NERS Vol 5 No 1 April 2010_Akreditasi 2013.indd 87 STIMULASI KUTANEUS SLOW-STROKE BACK MASSAGE MENURUNKAN INTENSITAS NYERI OSTEOARTRITIS PADA LANSIA (Cutaneus Stimulation: Slow-Stroke Back Massage Reduces the Intensity of Osteoartritis Pain of Elderly) Mira Trihartini*, Mardliyah**, Setho Hadisuyatmana* * Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya Telp/Fax: (031) 5913257. E-mail: rara_raditya@yahoo.co.id ** RSUD Dr. Moch. Soewandi Surabaya ABSTRACT Introduction: Osteoarthritis disease is the result of both mechanical and biological process which lead come to unstable degradation and synthesis of condrozyte cartilage and extracellular matrix. The risk factor of this instability is aging process. The aging process stimulates osteophytes formation and degradation of cartilage, and emerged pain as primary clinical symptom. One of the non pharmacological ways to cope this pain is by applying cutaneus stimulation through slow-stroke back massage method. The objective of this study was to analyze the effect of applying cutaneus stimulation with slow-stroke back massage method to osteoarthritis’s pain intensity. Method: Pre experimental design with one group pre test-post test approach was used in this study. The subject of this study were elderly above 50 years old living in Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya, 15 participants were involved using purpose sampling technique. This study started on January 29th until February 6th, 2010. Data were collected by interview and observation and analyzed by WIlcoxcon Signed Rank Test α = 0.05, p value <α. Result: The Resul showed that the message intervention was signifi cantly affect the elder’s level of osteoarthritis pain in Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya (p = 0.003). Discussion: It can be concluded that gives stimulation cutaneus: slow-stroke back massage reduce osteoathritis pain intensity. Slow-stroke back massage increase level of endorphin, so that pain reduction and individual pain perception will decrease. Keywords: slow-stroke back massage, pain intensity, osteoarthritis, elderly PENDAHULUAN Perkembangan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2009 menunjukkan peningkatan usia harapan hidup (UHH) dari 64,5 tahun menjadi 70,5 tahun tersebut menjadi 23,9 juta jiwa (Irwanasir, 2009). Peningkatan jumlah lansia yang tinggi berpotensi menimbulkan berbagai macam permasalahan baik dari aspek sosial, ekonomi, budaya, maupun kesehatan (Nugroho, 2000). Data Depkes RI 2008 menunjukkan bahwa salah satu penyakit degeneratif yang sering dikeluhkan oleh lansia adalah penyakit sendi (52,3%) terutama osteoathritis (peradangan pada sendi atau tulang) (Puskom, 2008). Keluhan utama yang paling sering terjadi pada osteoathritis adalah nyeri pada persendian, yang membuat penderita sering kali takut untuk bergerak sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari dan menurunkan produktivitas. Penanganan nyeri sendi yang dapat dilakukan di antaranya dengan menggunakan terapi farmakologi dan atau terapi non farmakologi (Grainger dan Cicuttino, 2004). Stimulasi kutaneus, distraksi, relaksasi, imajinasi terbimbing dan hipnosis adalah contoh intervensi non farmakologis yang sering digunakan dalam keperawatan untuk mengelola nyeri. Pada osteoartritis, umumnya pengelolaan nyeri dilakukan dengan stimulasi kutaneus seperti terapi panas/dingin, latihan/aktivitas fisik dan distraksi (Reeves, 1999; Koopman, 1997). Masase dan sentuhan, merupakan teknik integrasi sensori yang memengaruhi aktivitas sistem saraf otonom (Meek, 1993 Jurnal Ners Vol. 5 No. 1 April 2010: 87–92 88 dalam Potter dan Perry, 2005). Salah satu terapi modalitas fisik yaitu slow stroke back massage. Terapi tersebut sudah mulai dikembangkan di Indonesia pada kasus low back pain sejak tahun 2005 dan menunjukkan angka keberhasilan mencapai 30% dalam menurunan intensitas nyeri (Sumartini, 2008). Beberapa penelitian juga telah mengidentifikasi manfaat dari slow-stroke back massage antara lain penurunan secara bermakna pada intensitas nyeri