilanjutkan diskusi kelompok terfokus dengan pihak Direksi dan tenaga keperawatan. Tahap kedua yaitu menilai for mula indeks remunerasi dengan cara simulasi. Subjek penelitian untuk survei sebanyak 117 orang tenaga keperawatan yang berstatus pegawai negeri sipil yang bekerja di Rumah Sakit Umum (RSU) Ngudi Waluyo Wlingi pada tahun 2011. Subjek penelitian ini dipilih 359 Indeks Remunerasi Tenaga Keperawatan (Suprajitno) secara sampling acak sederhana, yang bekerja di unit rawat jalan (Poliklinik), unit rawat inap, dan unit rawat darurat/critical care. Subjek penelitian untuk diskusi kelompok terfokus terdiri dari dua orang jajaran direksi dan 10 orang tenaga keperawatan. Variabel tenaga keperawatan yang dikumpulkan datanya sebanyak 11 variabel yaitu (1) pendidikan formal yang dimiliki dinilai angka kredit sesuai SK Men PAN Nomor 94 tahun 2001, (2) pelatihan kompetensi keahlian yang dilakukan selama tiga tahun terak hir, (3) jabatan fungsional perawat yang dimiliki sesuai SK Men PAN Nomor 94 tahun 2001, (4) lama bekerja perawat di rumah sakit, (5) tugas tambahan yang dimiliki tenaga keperawatan yang dihitung sebagai penjumlahan skor tenaga keperawatan dan tugas tambahan sebagai pembimbing praktik, kepala ruang perawatan, wakil kepala ruang perawatan, (6) lama hari sebagai pengamat, (7) prestasi yang pernah diperoleh 3 tahun terakhir yang dikelompok kan tingkat kabupaten, Provinsi, atau Nasional, (8) tempat bekerja sehari-hari yang dikelompokkan Poliklinik, unit rawat inap, atau unit rawat darurat/critical care, (9) jumlah jenis tindakan keperawatan yang dilakukan dikalikan skor pengelompokan tindakan sederhana, tindakan ringan, tindakan sedang, tindakan besar, at au tindakan khusus, (10) rotasi dinas yang dialami yang dikelompokkan dinas pagi, dinas sore, dinas malam, atau dinas mendadak, dan (11) jumlah jam izin atau meninggalkan dinas. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam tahap pertama dan kedua penelitian adalah kuesioner, formulir isian, dan daftar hadir harian. Cara pengumpulan data tahap per t a ma denga n wawa nca ra la ngsu ng, pemeriksaan bukti, menyalin jadwal dinas, dan tenaga keperawatan memberikan tally pada kolom tindakan keperawatan yang sesuai. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011 di Rumah Sakit Umum Ngudi Waluyo Wlingi. A nalisis d at a u nt u k menent u ka n variabel tenaga keperawatan yang menyusun indikator dan merumuskan indeks remunerasi tenaga keperawatan secara Linier Structural Relation menggunakan bantuan perangkat lunak AMOS. Setiap faktor akan mempunyai bobot yang dihasilkan dari fi rst order analisis dengan AMOS. Formula indeks remunerasi t e n a g a ke p e r awat a n ya ng d i h a si l k a n berbent uk persamaan str ukt ural. Unt uk menilai kesesuaian formula indeks remunerasi digunakan goodness of fi t index (GFI). Hasil akhir tahap pertama penelitian adalah formula indeks remunerasi dalam bentuk persamaan struktural. Tahap kedua penelitian adalah melakukan simulasi dibandingkan dengan pemberian insentif yang pernah dijalani tenaga keperawatan. HASIL PENELITIAN Selama dilakukan pengumpulan data pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011 tenaga keperawatan tidak ada yang izin selama memberikan pelayanan keperawatan. Sehingga setiap tenaga keperawatan yang menjadi sampel penelitian jumlah jam izin dalam sebulan adalah nol jam. Selama bekerja di RSU Ngudi Waluyo Wlingi, tenaga keperawatan telah mendapat insentif tambahan rutin setiap bulan di luar gaji rutin yang diterima. Persepsi perawat tentang keadilan, jumlah, dan kenaikan insentif yang pernah diterima digambarkan dalam tabel 4. Terdapat 3 isu strategis yang merupakan hasil diskusi kelompok terfokus di Rumah Sakit Ngudi Waluyo Wlingi. Isu strategis yag pertama yaitu tempat kerja dengan solusi yang ditawarkan yaitu pengelompokan tempat kerja disesuaikan dengan kesepakatan yang telah ada di Rumah Sakit Ngudi Waluyo Wlingi, yaitu unit rawat jalan (di poliklinik), unit rawat inap (di ruang perawatan bukan kritis atau darurat dan pavilyun), dan unit rawat darurat atau critical care (di instalasi gawat darurat, intensive care unit, kamar operasi, perinatologi, kamar bersalin). Isu strategis yang kedua adalah lama bekerja. Solusi yang ditawarkan untuk isu tersebut: 1) perlu dipertimbangkan untuk dianalisis yaitu lama bekerja di Rumah Sakit Umum Ngudi Waluyo Wlingi dan lama bekerja sebagai tenaga keperawatan, 2) lama kerja di Rumah Sakit Umum Ngudi Waluyo Wlingi dapat menggambarkan seberapa besar peran tenaga keperawatan untuk memberikan 360 Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 357–374 klontribusi pada kemajuan rumah sakit, 3) lama bekerja sebagai tenaga keperawatan dapat menggambarkan kemampuan tenaga keperawatan yang bekerja pada tempat tertentu. Tenaga keperawatan, meski tidak lama bekerja di rumah sakit tetapi mempunyai Tabel 1. Karakteristik tenaga keperawatan RSU Ngudi Waluyo Wlingi bulan Juni s.d. Agustus 2011 No. Karakteristik .f % 1 Pendidikan: - D-3 Keperawatan - S-1 Keperawatan/Ners 105 12 89,7 10,3 2 Pelatihan kompetensi: - Memiliki - Tidak memiliki 0 117 0,0 100,0 3 Jabatan fungsional: - Belum mempunyai jabatan - Perawat Pelaksana - Perawat Pelaksana Lanjutan - Perawat Penyelia - Perawat Pratama - Perawat Muda - Perawat Madya 1 64 33 13 5 1 0 0,9 54,7 28,2 11,1 4,3 0,9 0,0 4 Lama bekerja: - ≥ 27 tahun - 26–22 tahun - 21–17 tahun - 16–12 tahun - 11–7 tahun - 6–2 tahun - ≤ 2 tahun 6 18 18 30 25 20 1 5,1 15,4 15,4 25,7 21,4 17,1 0,9 5 Tugas perawat sehari-hari: - Hanya sebagai perawat - Perawat + Pembimbing Praktik - Perawat + Wakil Kepala Ruang - Perawat + Kepala Ruang - Perawat + Wakil Kepala Ruang + Pembimbing Praktik + Pengamat - Perawat + Kepala Ruang + Pembimbing Praktik + Pengamat 89 2 1 8 9 8 76,1 1,7 0,9 6,9 7,6 6,9 6 Prestasi yang dimiliki pada tingkat: - Kabupaten - Provinsi - Nasional 0 0 0 0,0 0,0 0,0 7 Tempat bekerja tenaga keperawatan: - Unit rawat jalan (Poliklinik) - Unit rawat inap - Unit rawat darurat/critical care 8 54 55 6,8 46,2 47,0 kompetensi yang dimiliki dari tempat bekerja lama. Isu strategis ketiga yait u tentang tugas sebagai pengamat. Sebagai pengamat mempunyai waktu dinas yang lebih panjang yaitu 15 jam (16.00 – 07.00 esok hari) dan tidak diperbolehkan meninggalkan dinas 361 Indeks Remunerasi Tenaga Keperawatan (Suprajitno) Tabel 2. Jumlah tindakan keperawatan yang dilaksanakan tenaga keperawatan RSU Ngudi Waluyo Wlingi bulan Juni s.d. Agustus 2011 No. Jenis tindakan keperawatan Jumlah tindakan per individu per bulan (kali) Tenaga keperawatan yang melakukan (orang) Minimal Maksimal 1 Tindakan keperawatan sederhana 1 271 114 2 Tindakan keperawatan ringan 5 308 116 3 Tindakan keperawatan sedang 3 248 114 4 Tindakan keperawatan besar 