NERS Vol 5 No 2 Oktober 2010_Akreditasi 2013.indd 127 PEMBERIAN SUKROSA DAN NON-NUTRITIVE SUCKING TERHADAP RESPONS NYERI DAN LAMA TANGISAN NEONATUS PADA PROSEDUR INVASIF (Grant of Sucrose and Non-Nutritive Sucking to Pain Response and the Long Cries of Neonates to Invasive Procedures) Kristiawati*, Krisna Yetti**, Hening Pujasari** *Pascasarjana Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok E-mail: tia.woespinto@gmail.com ** Fakultas Ilmu Keperawatan, Kampus Universitas Indonesia, Depok ABSTRACT Intoduction: Hospitalized neonates may experience pain caused by invasive procedures. Sucrose and non-nutritive sucking are non-pharmacological analgesics. The aimed of this study was to examine the effectiveness of sucrose and non-nutritive sucking administration on pain and crying duration of neonates during invasive procedures. Method: The study used quasi-experimental design with post-test only control group design approach. This study used nonprobability sampling technic with consecutive sampling. The sample consisted of 45 neonates, divided into three groups, each group of 15 neonates. Result: The results showed that the pain response and the crying duration were insignifi cantly different between the sucrose group and the NNS, respectively p = 0.635 and p = 0.848. Discussion: Age was identifi ed as a confounding variable that effected pain responses. Provision of sucrose and NNS proven to reduce pain as non-pharmacological pain management for neonates during invasive procedures. Keywords: crying duration, neonates, non-nutritive sucking, pain response, sucrose PENDAHULUAN B a y i b a r u l a h i r ( n e o n a t u s ) p e r l u melakukan adaptasi karena perubahan yang dialami dari dalam rahim ke luar rahim. Bobak et al. (1999) menyatakan bahwa kebanyakan bayi dapat menjalani penyesuaian yang dibutuhkan untuk hidup di luar rahim tanpa banyak kesulitan, tetapi kesehatannya tergantung pada perawatan yang diterimanya. Bayi baru lahir cukup bulan yang dirawat di rumah sakit secara kontinu akan dilakukan evaluasi, oleh sebab itu diperlukan pungsi vena. Tindakan ini merupakan prosedur invasif yang menyakitkan (Taddio et al., 1998). Prosedur invasif yang salah satunya adalah pungsi vena merupakan metode yang dianjurkan untuk pengambilan sampel darah pada neonatus cukup bulan. Keuntungan pungsi vena adalah meningkatnya volume sampel, dan tidak terlalu nyeri dibandingkan tusukan pada tumit (Gradin et al., 2002). Nyeri adalah fenomena kompleks yang paling sulit dipahami neonatus (Merestein dan Gardner, 2002). Efek nyeri dapat menimbulkan respons fi siologis dan perubahan perilaku (Codipietro et al., 2008). Oleh sebab itu perawat anak memiliki peran untuk pemberikan asuhan dengan memperhatikan kenyamanan neonatus dan mengurangi trauma (Hockenberry dan Wilson, 2007). Nyeri diungkapkan secara subjektif oleh neonatus dengan tangisan. Tangisan yang muncul tiba-tiba dan panjang merupakan tangisan sebagai akibat dari nyeri yang dirasakan bayi (Santrock, 2001). Oleh sebab itu diperlukan penanganan terhadap nyeri pada neonatus. Penanganan nyeri dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu farmakologi dan nonfarmakologi yang diperlukan untuk mengatasi respons nyeri dari prosedur invasif yang diterima oleh bayi (American Academy of Pediatric, 2006). Namun penatalaksanaan secara nonfarmakologi sangat penting karena intervensi ini didasarkan pada pengkajian klinis perawat terhadap nyeri dan dapat dilakukan oleh staf perawat tanpa instruksi dari dokter (Kashaninia et al., 2008). Selain itu penatalaksanaan nonfarmakologi