NERS Vol 5 No 1 April 2010_Akreditasi 2013.indd 29 RELAKSASI AFIRMASI MENINGKATKAN SELF EFFICACY PASIEN KANKER NASOFARING (Relaxation Affi rmation Technique Increases Self Effi cacy of Patients with Nasopharingeal Cancer) Ah. Yusuf*, Ira Suarilah*, Pandu Rahmat* * Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya Telp/Fax: (031) 5913257 E-mail: yusuf@fk.unair.ac.id ABSTRACT Introduction: Patient with nasopharynx cancer may experience emotional distres. Emotional distres and anxiety may lead to decrease self-effi cacy. Clients with a negative perception of the health or low self-effi cacy would become apathetic and disability in soluns problem as compensation of getting that disease. The purpose of this study was the relaxation affi rmations techniques in order to increase self-effi cacy patient with nasopharynx cancer. Methode: This study used pra-experiment pre-post test design. Population was taken from patient with nasopharynx cancer of Ear Nose and Throat (ENT) Patient Departement Dr. Soetomo Hospital at Surabaya. Sample comprised of 19 respondents who selected based on inclusion criteria. Independent variable was the relaxation affi rmations. Dependent variable was self effi cacy of nasopharyngeal cancer patients. Data were collected using the observation sheet. Result: The results showed that there was a signifi cant infl uence of relaxation affi rmation in increased self-effi cacy patient with nasopharynx cancer, with p = 0.008. Discussion: Based on that results, it can be concluded that relaxation affi rmations help patients nasopharyngeal cancer in THT Patient Departement Dr. Soeotomo Hospital at Surabaya in improving self-effi cacy so that they would have ability to accept reality and belief in health pattern for optimalizing quality of life. Relaxation affi rmations techniques including diaphragma breathing and affi rmation decrease sympatic nerve activity and increase positive fi rm belief in patient. Keywords: relaxation affi rmations, self-effi cacy, nasopharyngeal cancer patients PENDAHULUAN P a s i e n y a n g m e n g e t a h u i d i r i n y a mengidap kanker dapat menjadi stres dan merasa dia akan cepat mati (Sukardja, 2000). Hal ini dikarenakan kanker dapat menimbulkan gejolak psikis dan sosial bagi pasien karena kanker masih sangat mudah diasosiasikan dengan kematian, penderitaan, biaya mahal, pengobatan jangka panjang yang melelahkan dan akibat terapi yang tidak nyaman (Deviana, 2009). Kanker nasofaring sendiri merupakan kanker yang berasal dari sel epitel nasofaring yang berada di rongga belakang hidung dan di belakang langit-langit rongga mulut. Letak kanker yang berdekatan dengan area kepala membuat penyebaran virus epstain barr mudah terjadi, virus ini dapat menyebar pada bagian mata, telinga, kelenjar leher, dan otak sehingga penderita kanker nasofaring sering kali mengalami emotional distres (Djafar, 2009). Perbedaan prognosis (angka bertahan hidup) pada pasien kanker nasofaring yaitu 76,9% untuk stadium I, 56% untuk stadium II, 38,4% untuk stadium III, dan hanya 16,4% untuk stadium IV (Averdi, 2000). Perkembangan penyakit kanker nasofaring pada umumnya relatif cepat sehingga angka harapan hidup relatif pendek kurang dari 5 tahun, kondisi seperti ini akan memengaruhi kondisi psikis seseorang, yang dapat berupa ansietas dan depresi (Sudoyo, 2007). Klien dengan persepsi yang negatif yang berasal dari diri sendiri, seperti kekhawatiran yang berlebihan, tekanan batin karena kehilangan sesuatu dalam dirinya menyebabkan pasien mengalami penurunan self efficacy. Tingkat self efficacy yang rendah dan lingkungan yang tidak mendukung akan menjadi apatis, pasrah atau merasa tidak Jurnal Ners Vol. 5 No. 1 April 2010: 29–37 30 mampu untuk mengatasi keadaan (Alwisol, 2004). Self efficacy merupakan keyakinan yang bisa memengaruhi seseorang dalam merasakan, berfikir, memotivasi dirinya dan beraksi yang dikembangkan dari teori belajar sosial oleh Bandura pada tahun 1977. K e a d a a n e m o t i o n a l d i s t re s , j i k a tidak di atasi dapat berkembang menjadi gangguan psikologis (adjustment disorder) dan memperburuk kondisi fisik penderita kanker. Kondisi psikologis merupakan penggerak hidup kita untuk berbuat menjadi lebih baik atau lebih buruk tergantung pada kemampuan dalam mengendalikan kondisi