NERS Vol 5 No 1 April 2010_Akreditasi 2013.indd 79 SENAM OTAK MENINGKATKAN FUNGSI KOGNITIF LANSIA (Brain Gym Improves Cognitive Function for Elderly) Ah. Yusuf*, Retno Indarwati*, Arifudin Dwi Jayanto* * Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, Kampus C Mulyorejo Surabaya Telp/Fax: (031) 5913257 E-mail: yusuf@fk.unair.ac.id ABSTRACT Introduction: The degradation of cognitive function present early dementia in elderly. Brain gym is one of the alternative implementation to improve the cognitive function of elderly. The objective of this study was to analyze the effect of brain gym to the improvement of cognitive function in elderly. Method: This study used Quasy Experimental design. The populations were elderly in Social Service Unit Tresna Werdha Lamongan. The samples were recruited using purposive sampling, consist of 30 respondents, taken according to the inclusion criteria. Samples then divided into 2 groups, experimental groups and control groups. The independent variable of research this study was brain gym and the dependent variable was cognitive function at elderly. Data were collected by using MMSE score and then analyzed using Wilcoxon Signed Rank Test and Mann Whitney Test with level of signifi cance α ≤ 0.05. Result: Result showed that there is an effect of brain gym to the improvement of cognitive function in elderly (p = 0.001). The difference of cognitive function also seen between experimental groups and control groups (p = 0.001). Discussion: The conclusion of this research is brain gym improve cognitive function in elderly. The simple movement of brain gym able to coordinate the brain function so the brain activity become more optimal hence the improvement of memory function, recall and concentration. Keywords: brain gym, cognitive function, elderly PENDAHULUAN Proses menjadi tua disebabkan oleh faktor biologi, berlangsung secara alamiah, terus-menerus dan berkelanjutan yang dapat menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, biokemis pada jaringan tubuh sehingga memengaruhi fungsi, kemampuan badan dan jiwa (Constantinides, 1994 dalam Darmojo, 1999). Lansia mengalami kemunduran sel karena proses penuaan yang berakibat kelemahan organ, kemunduran fisik dan penyakit degeneratif. Kemampuan kognitif yang menurun sering dianggap sebagai masalah biasa dan merupakan hal yang wajar terjadi pada mereka yang berusia lanjut. Penurunan kemampuan kognitif tersebut ditandai dengan banyak lupa merupakan salah satu gejala awal kepikunan yang terjadi pada lansia. Dampak lanjut dari kemunduran fungsi kognitif umumnya akan terjadi demensia. Demensia merupakan penyakit degeneratif akibat kematian sel yang meliputi kemunduran daya ingat dan proses berpikir. Menurut Kitchin (1994) kemampuan kognitif merupakan kemampuan mental untuk mengonstruksikan atau mampu memprediksikan suatu lingkungan, serta menciptakan suatu matriks dari berbagai pengalaman lingkungan di mana pengalaman baru dapat diintegrasikan ke dalamnya (Kompas, 2004). Pada beberapa lansia proses penuaan menjadi sebuah beban. Lansia juga mulai kehilangan kemandirian, baik secara fisik misal keterbatasan gerak, dan secara psikologis misal kerusakan kognitif (Watson, 2003). Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka akan mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, orientasi, pemahaman, pengertian dan perhatian, sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Berdasarkan beberapa penelitian, penurunan kognitif pada usia lanjut yang berumur kurang lebih 75 tahun terjadi penurunan fungsi kognitif Jurnal Ners Vol. 5 No. 1 April 2010: 79–86 80 25% (Silvia, 2008). Brain gym (senam otak) merupakan latihan yang terangkai dari gerakan tubuh yang dinamis, yang memungkinkan keseimbangan aktivitas kedua belahan otak secara bersamaan. Gerakan ini merangsang seluruh bagian otak untuk bekerja. Senam otak, mengaktifkan tiga dimensi, yakni lateralitas- komunikasi, pemfokusan-pemahaman, dan pemusatan-pengaturan (Dennison, 2002). Dampak positif senam otak pada lansia, setelah 2 bulan pelaksanaan senam otak terjadi peningkatan fungsi memori, konsentrasi, atensi dan kewaspadaan untuk mengurangi pikun (Lihardo, 2005). Penelitian tentang pengaruh senam otak terhadap peningkatan fungsi kognitif belum pernah dilakukan. Umur harapan hidup di Indonesia tahun 2000 mencapai lebih dari 70 tahun (Darmojo, 1999). Jumlah usia lanjut pada tahun 2000 sebesar 7,28% dan diproyeksikan sebesar 11,34% pada tahun 2020 (BPS, 1992). Data USA-Bureau of the Census, menyatakan Indonesia diperkirakan akan mengalami pertambahan warga lansia terbesar di dunia, antara tahun 1990–2025, yaitu sebesar 414% (Kinsella & Taeuber, 1993 dalam Darmojo, 2006). Menurut penelitian di Inggris terhadap 10.255 orang, terdapat lansia dengan gangguan fisik seperti anthrosis atau gangguan sendi (55%), keseimbangan berdiri (50%), fungsi kognitif pada susunan saraf pusat (45%), penglihatan (35%), pendengaran (35%), kelainan jantung (20%), sesak napas (20%), serta gangguan miksi (ngompol) (10%) (Sulianti, 2000). Darmojo mengatakan, para lansia umumnya mengalami kemunduran mental-psikologik. Hasil penelitiannya pada tahun 1997 menunjukkan, mereka yang mengalami penurunan daya ingat (kognitif) mencapai 50,3 persen, kesepian (20,4), sulit tidur (21,3), dan depresi (4,2). Itu semua merupakan gejala dini kelainan mental (demensia) alzheimer. Berdasarkan data di Unit Pelayanan Sosial Tresna Werdha Lamongan didapatkan, bahwa sampai bulan November tahun 2008 jumlah penghuni panti sebanyak 47 lansia. Berdasarkan tes MMSE yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan kognitif lansia, didapatkan hasil sebanyak 30 lansia yang mengalami penurunan kognitif sampai usia 75 tahun. Korteks serebral adalah daerah otak yang paling besar dipengaruhi oleh kehilangan neuron. Perubahan dalam sistem neurologis dapat termasuk kehilangan dan penyusutan neuron, dengan potensial 10% kehilangan yang diketahui pada usia 80 tahun. Sistem neurologis terutama otak adalah suatu faktor utama dalam penuaan yang adaptif. Neuron menjadi semakin kompleks dan tumbuh seiring kita dewasa, tetapi neuron tersebut tidak dapat mengalami regenerasi. Penelitian yang dilakukan dewasa ini pada otak menunjukkan bahwa walaupun neuron mengalami kematian, hubungan di antara sel yang tersisa meningkat dan mengisi kekosongan tersebut. Keadaan ini mendukung kemampuan lansia untuk terus terlibat dalam tugas kognitif seperti yang dilakukannya pada beberapa tahun sebelumnya, walaupun secara perlahan. Perubahan struktural yang paling terlihat terjadi pada otak itu sendiri, walaupun bagian lain dari sistem saraf pusat (SSP) juga terpengaruh. Perubahan ukuran otak yang diakibatkan oleh atrofi girus dan dilatasi sulkus dan ventrikel otak (Stanley, 2006). Berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10% pada penuaan antara umur 30 sampai 70 tahun (Darmojo, 2006). Dari banyak penelitian diterima secara luas bahwa kecepatan memproses informasi mengalami penurunan pada masa dewasa akhir. Penelitian lain membuktikan bahwa orang dewasa lanjut kurang mampu mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan dalam ingatannya. Kecepatan memproses informasi secara pelan-pelan memang akan mengalami penurunan pada masa dewasa akhir, namun faktor individual differences juga berperan dalam hal ini. Denney (1986) menyatakan bahwa kebanyakan tes kemampuan mengingat dan memecahkan masalah mengukur bagaimana orang dewasa lanjut melakukan aktivitas yang