2 85 41 5 Tindakan keperawatan khusus 1 20 5 Tabel 3. Jumlah hari dinas sestiap bulan sesuai rotasi tenaga keperawatan RSU Ngudi Waluyo Wlingi bulan Juni s.d. Agustus 2011 No. Rotasi dinas Jumlah orang Jumlah hari dinas Frekuensi % Minimal Maksimal 1 Pagi 117 100,0 2 25 2 Sore 81 69,2 2 8 3 Malam 84 70,9 1 8 sebelumnya. Mempunyai tanggung jawab besar yait u menggantikan kepala r uang pelayanan keperawatan dan kepala bidang keperawatan sehingga harus mengkoordinir kegiatan pelayanan keperawatan. Peran sebagai pengamat perlu diberikan skor besar karena sifat dinas dapat terencana (sesuai jadwal) atau mendadak. Lama hari dinas sebagai pengamat Tabel 4. Persepsi perawat tentang keadilan, jumlah, dan kenaikan insentif di RSU Ngudi Waluyo Wlingi No. Persepsi tentang insentif yang diterima .f % 1 Keadilan: - Tidak adil - Kurang adil - Adil 18 79 20 15,4 67,5 17,1 2 Jumlah yang diterima: - Tidak sesuai - Kurang sesuai - Sesuai 16 75 26 13,7 64,1 22,2 3 Kenaikan: - Berkurang - Tetap - Naik 32 78 7 27,4 66,7 6,0 perlu dipertimbangkan skor sendiri, dengan alasan meskipun mempunyai surat keputusan sebagai pengamat belum tentu dalam satu bulan diberikan tugas terencana sebagai pengamat kecuali mendadak. Model awal analisis indeks remunerasi tenaga keperawatan seperti gambar 1 di bawah ini. Setelah dilakukan analisis dengan menilai variabel yang signifi kan, pada analisis yang keempat diperoleh model akhir yang digambarkan oleh gambar 2. Hasil analisis akhir menggunakan perangkat lunak AMOS setelah dilakukan perbaikan model dengan cara model generating yaitu menggabungkan antara teori dan fakta yang diperoleh, digambarkan seperti gambar 2. Nilai kesesuaian model akhir indeks Goodness of f it index (GFI) remunerasi tenaga keperawatan adalah sebesar 0,827. Formula indeks remunerasi dibuat dalam bentuk persamaan struktural. Berdasarkan hasil analisis pada model akhir (gambar 2) menggunakan perangkat lunak AMOS dan diperoleh nilai loading factor (λ) seperti pada tabel 7, sehingga dapat disusun formula 362 Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 357–374 Gambar 1 Model awal indeks remunerasi tenaga keperawatan Keterangan gambar 1: T : Tempat kerja tenaga keperawatan PF : Pendidikan formal tenaga keperawatan tertinggi yang dimiliki LK1 : Jabatan Fungsional Keperawatan yang dimiliki saat ini LK2 : Lama kerja sebagai tenaga keperawatan setelah memiliki Ijazah PF LK3 : Lama kerja sebagai tenaga keperawatan di RSU Ngudi Waluyo Wlingi TG1 : Tugas tambahan sehari-hari sebagai tenaga keperawatan TG2 : Lama hari sebagai Pengamat TD1 : Skor tindakan keperawatan kelompok sederhana yang dilaksanakan TD2 : Skor tindakan keperawatan kelompok ringan yang dilaksanakan TD3 : Skor tindakan keperawatan kelompok sedang yang dilaksanakan TD6 : Skor tindakan keperawatan kelompok besar dan khusus DN1 : Skor dinas pagi DN2 : Skor dinas sore DN3 : Skor dinas malam : Variabel yang diukur/observed variable : Variabel laten/variabel yang tidak dapat diukur secara langsung Gambar 2 Model Akhir Indeks Remunerasi Keperawatan Keterangan gambar 2: T : Kempat Kerja Perawat TG1 : Tugas tambahan sehari-hari sebagai perawat TG2 : Lama hari sebagai Pengamat TD1 : Skor tindakan Keperawatan kelompok sederhana yang dilaksanakan TD2 : Skor tindakan Keperawatan kelompok ringan yang dilaksanakan TD3 : Skor tindakan Keperawatan kelompok sedang yang dilaksanakan TD6 : Skor tindakan Keperawatan kelompok besar dan khusus (rumus) untuk menghitung indeks remunerasi sebagai berikut: Indeks remunerasi = ( 0 , 2 5 2 x K a t e g o r i Te m p a t K e r j a ) + ( 0 , 2 2 6 x I n d e k s Tugas Tambahan) + (0,218 x Indeks Jenis Tindakan) Penjelasan: Kategori tempat kerja dikelompokkan menjadi (1) Unit Rawat Jalan (Poliklinik), (2) Unit Rawat Inap, dan (3) Unit Rawat darurat/critical care Indeks Tugas Tambahan = (0,702 x Tugas tambahan sehari-hari perawat) + (1,000 x Skor jumlah hari pengamat) Indeks Jenis Tindakan = (0,471 x Skor tindakan sederhana) + (0,681 x Skor tindakan ringan) + (1,000 x Skor tindakan sedang) + (0,278 x Skor tindakan besar dan khusus) 363 Indeks Remunerasi Tenaga Keperawatan (Suprajitno) Simulasi formula indeks remunerasi diterapkan pada 33 orang tenaga keperawatan dengan pembanding besar insentif yang diterima oleh tenaga keperawatan. Distribusi frekuensi kenaikan atau penurunan insentif setelah dihitung dengan for mula indeks remunerasi adalah sebagai berikut: PEMBAHASAN Dalam George (1989) yang menulis tentang teori keperawatan Orem yang dikenal dengan self-care requisites bahwa pasien yang membutuhkan pelayanan keperawatan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu (1) the wholly compensatory nursing systems; (2) the partly compensatory nursing system; dan (3) the supportive-educative system. The wholly compensator y nursing system, menggambarkan situasi individu pasien di mana individu tidak mampu memenuhi kebutuhan individu secara mandiri dan sangat tergantung kepada tenaga keperawatan, tidak mampu mengontrol aktivitas pergerakan (ambulasi) yang perlu dilakukan sendiri, dan mendapatkan pengobatan intensif untuk penyembuhan keadaan sakitnya. The partly compensatory nursing system, menggambarkan suatu situasi individu pasien di mana perawat membantu memenuhi kebutuhan pasien yang tidak dapat dipenuhi sendiri dan pasien masih mempunyai kemampuan untuk melakukan aktivitas pergerakan (ambulatori) meskipun terbatas. The supportive-educative system, menggambarkan di mana situasi individu pa sien mempu nyai kema mpu a n u nt u k memenuhi kebutuhannya sendiri dan hanya diperlukan dukungan dari perawat. Tabel 5. Nilai signifi kansi hasil analisis tahap 1 (model awal) sampai tahap 4 (model akhir) No. Variabel Nilai sinifi kansi dari analisis Tahap 1 (model awal) Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 (model akhir) 1 Tempat kerja 0,008 0,010 0,004 0,004 2 Pendidikan formal 0,330 --- --- --- 3 Lama bekerja 0,033 0,057 0,105 --- 4 Tugas tambahan 0,114 0,027 0,034 0,004 5 Jenis tindakan keperawatan 0,027 0,014 0,014 0,014 6 Dinas 0,247 0,286 --- --- Tabel 6. Nilai regresi hasil analisis model akhir indeks remunerasi tenaga keperawatan Regression weight Standardized regression Estimated Probability Remunerasi Tempat Kerja (T) 0,237 0,006 0,252 Remunerasi Tugas Tambahan 0,078 0,014 0,226 Remunerasi Jenis Tindakan 0,004 0,028 0,218 TG1 Tugas Tambahan 1,000 0,702 TG2 Tugas Tambahan 2,604 0,000 1,000 TD1 Jenis Tindakan 1,000 *) 0,471 TD2 Jenis Tindakan 2,263 0,000 0,681 TD3 Jenis Tindakan 3,827 0,000 1,000 TD6 Jenis Tindakan 0,967 0,006 0,278 Adil Remunerasi 1,000 *) 0,984 Jumlah Remunerasi 0,864 0,000 0,817 Naik Remunerasi 0,285 0,000 0,298 Keterangan: *) Nilai default dari perangkat lunak AMOS 364 Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 