psikologis. Gambaran reaksi psikologis pada pasien kanker nasofaring di Ruang THT umumnya merasa khawatir, firasat buruk, sampai gelisah. Relaksasi merupakan salah satu prosedur latihan yang bisa digunakan untuk menurunkan tingkat stres dan depresi (Bernhardt, 2001). Afirmasi merupakan self hypnoterapy dalam dunia lebih ringan, disebut juga sugesti diri, di mana seseorang dapat menghipnosis diri sendiri dari emosi negatif. Afirmasi dapat memperkuat rasa percaya diri dan keyakinan pasien dalam mengatasi situasi dan menghasilkan sesuatu yang positif dengan cara pengulangan kalimat penegasan (afirmasi) sehingga tercipta kecenderungan seseorang untuk mengucapkan hal-hal positif yang dapat meningkatkan integritas diri dalam memaknai suatu kehidupan sehingga tercipta self efficacy yang baik (Brealey, 2002). Namun pengaruh relaksasi afirmasi terhadap self efficacy pasien kanker nasofaring belum dapat dijelaskan. Kurang lebih 5 dari 100.000 penduduk Indonesia adalah pengidap kanker nasofaring. Kanker nasofaring masuk dalam kelompok lima besar tumor ganas yang sering dijumpai di Indonesia, bersama-sama dengan kanker payudara, leher rahim, paru dan kulit. Kanker nasofaring merupakan kanker yang paling banyak diderita masyarakat untuk jenis kanker Telinga Hidung Tenggorokan (THT) Kepala Leher (KL) (Tritia, 2009). Berdasarkan data yang didapat peneliti di ruang THT RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2007 didapatkan kenaikan sebesar 63% pasien kanker nasofaring dari tahun 2006, yaitu sebanyak 194 pasien kanker nasofaring pada tahun 2006 dan 304 pasien pada tahun 2007. Pada bulan Oktober, November dan Desember didapatkan rata-rata 25 pasien kanker nasofaring yang mayoritas menjalani kemoterapi. Penderita kanker nasofaring lebih sering dijumpai pada pria dibanding pada wanita dengan rasio 2–3: 1. Penyakit ini ditemukan terutama pada usia yang masih produktif yaitu usia 30–60 tahun, dengan usia terbanyak adalah 40–50 tahun (Asroel, 2002). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa hampir 47% pasien kanker nasofaring di Ruang RSUD Dr. Soetomo Surabaya tanggal 25 Juni 2008 sampai 10 Juli 2008 mempunyai self efficacy yang sedang di mana masih banyak didapatkan pasien yang belum bisa menerima akan keadaan dengan selalu menyesali kehidupan yang dialaminya sekarang, dan 6% mempunyai self efficacy yang kurang di mana pasien tidak memiliki keyakinan akan kesembuhannya, merasa untuk tidak bertanggung jawab akan kesembuhannya dengan bersikap acuh dan tidak kooperatif (Eka, 2008). Kondisi seperti ini jika dibiarkan akan menjadi gangguan psikologis yang lebih parah dan memengaruhi kondisi klinis pasien. Pengobatan kanker merupakan stresor baru bagi penderita, kemoterapi sering menimbulkan masalah atau stres pada pasien. Perasaan negatif dan informasi yang kurang dari petugas kesehatan tentang pelaksanaan, manfaat dan efek samping dari kemoterapi dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan pada pasien (Gale, 2000). Emosi yang kuat, takut, cemas, stres dapat mengurangi self efficacy (Alwisol, 2004). Jika tidak dapat mengatasi stresor yang dialaminya, maka pasien bisa mengalami emosi yang negatif dan menuju ke tahapan stres lebih lanjut. Hal tersebut bisa memperburuk kondisi pasien, baik kondisi fisik maupun psikis. Kondisi stres pasien kanker memiliki pengaruh yang signifikan pada perjalanan penyakit. Stres memengaruhi motivasi untuk hidup yang membuat seluruh hormonal tubuh tidak mampu menjadi imun atau kekebalan bagi dirinya sendiri. Pengaruh stres terhadap sistem imun adalah akibat pelepasan neuropeptida dan adanya reseptor neuropeptida pada limfosit B dan limfosit T. Kecocokan neuropeptida dan reseptornya akan menyebabkan stres dan dapat Relaksasi Afi rmasi CPR (Ah. Yusuf) 31 memengaruhi kualitas sistem imun seseorang maka perlu meningkatkan self efficacy dan menciptakan lingkungan yang kondusif selama proses pengobatan. Dengan kepercayaan kesehatan yang tinggi diharapkan klien dapat mengatasi stres dan akan berusaha mencapai kesembuhan yang diharapkan atau mengubah tingkah laku menjadi perilaku sehat sehingga stres berkurang dan self efficacy pasien akan lebih baik (Alwisol, 2004). Di Ruang THT RSUD Dr. Soetomo saat ini sudah dilakukan pendekatan spiritual dan PKMRS individu untuk meminimalkan reaksi