bersifat aman, noninvasif, tidak mahal dan merupakan fungsi Jurnal Ners Vol. 5 No. 2 Oktober 2010: 127–132 128 keperawatan yang mandiri (Hockenberry dan Wilson, 2009). Penanganan nyeri secara nonfarmakologi dapat dilakukan dengan pemberian sukrosa (AAP, 2006). Hal ini didukung oleh Taddio, Shah dan Katz (2009) yang menyatakan bahwa sukrosa adalah gula alami dengan analgesik dan efeknya menenangkan pada bayi muda. Studi yang dilakukan oleh Elserafy et al. (2009) menyatakan bahwa sukrosa (karena rasa manis) dan nyeri saling berhubungan melalui sistem opioid endogen tubuh yang menyediakan analgesia alami. Non-nutritive sucking (NNS) juga termasuk salah satu jenis penanganan nonfarmakologi yang dapat diberikan pada neonatus yang menerima prosedur invasif (AAP, 2006). NNS diperkirakan menghasilkan analgesia melalui stimulasi orotactile dan mekanoreseptor ketika diberikan kepada bayi. Mekanisme yang mendasari kerja NNS adalah teori gate control dan efeknya akan berakhir ketika mekanisme menghisap berhenti (Gibbins dan Stevens, 2001). Hasil observasi di RSAL Dr. Ramelan Surabaya didapatkan bahwa tindakan invasif yang sering dilakukan pada neonatus adalah pungsi vena. Pada setiap tindakan pungsi vena belum ada penatalaksanaan terhadap nyeri. Hal ini dibuktikan dengan belum adanya standar operasional dalam penatalaksanaan nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas sukrosa dan NNS terhadap respons nyeri dan lama tangisan neonatus yang dilakukan prosedur invasif. Sehingga dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan bagi perawat, tim medis dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan intervensi untuk mengatasi nyeri pada neonatus. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan quasy eksperimental design dengan pendekatan rancangan posttest only control group design. Kelompok intervensi menerima perlakuan pemberian sukrosa dan NNS, sedangkan kelompok kontrol mendapatkan intervensi sesuai standar di ruangan. Sampel pada penelitian ini sebanyak 45 neonatus, terbagi dalam 3 kelompok. Jumlah sampel untuk tiap kelompok adalah 15. Teknik pengambilan sampel menggunakan cara non-probability sampling jenis consecutive sampling. Kriteria inklusi adalah bayi aterm, usia 2–28 hari, apgar score lebih dari 7 pada 5 menit pertama, bayi dengan tidak ASI ekslusif, bayi dengan refl eks isap baik dan dilakukan tindakan pungsi vena. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen data karakteristik responden dan instrumen observasi respons nyeri menggunakan Neonatal Infant Pain Scale (NIPS). Kamera digital untuk merekam respons nyeri dan lama tangisan setelah dilakukan pungsi vena. Stop watch untuk mengukur lama tangisan neonatus setelah dilakukan prosedur pungsi vena. K e g i a t a n p e n e l i t i a n m e l i p u t i m e m p e r s i a p k a n s u k r o s a , N N S d a n mempersiapkan kamera untuk merekam respons nyeri dan lama tangisan. Kelompok I diberikan sukrosa 24% sebanyak 2 ml pada saat 2 menit sebelum dilakukan intervensi dan memberikan NNS pada kelompok II mulai dari 2 menit sebelum dilanjutkan selama dan setelah intervensi. Peneliti melakukan observasi terhadap respons nyeri pada menit pertama setelah dilakukan pungsi vena dengan menggunakan lembar observasi NIPS. Data hasil rekaman video digunakan untuk menilai kembali respons nyeri dan lama tangisan neonatus, yang dilakukan segera setelah satu prosedur pungsi vena selesai. Analisis data pada penelitian ini diolah dengan program statistik. Analisis dilakukan secara univariat, bivariat dan multivariat. Analisis univariat