abstrak atau sederhana (Juliani, 2008). Orang yang mengalami gangguan pada sistem transmisi (neurotransmitter) sel-sel saraf pusat otak nantinya dapat mengakibatkan gangguan mental dan perilaku (mental disorder and behaviour disorder) salah satu akibatnya adalah Senam Otak Meningkatkan Fungsi Kognitif Lansia (Ah. Yusuf) 81 melemahnya fungsi kognitif yang meliputi kemampuan memecahkan masalah, memori, perhatian dan bahasa sumber daya manusia yang bersangkutan (Dadang, 2003). Dari penelitian diketahui bahwa ada fungsi otak yang sedikit saja mengalami perubahan atau tidak mengalami perubahan dengan melanjutnya usia, misalnya dalam menyimpan (storage) informasi (Lumbantobing, 2001). Tidak hanya terdapat di Indonesia, kebanyakan orang di dunia memang hidup dengan mengandalkan otak kiri. Jumlah mereka ada sekitar 80 sampai 85 persen. Sebagian di antaranya memang tidak didominasi otak kiri saja, tetapi campuran antara keduanya. Sisanya, 15–20 persen adalah para pengguna otak kanan. Penurunan kognitif ini dapat diperbaiki dengan diberikan senam otak. Biasanya latihan ini yang dianjurkan empat kali seminggu, masing-masing sekitar 15–20 menit. Brain Gym mengoptimalkan otak belahan kanan secara garis besar bertugas mengontrol badan bagian kiri, serta berfungsi untuk intuitif, merasakan, bermusik, menari, kreatif, dan melihat keseluruhan. Otak kanan juga mendorong manusia untuk bersosialisasi, komunikasi, interaksi dengan manusia lain, serta pengendalian emosi. Pada otak kanan ini pula terletak kemampuan intuitif, kemampuan merasakan, memadukan, dan ekspresi tubuh. Otak belahan kiri secara garis besar bertugas mengatur badan bagian kanan yang berfungsi untuk berpikir logis, rasional, menganalisis, kemampuan menulis dan membaca, berbicara, berorientasi pada waktu, dan hal-hal yang rinci. Otak kiri juga merupakan pusat matematika (Sapardjiman, 2003). Brain Gym bukanlah suatu terapi melainkan suatu metode untuk membantu mengakses potensi otak. Prinsip dasarnya adalah bagaimana bergerak itu bisa menstimulasi otak. Gerakan senam otak bisa membantu menyeimbangkan kedua belahan otak, mempertajam konsentrasi, meredakan ketegangan otot (relaksasi), mempertajam daya ingat. Dampak senam otak tidak saja akan memperlancar aliran darah dan oksigen ke otak, tetapi juga merangsang kedua belahan otak untuk bekerja (Sapardjiman, 2003). Menurut Sapardjiman (2003), senam otak merupakan latihan yang terangkai dari gerakan tubuh yang dinamis, yang memengaruhi keseimbangan aktivitas kedua belahan otak secara bersamaan. BAHAN DAN METODE Desain penelitian yang digunakan adalah quasy-experiment pre-post test control group design. Populasi di dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang tinggal di Panti Werdha sebanyak 47 lansia. Sampel sebanyak 30 lansia diambil dengan purposive sampling dengan kriteria lansia berumur 60–75 tahun serta sehat fisik dan mental. Variabel independen dalam penelitian ini metode senam otak (Brain Gym), sedangkan variabel dependen yang digunakan fungsi kognitif lansia. Penelitian ini akan dilaksanakan di Unit Pelayanan Sosial Tresna Werdha Lamongan pada tanggal 17 Desember 2008 sampai dengan 18 Januari 2009. Proses pengambilan dan pengumpulan data selama penelitian diperoleh dengan m e l a k u k a n o b s e r v a s i . I n s t r u m e n y a n g digunakan untuk menilai fungsi kognitif adalah Mini Mental State Examination (MMSE). Setyopranoto & Lamsudin (1999) dalam Santi Martini (2005) menyebutkan bahwa dalam tes MMSE ini terdapat lima domain dari fungsi kognitif yang dinilai yaitu orientasi, registrasi, perhatian dan berhitung serta kemampuan bahasa. Menurut McDowell et al. (1996), tes MMSE terdiri atas 11 item yang dibagi dalam dua bagian, bagian pertama meliputi