psikologis pasien kanker nasofaring. Pengurangan emosi negatif dan relaksasi dapat membantu seseorang untuk menurunkan stres dan depresi (Bernhardt, 2001). Penetralisiran emosi negatif melalui pemberian nafas ditambah dengan pemberian kalimat afirmasi yang ditanamkan dipikiran alam bawah sadar pasien dapat membentuk persepsi dan koping yang positif sehingga akan memengaruhi sistem lymbik untuk meningkatkan respon emosi yang positif, meningkatkan pertahanan diri, serta perasaan relaks (Andika, 2007). Relaksasi afirmasi merupakan teknik gabungan antara relaksasi dan afirmasi yang dapat menurunkan emosi negatif dengan menanamkan kalimat afirmasi ke dalam pikiran alam bawah sadar seseorang disaat merasa rileks setelah diberikan relaksasi yang prosedurnya mudah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan biaya, waktu, dan tenaga yang begitu besar sehingga dengan latar belakang demikian peneliti mencoba menerapkan relaksasi Afirmasi sebagai satu upaya untuk meningkatkan self efficacy pasien kanker nasofaring di Ruang THT RSUD Dr. Soetomo Surabaya BAHAN DAN METODE Penelitian yang akan dilaksanakan merupakan penelitian pra eksperimental one- group pre-post test design. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien kanker nasofaring Di Ruang THT RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tanggal 4–14 Januari 2009 berjumlah 25 pasien dengan stadium lanjut. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan penentuan kriteria sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi yang dimaksud adalah: pasien kanker nasofaring dengan usia minimal 20 tahun, pasien kanker nasofaring stadium III dan IV yang kooperatif, pasien kanker nasofaring yang menjalani kemoterapi. Kriteria Eksklusi yang dimaksud adalah pasien kanker nasofaring yang pulang paksa. Sampelyang didapat sebanyak 19 orang. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah relaksasi afirmasi, sedangkan variabel tergantung yang digunakan yaitu self efficacy pada pasien kanker nasofaring. Teknik Relaksasi Afirmasi merupakan teknik gabungan antara dari teknik nafas dalam dan afirmasi yang berbasis pada teori Respon Relaksasi Benson (Benson, 1975) dan teori self-affirmation steele yaitu penggunaan nafas dalam dan pengulangan kalimat positif sederhana yaitu kalimat yang dapat meningkatkan keyakinan diri dan menghindari kata “tidak” yang terangkai dalam 6 langkah yang dilakukan secara terprogram dan teratur yang bertujuan untuk meningkatkan integritas diri dan memberikan kondisi santai serta perasaan rileks (tabel 1). Pelaksanaan relaksasi afirmasi dilakukan sehari sekali selama 3 hari pada masing-masing pasien. Waktu pelaksanaan pada sore hari antara jam 5–7 sore dan dalam satu sesi dilakukan antara 10–15 menit. Pelaksanaan dilakukan di ruang kelas 1 atau kelas 2, atau ruangan yang memungkinkan yang tidak terlalu bising. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuisioner yang didapatkan peneliti dari konsep yang sudah ada dengan sedikit modifikasi untuk menyesuaikan dengan keadaan lingkungan responden. Kuesioner self efficacy dimodifikasi dari vanderbilt mental health self efficacy questionnaire yang terdiri dari 25 item pernyataan skala Likert tentang efficacy expectation, yaitu persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu dan outcome expectations, yaitu perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil tertentu dan motivasi untuk berpartisipasi terhadap proses mencapai kesembuhan. Semua item pernyataan adalah favorable dengan pertimbangan pernyataan unfavorable dapat memengaruhi kondisi Jurnal Ners Vol. 5 No. 1 April 2010: 29–37 32 psikologis individu dan dapat meningkatkan stres. Kuesioner self efficacy adalah kuesioner tertutup dan akan diisi oleh penderita kanker nasofaring. Kuesioner tertutup adalah kuesioner yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden tinggal memberikan tanda centang (√) pada kolom yang sesuai (Arikunto, 2007). Skala Likert yang dipakai yaitu Sangat Setuju (SS) bernilai 5, Setuju (S) bernilai 4, Tidak Setuju (TS) bernilai 2 dan Sangat Tidak Setuju (STS) bernilai 1. Peneliti sengaja menghilangkan item yang ada di tengah, yaitu ragu-ragu karena responden cenderung memilih alternatif yang ada di tengah (karena dirasa aman dan paling gampang karena hampir tidak