357–374 Selama penelitian, ruang pelayanan keperawatan yang didasarkan pada teori Orem dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu (1) unit rawat jalan; (2) unit rawat inap; dan (3) unit rawat darurat/critical care. Pengelompokan r uang pelayanan keperawatan didukung pula hasil diskusi kelompok terfokus dengan tenaga keperawatan. Pelayanan keperawatan di unit rawat jalan yang meliputi delapan Poliklinik, merupakan tempat pelayanan di mana pasien mempunyai kecenderungan dapat melakukan aktivitas sendiri (berjalan) dan tenaga keperawatan berkewajiban memberikan dukungan dan pendidikan kepada pasien untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan. Pasien yang mendapat pelayanan di Poliklinik, di samping mampu melakukan ambulatori juga mampu melakukan tindakan keperawatan sendiri selama di rumah, misalnya mampu menyediakan obat (oral), mampu merawat luka, mampu memenuhi kebersihan diri, dan kebutuhan lain. Pel ay a n a n ke p e r awa t a n d i u n it rawat inap, pasien sebenarnya mempunyai kemampuan unt uk melak ukan aktivitas bergerak (ambulatori) sendiri dan hanya beberapa kebutuhannya yang tidak dapat dipenuhi sendiri. Beberapa kebutuhan harus mendapatkan bantuan dari perawat misalnya ada luka pada tempat tertentu, diperlukan obat (suntik) yang tidak mungkin dilakukan sendiri, perlu pengawasan secara berkala (tiap jam), atau tindakan pemeriksaan lanjutan untuk memperbaiki kesehatan pasien. Keadaan ini menggambarkan bahwa pasien mempunyai kemampuan tetapi ada beberapa yang perlu diberikan bantuan oleh tenaga keperawatan. Pasien yang dirawat di unit pelayanan keperawatan kritis (critical care)/darurat secara keseluruhan (total) sangat tergantung dan perlu mendapat bantuan dari tenaga keperawatan dan tenaga kesehatan profesional lain. Keadaan pasien pada pelayanan keperawatan kritis/emergensi ada yang mengalami masalah kesadaran, keterbatasan aktivitas secara total, dibatasi secara total aktivitas yang boleh dilakukan. Sedangkan pada pasien bayi baru lahir, secara teoritis dan fakta memang tidak mampu melakukan pemenuhan kebutuhan sendiri, seluruhnya harus dibantu. Setelah dilak u kan analisis model akhir dengan menghilangkan variabel laten eksogen yang tidak signifikan, kontribusi variabel tempat kerja untuk menentukan indeks remu nerasi tenaga keperawat an mempunyai nilai regresi sebesar 0,237 dan nilai signifi kansi sebesar 0,006 yang kurang dari alpha (tabel 7). Dari pengamatan yang dilakukan selama penelitian tidak terjadi perbedaan kegiatan keperawatan yang dilakukan antara tenaga keperawatan yang mempunyai pendidikan D-3 Keperawatan dan S-1 Keperawatan/Ners. Seharusnya dilakukan pembedaan kegiatan keperawatan berdasarkan pendidikan formal tenaga keperawatan. Seharusnya, pembedaan kegiatan tenaga keperawatan perlu dilakukan karena kompetensi lulusan pendidikan sesuai pendidikan for mal yang dimiliki tenaga keperawatan jelas berbeda antar jenjang pendidikan. Menurut Grossmann (1999), pendidikan mer upakan salah sat u kebut uhan dasar manusia yang diperlukan untuk pengembangan diri. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin mudah mereka menerima ser ta mengembangkan pengetahuan dan teknologi, sehingga akan meningkatkan produktivitas yang pada akhir nya akan meningkatkan keseja hter a a n kelu a rga. Aga r per awat termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya, s e b a i k nya p e r u s a h a a n (r u m a h s a k it) menggunakan keterampilan sebagai dasar perhitungan kompensasi. Berdasarkan analisis, faktor pendidikan didapatkan nilai signifi kansi sebesar 0,330 yang mana lebih besar dari alpha yang ditetapkan sebesar 0,05. Ketidaksignikanan variabel tersebut, dimungkinkan variabel Tabel 7. Distribusi frekuensi kenaikan insentif menggunakan formula No. Keadanan Frek % Terendah Tertinggi 1 Naik 16 48,5 68.797 327.438 2 Turun 17 51,5 12.837 636.621 365 Indeks Remunerasi Tenaga Keperawatan (Suprajitno) tenaga keperawatan tentang pendidikan formal digunakan dasar untuk pengangkatan perawat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil dan secara fakta tidak terdapat pembedaan kegiatan keperawatan yang dilaksanakan di ruang perawatan. Lama kerja sebagai tenaga keperawatan merupakan variabel yang dianalisis, keadaan i n i a k a n mengga mba rk a n kema mpu a n tenaga keperawatan yang dimiliki karena semakin lama bekerja akan memiliki suatu kemampuan lebih yang tidak dimiliki oleh tenaga keperawatan baru. Kemampuan yang dimiliki tenaga keperawatan sejak dinyatakan lulus dari pendidikan disebut kemampuan profesional yang dikelompokkan menjadi tiga yaitu kemampuan intelektual, kemampuan teknikal, dan kemampuan inter personal. Ketiga kemampuan tersebut sangat diperlukan dalam memberikan pelayanan keperawatan, yang pada dasarnya kemampuan tersebut tidak dapat dibentuk dalam waktu yang cepat. Hasil studi Lazer dan Wikstrom (1977) yang ditulis oleh Rivai dan Ella (2009) yang dimaksud kemampuan intelektual adalah kemampuan untuk memahami kompleksitas per usahaan (r umah sakit). Kemampuan teknikal yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk menyelesaikan tugas (sesuai asuhan keperawatan). Kemampuan interpersonal yaitu kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi orang lain, dan melakukan negoisasi. Jelaslah bahwa ketiga kemampuan yang dimiliki tenaga keperawatan perlu dimiliki dan diulang dalam waktu yang lama, sehingga semakin lama menjadi tenaga keperawatan maka akan memiliki ketiga kemampuan yang baik. Lama bekerja di rumah sakit, akan menggambarkan sejauh mana kontribusi setiap tenaga keperawatan terhadap kemajuan rumah sakit tempat bekerja. Diyakini, semakin lama seseorang bekerja pada suatu tempat semakin besar pula kontribusi yang diberikan orang tersebut. Hasil penelitian Faizin dan Winarsih (2008) didapatkan bahwa ada hubungan lama kerja perawat terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Pandan Arang Kabupaten Boyolali, ditunjukkan dengan nilai chi-square sebesar 19,99 dan nilai signifi kan 0,000. Hasil analisis diperoleh nilai regresi sebesar 0,149 dan nilai signifi kansi sebesar 0 ,105 m e n u nj u k k a n b a hw a v a r i a b el lama ker ja tidak sig nif ikan atau tidak berkontribusi terhadap indeks remunerasi. Ketidaksignifi kanan dimungkinkan karena tiga variabel yang diukur yaitu jabatan fungsional yang dimiliki, lama bekerja sebagai tenaga keperawatan, dan lama bekerja di rumah sakit memiliki hubungan yang kuat. Seperti hasil penelitian Mahesa (2010) bahwa lama bekerja tidak berhasil memoderasi antara motivasi kerja dengan kinerja karyawan. Hal ini karena karyawan yang mempunyai masa kerja yang lama, akan bertahan dengan kondisi dan mempertahankan pekerjaan saat ini. Karyawan yang lama masa kerjanya, kurang