respon verbal terhadap orientasi, memori, dan perhatian. Bagian kedua meliputi membaca dan menulis serta kemampuan mencakup nama, mengikuti perintah secara verbal dan tertulis, menulis kalimat, menggambar kembali suatu poligon (Tabel 1). Nilai MMSE 27–30 = fungsi kognitif baik, nilai MMSE 22–26 = fungsi kognitif cukup, nilai MMSE <21 = fungsi kognitif kurang. Senam otak (Brain Gym) diajarkan kepada responden berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP). Senam otak diberikan sebanyak 4 kali dalam seminggu selama 1 bulan dengan durasi waktu tiap pertemuan Jurnal Ners Vol. 5 No. 1 April 2010: 79–86 82 15–20 menit. Senam otak dilaksanakan secara berkelompok yang beranggotakan 15 orang dengan dipimpin peneliti dan didampingi oleh pegawai panti. Post-test dilakukan setelah 1 bulan untuk mengetahui perbedaan fungsi kognitif pada kelompok perlakuan. D a t a y a n g t e l a h d i p e r o l e h d i u j i menggunakan uji statistik wilcoxon signed rank test dan mann-whitney u test untuk mengetahui perbedaan pos test tingkat fungsi kognitif kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol dengan tingkat kemaknaan α ≤ 0,05. HASIL Distribusi tingkat fungsi kognitif pada lansia sebelum diberi senam otak (pre test) pada kelompok perlakuan mayoritas yaitu sebanyak 12 lansia (80%) mempunyai tingkat fungsi kognitif kurang, 20% cukup dan tidak ada lansia dengan fungsi kognitif baik. Hasil pre test tingkat fungsi kognitif pada kelompok kontrol juga didapatkan sebagian besar mempunyai tingkat fungsi kognitif kurang yaitu sebanyak 10 lansia (66%), 27% cukup dan 7% lansia dengan fungsi kognitif baik. Tabel 1. Mini Mental State Examination (MMSE) Item Pertanyaan Nilai (setiap jawaban benar dinilai 1) Orientasi 1. Sekarang ini: tahun berapa? musim apa? tanggal berapa? hari apa? bulan apa? 5 2. Saat ini: kita di negara mana? kita di propinsi mana? kita di kota mana? kita di panti werda apa? kita di lantai berapa? 5 Registrasi 3. Sebutkan nama tiga benda, dengan selang waktu masing-masing 1 detik. Kemudian penderita diminta menyebut ketiga nama benda tadi. 3 Perhatian dan berhitung 4. Pasien diminta untuk mengeja kata D-U-N-I-A dari belakang 5 Menyebut kembali (recall) 5. Pasien diminta menyebut nama tiga benda pada pertanyaan nomor 3 3 Bahasa 6. Tunjukkan sebuah pensil dan arloji. Pasien diminta menyebut nama benda tersebut 2 7. Pasien diminta mengulang kata ”anu”, ”tetapi” 1 8. Pasien diminta untuk mengikuti perintah tiga langkah: letakkan kertas di tangan kananmu - lipat kertas tadi menjadi setengahnya - kemudian letakkan di tempat tidur. 3 9. Penderita diminta membaca tulisan berikut dan kemudian mematuhinya: TUTUPLAH MATA ANDA 1 10. Pasien diminta menulis kalimat yang dipilihnya sendiri. Kalimat harus berisi subjek dan objek agar mempunyai arti. Abaikan bila ada kesalahan tulis 1 11. Pasien diminta menggambar kembali dua segilima berikut. Benar apabila semua sisi dan sudut serta sisi segilima tergambar 1 Total 30 Senam Otak Meningkatkan Fungsi Kognitif Lansia (Ah. Yusuf) 83 Setelah diberikan perlakuan berupa senam otak selama 1 bulan terlihat peningkatan fungsi kognitif lansia pada kelompok perlakuan. Jumlah lansia dengan fungsi kognitif cukup meningkat menjadi 60%, sebanyak 20% lansia mengalami peningkatan fungsi kognitif menjadi baik dan fungsi kognitif kurang masih tetap ada sebanyak 20%. Hal yang berlawanan terlihat pada kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan berupa senam otak. Sebanyak 14 lansia (93%) mempunyai fungsi kognitif kurang, hanya 7% lansia dengan fungsi kognitif cukup dan tidak ada lansia dengan fungsi kognitif baik. B e r d a s a r k a n d a t a t e r s e b u t , h a s i l perhitungan uji statistik wilcoxon signed rank test menunjukkan ada