berpikir) (Arikunto, 2007). Nilai tertinggi yang didapat = 125, Nilai terendah yang didapat = 25, Dikategorikan dalam persentase (Arikunto, 2003): Tinggi = 76–100%, Sedang = 56–75%, Rendah = <56%. Data yang terkumpul dan memenuhi syarat dikelompokkan dan ditabulasikan sesuai dengan sub variabel. Data- data tersebut selanjutnya diolah dan dianalisis menggunakan uji statistik wilcoxon signed ranked test program windows SPSS dengan menggunakan derajat kemaknaan α < 0,05. Dari analisis tersebut dilakukan pembahasan secara deskriptif dan analitik sehingga diperoleh suatu gambaran dan pengertian yang lengkap tentang hasil penelitian. HASIL PENELITIAN Distribusi responden berdasarkan data demografi, sebagian besar responden berusia 51–60 tahun (37%), usia 31–40 tahun sebanyak 27%, dan berusia 41–50 tahun (26%). Berdasarkan jenis kelamin yaitu sebagian besar responden adalah berjenis kelamin laki-laki (74%). Seluruh responden sudah menikah dengan tingkat pendidikan sebanyak 37% tamat SD, 16% tamat SLTP, dan responden yang tidak pernah mendapatkan pendidikan formal sebanyak 31%. Berdasarkan pekerjaan yaitu sebagian responden bekerja sebagai petani (53%), dan wiraswasta (26%), serta sebanyak 10% responden tidak bekerja. Seluruh responden sudah mendapatkan informasi dari petugas kesehatan. Mayoritas tidak ada keluarga responden yang menderita kanker (89%). Sebanyak 15 responden (79%) menyatakan suka merokok dan 14 responden Tabel 1. Langkah-langkah relaksasi Afi rmasi No. Langkah-langkah 1. Anjurkan klien duduk dengan bahu rileks dan punggung tegak, namun tetap merasa nyaman 2. Anjurkan klien untuk bernafas melalui hidung di sepanjang latihan dan menggunakan pernafasan perut. 3. Anjurkan klien untuk berfokus pada pernafasannya. Tarik nafas dengan lambat dan mendalam dalam hitungan empat hitungan (detik). Lalu hembuskan secara perlahan dalam delapan detik. Ulangi sebanyak dua atau tiga kali, lalu tarik beberapa kali pernafasan yang normal, lalu ulangi pernafasan yang dilakukan secara perlahan. 4. Lakukan pernafasan secara perlahan dan mendalam dalam empat hitungan (detik), tahan selama empat detik tanpa ketegangan, lalu hembuskan nafas dalam empat hitungan. Ulangi beberapa kali. 5. Tutup mata apabila mungkin, lalu tarik nafas dua atau tiga kali. Dalam setiap hembusan nafas, anjurkan klien untuk merasakan bahwa ia sedang melepaskan ketegangan yang ada pada dirinya serta merasakan bahwa dengan setiap hembusan nafas dia menjadi lebih segar dan lebih berenergi. 6. Anjurkan klien untuk fokus pada bagian di antara pusar dan tulang dada (solar plesus) dan menyadari pernafasan yang mengalir keluar dan masuk. Sambil merasakan gerakan naik-turun perut, anjurkan klien untuk mengucapkan kalimat afi rmasi yang ditentukan pasien sendiri, dengan cara kita menanyakan pasien apa yang sedang dirasakan dan ingin dilakukan serta harapan pasien kedepan misal: “Semuanya baik-baik saja, saya merasa tenang” atau “saya yakin bisa menjalani cobaan ini”, “saya percaya tuhan masih menyayangi saya, saya ikhlas dan pasrah”. Relaksasi Afi rmasi CPR (Ah. Yusuf) 33 (74%) sering makan makanan instan dan penyedap rasa, makan ikan asin didapatkan pada 12 responden (63%). Berdasarkan kemoterapi yang dijalankan yaitu paling banyak responden menjalani kemoterapi yang ke-II (42%) dan kemoterapi yang ke-III (26%), sisanya masih menjalani kemoterapi ke-I, IV, dan V. penderita stadium IV yaitu sebanyak 16 orang (84%). Hasil penelitian menunjukkan sebelum diberikan perlakuan relaksasi afirmasi 7 responden (37%) mengalami self efficacy sedang, 58% baik, dan 5% kurang. Setelah diberikan relaksasi afirmasi 17 responden (89%) pasien kanker nasofaring memiliki self efficacy yang tinggi dan 2 responden (11%) masih mengalami self efficacy yang sedang. Berdasarkan uji statistik wilcoxon Signed Rank Test ditemukan adanya perubahan tingkat self efficacy sebelum dan setelah dilakukan intervensi relaksasi afirmasi dengan nilai p=0,008 (Tabel 2). PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 19 responden, pasien yang memiliki self efficacy tingkat tinggi sebanyak 11 responden (58%), 7 responden sedang (37%), dan kurang sebanyak 1 responden (5%). Dari 11 responden yang mempunyai self efficacy tinggi 7 responden (64%) memiliki outcome expectation yang lebih tinggi dan 2 responden (18%) memiliki efficacy expectation yang lebih tinggi, dan 2 responden (18%) memiliki efficacy expectation dan outcome expectation yang berimbang. Efficacy expectation yang tinggi yaitu percaya bahwa dirinya dapat memperoleh kesembuhan dengan usaha yang sungguh-sungguh diyakini dapat berhasil, dan outcome expectation tinggi yaitu responden termotivasi, turut berperan serta dalam proses pengobatan. Responden merasa bertanggung jawab dalam proses pengobatan dan mengerti bagaimana usaha yang harus dilakukan untuk membantu mendapatkan kesembuhan. Diketahui bahwa dari 7 responden yang mempunyai self efficacy sedang mempunyai outcome expectation yang rendah sebanyak 3 responden (43%), tidak berpartisipasi langsung pada perencanaan pengobatan, mereka mempercayakan rencana pengobatan kepada keluarga atau petugas kesehatan sendiri. Responden pasif tidak tahu mengenai rencana pengobatan dan kurang merasa bertanggung jawab atas kesembuhannya. Sebagian responden juga tidak mengatakan keluhan tentang permasalahan dalam kesehatan seperti nyeri kepala, berdenging di telinga dan mual baik kepada petugas kesehatan maupun kepada keluarga. Permasalahan tersebut di atasi sendiri dengan membiarkannya begitu saja dengan beristirahat. Kepercayaan seseorang akan self efficacy dapat dipengaruhi oleh empat sumber yang termasuk pengalaman pribadi, bertemu seseorang yang mengalami kejadian yang sama dengan dirinya yang berhasil sukses, pengaruh sosial oleh seseorang yang sukses dalam keadaan yang sama dan keadaan emosi seseorang (Alwisol, 2004). Persepsi self efficacy dapat dilihat dari persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu yang disebut efficacy expectation dan perkiraan diri bahwa usaha yang dilakukan akan mencapai hasil dan partisipasi dalam usaha yang dilakukan atau outcome expectation (Godwin, 2004). Self efficacy juga dipengaruhi oleh gender. Pada umumnya dilaporkan bahwa laki-laki cenderung lebih percaya diri daripada perempuan (Meece, 1991 dalam Schunk, 1999). Laki-laki dan perempuan juga mempunyai kecenderungan perbedaan sikap ketika mempersepsi self efficacy. Perempuan lebih rendah dalam mempresepsi self efficacy mereka daripada laki-laki (Schunk, 1999). Self efficacy dipengaruhi oleh usia. Tabel 2. Tingkat self effi cacy pasien kanker nasofaring sebelum dan setelah relaksasi afi rmasi Tingkat self effi cacy Pre Post n n Baik 11 17 Sedang 7 2 Kurang 1 0 Total 19 19 Hasil uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test p = 0,008 Keterangan: p = signifi kansi n = jumlah Jurnal Ners Vol. 5 No. 1 April 2010: 29–37 34 F a k t o r k e m a t a n g a n u s i a s a n g a t memengaruhi proses berpikir seseorang (Huclock, 1998). Persepsi kognitif in-efficacy disertai rendahnya tingkat intelektual individu akan membuat seseorang lebih rentan terhadap stres dan depresi. Self efficacy akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya self efficacy akan menurun jika mengamati orang yang gagal. Sebagian responden adalah laki-laki sehingga mereka lebih baik dalam mempersepsi self efficacy mereka. ini tergambar bahwa dari 11 orang yang mempunyai self efficacy tinggi, 8 di antaranya adalah laki-laki dan 3 orang lainnya adalah perempuan. Sebanyak 26% responden berusia antara 41–50 tahun. Semakin cukup umur, tingkat pengetahuan dan kematangan seseorang akan lebih dalam berpikir dan bekerja, semakin banyak pula pengalaman hidup yang didapat sehingga akan berpengaruh terhadap self efficacy individu. Responden yang mempunyai self efficacy kurang berusia >60 tahun yang menderita stadium IV, menjalani kemoterapi ke-1 dan menderita kanker nasofaring selama 6 bulan, hal ini dipengaruhi karena belum adanya pengalaman pribadi dan keadaan emosi yang labil karena kemoterapi merupakan hal yang baru bagi pasien. Kurangnya komunikasi dan interaksi dengan model sosial membuat self efficacy individu menjadi kurang. Keadaan fisik responden juga memengaruhi persepsi self efficacy, responden yang sudah menjalani kemoterapi tahap akhir tetapi kondisi fisik mereka menurun membuat self efficacy kurang. Sebagian responden tidak mengerti dan binggung pada rencana pengobatan, tahapan kemoterapi serta pengobatan lanjutan setelah kemoterapi, dan prosedur dalam pengobatan masih dirasakan membingungkan bagi responden sehingga membuat kurangnya self