ada motivasi untuk berkembang serta karyawan yang sudah lama bekerja tidak mempunyai keinginan untuk meningkatkan kemampuan. Tugas tambahan mer upakan suat u kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan peran yang dimiliki tenaga keperawatan. Dalam penelitian ini variabel tugas tambahan disusun dari tugas tenaga keperawatan yang harus dilaksanakan setiap hari dalam pelayanan keperawatan dan lama hari dinas tenaga keperawatan sebagai pengamat. Kriteria tugas tambahan setiap hari dikategorikan sebagai perawat saja, pembimbing praktik, sebagai pemimpin ruangan (kepala atau wakil kepala ruang), dan pengamat. Set iap tenaga ke per awat a n ya ng memberikan pelayanan keperawatan, secara umum berperan sebagai (1) pemberi asuhan keperawatan, (2) advokat klien, (3) pendidik, (4) koordinator pelayanan bagi klien, (5) kolaborator, (6) pembaharu, dan (7) pengelola asuhan keperawatan (PPNI, 1999). Peran yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan pasien dalam pelaksanaannya menggunakan metode asuhan keperawatan dengan lima tahapan yaitu (1) pengkajian, (2) merumuskan diagnosa keperawatan, (3) perencanaan, (4) implementasi, dan (5) evaluasi. Setiap kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan sebagai akuntabilitas, tenaga keperawatan perlu 366 Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 357–374 mendokumentasikan setiap tahapan pada rekam asuhan keperawatan pasien. Jumlah pasien yang dirawat di ruang pelayanan perawatan tidak sama antar tenaga keperawatan, dengan mempertimbangkan kemampuan profesional (intelektual, teknikal, inter personal) tiap tenaga keperawatan, kewenangan yang dimiliki, tingkat kedewasaan individu, dan kemampuan menyelesaikan masalah. Tugas sebagai pembimbing praktik kepada praktikan (mahasiswa) keperawatan merupakan tugas yang tidak kalah pentingnya sebagai pember i asu ha n keperawat a n. Dalam Nursalam (2011) PBP mer upakan suat u pendekatan metode pembelajaran yang efektif dan ef isien unt uk melatih praktikan memberikan asuhan keperawatan pada tatanan nyata pelayanan keperawatan sehingga dapat meningkatkan kepekaan, ketelitian, dan ketekunan praktikan yang pada akhirnya menumbuhkan sikap, tingkah laku, pengetahuan, dan keterampilan profesional praktikan. Peran perawat yang harus dilakukan sebagai pembimbing praktik adalah sebagai model peran (role model) bagi praktikan dalam menerapkan keterampilan profesional, menerapkan etik yang berbudaya, melakukan komu n i k a si, d a n membe r i k a n a su ha n keperawatan yang benar dan bertanggung jawab. Tu g a s m e m b i m b i n g p r a k t i k a n memerlukan waktu tersendiri yang perlu dikelola tenaga keperawatan dikarenakan proses pembimbingan praktikan mempunyai empat tahapan yaitu (1) pre conference, (2) middle conference, (3) bimbingan di dekat pasien, dan (4) post conference dengan praktikan. Tugas berikut yang harus dilakukan oleh tenaga keperawatan adalah sebagai pemimpin di ruang pelayanan keperawatan. Tugas tersebut dilaksanakan karena dalam r uang pelayanan keperawat an terdapat keg i a t a n m e n gelol a t e n a g a p e r aw a t , mengelola tenaga non keperawatan, mengelola administrasi, mengelola pasien, mengelola tindakan penunjang kebutuhan pasien, dan memfasilitasi hubungan antara individu yang ada di ruang pelayanan keperawatan. Tugas mengelola tersebut disebut sebagai koordinator ruang pelayanan keperawatan yang secara sederhana disebut Kepala Ruangan yang dibantu oleh Wakil Kepala Ruangan. Gillies (1996) menuliskan bahwa manajer lini pertama unit rawat pasien disebut kepala perawat atau manajer rawat pasien, pada RSU Ngudi Waluyo Wlingi disebut Kepala Ruangan. Kepala ruangan merupakan manajer mempu nyai pe r a n sebagai pem i mpi n. Ke pala r u a nga n d ala m mela k sa na k a n peran kepemimpinan ter masuk kegiatan m e n g a r a h k a n , m e n s u p e r v i s i , d a n mengkoordinasikan usaha dari individu yang berbeda. Tanggung jawab utama kepala r uangan adalah pengambilan keput usan (Gillies, 1996). Terry (2006) menuliskan fungsi dasar manajemen adalah Planning– Organizing – Actuating – Controlling yang disingkat POAC, dalam Bahasa Indonesia berar ti Perencanaan –Pengorganisasian – Menggerakkan–Mengawasi. Tugas tenaga keperawatan yang lain sebagai pengamat. Secara faktual peran pengamat sangat penting dalam pelayanan keperawatan. Dalam pengelolaan wakt u dinas perawat, saat dinas pagi hari tenaga keperawat an mempu nyai manajer pada tingkat ruang pelayanan keperawatan yaitu kepala ruangan dan pada tingkat institusi rumah sakit yaitu Kepala Bidang Perawatan yang dibantu oleh Kepala Sub Bidang Mutu Asuhan Keperawatan dan Kepala Sub Bidang Pelayanan Keperawatan. Pada saat tenaga keperawatan dinas sore dan malam keberadaan manajer tidak ada sehingga diputuskan secara institusi perlu adanya tenaga keperawatan dengan tugas tambahan sebagai pengamat. Tugas pengamat adalah sebagai manajer dengan kegiatan POAC pada situasi yang terbatas dan perlu melaporkan kegiatan yang telah dilakukan pada hari berikutnya kepada Kepala Bidang Keperawatan secara tertulis. Peran sebagai pengamat yang besar tersebut diberikan kepada tenaga keperawatan yang memenuhi kriteria. Kriteria sebagai penga mat yait u mempu nyai kesehat a n yang baik, mempunyai pengalaman kerja sebagai tenaga keperawatan minimal 15 t ahu n, mempu nyai ser tif i kat pelat i han kegawatdaruratan, dan mempunyai komitmen 367 Indeks Remunerasi Tenaga Keperawatan (Suprajitno) untuk peningkatan pelayanan keperawatan. Waktu dinas yang disepakati sebagai pengamat sebanyak 11 jam (16.00 – 07.00 esok hari) yang mana merupakan waktu panjang dengan tugas sebagai manajer dan tanggung jawab utama menetapkan keputusan untuk pelayanan keperawatan. Lama hari perawat sebagai pengamat tidak banyak hanya berkisar 1–3 hari setiap bulan. Tugas tambahan sebagai var iabel eksogen yang berkontribusi terhadap indeks remunerasi disusun oleh tugas sehari-hari sebagai perawat, pembimbing praktik, kepala atau wakil kepala ruang, atau pengamat, dan skor jumlah hari sebagai pengamat. Berdasarkan hasil analisis pada model awal (gambar 2) untuk menentukan kontribusi variabel eksogen t ugas terhadap indeks remunerasi didapatkan nilai regresi sebesar 0,059 dan nilai signifi kansi sebesar 0,114 (tabel 6) yang mana nilai ini lebih besar dari alpha yang ditetapkan sebesar 0,05. Meski tidak signifikan pada tahap ini tidak dilakukan penghilangan variabel eksogen tugas tambahan tersebut karena variabel eksogen pendidikan dan dinas mempunyai nilai tidak signifi kan yang besar dibanding variabel eksogen tugas tambahan (tabel 6). Hasil analisis diperoleh nilai regresi variabel eksogen tugas sebesar 0,078 dan nilai signifi kansi sebesar 0,014 yang mana nilai tersebut kurang dari