pengaruh senam otak terhadap peningkatan fungsi kognitif lansia pada kelompok perlakuan. Sedangkan hasil uji mann-whitney u-test menunjukkan perbedaan tingkat fungsi kognitif lansia yang melakukan senam otak dan yang tidak melakukan senam otak. (Tabel 2). PEMBAHASAN Lansia mengalami kemunduran sel karena proses penuaan yang berakibat kelemahan organ, kemunduran fisik, dan timbulnya penyakit degeneratif. Pada umumnya setelah orang memasuki masa lansia maka ia akan mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Kognitif adalah kemampuan pengenalan dan penafsiran seseorang terhadap lingkungan berupa perhatian, bahasa, memori, visuospasial, dan fungsi memutuskan. Para ilmuwan telah melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa masyarakat yang mengalami penurunan fungsi kognitif harus membuat prioritas utama untuk meningkatkan kualitas hidup. Memiliki jenjang pendidikan yang lebih tinggi disertai dengan berada di strata sosial yang lebih tinggi diasumsikan dapat mengurangi penurunan kognitif (Ahmad, 2006). Berdasarkan data demografi hasil penelitian, lansia yang mempunyai riwayat pendidikan lebih tinggi mempunyai nilai MMSE yang lebih baik daripada lansia yang memiliki pendidikan lebih rendah. Lansia yang memiliki nilai MMSE baik dan cukup sebagian besar mempunyai riwayat pendidikan Sekolah Dasar (SD) atau Sekolah Rakyat (SR). Lansia memang cenderung mengalami penurunan fungsi memori, namun Lesmana ( 2 0 0 6 ) m e n g a t a k a n b a h w a p e n e l i t i a n menunjukkan perbendaharaan kata lebih baik pada orang usia 70 tahun daripada 30 tahun. Batasan umur juga memengaruhi dari tingkat fungsi kognitif lansia. Pada penelitian ini dari 30 responden yang didapat mayoritas berumur antara 60–67 tahun dengan kategori fungsi kognitif cukup dan kurang. Menurut Lesmana, (2006) pengalaman pekerjaan dahulu mempunyai dampak pada kualitas proses berpikir lansia. Pada penelitian ini hampir setengah lansia mempunyai riwayat pekerjaan sebagai petani, buruh tani, koperasi dan tukang masak. Mereka masuk dalam kategori fungsi kognitif kurang. Sedangkan lansia yang mempunyai riwayat pekerjaan lebih baik (swasta), termasuk dalam kategori cukup. Peningkatan fungsi kognitif lebih dominan terjadi pada lansia berumur 60–67 Tabel 2. Tingkat fungsi kognitif lansia di Unit Pelayanan Sosial Tresna Werdha Lamongan Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Pre Post Pre Post Post Post Rerata 1,20 2,00 1,40 1,07 2,00 1,07 SD 0,41 0,65 0,63 0,26 0,65 0,26 p = 0,001 p = 0,025 p = 0,001 Wilcoxon Signed Rank Test Wilcoxon Signed Rank Test Mann-Whitney U-Test Keterangan: SD = Standar Deviasi p = signifi kansi Jurnal Ners Vol. 5 No. 1 April 2010: 79–86 84 tahun, mempunyai riwayat pendidikan SD dan mempunyai riwayat pekerjaan swasta. Rerata kenaikan skor MMSE mencapai 3–5, jika dibandingkan dengan lansia berumur 67–75 tahun dan mempunyai riwayat pendidikan tidak sekolah terjadi penurunan skor MMSE mencapai 1–4. Otak besar jika dibelah menjadi otak kiri dan kanan dan dilihat dari atas tampak dipisahkan oleh lekukan yang dalam dan memanjang disebut fissura longitudinalis. Pada dasar lekukan terdapat sekumpulan serat yang menghubungkan kedua belahan otak dan disebut dengan corpus callosum dan di juluki sebagai ”jembatan emas atau golden bridge”. Senam otak dapat mencapai brain exrcise melalui gerakan crossing the midline. Gerakan tubuh, kepala dan bola mata yang menyilang garis tengah tubuh dapat meningkatkan potensi otak (Sidiarto, 2004). Lansia mengalami penurunan berat otak berkisar sampai 10% pada usia 30–70 tahun. Volume otak yang berkurang sejalan dengan penuaan memengaruhi penyusutan neuron sel-sel otak. Penyusutan neuron ini akan memengaruhi kinerja dari korteks serebri. Sebagian