digunakan untuk menjelaskan karakteristik responden, respons nyeri dan alam tangisan. Analisis bivariat menggunakan uji Anova untuk melihat perbedaan antara kelompok yang diberikan sukrosa, NNS dan kelompok kontrol. Analisis multivariat menggunakan uji regresi linier berganda. HASIL Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok kontrol mempunyai respons nyeri yang berbeda dengan kelompok NNS dengan nilai p = 0,017, kelompok kontrol juga Pemberian Sukrosa dan Non-Nutritive Sucking (Kristiawati) 129 mempunyai respons nyeri yang berbeda dengan kelompok sukrosa dengan nilai p = 0,001. Sedangkan pada kelompok NNS dan sukrosa mempunyai pengaruh respons nyeri yang sama karena nilai p = 0,635. Kelompok kontrol mempunyai pengaruh lama tangisan yang berbeda dengan kelompok NNS dan sukrosa dengan nilai p = 0,001 dan p = 0,000. Sedangkan pada kelompok NNS dan sukrosa dengan nilai p = 0,001 dan p = 0,000. Sedangkan pada kelompok NNS dan sukrosa mempunyai pengaruh lama tangisan yang sama karena nilai p = 0,848. Analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap respons nyeri adalah umur dan intervensi pemberian Tabel 1. Hasil pengujian pembandingan berganda respons nyeri responden di RSAL Dr. Ramelan Surabaya, Mei–Juni 2010 (n = 45) Pembandingan antarkelompok Perbedaan rata-rata p value Kontrol NNS 1,46667 0,017 Sukrosa 1,93333 0,001 NNS Sukrosa 0,46667 0,635 Tabel 2. Hasil pengujian pembandingan berganda lama tangisan responden di RSAL Dr. Ramelan Surabaya, Mei-Juni 2010 (n = 45) Pembandingan antarkelompok Perbedaan rata-rata p value Kontrol NNS 2,12533 0,001 Sukrosa 2,42200 0,000 NNS Sukrosa 0,29667 0,848 Tabel 3. Hasil multivariat regresi linier pengaruh pemberian sukrosa dan NNS terhadap respons nyeri setelah dikontrol variabel perancu di RSAL Dr. Ramelan Surabaya, Mei–Juni 2010 Variabel r R square Persamaan garis p value Respons nyeri 0,600 0,359 Respons nyeri = 7,843–0,159 umur - 0,999 intervensi 0,000 Tabel 4. Hasil multivariat regresi linier pengaruh pemberian sukrosa dan NNS terhadap lama tangisan setelah dikontrol variabel perancu di RSAL Dr. Ramelan Surabaya, Mei–Juni 2010 (n = 45) Variabel r R square Persamaan garis p value Lama tangisan 0,552 0,305 Lama tangisan = 7,337–1,211 intervensi 0,000 sukrosa dan NNS. Hubungan umur dan intervensi pemberian sukrosa dan NNS dengan respons nyeri menunjukkan hubungan yang kuat (r = 0,600).Hasil tersebut menunjukkan juga bahwa umur dan intervensi menentukan respons nyeri sebesar 35,9% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain. Hasil multivariat terhadap lama tangisan menunjukkan bahwa variabel intervensi pemberian sukrosa dan NNS yang berpengaruh terhadap lama tangisan. Hubungan intervensi dengan lama tangisan menunjukkan hubungan kuat (r = 0,552). Hasil menunjukkan data bahwa intervensi pemberian sukrosa dan NNS menentukan lama tangisan sebesar 30,5%. Jurnal Ners Vol. 5 No. 2 Oktober 2010: 127–132 130 PEMBAHASAN Respons nyeri neonatus saat dilakukan prosedur invasif yang diukur dengan skala nyeri NIPS antara kelompok sukrosa dan kelompok NNS menunjukkan bahwa tidak berbeda signifi kan, dengan nilai p = 0,635. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Carbajal et al. (1999) terhadap 150 neonatus aterm yang dilakukan pungsi vena dengan cara random dengan membagi dalam 6 kelompok yaitu kelompok tanpa intervensi, 2 ml air sebagai plasebo, 2 ml glukosa 30%, 2 ml sukrosa 30%, 2 ml sukrosa dengan non-nutritive sucking dan non-nutritive sucking. Pada penelitian Carbajal menunjukkan bahwa non-nutritive sucking lebih efektif dibandingkan dengan sweet solution (p ≤ 0,001). Hal ini juga didukung oleh penelitian Mathai, Natrajan dan Rajalakshmi (2006) yang menyatakan bahwa non-nutritive sucking adalah analgesik nonfarmakologi yang lebih efektif menurunkan nyeri dibandingkan dengan sukrosa (p < 0,05). N o n - n u t r i t i v e s u c k i n g m e m b a n t u neonatus untuk beradaptasi terhadap stimulus dan dapat meningkatkan pelepasan neurotransmitter yang menurunkan nyeri (Gibbins dan Stevens, 2001). Oleh sebab itu pemberian non-nutritive sucking direkomendasikan sebagai salah satu manajemen nonfarmakologi terhadap nyeri. Kegiatan menghisap selama neonatus menerima stimulus yang menimbulkan nyeri akan menurunkan perilaku distress dan memiliki efek yang menenangkan bagi neonatus (Hockenberry dan Wilson, 2009). Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa pemberian sukrosa dan NNS pada saat dilakukan pungsi vena tidak memiliki perbedaan bermakna. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pada kelompok NNS ditemukan 2 neonatus yang tidak menunjukkan respons nyeri saat dilakukan pungsi vena, hal ini berkaitan dengan ambang nyeri yang dimiliki setiap individu berbeda-beda, kemampuan refl ek hisap dan perkembangan psikoseksual yaitu fase oral. Sukrosa yang diberikan 2 menit sebelum tindakan efektif menurunkan respons nyeri. Pemberian sukrosa membuat neonatus tenang dan efeknya masih berlanjut beberapa lama setelah prosedur selesai dilakukan. Pemberian sukrosa maupun NNS dapat dianggap sama-sama efektif dan dapat digunakan sebagai intervensi untuk mengatasi respons nyeri neonatus yang dilakukan tindakan yang menimbulkan nyeri. Lama tangisan neonatus pada saat dilakukan prosedur invasif menunjukkan tidak berbeda antara kelompok sukrosa dan NNS (p value 0,848). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Devaera (2006), neonatus yang diberikan larutan glukosa oral 30% sebanyak 0,5 ml sebagai analgesik dua menit sebelum prosedur pengambilan darah tumit. Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna lama tangisan pertama dan lama tangisan total pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian analgesik seperti sweet solution termasuk sukrosa bukanlah satu-satunya intervensi yang dapat digunakan dalam menurunkan lama tangisan neonatus yang mengalami prosedur yang menyakitkan. Rasa nyeri yang dirasakan neonatus saat dilakukan prosedur invasif disampaikan melalui tangisan. Menurut Santrock (2001) perkembangan bahasa pada masa bayi masih sangat sederhana, sehingga bayi masih sulit mengkomunikasikan keinginannya. Oleh karena itu neonatus menggunakan tangisan sebagai mekanisme yang paling penting dalam berkomunikasi dengan dunia sekitar mereka. Tidak ada perbedaan lama tangisan antara kelompok sukrosa dan NNS dapat disebabkan karena rasa nyeri yang disebabkan oleh pungsi vena tidak dapat ditoleransi oleh neonatus sehingga dikomunikasikan dalam bentuk tangisan. Pada kelompok NNS bahwa saat neonatus menangis menyebabkan NNS terlepas dari mulutnya sehingga neonatus mengungkapkan rasa nyerinya secara verbal dengan menangis keras. Oleh karena bila NNS terlepas dari mulutnya maka efek analgesiknya juga hilang. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin dan pernah dilakukan pungsi vena bukan merupakan variabel perancu, sedangkan umur merupakan variabel yang berpengaruh terhadap respons nyeri selain intervensi yang diberikan. Hasil analisis Pemberian Sukrosa dan Non-Nutritive Sucking (Kristiawati) 131 ini sesuai dengan teori yang dikemukakan o l e h B o w d e n , D i c k e y, d a n G r e e n b e rg (1998), bahwa tingkat perkembangan anak akan memengaruhi proses kognitif dalam mempersepsikan rasa nyeri yang dirasakan anak. Tingkat perkembangan akan sejalan dengan pertambahan umur, sehingga semakin meningkat umur maka toleransi terhadap nyeri akan meningkat. Hasil penelitian menunjukkan umur dan intervensi berpengaruh sebesar 35,5% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor lain yang dapat memengaruhi persepsi terhadap nyeri positif maupun negatif dapat disebabkan oleh jenis cidera, karakteristik genetik, temperamen, sosial dan pengaruh budaya, serta koping individu (Bowden, Dickey, dan Greenberg, 1998). Perubahan perilaku merupakan indikator umum dari respons nyeri yang dilihat pada penelitian ini, dan sangat bermanfaat dalam mengkaji nyeri pada bayi yang belum dapat mengungkapkan respons nyeri secara verbal. Respons perilaku terhadap nyeri ini akan berubah dengan bertambahnya umur dan sejalan dengan tahap perkembangan anak. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel umur, jenis kelamin dan pernah dilakukan pungsi vena bukan merupakan variabel yang berpengaruh terhadap lama tangisan. Lama tangisan dipengaruhi sebesar 30,5% oleh pemberian sukrosa dan NNS, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Tangisan merupakan respons verbal yang dapat diukur. Neonatus menyampaikan semua keinginan dan perasaannya dengan tangisan. Menangis merupakan mekanisme penting dalam berkomunikasi dengan dunia sekitarnya (Potter dan Perry, 2005). Hal yang perlu diperhatikan dalam tangisan bayi adalah penyebab dari bayi menangis. Menurut Suririnah (2009) dengan mempelajari dan mengerti tangisan bayi, tanpa disadari akan memahami dan mengerti keinginan dari bayi. Bertambahnya umur pada bayi membuat tangisan bayi juga akan berkurang, karena bayi sudah semakin belajar dan berinteraksi dengan lingkungan. Namun belum tentu membuat semakin singkat lama tangisannya. Penelitian ini yang memengaruhi lama tangisan adalah pemberian sukrosa dan NNS. Pemberian sukrosa dan NNS dapat menurunkan respons nyeri saat mendapat prosedur invasif, karena keduanya sebagai analgesik. Rasa nyeri yang dirasakan neonatus ditunjukkan secara verbal melalui tangisan. Oleh sebab itu untuk melihat nyeri neonatus dapat dinilai juga dari lama tangisan. Tangisan yang panjang dapat diasumsikan bahwa respons nyerinya berat. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Rerata respons nyeri setelah diberikan sukrosa dan NNS lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Rata-rata lama tangisan setelah diberikan sukrosa dan NNS lebih singkat dibandingkan kelompok kontrol. Respons nyeri tidak berbeda secara bermakna antara kelompok sukrosa dan kelompok kontrol. Respons nyeri antara kelompok sukrosa dan kelompok kontrol berbeda secara bermakna. Respons nyeri antara kelompok sukrosa dan kelompok NNS berbeda secara bermakna. Lama tangisan responden antara kelompok sukrosa dan kelompok kontrol berbeda secara bermakna. Lama tangisan responden antara kelompok NNS dan kelompok kontrol berbeda secara bermakna. Lama tangisan responden antara kelompok sukrosa dan kelompok NNS tidak berbeda secara bermakna. Umur responden sebagai variabel perancu memberikan pengaruh terhadap respons nyeri. Umur, jenis kelamin dan pengalaman pungsi vena tidak memberikan pengaruh terhadap lama tangisan responden. Saran Hasil penelitian ini merekomendasikan untuk pemberian sukrosa maupun NNS dalam manajemen nyeri nonfarmakologi pada neonatus yang dilakukan prosedur invasif karena terbukti dapat menurunkan respons nyeri dan lama tangisan. Jurnal Ners Vol. 5 No. 2 