nilai alpha yang ditetapkan sebesar 0,05. Tolak ukur pelayanan keperawatan yang dapat digunakan adalah asuhan keperawatan. Asu ha n ke per awat a n ber t uju a n u nt u k mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan yang optimal dengan memodifi kasi lingkungan sedemikian rupa, sehingga klien dapat meningkatkan tanggung jawabnya secara mandiri secepat mungkin dan dapat mencapai kemampuan hidup sehat dan produktif secara optimal sesuai kondisi kesehatannya (PPNI, 1999). Dalam PPNI (1999) disebutkan bahwa tindakan keperawatan dikelompokkan menjadi (1) treatment keperawatan, (2) observasi keperawatan, (3) pendidikan kesehatan, dan (4) treatment medik yang dilakukan oleh tenaga keperawatan (sebagai tugas limpah). Ketiga tindakan keperawatan pertama disebut dengan tindakan mandiri dan tindakan keperawatan keempat disebut dengan tindakan kolaborasi. Tindakan keperawatan mandiri dipahami sebagai tindakan yang dapat dilakukan secara otonomi keilmuan yang telah dimiliki oleh perawat sejak lulus dari pendidikan formal. Tindakan keperawatan kolaborasi dipahami sebagai tindakan yang perlu ada permintaan dari medik (dokter), dengan kriteria bahwa tenaga keperawatan yang melaksanakan mempunyai kewenangan dan telah mendapat p elat i h a n u nt u k mela k u k a n t i nd a k a n tersebut. Tindakan keperawatan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu (1) tindakan keperawatan sederhana, (2) tindakan keperawatan ringan, (3) tindakan keperawatan sedang, (4) tindakan keperawatan besar, dan (5) tindakan keperawatan khusus. Pengelompok a n t i nd a k a n ke per awat a n didasarkan pengelompokan tindakan yang berlaku pada RS Universitas Airlangga sesuai Perat uran Rektor Universitas Airlangga Surabaya Nomor 28/H3/PR /2011 tanggal 29 November 2011 tentang Tarif Pelayanan Kesehatan pada Rumah Sakit Universitas Ai rlangga. Macam dan jenis ti nda kan keperawatan sederhana, ringan, sedang, besar, dan khusus. T i n d a k a n k e p e r a w a t a n y a n g dilaksanakan oleh tenaga keperawatan sebelum dianalisis diberikan bobot berbeda, yaitu bobot 1 untuk tindakan keperawatan sederhana, bobot 2 untuk tindakan keperawatan ringan, bobot 3 untuk tindakan keperawatan sedang, bobot 5 untuk tindakan keperawatan besar, dan bobot 7 untuk tindakan keperawatan khusus. Pembobotan tindakan dilakukan dengan alasan bahwa semakin tinggi bobot tindakan semakin membutuhkan pengetahuan yang cukup, mempunyai keterampilan yang baik, merupakan tindakan kompleks yang memerlukan pelatihan tertentu agar trampil, memahami tindakan dar urat yang perlu dilakukan, dan mempunyai kewenangan untuk pendelegasian tindakan. Pada model ak hir diperoleh nilai signifi kansi faktor jenis tindakan sebesar 0,028 (tabel 7) merupakan nilai yang kurang dari nilai 368 Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 357–374 apha yang ditetapkan sebesar 0,05 dengan nilai regresi sebesar 0,004. Armstrong dan Helen Murlis (1998) menuliskan bahwa seberapa jauh besarnya gaji mengikuti hasil bisnis. Perdapat ini dapat diartikan imbalan atau insentif yang diberikan sebagai remunerasi merupakan hasil kerja yang dilakukan setiap individu tenaga keperawatan dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Dinas mer upakan kewajiban yang harus dilakukan oleh tenaga keperawatan yang telah terikat sebagai pegawai untuk memberikan pelayanan keperawatan. Waktu dinas tenaga keperawatan secara umum didistribusikan dalam tiga shift dinas yang memberikan pelayanan selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu, dan 52 minggu setahun. Pada tempat tertentu yaitu Poliklinik waktu dinas perawat hanya pada pagi hari selama 7 jam sehari 6 hari seminggu. Perawat yang berada di Kamar Operasi Sentral waktu dinas hanya pagi hari selama 7 jam sehari 7 hari seminggu dan berkewajiban siap (stand by) mendapatkan tugas mendadak yang diperlukan pada Kamar Operasi (on call). Jadwal dinas perawat dalam teori manajemen keperawatan merupakan kegiatan pengaturan staf. Pendapat Aydelotte yang dikutip Swansburg (2000) yaitu metodologi pengaturan staf keperawatan harus merupakan proses yang teratur, sistematis, berdasarkan rasional, diterapkan untuk menentukan jumlah dan jenis personel tenaga keperawatan yang dibut u h kan u nt u k member i kan asu han keperawatan pada standar yang ditetapkan sebelumnya pada kelompok pasien dalam situasi tertentu. Hasil akhir adalah perkiraan bentuk dan jumlah staf yang diperlukan untuk memberikan perawatan pada pasien. P e n g a t u r a n d a n p e n j a d w a l a n dinas staf pelayanan keperawatan selalu memper timbangkan jumlah pasien yang dirawat, status ketergantungan pasien (wholly, partly, supportive-educative), keperluan pribadi perawat, dan peraturan kepegawaian yang berlaku umum (libur hari besar dan minggu). Penjadwalan dinas perawat secara umum dibagi menjadi dinas pagi, sore, malam, dan lama hari pengamat. Setiap jadwal mempunyai jumlah waktu (jam) kerja yang berbeda yaitu 7 jam untuk dinas pagi (07.00–14.00), 6 jam untuk dinas sore (14.00–20.00), 11 jam untuk dinas malam (20.00–07.00), dan 15 jam untuk dinas pengamat (16.00–07.00). Jumlah hari dinas setiap perawat adalah sama dalam satu bulan yang disusun pada awal bulan dengan fl eksibilitas yang tinggi antar perawat sehingga memungkinkan perawat untuk bertukar dinas. Dalam Swansburg (2000) dituliskan pola yang dikembangkan untuk pengaturan jadwal dinas harus mencerminkan kebijakan, faktor beban kerja, dan keinginan staf. Jumlah tenaga keperawatan dinas pagi cenderung lebih banyak jika dibandingkan dengan dinas sore dan malam. Perbedaan tersebut dikarenakan setiap pagi hari di samping memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, tenaga keperawatan juga m e m pu ny a i t u g a s a d m i n i s t r a si y a ng berhubungan dengan pasien. Tugas tersebut adalah rekapitulasi jumlah keluar masuk pasien lama dan bar u, mempersiapkan tindakan keperawatan yang menu njang untuk kegiatan medis lain (pemeriksaan laborator iu m, operasi), mempersiapkan keperluan administrasi pasien keluar rumah sakit, dan melaksanakan kegiatan organisasi rumah sakit yang mendukung individu perawat maupun organisasi (contoh: rapat). Perbedaan jumlah tenaga keperawatan yang berdinas pada pagi, sore, atau malam di ruang rawat inap dan emergensi (kecuali kamar operasi sentral) dibedakan dalam lima kategori pasien. Lima kategori pasien menurut Johnson (1984) yang ditulis kembali oleh Gillies (1996) yaitu kategori I adalah pasien yang dapat melakukan aktivitas sendiri, kategori II adalah pasien yang perlu perawatan minimal, kategori III adalah pasien yang membutuhkan bantuan perawat 2 kali setiap aktivitas, kategori IV adalah pasien yang membutuhkan bantuan perawat lebih dari 2 kali setiap aktivitas, dan kategori