dan kecemasan serta perubahan positif pada denyut jantung dan tekanan darah, yang mengindikasikan relaksasi pada pasien lansia dengan stroke (Mok, et al., 2004), Di samping itu penggunaan terapi non farmakologis ini tidak mempunyai efek samping berarti dan mudah dalam pengaplikasiannya. Namun sampai dengan saat ini belum ada penelitian tentang pengaruh stimulasi kutaneus: slow stroke back massage terhadap intensitas nyeri osteoathritis. I n s i d e n o s t e o a r t r i t i s m e n y e r a n g pada usia di atas 35 tahun dan meningkat pada kelompok wanita yang berusia di atas 50 tahun (Reeves, 1999). Prevalensi nyeri yang disebabkan osteoathritis di Indonesia sebesar 36% (Handoyo, 2009). Berdasarkan hasil studi pendahuluan di panti wreda hargo dedali pada tanggal 20 oktober 2009 didapatkan jumlah lansia di panti wreda adalah 36 orang dan 67% lansia mengeluh nyeri pada punggung. Hasil pemeriksaan rontgen lumbal terhadap responden tersebut sebanyak 75% di antaranya menunjukkan spondylosis lumbal dan osteoathritis acetabuli. Penanganan sistem nyeri medial (yang memproses aspek emosional dari nyeri seperti ketakutan dan stres) sangat penting pada pasien osteoathritis dibandingkan sistem lateral yang memproses sensasi fisik seperti intensitas, durasi, dan lokasi nyeri, selama episode nyeri. Nyeri pada osteoathritis terjadi sebagai akibat spasme otot atau tekanan pada saraf di daerah sendi yang terganggu dan pertumbuhan tulang yang berlebihan sehingga merangsang akar saraf sewaktu keluar dari tulang vertebra (Price, 2005). Kondisi tersebut mengakibatkan pasien sering kali takut untuk bergerak sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari dan dapat menurunkan produktivitas yang akan berdampak terhadap penurunan kualitas hidup, sedang pada masa tua diharapkan menjadi tua sejahtera, sehat, produktif sehingga kualitas kesehatan lansia meningkat. Oleh karena itu manajemen sistem nyeri sebaiknya dijadikan target baru baik untuk intervensi farmakologi maupun non farmakologi (Kulkarni et al., 2007). Salah satu teknik masase punggung yang dapat digunakan adalah dengan usapan yang perlahan (Slow-Stroke Back Massage). Penggunaan lotion diharapkan memberikan sensasi hangat dan mengakibatkan vasodilatasi lokal (Kenworthy, 2002). Vasodilatasi akan meningkatkan peredaran darah pada area yang diusap sehingga aktivitas sel meningkat dan akan mengurangi rasa sakit (Kusyati, 2006; Stevens, 1999). Sensasi hangat juga dapat meningkatkan rasa nyaman (Reeves, 1999). Nilai terapeutik yang lain dari masase punggung termasuk mengurangi ketegangan otot dan meningkatkan relaksasi fisik dan psikologis (Kusyati, 2006). Berdasarkan masalah tersebut perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage terhadap intensitas nyeri osteoartritis pada lansia di Panti Werdha Hargo Dedali. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian metode pra eksperimental dalam satu kelompok (one group pretest-posttesti). Sebelum memberikan perlakuan berupa stimulasi kutanius: slow-stroke back massage terhadap lansia yang mengalami nyeri osteoathritis, langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi lansia yang mengalami nyeri punggung dan memastikan nyeri tersebut disebabkan osteoathritis dengan pemeriksaan radiologis. Setelah mengidentifikasi satu kelompok lansia yang mengalami nyeri karena osteoathritis diobservasi terlebih dahulu, kemudian menentukan intensitas skala nyeri, setelah menentukan tingkat intensitas skala nyeri kemudian satu kelompok lansia yang mengalami nyeri osteoathritis diberi perlakuan yaitu stimulasi kutanius: slow-stroke back massage. Setelah pemberian stimulasi kutanius: slow-stroke back massage yang mengalami Stimulasi Kutaneus Menurunkan Nyery Artritis (Mira T.) 89 nyeri osteoathritis diukur kembali tingkat intensitas nyeri dan kemudian dibandingkan apakah ada penurunan intensitas nyeri sebelum diberikan perlakuan dan sesudah diberikan perlakuan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang mengeluh nyeri punggung di Panti Werdha Hargo Dedali berjumlah 24 orang, dengan besar sampel adalah 15 orang yang ditentukan berdasarkan kriteria Inklusi. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah lansia perempuan yang berusia >50 tahun, lansia dengan osteoartritis primer sesuai dengan catatan medik panti, lansia yang mengalami nyeri di punggung, tidak sedang menggunakan analgesic, tidak memiliki kontraindikasi untuk pijatan punggung seperti fraktur tulang rusuk atau vertebra, luka bakar, adanya daerah kemerahan pada kulit, atau luka terbuka pada punggung, kesadaran compos mentis dan mampu berkomunikasi dengan baik, kooperatif, dan bersedia menjadi subjek penelitian Variabel independen dalam penelitian ini adalah pemberian stimulus kutaneus: slow-stroke back massage di mana dengan memberikan pijatan secara perlahan dan berirama dengan kecepatan 30 kali pijatan selama 10 menit pada kulit punggung dari bokong ke bahu dan sekitar bawah leher dengan acuan standar operasional prosedur (SOP) sedangkan variabel dependen adalah intensitas nyeri osteoarthritis. Instrumen intensitas nyeri berupa lembar observasi dengan menggunakan skala Bourbonais untuk mengukur skala nyeri sesuai tingkat nyeri yaitu 0 tidak nyeri (tidak nyeri), 1–3 (nyeri ringan yaitu secara objektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik), 4–6 (nyeri sedang yaitu secara objektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri dan mendiskripsikannya, serta dapat mengikuti perintah dengan baik), 7–9 (nyeri berat yaitu secara objektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendiskripsikannya, tidak dapat di atasi dengan alih posisi serta nafas panjang maupun distraksi, 10 (nyeri sangat berat yaitu pasien tidak mampu lagi berkomunikasi, mengikuti perintah, mengejan tanpa bisa dikendalikan, menarik-narik, memukul benda sekitar, tidak respon terhadap tindakan serta tidak dapat menunjukkan lokasi nyeri). Data kemudian di tabulasi dan dianalisis dengan menggunakan uji wilcoxon signed rank test dengan Tingkat kemaknaan α ≤ 0,05. HASIL Pengukuran intensitas nyeri sebelum p e r l a k u a n s l o w - s t ro k e b a c k m a s s a g e menunjukkan bahwa seluruh responden mengeluh nyeri pada tingkat sedang karena tipe osteoathritis adalah nyeri sedang. Setelah responden penelitian diberikan stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage pada akhir masa perlakuan responden penelitian diobservasi tingkat nyerinya menggunakan skala bourbonais. Terdapat penurunan frekuensi pada intensitas nyeri sedang sehingga hanya 40%, sedangkan responden yang menyatakan nyerinya meningkat sampai dengan 60%. Penurunan nyeri yang berbeda-beda dipengaruhi oleh kadar endorphin pada seseorang yang berbeda-beda. S a a t p re - t e s t s e l u r u h r e s p o n d e n mengalami nyeri pada tingkat sedang, dan setelah di berikan stimulasi kutaneus: slow- stroke back massage tingkat nyeri 9 responden mengalami penurunan menjadi tingkat ringan dan 6 orang responden dengan intensitas nyeri tetap. Hasil tersebut dilakukan uji statistik wilcoxon signed rank test dengan α = 0,05 didapatkan p = 0,003, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian stimulasi kutaneus: slow- stroke back massage mempunyai pengaruh terhadap intensitas nyeri osteoathritis pada lansia di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya (Tabel 1). Jurnal Ners Vol. 5 No. 1 April 2010: 87–92 90 PEMBAHASAN Penyakit osteoartritis terjadi kerusakan fokal tulang rawan sendi yang progresif dan pembentukan tulang rawan baru pada dasar lesi tulang rawan sendi dan tepi sendi (osteofit) (Wyman, 1999). Sebelum dilakukan pemberian stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage pada nyeri osteoartritis peneliti melakukan observasi intensitas nyeri berdasarkan skala bourbonais dan didapatkan hasil seluruh responden mengalami nyeri sedang dengan nilai skala nyeri yang berbeda-beda. Selanjutnya, bagian-bagian tonjolan-tonjolan tulang ini atau kartilago yang remuk masuk ke dalam cairan sinovial dan akhirnya menyebabkan timbulnya persepsi nyeri (Reeves, 1999). Persepsi yang dirasakan responden adalah nyeri sedang