NERS Vol 5 No 1 April 2010_Akreditasi 2013.indd 55 ANALISIS FAKTOR TINGKAT KEBERHASILAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU MENYUSUI (Factor Analysis about Exclusive Breastfeeding Achievement Level among Mothers who Provide Breastmilk to their Children) Tiyas Kusumaningrum*, Catur Puji Lestari*, Agus Sulistyono** * Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya Telp/Fax (031) 5913257. E-mail: tiyaskusumaningrum@gmail.com ** Lab/SMF/IRNA Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya ABSTRACT Introduction: The number of mother who breastfeed their babies exclusively in Indonesia is low. It caused by many factors such as high intensity of formula milk advertisement, lack of awareness about the importance of breastfeeding, working mother, social culture, family support and the role of health care provider. The purpose of this research was to analyze factors related with successfulness level of exclusive breastfeeding. Method: Design used in this research was analytic retrospective. The population were all mothers at Pacarkeling Public Health Center area. Sample obtained through purposive sampling. Total sample was 61 respondents. Independent variables were knowledge, information and promotion, family support, social cultural, role of health provider, work/occupation, education and breast physiology anatomy. The dependent variable was exclusive breastfeeding. Result: The result indicated that exclusive breastfeeding achievement level was related with information and promotion (r = 0.271), family support (r = 373), health care provider role (r = 231), mother occupation (r = 251), anatomy and physiology of breast (r = 293), while the knowledge (r = 108), social cultural (r = 180) and education (r = 093) not signifi cantly related. Discussion: In conclusion, there was a positive correlation between information and promotion, family support, health care provider role, mother’s occupation, anatomy and physiology of breast with successfulness level of exclusive breastfeeding. While the knowledge, social cultural and education did not indicate signifi cant result. Therefore it is suggested to increase the quantity and quality of information and promotion about exclusive breastfeeding to the society, health care provider and pregnant and breastfeeding mother. Keywords: breasfeeding, knowledge, exclusive breastfeeding PENDAHULUAN Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif sejak lahir hingga usia 6 bulan penting untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan optimal bayi (Lawrence, 2005). World Health Organization (WHO) merekomendasikan semua bayi harus mendapatkan ASI secara eksklusif sejak lahir sampai berusia 6 bulan. ASI eksklusif merupakan pemberian ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan, tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain selain ASI. Pemerintah Indonesia khususnya Departemen Kesehatan mengadopsi pola pemberian ASI eksklusif seperti rekomendasi WHO yang tertuang dalam SK MENKES 2004 sebagai salah satu program perbaikan gizi bayi. Program yang ingin dicapai dalam Indonesia sehat 2010 adalah 80% ibu menyusui memberikan ASI eksklusif (Depkes RI, 2005). Hasil penelitian Amirudin dan Rosita (2006), pemberian ASI eksklusif di Jawa Timur hanya 9,3%, angka tersebut sangat jauh dengan standart nasional. Menurut Depkes RI pemberian ASI eksklusif di Indonesia belum dilaksanakan sepenuhnya karena faktor sosial budaya, kurangnya kesadaran akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung peningkatan pemberian ASI, gencarnya promosi susu formula dan ibu bekerja. Hasil pengumpulan data awal pada 2–6 Mei 2009 di Posyandu wilayah kerja Jurnal Ners Vol. 5 No. 1 April 2010: 55–61 56 Puskesmas Pacarkeling didapatkan dari 36 ibu menyusui dengan rentang usia balita 7 bulan–2 tahun, 10 ibu menyusui (27,7%) memberikan ASI eksklusif, 3 ibu menyusui (8,3%) memberikan pisang sebagai makanan tambahan dan 23 ibu menyusui (63,8%) memberikan susu formula, hal ini menunjukkan bahwa persentase pemberian ASI eksklusif di posyandu wilayah kerja puskesmas Pacarkeling masih jauh di bawah standart nasional ASI eksklusif. Oleh karena itu perlu analisis yang menunjukkan besar keterkaitan antara faktor sosial budaya, pengetahuan, informasi dan pelayanan dari petugas kesehatan, gencarnya promosi susu formula dan ibu bekerja dengan pemberian ASI eksklusif. Praktek pemberian ASI eksklusif masih rendah. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002–2003, pemberian ASI eksklusif pada bayi di bawah usia dua bulan hanya mencakup 64% dari total bayi yang ada. Persentase tersebut menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi yaitu, 46% pada bayi usia 2–3 bulan, 14% pada bayi usia 4–5 bulan, dan 13% bayi di bawah dua bulan telah diberi susu formula dan satu dari tiga bayi usia 2–3 bulan telah diberi makanan tambahan. Survei yang dilaksanakan pada tahun 2002 oleh Nutrition & Health Surveillance System (NSS) kerja sama dengan Balitbangkes dan Helen Keller International di 4 perkotaan (Jakarta, Surabaya, Semarang, Makasar) dan 8 perdesaan (Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel) menunjukkan bahwa cakupan ASI eksklusif 4–6 bulan di perkotaan antara 4–12%, sedangkan di pedesaan 4–25%. Studi di Jakarta menunjukkan bahwa praktek pemberian ASI eksklusif hingga usia 4–6 bulan adalah 