V adalah pasien yang membutuhkan perhatian dan observasi secara terus menerus dari tenaga keperawatan. Setiap kategori pasien mempu nyai wak t u sendir i yang dihitung berdasarkan kebutuhan dan keadaan pasien. Secara rata-rata tenaga keperawatan yang berdinas pada ruang rawat inap dan emergensi (kecuali kamar operasi sentral) 369 Indeks Remunerasi Tenaga Keperawatan (Suprajitno) setiap harinya dihitung dengan menggunakan rumus yang ditemukan Arndt dan Huckabay pada tahun 1975 (Gillies, 1996). Rumus untuk menghitung kebutuhan tenaga keperawatan dalam satu ruang pelayanan perawatan yaitu: Hasil analisis dari variabel eksogen dinas, diperoleh nilai regresi sebesar -0,097 dan nilai signifikansi sebesar 0,286 yang nilainya lebih besar dari alpha yang ditetapkan sebesar 0,05. Ketidaksignifi kanan kontribusi variabel eksogen dinas terhadap variabel endogen indeks remunerasi, secara fakta ditunjukkan jumlah tenaga keperawatan yang berdinas pagi, sore, malam tidak seimbang. Berdasar jumlah tenaga keperawatan pada ruang rawat inap dan darurat (kecuali kamar operasi sentral) rata-rata tenaga keperawatan yang dinas pagi sebanyak 7 – 10 orang, dinas sore sebanyak 3 orang, dinas malam sebanyak 2 orang, dan sisanya libur (dinas, izin, cuti). Alasan lain, beberapa tenaga keperawatan tidak melaksanakan dinas sore dan malam kecuali dinas sebagai pengamat karena yang bersangkutan diberikan tugas tambahan sebagai kepala r uang perawatan, wakil kepala ruang perawatan, pembimbing praktik keperawatan, atau tugas lain dari institusi yang perlu dilaksanakan pagi hari. I ndek s a d ala h su at u n i lai ya ng merepresentasikan suatu perubahan indikator. Remunerasi dalam Rivai dan Ella (2009) disebut kompensasi adalah sesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan dan merupakan biaya utama atas keahlian atau pekerjaan dan Hasil analisis pada model akhir (gambar 2) diperoleh nilai sig nif ikansi var iabel eksogen tempat kerja, tugas tambahan, dan jenis tindakan yang kurang dari alpha yang ditetapkan sebesar 0,05; nilai unstandardized regression berurut-turut 0,237; 0,078; dan 0,004; dan standardized regression berurutan sebesar 0,252; 0,226; dan 0,218 (lihat tabel 7). Nilai hasil analisis kontribusi variabel eksogen terhadap variabel endogen indeks remunerasi yang signifi kan secara statistika digunakan sebagai penyusun formula indeks remunerasi tenaga keperawatan RSU Ngudi Waluyo Wlingi yaitu: Indeks remunerasi = (0,252 x Tempat Kerja) + (0,226 x Indeks Tugas Tambahan) + (0,218 x Indeks Jenis Tindakan). Armstrong dan Murlis (2003) menulis bahwa faktor kompleksitas tugas dan tanggung jawab terhadap orang yang dilakukan perawat kesehatan mempunyai bobot 7 dan 8 dalam skala 1 sampai 10. Sesuai hasil penelitian komplek sit as t ugas d apat d isejaja rka n dengan tugas tambahan sehari-hari tenaga keperawatan yang mana tugas tambahan sebagai pembimbing praktik, kepala atau wakil kepala ruang perawatan, dan pengamat dilaksanakan dalam wak t u bersamaan. Tangg u ng jawab terhadap orang dapat diasumsikan bahwa tindakan keperawatan berdasar jenis tindakan merupakan suatu tindakan yang har us dilak u kan secara bertanggung jawab terhadap pasien, profesi kesehatan lain, institusi, maupun profesi. Pemberian insentif tenaga keperawatan di rumah sakit perlu menggunakan prinsip proporsionalit as ya ng mengga mba rka n keadilan. Proporsionalitas dapat diartikan setiap orang mendapat hak sesuai dengan kewajiban. Dengan formula indeks remunerasi tenaga keperawatan akan menggambarkan semakin berisiko tempat kerja, semakin kompleks peran yang dilakukan, dan semakin r umit jenis tindakan keperawatan yang dilakukan akan memberikan nilai indeks yang semakin besar. Pemberian remunerasi dalam bentuk insentif yang dilakukan oleh rumah sakit kesetiaan dalam bisnis perusahaan pada abad ke-21. Jika kedua pengertian digabung menjadi indeks remunerasi, dapat diartikan suatu kompensasi yang berubah akibat perubahan i ndi kator. Dijelaskan pula kompensasi langsung terdiri dari pembayaran karyawan dalam bentuk upah, gaji, bonus, atau komisi. 370 Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 357–374 dapat meningkatkan kepuasan kerja setiap pegawai yang berkontribusi terhadap pemberi pelayanan kesehatan yang mana salah satunya pemberian pelayanan keperawatan. Dalam Rivai dan Ella (2009) menurut Job Descriptive Index (JDI) faktor penyebab kepuasan kerja ialah (1) bekerja pada tempat yang tepat, (2) pembayaran yang sesuai, (3) organisasi dan manajemen, (4) supervisi pada pekerjaan yang tepat, dan (5) orang berada dalam pekerjaan yang tepat. Lebih lanjut dituliskan, perusahaan (rumah sakit) harus benar-benar memperhatikan kepuasan kerja karena manusia (tenaga keperawatan) berhak diberlakukan dengan adil dan hormat, yang mana pandangan ini menurut perspektif kemanusiaan. Penggunaan formula indeks remunerasi tenaga keperawatan secara tidak langsung dapat menggambarkan kinerja setiap tenaga keperawatan yang selanjutnya menggambarkan suatu keadilan kompensasi dalam bentuk insentif yang diterima. Rivai dan Ella (2009) menuliskan salah satu kegunaan penilaian kinerja adalah untuk penyesuaian kompensasi. Penilaian kinerja membant u pengambil keputusan dalam penyesuaian ganti rugi, menentukan siapa yang perlu dinaik kan upah-bonus atau kompensasi lain. Penentuan insentif yang diterima tenaga keperawatan menggunakan perhitungan indeks remunerasi menggambarkan konpensasi yang diterima berdasar kinerja individu tenaga keperawatan. Pember ian insentif berdasarkan indeks remunerasi yang dapat ditujukan kepada seluruh tenaga kesehatan dan non kesehatan yang memberikan pelayanan kepada pasien. Strategi bisnis rumah sakit akhirnya d apat menggambarkan potensi su mber pendapatan dan jumlah pendapatan yang diproyeksi setiap tahun bah kan sampai lima tahun sebagai strategi bisnis jangka pendek. Bukan hanya sumber pendapatan saja, pemanfaatan atau pengeluaran juga perlu dituliskan secara transparansi. Sebagai korporasi, rumah sakit dalam perencanaan pengeluaran perlu mempertimbangkan tentang investasi jangka panjang dan pendek, biaya penyusutan aset, biaya sarana dan prasarana, biaya pegawai ter masuk insentif, biaya promosi, dan biaya cadangan. Biaya yang harus ditanggung oleh rumah sakit sebagai korporasi harus seimbang dengan pendapatan. Besar insentif yang diterima oleh tenaga keperawatan perlu diselaraskan dengan kemampuan korporasi (rumah sakit) yaitu apakah berdasarkan pendapatan korporasi atau persentase pengeluaran yang direncanakan. Secara umum, korporasi yang sehat adalah korporasi yang dapat memprediksi penghasilan dan menggunakan penghasilan secara efektif dan ef isien, meskipun secara perat uran diperbolehkan menerima hibah. Diharapkan pengelolaan pendapatan