besar penyimpanan informasi dan proses berpikir terjadi di dalam korteks serebri. Penyimpanan informasi merupakan proses yang disebut daya ingat (memori). Penurunan kemampuan korteks serebri akan mengakibatkan gangguan sistem transmisi neurotransmitter yang dapat mengakibatkan gangguan mental dan perilaku sehingga berakibat pada penurunan fungsi kognitif. Penurunan fungsi kognitif lansia dapat diberikan terapi senam otak. Di dalam aplikasi metode senam otak terdapat dimensi pemusatan untuk sistem limbis (midbrain) dan otak besar (cerebral cortex) (Dennison, 2008). Di dalam korteks serebri terdapat area fungsional yang membagi fungsi dari masing-masing hemisfer kanan dan kiri. Brain gym mengoptimalkan otak belahan kanan yang secara garis besar bertugas mengontrol badan bagian kiri, serta berfungsi untuk intuitif, merasakan, bermusik, menari, kreatif, dan melihat keseluruhan. Otak kanan juga mendorong manusia untuk bersosialisasi, komunikasi, interaksi dengan manusia lain, serta pengendalian emosi. Pada otak kanan ini pula terletak kemampuan intuitif, kemampuan merasakan, memadukan, dan ekspresi tubuh. Otak belahan kiri secara garis besar bertugas mengatur badan bagian kanan yang berfungsi untuk berpikir logis, rasional, menganalisis, kemampuan menulis dan membaca, berbicara, berorientasi pada waktu, dan hal-hal yang rinci. Otak kiri juga merupakan pusat matematika (Sapardjiman, 2003). Dalam pertemuan dari berbagai area interpretasi sensorik ini terutama berkembang pada sisi otak yang dominan yaitu sebelah sisi kiri pada hampir semua orang dan area ini sangat berperan pada fungsi otak yang lebih tinggi dalam bagian setiap korteks serebri, fungsi ini kita sebut ”berpikir”. Untuk proses berpikir, pemahaman bahasa dan pola ingatan pada area fungsional korteks serebri terdapat di area wernicke. Bila Area wernicke pada hemisfer dominan seorang yang tumbuh dengan baik mengalami kerusakan, maka penderita akan kehilangan hampir seluruh fungsi berpikir, pola ingatan yang berhubungan dengan bahasa (Guyton dan Hall, 1997). Senam otak sendiri bertujuan untuk menjaga keseimbangan kinerja antara otak kanan dan kiri tetap optimal. Senam otak memberikan stimulus perbaikan pada serat- serat di corpus callosum yang menyediakan banyak hubungan saraf dua arah antara area kortikal kedua hemisfer otak, termasuk hypokampus dan amygdala. Gerakan senam otak mengaktifkan kembali hubungan saraf antara tubuh dan otak sehingga memudahkan aliran energi elektromagnetik ke seluruh tubuh. Gerakan ini menunjang perubahan elektrik dan kimiawi yang berlangsung pada semua kejadian mental dan fisik (Dennison, 2008). Peranan hipokampus dalam konsolidasi s e b a g a i s i s t e m r e f e r e n s i s i l a n g , y a n g mengkaitkan aspek memori tertentu yang disimpan dibagian otak yang terpisah sehingga dapat meningkatkan kandungan asam nukleat dalam perubahan memori neuron. Sinaps berpengaruh dalam mengolah informasi atau data yang diterima sehingga manusia akan menyimpan informasi dalam memorinya. Penyimpanan informasi merupakan proses yang kita sebut daya ingat dan juga merupakan fungsi dari sinaps. Sinaps adalah tempat hubungan Senam Otak Meningkatkan Fungsi Kognitif Lansia (Ah. Yusuf) 85 satu neuron dengan neuron berikutnya. Sinaps merupakan suatu tempat yang menguntungkan untuk mengatur penghantaran perintah. Sinaps juga berfungsi menghantarkan informasi dari satu neuron ke neuron yang lain dengan mudah. Perbaikan fungsi sinaps dapat memengaruhi kinerja korteks serebri yang terlibat dalam proses informasi baru sebagai jalan menuju korteks untuk penyimpanan memori secara permanen. Korteks Serebri merupakan lapisan luar otak yang terlibat dalam proses kognisi tingkat tinggi yang dapat diikuti oleh peningkatan