hal tersebut dikarenakan tipe nyeri osteoartritis termasuk nyeri kronis di mana klien sudah pernah merasakan nyeri sebelumnya dan berlangsung lebih dari 6 bulan. Skala nyeri yang dipersepsikan oleh responden berbeda-beda meskipun stimulus diberikan dalam intensitas sama. Perbedaan persepsi tersebut disebabkan oleh kadar endorphin, individu satu dengan lainnya berbeda dan nyeri merupakan pengalaman yang bersifat pribadi, serta dipengaruhi oleh faktor usia, dan pengalaman nyeri. Refleksi perubahan kimia dari kartilago artikuler seiring dengan usia menyebabkan perubahan dalam fungsi kondrosit dan peningkatan perubahan pada komposisi tulang rawan sendi. Adanya pengalaman nyeri sebelumnya membantu individu untuk dapat melakukan tindakan pada saat nyeri berikutnya. Pemberian stimulasi kutaneus: slow- stroke back massage selama 10 menit pada responden penelitian memperlihatkan hasil m a y o r i t a s 8 0 % r e s p o n d e n m e n g a l a m i penurunan skala nyeri, di mana 20% tetap dalam kategori sedang dan 60% terjadi perubahan kategori skala yaitu dari kategori sedang menjadi kategori ringan. Penurunan nilai intensitas nyeri setiap individu berbeda- beda walaupun stimulus yang menyebabkan nyeri dan perlakuan yang diberikan sama karena nyeri bersifat individu (Mahon, 1994 dalam Potter dan Perry, 2005) sehingga respons yang terjadi setelah perlakuan tidak dapat disamakan dengan orang lain. Perbedaan nyeri yang adekuat atau tidak di masa lalu akan memengaruhi reaksi individu terhadap nyeri (Potter dan Perry, 2005). Jadi jika nyerinya teratasi dengan cepat dan adekuat, individu mungkin lebih sedikit ketakutan terhadap nyeri di masa mendatang dan dapat mentoleransi nyeri dengan lebih baik. Namun jika individu pernah mengalami nyeri tanpa pernah sembuh maka ansietas dan bahkan rasa takut dapat muncul yang dapat menguatkan persepsi terhadap nyeri. Akibatnya dengan tindakan tertentu untuk mengurangi nyeri kadang sulit berhasil, intensitas nyeri yang dirasakan cenderung tetap (tidak terjadi penurunan). Faktor-faktor yang meningkatkan kesadaran terhadap stimulus (misalnya ansietas dan gangguan tidur) meningkatkan persepsi nyeri. Ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien tentang nyeri. Pemberian stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage pada responden penelitian sedang mengalami cemas atau gangguan tidur, dapat memengaruhi intensitas nyeri sehingga nyeri yang dirasakan cenderung tetap. Gaya koping juga dapat memengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi nyeri karena nyeri dapat menyebabkan seseorang merasa kehilangan kontrol terhadap lingkungan atau hasil akhir dari peristiwa-peristiwa yang terjadi. Klien sering kali menemukan berbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik Tabel 1. Data jumlah responden berdasarkan intensitas nyeri sebelum dan setelah dilakukan pemberian stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage Intensitas Nyeri Pre-test Intensitas Nyeri Post-test Ringan Sedang Berat Ringan Sedang Berat Jumlah Responden 0 15 0 9 6 0 Wilcoxon signed rank test Signifi kansi (p) = 0,003 Keterangan: p = signifi kansi Stimulasi Kutaneus Menurunkan Nyery Artritis (Mira T.) 91 dan psikologis dari nyeri seperti berkomunikasi dengan keluarga pendukung, melakukan latihan atau menyanyi. Gaya koping yang tidak adekuat dapat mengakibatkan kemampuannya mengatasi nyeri berkurang sehingga persepsi nyeri yang dirasakan cenderung tetap. Hasil uji statistik wilcoxon signed rank test menunjukkan bahwa pemberian stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage memiliki pengaruh terhadap intensitas nyeri osteoartritis pada lansia. Pemberian stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage terhadap responden penelitian didapatkan mayoritas responden mengalami penurunan intensitas nyeri sebanyak 2 nilai, yaitu pada tingkat nyeri sedang menjadi nyeri ringan. Mekanisme penurunan nyeri ini dapat dijelaskan dengan teori gate control, yaitu intensitas nyeri diturunkan dengan memblok transmisi nyeri pada gerbang (gate), dan teori