dan pengeluaran diselenggarakan secara fl eksibel berdasarkan kesetaraan antara volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran, mengikuti praktek bisnis yang sehat. Penilaian kesesuaian model digunakan nilai goodness of fi t index (GFI) yaitu sebesar 0,827 (tabel 8). Nilai GFI merupakan nilai yang dipergunakan untuk menentukan kesesuaian analisis mengg u nakan perangkat lu nak AMOS dengan metode maximum likelihood estimation, yang mempunyai nilai kurang atau sama dengan 1. Nilai GFI mempunyai analogi dengan multiple R square in multiple regressions (Arbuckle, 2010). Sehingga formula indeks remunerasi 82,7% dapat dijelaskan oleh faktor tempat kerja, tugas tambahan, dan jenis tindakan, sedangkan 17,3% dijelaskan oleh faktor lain. Hasil simulasi formula indeks remunerasi tenaga keperawatan yang diterapkan pada tenaga keperawatan diperoleh penurunan nilai simpangan baku menggunakan formula sebesar 95,624 dari yang pernah diterima sebesar 223.649 menjadi sebesar 128.025, sedangkan nilai keragaman menggunakan for mula menur un sebesar 13,20 dengan dari yang pernah diterima sebesar 30,88% menjadi sebesar 17,68% (tabel 9). Berdasarkan simpangan baku dan keragaman yang kecil dari penggunaan formula dibanding sebelumnya dapat menggambarkan bahwa perbedaan indeks remunerasi kecil, memungkinkan dapat mengurangi kesenjangan yang terjadi antar tenaga keperawatan. Perbedaan nyata (tabel 2) tampak dalam tugas tambahan dan jenis tindakan yang dilakukan tenaga keperawatan. 371 Indeks Remunerasi Tenaga Keperawatan (Suprajitno) Metode pember ian insentif tanpa menggunakan formula indeks remunerasi memungkinkan tenaga keperawatan cenderung pasif untuk memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Pengamatan yang dilakukan selama penelitian diperoleh bahwa tenaga keperawatan yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala atau wakil kepala r uang perawatan jika tidak mendapat tugas sebagai pembimbing praktik cenderung berdiam diri atau jika ada tindakan keperawatan selalu melimpahkan kepada tenaga keperawatan yang masih muda dan dianggap yunior. Menu r ut Ma r toyo (2007) pr i nsip kompensasi yaitu keadilan dan kelayakan. Keadilan bu kanlah berar ti har us sama rata, tanpa pandang bulu, tetapi har us dapat terkait adanya hubu ngan antara pengorbanan (input) dengan output. Menurut konsep kead ila n tersebut, pener i ma a n berdasar indeks remunerasi sangat baik karena mempertimbangkan variabel tenaga keperawatan. Tenaga keperawatan yang bekerja pada kamar operasi, instalasi gawat darurat, atau intensive care unit yang termasuk dalam kelompok emergensi mempunyai skor yang lebih tinggi dibandingkan tempat kerja yang terkelompok dalam rawat inap dan poliklinik. Berdasarkan tempat ker ja tenaga keperawatan dapat digambarkan semakin berisiko tempat kerja semakin besar pula nilai indeks. Kenyataan, tenaga keperawatan di ruang rawat darurat atau critical care d ip e rlu k a n t e n aga ke p e r awat a n ya ng mempunyai pengetahuan dan keterampilan tertentu agar dapat memberikan pertolongan dan bantuan kepada pasien cepat dan tepat. Pengetahuan dan keterampilan tersebut diperoleh melalui suatu kegiatan pelatihan yang membutuhkan waktu lama. Ditinjau dari tugas tambahan tenaga keperawatan skor tenaga keperawatan yang mendapat peran tambahan secara berjenjang berbed a apalagi mempu nyai t a ngg u ng jawab sebagai pengamat yang secara fakta membut u h ka n wa k t u d a n kema mpu a n tersendiri. Berdasar tindakan keperawatan yang dilaksanakan semakin tampak perbedaan besar indeks tenaga keperawatan yang berpengaruh juga pada besaran insentif yang diterima. Ditinjau dari tempat kerja tenaga keperawatan terdapat perbedaan pada jenis dan jumlah tindakan keperawatan yang dilaksanakan maka berbeda pula indeks remunerasi akhir. Keadaan yang demikian memu ngk in kan keadilan dalam tenaga keperawatan diperoleh dan dapat mengurangi kesenjangan. Sehingga prinsip keadilan dalam pemberian insentif menggunakan indeks remunerasi dapat digunakan. P r i n sip ke du a d ala m pembe r ia n kompensasi adalah kelayakan. Kelayakan menurut kompensasi dapat berarti seseorang yang melakukan jasa maka akan mendapat imbalan yang layak atau pantas. Dalam simulasi, khususnya jenis tindakan keperawatan yang dilakukan tenaga keperawatan dapat menggambarkan semakin besar dan khusus jenis tindakan yang dilaksanakan semakin besar skor yang dimiliki dan semakin besar pengar uhnya kepada indeks remunerasi. Martoyo (2007) menuliskan makin tinggi pengorbanan semakin tinggi penghasilan yang diharapkan; dapat dimaknai bahwa t i nd a ka n keperawat a n ya ng dila k u ka n berdasarkan jenis dan jumlah merupakan suatu pengorbanan yang diberikan tenaga keperawatan. Bentuk pengorbanan bukan hanya tindakan keperawatan yang dilakukan termasuk kesabaran dan empati kepada pasien saat melakukan. Tabel 4 menunjukkan persepsi tenaga keperawatan tentang keadilan, jumlah, dan kenaikan insentif yang negatif dan dipertegas pula kesenjangan yang disampaikan secara lisan, penggunaan formula indeks remunerasi dapat menjawab berapa besar nilai indeks remunerasi yang dimiliki setiap tenaga keperawatan yang berdampak terhadap besaran nominal yang akan diterima. Dari hasil simulasi, jika tenaga keperawatan tidak melakukan tindakan keperawatan berdasar jenis dan jumlah, hanya mempunyai indeks yang cenderung kecil yang berasal dari tempat kerja dan tugas tambahan. Karena tempat kerja dan tugas tambahan cenderung mempunyai skor dan indeks yang tetap, berbeda dengan indeks jenis tindakan yang sangat dipengaruhi 372 Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 357–374 oleh jenis dan jumlah tindakan keperawatan yang dilakukan. Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan statistika, mempunyai kelebihan yaitu variabel tenaga keperawatan yang bersifat kualitatif dapat dikuantifi kasi sehingga memungkinkan untuk dihitung dan dapat dijadikan sebagai penyusun faktor. Kumpulan faktor yang secara statistika dapat diterima melalui analisis dapat dikompositkan sehingga membentuk satu nilai yang disebut indeks. Indeks akan menggambarkan secara sendiri keadaan sampel, sehingga setiap individu memiliki nilai indeks berbeda tergantung nilai variabel yang menyusun faktor. Sebelas variabel teramati yang diukur dari tenaga keperawatan, secara statistika terdapat enam variabel yang dapat digunakan untuk menyusun faktor. Enam variabel dapat menyusun tiga faktor yaitu faktor tugas tambahan disusun oleh tugas tambahan sehari- hari perawat dan lama hari sebagai pengamat. Faktor kedua yaitu jenis tindakan keperawatan yang disusun oleh jenis tindakan keperawatan sederhana, ringan, sedang, dan berat-khusus. Sedang satu variabel yaitu tempat kerja sebagai faktor secara langsung menyusun