fungsi kognitif yang lain seperti orientasi, registrasi, perhatian dan berhitung, menyebut kembali (recall), dan bahasa. Fungsi kognitif merupakan kemampuan seseorang untuk menerima, mengolah, menyimpan dan menggunakan kembali semua masukan sensorik secara baik. Fungsi kognitif terdiri dari unsur memperhatikan (atensi), mengingat (memori), berkomunikasi (bahasa), bergerak (motorik) dan merencanakan/ melaksanakan keputusan (eksekutif) (Gallo, 1998). Gangguan kognitif adalah suatu gangguan fungsi luhur otak berupa gangguan orientasi, perhatian, konsentrasi, daya ingat dan bahasa serta fungsi intelektual (Setyopranoto et al., 2000). Dampak positif senam otak pada lansia, setelah 2 bulan pelaksanaan senam otak terjadi peningkatan fungsi memori (kognitif), konsentrasi (kecerdasan), atensi dan kewaspadaan untuk mengurangi pikun (Lihardo, 2005). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Gerakan senam otak mengaktifkan kembali hubungan saraf antara tubuh dan otak sehingga memudahkan aliran energi elektromagnetik ke seluruh tubuh. Senam otak dapat menjaga keseimbangan kinerja antara otak kanan dan kiri tetap optimal dengan memberikan stimulus perbaikan pada serat- serat di corpus callosum dan beberapa struktur otak termasuk hipokampus dan amigdala sehingga dapat meningkatkan fungsi kognitif pada lansia. Saran Senam otak dapat dijadikan protap oleh pihak panti untuk menoptimalkan kembali fungsi kognitif yang cenderung menurun pada masa usia lansia. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dampak lain senam otak misalnya terhadap stres pada lansia. KEPUSTAKAAN Darmojo, 2006. Geriatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Darmojo, 1999. Geriatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Dennison, P.E. dan Dennison, G.E., 2008. Brain Gym, Senam Otak. Jakarta: Grasindo. Gallo, J. J., et al., 1998. Buku Saku Gerontologi edisi 2. Jakarta: EGC. Guyton, A.C., 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi 3. Jakarta: EGC. Hawari, D., 2003. IQ, EQ, CQ, dan SQ Kriteria Sumber Daya Manusia (Pemimpin) Berkualitas. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Lihardo, J., 2005. Penurunan Kognitif pada Lansia, (online), (http://www.info-sehat. com/inside_level2.asp?artid=1285&s ecid=55&intid=6., diakses tanggal 20 November jam 05.15 WIB). Juliani, 2008. Ilmu Psikologi, (online), (http:// www.ilmupsikologi.com/?p=11., diakses tanggal 22 November 2008 jam 05.12 WIB). Sapardjiman, K., 2003. Senam Otak Merangsang Kecerdasan Lansia, (online), (http://. depkes.go.id/index.php?option=article s&task=viewarticle&artid=111&itemid =3., diakses tanggal 20 November 2008 jam 05.00 WIB). Kompas, 2004. Berita Penurunan Ingatan Pada Lansia, (online), (http://www2. kompas.com/kompas-cetak/0410/28/ ilpeng/1352062.htm., diakses Tanggal 24 November 2008 jam 05.35 WIB). Lesmana, 2006. Mengasah Otak pada Lansia, (online), (http://trisna19.wordpress. com/2008/04/02/mengasah-otak-pada- saat-lanjut-usia/. Diakses tanggal 21 November 2008 jam 06.56 WIB). Jurnal Ners Vol. 5 No. 1 April 2010: 79–86 86 Lumbantobing, S.M., 2001. Neurogeriatri. Jakarta: Penerbit FKUI, hlm. 158–170. Lumbantobing, S.M., 2001. Kecerdasan pada Usia Lanjut dan Dimensia. Jakarta: F a k u l t a s K e d o k t e r a n U n i v e r s i t a s Indonesia. Setyopranoto et al., 2000. Peranan Stroke Iskemik Akut terhadap Timbulnya Gangguan Fungsi Kognitif di RSUD Dr. Sardjito Yogyakarta. Berkala Neuro Sains 2(1), 34–227. Sidiarto, L.D., 2004. Rekreasi Terapeutik untuk Warga Senior. Disampaikan dalam Semiloka Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Lansia, Cimahi 21 Februari 2004. Stanley, M., 2006. Perawatan pada Lansia. Jakarta: EGC. Watson, R., 2003. Perawatan pada Lansia. Jakarta: EGC.