8,5%, hingga usia 6 bulan adalah 7,8%, dan 46% memilih memberikan susu formula (Dinas kesehatan Propinsi DKI Jakarta, 2005). Pemberian ASI eksklusif yang rendah merupakan salah satu pemicu rendahnya status gizi bayi dan balita. Data SUSENAS m e n u n j u k k a n k a s u s g i z i b u r u k t e r j a d i peningkatan 6,3% (tahun 1989) menjadi 11,4% (tahun 1995). Pada tahun 1999 sekitar 1,7 juta balita di Indonesia menderita gizi buruk berdasarkan indikator berat badan terhadap umur (BB/U). Sampai akhir tahun 1999 terdapat sekitar 24.000 balita gizi buruk tingkat berat. Kasus gizi buruk yang meningkat, menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif sangat penting untuk pemenuhan gizi balita. Pemberian ASI eksklusif yang rendah menunjukkan bahwa, untuk mempraktekkan pemberian ASI sesuai dengan anjuran, yaitu segera setelah melahirkan sampai pada periode 6 bulan pertama, ibu menyusui menghadapi banyak hambatan yang berhubungan dengan pelayanan yang diperoleh di tempat persalinan (WHO, 1998; Taveras et al., 2003; BPS dan ORC Macro, 2003; Septiari et al., 2006) dan dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga di rumah (Lawrence, 2005). Praktek pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh budaya, persepsi yang tidak benar tentang menyusui, dan promosi ASI eksklusif (Fenglian et al., 2007). Kekurangan gizi pada bayi disebabkan karena selain makanan yang kurang juga karena ASI banyak diganti dengan susu formula dengan cara dan jumlah yang tidak sesuai kebutuhan bayi (Siregar, 2005). Pemberian ASI eksklusif yang rendah meningkatkan kejadian penyakit infeksi seperti diare, otitis media, dan infeksi saluran pernafasan bagian atas pada anak di bawah usia 2 tahun (Suharyono, 1989). Pemberian ASI eksklusif penting untuk tumbuh kembang bayi yang optimal baik fisik, mental dan kecerdasan, maka perlu perhatian agar dapat terlaksana dengan benar. Berbagai faktor yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif perlu diketahui sehingga dapat terjalin suatu kerja sama yang baik antara ibu menyusui, lingkungan, dan petugas kesehatan agar mendukung keberhasilan pemberian ASI eksklusif. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik dengan rancangan retrospektif. Pada penelitian ini dinilai faktor pengetahuan ibu, peran petugas kesehatan, pekerjaan ibu, sumber informasi, sosial budaya, pendidikan dan dukungan keluarga pada masa lalu terhadap tingkat keberhasilan pemberian ASI eksklusif di posyandu wilayah kerja puskesmas Pacarkeling Surabaya. Tingkat Keberhasilan ASI Eksklusif (Tiyas Kusumaningrum) 57 Populasi dalam penelitian ini adalah ibu menyusui yang terdata di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya yang terdiri dari 26 posyandu. Pengambilan sampel 61 ibu pada penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi ibu menyusui dengan usia bayi 7 bulan sampai 1 tahun. Kriteria eksklusi yang dipakai antara lain ibu dengan kondisi yang tidak memungkinkan untuk menyusui seperti HIV/AIDS, Hepatitis B, Tb paru atau kondisi bayi yang tidak bisa menyusu seperti sumbing palatum, atresia koanal, deformitas fasial, dan kelainan gastrointestinal. Penelitian dilakukan selama 18 Juni sampai 14 Juli 2009. Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan pemberian ASI eksklusif yaitu pengetahuan, dukungan keluarga, informasi dan promosi kesehatan, anatomi dan fisiologi payudara ibu, pendidikan, pekerjaan ibu, dan peran petugas kesehatan. Variabel dependen dalam penelitian ini tingkat keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner diambil dari instrumen penelitian Hany F (2007), Muhtar (2005) dengan modifikasi berdasarkan teori Akre (1994) dan Soetjiningsih (1997). Kuesioner tersebut terdiri dari 9 item pertanyaan tentang pengetahuan ibu (pengertian ASI, komposisi ASI, manfaat A S I d a n t e k n i k m e n y u s u i ) , d u k u n g a n keluarga (dukungan emosional, penghargaan, informasi dan instrumental), informasi dan promosi (petugas kesehatan, media masa dan masyarakat), sosial budaya (adakah anjuran masyarakat tentang ASI, kolostrum dan penyapihan), peran petugas kesehatan (komunikasi, informasi dan edukasi), anatomi dan fisiologi payudara (adanya kelainan pada payudara ibu), serta tingkat keberhasilan ASI eksklusif (usia balita mulai diberikan makanan tambahan). Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teknik statistik korelasi Spearmen Rho dengan tingkat signifikasi α≤0,05. HASIL Distribusi data demografi responden didapatkan dari 61 responden sebagian besar ibu yang datang ke posyandu balita berumur 20–35 tahun sebanyak 48 responden (79%), umur >35 tahun sebanyak 11 responden (18%) dan ibu umur <20 tahun sebesar 2 responden (3%). Tingkat pendidikan terakhir yang pernah di capai dengan persentase terbanyak pada tingkat SMA sebesar 30 responden (49%), kemudian SMP 16 responden (26%), SD 8 responden (13%) dan persentase terkecil adalah tingkat perguruan tinggi 7 responden (12%). Pekerjaan ibu didapatkan 47 responden (77%) ibu tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga, 11 responden (18%) sebagai pegawai dan 3 responden (5%) berwiraswasta sebagai pedagang. Pendapatan keluarga ibu terbanyak adalah sedang dengan jumlah Rp500.000–Rp1.000.000 per bulan mencapai 29 responden (47%), kemudian pendapatan >Rp1.000.000 per bulan sebesar 18 responden (30%) dan keluarga yang berpendapatan rendah