indeks remunerasi. Ad a nya t e mu a n ba r u p e nel it ia n berupa formula indeks remunerasi tenaga keperawatan diharapkan semua variabel tenaga keperawatan dapat dikuantif ikasi sehingga dapat diperhitungkan seberapa besar kontribusi terhadap indeks remunerasi. Sebagai awal, yaitu tempat kerja dan tugas tambahan dikuantifi kasi sehingga jika dihitung secara statistika mempunyai kontribusi secara numerik. Penggunaan formula indeks remunerasi memungkinkan besaran insentif yang diterima oleh tenaga keperawatan rumah sakit bersifat objektif. Meskipun tenaga keperawatan mempunyai tempat kerja sama, jika tugas tambahan yang dimiliki oleh setiap tenaga keperawatan berbeda memungkinkan insentif yang diterima akan berbeda. Tugas tambahan merupakan suatu tugas yang harus dilaksanakan oleh tenaga keperawatan setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan tugas tambahan yang dilaksanakan semakin besar nilai semakin besar konsekuensi dan tanggung jawab. Jenis tindakan keperawatan yang dilakukan berasal dari perencanaan asuhan ke p e r awat a n , seh i ng ga set iap t e n aga keperawatan akan melaksanakan tindakan keperawatan yang berbeda. Jenis tindakan keperawatan disusun bertingkat dari mulai sederhana sampai yang khusus, merupakan tindakan keperawatan yang secara kewenangan dan kemampuan tidak dapat dikerjakan oleh semua tenaga keperawatan. Pengelompokan dila k u kan sesuai dengan kompleksit as tindakan dan waktu mengerjakan. Tenaga keperawatan baru ditempatkan pada tempat kerja yang tidak membutuhkan tindakan keperawatan besar dan khusus. Semakin lama bekerja tenaga keperawatan m e n d a p a t p el a t i h a n d a n p e n d id i k a n t a mba h a n u nt u k d apat mela k sa n a k a n tindakan keperawatan besar dan khusus. Sebagai konsekuensi melaksanakan tindakan keperawatan yang kompleks dan membutuhkan waktu lama semakin besar pula nilai yang perlu diperoleh tenaga keperawatan. Berdasarkan tugas tambahan, semakin besar tanggung jawab yang dilakukan tenaga keperawatan akan mendapat skor tinggi. Dan semakin kompleks jenis tindakan keperawatan yang dilakukan akan semakin besar pula skor yang diperoleh. Semakin besar skor tugas tambahan dan jenis tindakan keperawatan maka akan semakin besar pula indeks remunerasi yang dimiliki dan semakin besar pula insentif yang diterima. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan yang dapat dibuat adalah tempat kerja tenaga keperawatan, tugas tambahan, jumlah hari sebagai pengamat, d a n jen is t i nd a ka n keperawat a n ya ng dikelompokkan dalam kategori tindakan keperawatan sederhana, ringan, sedang, besar, dan khusus digunakan sebagai variabel tenaga keperawatan untuk pengembangan indikator indeks remunerasi dan variabel tersebut sesuai dengan ilmu keperawatan. Faktor 373 Indeks Remunerasi Tenaga Keperawatan (Suprajitno) indeks remunerasi yang sesuai adalah tempat kerja, tugas tambahan, dan jenis tindakan yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar 0,252; 0,226, dan 0,218. Semakin berisiko tempat kerja, semakin kompleks tugas tambahan, dan semakin banyak tindakan keperawatan yang dikerjakan semakin besar remunerasi yang diterima. Saran For mula indeks remunerasi tenaga keperawatan ini dapat diterapkan di rumah sakit dengan didasarkan asas keadilan dan mempertimbangkan kemampuan keuangan rumah sakit. Pemberian remunerasi tenaga keperawatan dapat diberikan dalam bentuk peningkatan pendidikan formal, pelatihan kompetensi, dan studi banding. Penerapan formula indeks remunerasi tenaga keperawatan diperlukan landasan hukum pelaksanaan dan perat uran tek nis bagi r umah sakit. Sebagian penghasilan rumah sakit hendaknya didayagunakan untuk investasi pengembangan sarana dan prasarana sebagai upaya praktik bisnis yang sehat. Mempertimbangkan variabel lain yaitu beban kerja tenaga keperawatan sebagai indikator indeks remunerasi. KEPUSTAKAAN Arbuckle, J.L., 2010. IBM SPSS® AMOS™ 19 User’s Guide. URL: http://www.spss. com. Armstrong, M. & Murlis, H., 2003. Manajemen I m b a l a n: S t r a t e g i d a n P r a k t i k Remunerasi, Cetakan Kedua. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer. Byr ne, B.M., 1998. Structural Equation Modelling with LISREL, PRELIS, and SIMPLIS: Basic Concepts, Application, and Programing. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., Publicher. Depkes RI, 2006. Pedoman Pengembangan Sistem Jenjang Karir Profesional Perawat. Jakarta: Depkes. Fahad, F. Al-M., 2005. The Effects of Nursing Care on Overall Patient Satisfaction and its Predictive Value on Return- to-provider Behavior A Survey Study. Quality Management in Helath Care Journal; April-June 2005; Vol. 14, No. 2; p. 116–125. Faizin, A. dan Winarsih, 2008. Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Lama Kerja Perawat Dengan K iner ja Perawat di RSU Pandan Arang Kabupaten Boyolali. Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol. 1 No. 3, September 2008: 137–142. Surakarta: Universitas Muhamadiyah Surakarta. Gillies, D.A., 1996. Manajemen Keperawatan: Suatu Pendekatan Sistem. Edisi Kedua. Alih Bahasa: Dika Sukmana dan Rika Widya Sukmana. Jakarta: EGC. Grossmann, M., 1999. The Human Capital Model of The Demand for Health. Ca mbr idge: Nat ion a l Bu r e au of Economic Research. Haidar, E., 2008. Evaluating patient satisfaction with nurse practitioners. Nursing Times Journal; July 2008; Vol 104, No. 26; p. 32– 33. Mahesa, D., 2010. Analisis Pengaruh Motivasi dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan dengan Lama Kerja sebagai VariabelModerating. Skripsi. Semarang: Fa k u l t a s E k o n o m i U n i v e r s i t a s Diponegoro Semarang. Martoyo, S., 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Tiga Cetakan Pertama. Yogyakarta: BPFE. Nursalam, 2011. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika. Perat uran Rektor Universitas Airlangga Su r abaya Nomor 28/ H 3/ PR /2011 tanggal 29 Nopember 2011 tentang Tarif Pelayanan Kesehatan pada Rumah Sakit Universitas Airlangga. PPNI, 1999. Kepera watan dan Prak tik Keperawatan. Jakarta: Pengurus Pusat PPNI. PPNI, 2001. Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Berkelanjutan Bagi Perawat. Jakarta: Pengurus Pusat PPNI. Rivai, V. & Ella, J.S., 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan. Jakarta: Rajawali Press. S w a n s b u r g , R .C ., 2 0 0 0. Pe n g a n t a r K e p e m i m p i n a n & M a n a j e m e n Keperawatan untuk Perawat Klinis, Alih Bahasa: Suharyati Samba. Jakarta: CV EGC. 374 Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 357–374 Terry, G.R., 2006. Asas-asas Manajemen, Cetakan Kelima, Penerjemah: Winardi. Bandung: Alumni. Terry, G.R., 2006. Prinsip-prinsip Manajemen, Cetakan Kedelapan, Penerjemah: J. Smith D.F.M. Jakarta: Bumi Aksara.