Oktober 2010: 127–132 132 KEPUSTAKAAN American academy of pediatrics, 2006. Prevention and management of pain in the neonate: up date. Pediatrics 2006, 118, 2231–2241, (online),(http:// pediatrics.aappublications.org/cgi/ reprint/118/5/2231.pdf., diakses tanggal 27 Maret 2009). Bobak, I.M., Lowdermilk, D.L., Jensen, M.D., dan Perry, S.E., 1999. Maternity Nursing. Missouri: Mosby. Bowden, V.R., Dickey, S.B., dan Greenberg, C.S., 1998. Children and Their Families: The Continuum of Care. Pennsylvania: WB Saunders Company. Carbajal, R., Chauvet, X., Couderc, S., d a n O l i v i e r - M a r t i n , M . , 1 9 9 9 . Randomisedtrial of analgesic effects of sucrose, glucose and pacifi ers in term neonates. BMJ 1999, 319, 1393–1397, (online), (http://www.bmj.com/cgi/ content/full/319/7222/1393, diakses tanggal 12 Mei 2010). Codipietro, L., Ceccareli, M., dan Ponzone, A . , 2 0 0 8 . B r e a s t f e e d i n g o r o r a l sucrose solution in term neonates receiving heel lance: a randomized controlled trial. Pediatrics 2008, 122, e716-e72,(Online),(http://pediatrics. aappublications.org., diakses tanggal 5 Februari 2010). Devaera, Y. , 2006. Larutan Glukosa Oral sebagai Analgesik pada Prosedur Pengambilan Darah Tumit Bayi Baru Lahir: Suatu Uji Klinis Acak Tersamar Ganda. Tesis Tidak Dipublikasikan. Jakarta: FKUI, (Online), (http://www. lontar.ui.ac.id., diakses tanggal 6 Juni 2010). Gibbins, S., dan Stevens, B., 2001. Mechanisms of sucrose and non-nutritive sucking in procedural pain management in infants. Pain Res Manage 2001, 6(1), (Online), (http://www.pulsus.com Diakses tanggal 18 Januari 2010). Gradin, M., Eriksson, M., Holmqvist, G., Holstein, A., dan Schollin, J., 2002. Pain reduction at venipuncture n newborns: oral glucose compared with local anesthetic cream. Pediatrics 2002, 110(1053), (Online), (http://pediatrics. aappublications.org, diakses tanggal 5 Februari 2010). Hockenberry, M.J., dan Wilson, D., 2009. Essentials of Pediatric Nursing. (8th ed.). Missouri: Mosby. Hockenberry, M.J., dan Wilson, D., 2007. Wong's Nursing Care of Infants and Children. (8th ed.). Missouri: Mosby. Kashaninia, Z., Sajedi, F., Rahgozar, M., dan Noghabi, F.A., 2008. The effect of kangaroo care on behavioral responses to pain of an intramuscular injection in neonates. Journal for Specialists in Pediatric Nursing 2008, 13(4),(Online), (http://proquest.umi.com., diakses tanggal 5 Februari 2010). Mathai, S., Natrajan, N., dan Rajalakshmi, N.R., 2006. A comparative study of non-pharmacological methods to reduce pain in neonates. Indian Pediatrics 2006, 43 (17), (Online), (http://www. indianpediatrics.net., diakses tanggal 10 Juni 2010). Merenstein, G.B., dan Gardner, S.L., 2002. Handbook of Neonatal Intensive Care. (5th ed.). Missouri: Mosby. Potter, P.A., dan Perry, A.G., 2005. Fundamentals of Nursing: Concepts, process, and practice. Missouri: Mosby. Santrock, J.W., 2001. Child Development. (9th ed.). New York: McGraw-Hill. Suririnah, 2009. Buku Pintar Merawat Bayi 0–12 bulan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Taddio, A., Shah, V., dan Katz, J., 2009. Reduced infant response to a routine care procedure after sucrose analgesia. Pediatrics 2009, 123 (3),(Online),(http:// pediatrics.aappublications.org., diakses tanggal 18 Januari 2010). Taddio, A., Ohlsson, A., Einarson, T.R., Stevens, B., dan Koren, G., 1998. A Systematic Review of Lidocaine-Prilocaine Cream (EMLA) in the Treatment of Acute Pain in Neonates. Pediatrics 1998. 101. e1, (Online), (http://pediatrics. aappublications.org., diakses tanggal 9 Februari 2010).