efficacy individu. Berdasarkan hasil penelitian setelah dilakukan relaksasi afirmasi terjadi perubahan tingkat self efficacy pasien kanker nasofaring. Sebanyak 37% pasien kanker nasofaring yang memiliki self efficacy sedang setelah dilakukan relaksasi afirmasi berubah menjadi 11%, dan 5% pasien kanker nasofaring yang memiliki self efficacy yang kurang setelah dilakukan relaksasi afirmasi berubah menjadi 0%. Secara keseluruhan pemberian relaksasi afirmasi memberikan reaksi positif terhadap peningkatan self efficacy pasien kanker nasofaring. Berdasarkan data 17 responden pasien kanker nasofaring yang memiliki self efficacy tinggi sudah mengalami peningkatan efficacy expectation sebanyak 11 responden (65%) yang ditunjukkan dengan 8 responden (73%) menyatakan setuju dan 27% menyatakan setuju sekali bahwa mereka harus memiliki kepercayaan dan kemampuan untuk turut berperan serta dalam mencapai kesembuhan. Peningkatan efficacy expectation pasien kanker nasofaring juga tergambar pula bahwa bukan merupakan hal yang sia-sia untuk percaya bahwa bisa mendapatkan kesembuhannya kembali, 74% pasien setuju akan hal itu. Setelah dilakukan relaksasi afirmasi juga terjadi peningkatan outcome expectation pada pasien kanker nasofaring sebesar 94%, mereka percaya akan hasil yang diharapkan dengan selalu mengikuti program terapi secara aktif dan ingin selalu mengetahui perkembangan kesehatannya. Sebagian besar responden setelah dilakukan relaksasi mempunyai self efficacy yang tinggi, sudah menerima dengan pasrah menderita penyakit kanker nasofaring meskipun sudah menderita sakit selama 12 bulan ataupun yang baru 5 bulan, tapi responden tetap yakin dapat memperoleh kembali kesehatannya sehingga tetap mencari pengobatan yang mereka yakini dapat membantu mendapatkan kesembuhan. Responden sudah mempercayakan pengobatan kepada pihak RSUD Dr. Soetomo. Responden yang merasa harus mengetahui keadaan mereka sudah mengerti bagaimana caranya mendapatkan informasi tentang penyakit dan pengobatan terbaik kanker nasofaring. Seseorang yang memiliki pandangan positif terhadap diri sendiri memiliki tingkat distres dan efek fisik terhadap stres yang lebih rendah dan kesejahteraan mental yang lebih tinggi (Bonnano, Recknicke dan Deckel, 2005 dikutip oleh Creswell, 2007). Peningkatan Relaksasi Afi rmasi CPR (Ah. Yusuf) 35 integritas diri juga membantu seseorang untuk menghadapi ancaman dan peristiwa hidup yang menyakitkan dengan lebih adaptif (Sherman dan Cohen, 2006). P a s i e n k a n k e r n a s o f a r i n g y a n g mendapatkan intervensi relaksasi afirmasi memiliki pemahaman dan kemampuan yang relatif baik karena didukung oleh umur pasien yang sebagian besar berada pada rentang 31–60 tahun dan juga terdapat responden yang berpendidikan setingkat SD dan SMP sehingga responden masih dapat menerima stimulus dan instruksi yang diberikan dengan baik. Sebanyak 17 responden memiliki self efficacy yang tinggi dan masih ada 2 responden memiliki self efficacy yang sedang, hal ini dikarenakan salah satu responden sudah berusia >60 tahun dalam pemahaman dan kemampuan intervensi kurang baik. Hasil uji wilcoxon signed rank test menunjukkan nilai kemaknaan p=0,008 (α ≤ 0,05) dengan demikian hipotesis diterima, yang berarti terjadi peningkatan self efficacy yang signifikan sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi afirmasi. Relaksasi afirmasi merupakan teknik gabungan antara penggunaan nafas dan pengulangan kalimat positif sederhana yang terangkai dalam 6 langkah yang dilakukan secara terprogram dan teratur yang bertujuan untuk memberikan kondisi santai dan perasaan rileks. Melakukan relaksasi afirmasi seperti ini dapat memberikan perasaan rileks dan melalui afirmasi dapat memperkuat rasa percaya diri dalam mengatasi situasi dan menghasilkan sesuatu positif dengan cara pengulangan kalimat penegasan sehingga tercipta kecenderungan seseorang untuk mengucapkan hal-hal positif yang dapat meningkatkan integritas diri sehingga tercipta self efficacy yang baik (Brealey, 2002). Pada waktu tarik nafas panjang otot- otot dinding (musculus rectus abdominalis transversus, musculus abdominalis internal dan eksternal oblique) menekan iga bagian bawah ke arah belakang serta mendorong sekat diafragma ke atas dapat berakibat meningkatkan tekanan abdominal, sehingga dapat