endorphin, yaitu menurunnya intensitas nyeri dipengaruhi oleh meningkatnya kadar endorphin dalam tubuh (Guyton dan Hall, 1999) sehingga persepsi nyeri individu menurun. Setelah dilakukan stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage, maka serabut saraf A beta yang banyak terdapat di kulit akan terangsang sehingga pintu gerbang tertutup dan stimulus nyeri tidak diteruskan ke otak. Di samping itu, endorphin juga dilepaskan sehingga kadarnya meningkat. Kedua hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan intensitas dan nilai skala nyeri yang dirasakan oleh subjek penelitian. Dengan demikian pemberian stimulasi kutaneus: slow- stroke back massage dapat dijadikan sebagai alternatif pilihan untuk menurunkan intensitas nyeri osteoartritis pada lansia secara non farmakologis yang relatif tidak menimbulkan efek samping. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Nyeri osteoarthritis pada lansia di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya sebelum dilakukan simulasi kutaneus: slow-stroke back massage seluruhnya mengalami nyeri sedang dengan skala nyeri yang berbeda- beda dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu terhadap nyeri, faktor usia serta belum pernah dilakukannya terapi atau simulasi kutaneus: slow-stroke back massage dalam menurunkan intensitas nyeri osteoarthritis. Setelah dilakukan simulasi kutaneus: slow- stroke back massage lansia di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya mayoritas mengalami penurunan nyeri osteoarthritis dengan skala yang berbeda-beda dan terjadinya penurunan tersebut disebabkan reaksi individu terhadap toleransi nyeri, rasa takut dengan nyeri sebelumnya serta peningkatan kadar endorphin sehingga akan terjadi reduksi nyeri dan persepsi nyeri individu menurun. Saran Simulasi kutaneus: slow-stroke back massage sebagai salah satu intervensi non farmakologis oleh petugas kesehatan (ibu wiwik) dalam menurunkan intensitas nyeri osteoarthritis pada lansia di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya dan pada penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian intervensi non farmakologis simulasi kutaneus: slow-stroke back massage dengan alat ukur teori comfort dalam menurunkan intensitas nyeri osteoarthritis pada lansia. KEPUSTAKAAN Grainger, R dan Cicuttini, F.M., 2004. Medical Management of Osteoathritis of the Knee and Hip Joints, (Online), (http//: www.mja.com.au/public/issues.html., diakses tanggal 16 November 2009, jam 12.00 WIB). Guyton, Arthur C. dan Hall JE., 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 10. Jakarta: EGC. Irwanasir, R., 2009. Kondisi dan Permasalahan Penduduk Lansia, (Online), (http:// www. komnaslansia.or.id., diakses tanggal 18 Oktober 2009, jam 10.00 WIB). Kulkarni, B. et al., 2007. Arthritic Pain Is Processed in Brain Areas Concern With Emotions and Fear, (Online), (http:// www interscience.com/journal/artritis, diakses tanggal 29 Oktober 2009. Jam 14.00 WIB). Kusyati, E., 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar. Jakarta: EGC. Jurnal Ners Vol. 5 No. 1 April 2010: 87–92 92 Mok, E., et al., 2004. The Effects of Slow-Stroke Back Massage on Anxiety and Shoulder Pain In Elderly Stroke Patients, (Online), (http://www.sciencedirect.com/science. diakses 29 Oktober 2009. Jam 14.30 WIB). Nugroho, W., 2000. Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC Potter, P. dan Perry, A.G., 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC. Price, S.A., 2005. Patofi siologi: Konsep Klinik dan Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC. Puskom, 2008. Jumlah Penduduk Lanjut Usia Meningkat, (Online), (http:// www. lansia.com. diakses pada tanggal 15 Oktober 2009 Jam 14.00 WIB). Reeves, C.J., et al., 1999. Medical Surgical Nursing. USA: McGraw-Hill Companies Inc. S u m a r t i n i , 2 0 0 8 . P e n g a r u h S t i m u l a s i Kutaneus Slow Stroke Back Massage. (Online), (http://www. interscience/ journal/arthritis.com. diakses tanggal 15 November 2009, jam 10.00 WIB). Wyman, J.F., 1999. Geriatric Nursing. USA: WB Saunders Company.