merangsang aliran darah (vaskularisasi) menjadi meningkat ke seluruh tubuh jaringan tubuh terutama organ-organ vital seperti otak, jantung (Sudarsono, 1999; Nurhidayah, 2005). Ketika inspirasi panjang dilakukan, hal itu akan menstimulasi secara perlahan-lahan reseptor regang paru karena inflasi paru. Kemudian rangsang atau sinyal dikirimkan ke medulla yang memberikan informasi tentang peningkatan aliran darah. Kemudian informasi diteruskan ke batang otak, efeknya saraf parasimpatis mengalami peningkatan aktivitas dan saraf simpatis mengalami penurunan aktivitas begitu pada kemoreseptor. Selanjutnya respon akut peningkatan tekanan darah dan inflasi paru ini akan menurunkan frekuensi denyut jantung dan terjadi vasodilatasi pada sejumlah pembuluh darah (Rice, 2006). Afirmasi merupakan pernyataan yang kuat dan positif yang sangat berpengaruh untuk memperkuat rasa percaya diri. Melalui pengulangan dari beberapa kalimat penegasan (afirmasi) tertentu, maka alam bawah sadar akan dapat menerima pesan yang terkandung dalam kalimat afirmasi tersebut, dan kecenderungan untuk mengucapkan hal-hal positif mulai ditukar dengan gambar-gambar dan pemikiran yang lebih positif (Brealey, 2002). Seseorang dengan gambaran diri yang positif (harga diri yang tinggi dan keyakinan terhadap diri sendri yang tinggi) memiliki respon biologis terhadap stres dan tingkat distres yang rendah dan kesehatan mental yang lebih baik (Taylor, 1997). Perasaan ikhlas dan pasrah, kondisi lingkungan yang tenang, serta posisi yang nyaman dalam melakukan relaksasi afirmasi dapat meningkatkan keyakinan positif terhadap diri, meningkatkan integritas diri, membentuk koping dan respon emosi yang positif, meningkatkan pertahanan diri dan perasaan tenang, serta menurunkan aktivitas saraf simpatis sehingga menurunkan sekresi hormon epinefrin-norepinefrin-ketekolamin, meningkatkan vasodilatasi pembuluh darah, meningkatkan vaskularisasi yang pada akhirnya dapat menurunkan rangsangan emosional dan dapat meningkatkan self efficacy. Pasien kanker nasofaring yang terlibat dalam penelitian ini sebagian besar mempunyai penurunan akan kemampuan diri dalam menghadapi penyakitnya, mereka masih Jurnal Ners Vol. 5 No. 1 April 2010: 29–37 36 belum sepenuhnya yakin akan program terapi yang dijalani merasa sia-sia dan tidak merasa bertanggung jawab untuk perlu mengetahui perkembangan kesehatan dirinya sendiri sehingga pasien kurang dalam berperan aktif terhadap pengobatan, dengan keterlibatan mereka dalam relaksasi afirmasi membuat mereka mendapatkan peningkatan gaya berfikir yang positif dengan selalu menanamkan pada diri sendiri bahwa mereka harus menjalani hidup dengan semangat, selalu berusaha untuk memperoleh yang terbaik dan menerima dengan ikhlas cobaan yang dialami. Relaksasi afirmasi juga dapat meningkatan koping pasien yang lebih adaptif yaitu dengan selalu mengutarakan permasalahan yang berhubungan dengan kesehatannya kepada tenaga kesehatan sehingga mereka bisa mendapatkan pengobatan yang tepat. Relaksasi juga dapat memberikan perasaan tenang dan rasa tentram yang mereka butuhkan sehingga dalam menjalani kehidupan mereka lebih sabar dan pasrah menghadapi cobaan tanpa menghilangkan kemampuan untuk tetap berusaha akan kesehatannya. P e l a k s a n a a n r e l a k s a s i a f i r m a s i m e m b u t u h k a n p e r a s a a n y a n g t e n a n g dan nyaman sehingga dibutuhkan tingkat spiritualitas akan kepercayaan terhadap tuhan yang baik. Penggunaan kalimat afirmasi “Semuanya baik-baik saja, saya merasa tenang” atau “saya yakin bisa menjalani cobaan ini”, “saya percaya Tuhan masih menyayangi saya, saya ikhlas dan pasrah” yang dilakukan oleh peneliti masih bisa ditingkatkan dengan penambahan do’a sesuai keyakinan pasien sehingga fase penerimaan akan kalimat afirmasi dalam alam bawah sadar bisa lebih optimal. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Relaksasi afirmasi membantu pasien kanker nasofaring di Ruang THT RSUD Dr. Soeotomo Surabaya dalam meningkatkan self efficacy melalui pengulangan dari beberapa kalimat penegasan (afirmasi) tertentu, maka alam bawah sadar akan dapat menerima pesan yang terkandung dalam kalimat afirmasi tersebut dan kecenderungan untuk mengucapkan hal-hal positif mulai ditukar dengan gambar-gambar dan pemikiran yang lebih positif sehingga pasien kanker nasofaring mengalami peningkatan kemampuan untuk menerima kenyataan dengan ikhlas dan pasrah dan terjadi peningkatan perasaan tenang. Saran Bagi profesi keperawatan sebaiknya menerapkan latihan relaksasi afirmasi kepada pasien kanker nasofaring yang mengalami penurunan self efficacy karena melalui latihan ini memungkinkan pasien kanker nasofaring untuk memiliki koping yang positif dan kepercayaan akan kemampuan mereka dalam mencapai kesembuhan sehingga dalam tindakan keperawatan mereka juga dapat bertindak kooperatif. Bagi institusi rumah sakit sebaiknya menyediakan ruangan khusus untuk melakukan relaksasi afirmasi karena proses pelaksanaan relaksasi membutuhkan suasana yang tenang dan nyaman. Selain itu dibutuhkan SOP agar perawat memiliki standart dalam melaksanakan relaksasi afirmasi yang bermanfaat untuk meningkatkan self efficacy pasien. Kepada pembaca khususnya dan masyarakat pada umumnya diharapkan ikut memperhatikan penurunan self efficacy yang terjadi pada pasien kanker nasofaring dan usaha- usaha untuk meningkatkannya melalui relaksasi afirmasi atau kegiatan lainnya. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh relaksasi afirmasi dan terapi doa terhadap self efficacy pasien. DAFTAR PUSTAKA Alwisol, 2004. Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. Malang: Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang. Andika, R.N., 2007. Pengaruh Dukungan Sosial dari Teman Dekat terhadap Penurunan Depresi pada Lansia di UPSTW Bangkalan. Skripsi tidak dipublikasikan. Surabaya: Universitas Airlangga. Arikunto, Suharsimi, 2007. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rinneka Cipta. Asroel, Harry A., 2002. Penatalaksaan radioterapi pada karsinoma nasofaring. (Online), (http://Library.usu.ac.id., Relaksasi Afi rmasi CPR (Ah. Yusuf) 37 diakses tanggal 3 Oktober 2009, jam 21.00 WIB) Benson, H., 1975. The Relaxation Response. N e w Yo r k : Wi l l i a m M o r r o w a n d Company, inc. Bernhardt, S.I., 2001. Combating, Depression: Exercise, Relaxation, Cleansing, and Nutrition. (Online), (http://www.have- a-heart.com/self-help-viii.html., diakses tanggal 10 Oktober 2009, jam 21.00 WIB) Brealey, E., 2002. Seri 10 menit menghilangkan stres. Batam: Karisma Publishing Group. Creswell, J.D., 2007. Does Self-Afi rmattion, Cognitive, Processing or Discovery of Meaning Explain Cancer-related Health benefi t of Expressive Writing. PSPB. 33 (2), Februari 2007, 238–250, (Online), (http://creswel.ucla.edu., diakses tanggal 22 Oktober 2009, jam 21.00 WIB) Deviana, Yuniko, 2009. Kebersamaan Sebagai Terapi Psikososial Bagi Penderita Kanker. (Online), (http://klubkanker. multiply.com/journal., diakses tanggal 22 Oktober 2009, jam 19.00 WIB) Djafar, Rayat, 2009. Ikan Asin Picu Kanker Nasofaring. (Online), (http://rayatdjafar. com http://infodunia-4u.blogspot. com/2009/08/ikan-asin-picu-kanker nasofaring.html., diakses tanggal 21 Oktober 2009, jam 19.00 WIB) Eka, N.P., 2008. Hubungan Self Efficacy dengan Respon Emosional Pasien Kanker Nasofaring Stadium Lanjut. Skripsi tidak dipublikasikan. Surabaya: Universitas Airlangga. Godwin, Jennifer, 2004. Vanderbilt Mental Health Self Efficacy Questionnaire, (Online), (http://www.fasttrackproject. org/sanford.duke.edu/centers/child/ fasttrack/techrept/v/vmh/vmh12tech. pdf., diakses tanggal 4 Desember 2009, jam 16.00 WIB) Nurhidayah, 2005. Pengaruh Pelaksanaan Teknik Relaksasi Pernafasan terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan pada Pasien IMA. Skripsi tidak dipublikasikan. Surabaya: Universitas Airlangga. Rice, L.B., 2006. Relaxation Training & Its Role in Diabetes & Health, (Online), (http://myhealth.goy., diakses tanggal 12 Oktober 2009, jam 14.00 WIB) Schunk, 1999. The Development of Academic Self Efficacy. (Online), (http://www. e d s t . p u r d u e . e d u / m o o n / E D P S 2 3 5 / lectures/00-01- 19%20Social%20Cogn itive%20Theory.htm., diakses tanggal 22 Oktober 2009, jam 09.00 WIB) Sherman, D.K., dan Cohen, G.I., 2006. The Psychology of Self-defense: Self- affi rmation theory, In M.P Zasna (Ed.) Advances in Experimental Social Psychology, vol. 38. San Diego, CA: Academik Press. Sukardja, 2000. Onkologi Klinik. Surabaya: Airlangga University Press. Taylor, 1997. Fundamental of Nursing “The Art of Nursing Care”. Philadelphia: Lippicont.